Apa Penyebab Seseorang Putus Asa dari Rahmat Allah Swt?

Seperti yang telah kita uraikan di artikel sebelumnya, putus asa dari Rahmat Allah adalah penyakit serius yang menimpa banyak manusia. Dan yang ingin kita cari jawabannya kali ini adalah “Apa penyebab seseorang bisa berputus asa dari Rahmat Allah?”

Banyak sebab-sebab yang membuat orang berputus asa, antara lain :

(1). Karena kebodohan dan minimnya pengetahuan tentang Allah Swt.

Apabila seorang hamba tidak mengenal Tuhannya, tidak memahami betapa besar Rahmat dan Kasih Sayang Allah kepada hamba-Nya, maka ia akan mudah terjerembab dalam lubang putus asa.

(2). Karena kurang bersabar dan ingin mendapatkan hasil yang instan.

Putus asa bisa juga muncul dari lemahnya jiwa seseorang dalam menjalani cobaan atau ujian hidup. Ia ingin segera meraih hasil yang ia dambakan, namun tidak mau bersabar untuk melalui proses yang berat untuk mendapatkannya.

(3). Karena bergaul dan berteman dengan orang-orang yang pesimis dan mudah putus asa.

Teman juga sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang. Bergaul bersama teman yang pesimis akan menjadikan jiwa kita mudah terlempar dalam jurang putus asa. Teman yang baik akan selalu memberi semangat dan harapan bagi kita bahwa selalu ada kesempatan untuk menjadi lebih baik.

(4). Karena terlalu cinta dunia dan terikat dengannya.

Keterikatan kepada dunia akan membuat seseorang mudah lupa ketika ia senang dan mudah putus asa ketika ia kehilangan sesuatu yang ia cintai. Betapa banyak orang yang kehilangan harapan dan semangat hidup ketika ia kehilangan orang yang ia sayangi atau kehilangan harta, jabatan dan kesehatan yang selama ini ia banggakan.

Simak ayat-ayat berikut ini :

وَإِذَآ أَذَقۡنَا ٱلنَّاسَ رَحۡمَةٗ فَرِحُواْ بِهَاۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ إِذَا هُمۡ يَقۡنَطُونَ

“Dan apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa.” (QS.Ar-Rum:36)

لَّا يَسۡأمُ ٱلۡإِنسَٰنُ مِن دُعَآءِ ٱلۡخَيۡرِ وَإِن مَّسَّهُ ٱلشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ

“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya.” (QS.Fushilat:49)

وَإِذَآ أَنۡعَمۡنَا عَلَى ٱلۡإِنسَٰنِ أَعۡرَضَ وَنَئَا بِجَانِبِهِۦ وَإِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا

“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya dia berpaling dan menjauhkan diri dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa.” (QS.Al-Isra’:83)

Lalu apa obat yang mampu menyembuhkan penyakit yang mematikan ini? Tunggu jawabannya di artikel esok hari, Insya Allah !

Semoga Bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Seperti Apa Hiasan Cincin yang Dipakai Rasulullah?

Seorang Muslim boleh menghias cincin yang ia pakai.

Para ulama semuanya sepakat tentang diperbolehkannya menghias cincin yang dipakai oleh seorang Muslim dengan mata cincin dari bebatuan. Bebatuan yang dipakai untuk menjadi mata cincin bisanya adalah batu akik, fairusz atau juga berlian serta mutiara. 

Namun, seperti apakah hiasan cincin yang dipakai Rasulullah? Dalam buku Risalah al-Khatam, Ahmad Zarkasih menjelaskan Nabi SAW mempunyai cincin yang berhias dengan mata cincin berupa batu hitam mulia dari habasyah alias Ethiopia.

“Dari Anas bin Malik Ra, bahwasanya cincin Nabi SAW itu terbuat dari perak, dan matanya dari batu hitam dari habasyah,” (HR Muslim).

Dalam kitabnya yang menjelaskan hadits-hadits dalam shahih Muslim, Imam Nawawi juga menyebutkan beberapa riwayat tentang rupa cincin yang Nabi pakai. Beliau menyebutkan Nabi pernah memiliki cincin perak, dan matanya adalah batu hitam dari negeri Habasyah, Yaman. 

Namun, Nabi juga mempunyai cincin perak yang matanya itu dari batu akik. “Rasulullah SAW punya cincin perak yang matanya dari perak juga. Di lain waktu mata cincinnya batu hitam dari Ethoipia. Di waktu berbeda pun Nabi SAW punya cincin matanya batu akik”. (syarhu al-Nawawi li Muslim 14/71). 

Ahmad Zarkasih menambahkan, yang perlu diketahui juga kebanyakan ulama justru menganjurkan adanya mata cincin bagi laki-laki Muslim dan posisi mata cincin itu baiknya di dalam. Berbeda dengan cincin wanita yang matanya sangat baik jika itu berada di bagian luar agar terlihat. 

Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ menyebutkan hal demikian. Bahkan, beliau menyebut mata cincin berada di bagian dalam itu sesuai dengan model cincin Nabi Saw.

“Dibolehkan cincin itu mempunyai mata atau juga tidak punya mata. Dan matanya itu adanya di bagian dalam telapak tangan atau di luar telapak tangan (bagian luar cincin). Akan tetapi posisi mata cincin di bagian dalam itu lebih baik karena begitulah yang disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih”. (al-Majmu’ 4/463).

KHAZANAH REPUBLIKA

Hidup Sehat Ala Rasulullah

Bagaimana hidup sehat ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Hadits kali ini dari Jamiul Ulum wal Hikam akan menjawabnya.

Hadits Ke-47 dari Jamiul Ulum wal Hikam Ibnu Rajab

الحَدِيْثُ السَّابِعُ وَالأَرْبَعُوْنَ

عَنِ المِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيْكَرِبَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ:حَدِيْثٌ حَسَنٌ

Hadits ke-47

Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada tempat yang lebih jelek daripada memenuhi perut keturunan Adam. Cukup keturunan Adam mengonsumsi yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau memang menjadi suatu keharusan untuk diisi, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Ahmad, 4:132; Tirmidzi, no. 2380; Ibnu Majah, no. 3349. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa perawi hadits ini tsiqqah, terpercaya].

Faedah hadits

  1. Hadits ini dijadikan landasan untuk memahami kiat hidup sehat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:468)
  2. Ada seorang dokter di masa silam bernama Ibnu Masawaih ketika ia membaca hadits ini di dalam kitab Abu Khaitsamah, ia berkata, “Andai kaum muslimin mengamalkan isi hadits ini, niscaya mereka akan selamat dari berbagai penyakit. Kalau demikian, rumah sakit dan farmasi akan jadi kosong.” Beliau mengatakan demikian dikarenakan berbagai penyakit disebabkan oleh perut yang terbiasa terisi penuh. Sebagian pakar juga mengatakan, “Asal dari berbagai penyakit adalah perut yang selalu terisi penuh.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:468)
  3. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Sedikit makan itu lebih baik daripada banyak makan. Ini lebih manfaat bagi sehatnya badan.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:468)
  4. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Manfaat dari sedikit makan bagi baiknya hati adalah hati akan semakin lembut, pemahaman semakin mantap, jiwa semakin tenang, hawa nafsu jelek tertahan, dan marah semakin terkendali. Hal ini berbeda dengan kondisi seseorang yang banyak makan.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:469)
  5. Imam Syafii rahimahullah berkata, “Aku tidaklah pernah kenyang selama 16 tahun kecuali satu kali saja yang aku berusaha untuk mengeluarkannya. Kekenyangan itu membuat badan menjadi sulit bergerak, kecerdasan semakin berkurang, jadi sering tidur, dan melemahkan seseorang dari beribadah.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:474)
  6. Hadits ini menerangkan adab syari bahwa kita ketika makan hendaklah sesuai kadar kebutuhan.
  7. Hadits ini mengingatkan agar tidak membuat perut kekenyangan karena dampaknya adalah mudah datang penyakit, dan mudah malas.
  8. Secukupnya dalam mengisi perut lebih memanjangkan umur.
  9. Jika memang mau makan lebih dari cukup, jadikanlah jangan sampai lebih dari sepertiga untuk perut.

Referensi:

  1. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  2. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/25270-hidup-sehat-ala-rasulullah-hadits-jamiul-ulum-wal-hikam-47.html

Imam Hanafi dan Maliki Menghukumi Qurban Wajib

Meninggalkan qurban padahal dirinya mampu adalah perbuatan yang tidak pantas.

Para ulama sepakat melaksanakan qurban adalah salah satu amalan yang diperintahkan dalam Islam. Mengamalkan qurban akan menambah ketaqwaan dan mendekatkan diri pada Allah. Sangat disesalkan sekali jika tidak melaksanakannya.

“Hal ini tidak ada pertentangan di antara ulama, oleh karenanya hendaknya kita meyakininya,” kata Ustaz Rafiq Jauhary saat berbincang dengan Republika.co.id, seputar pahala Qurban, Kamis (9/7).

Ustaz lulusan Darul Hadits Al-Ghomidy, Awaly, Makkah Al-Mukkarommah ini menjelaskan, yang menjadi perbedaan di antara ulama hanyalah dalam menklasifikasi hukumnya. Misalanya para ulama dari Madzhab Hanafi dan sebagian dari pengikut Madzhab Maliki berpendapat hukumnya Wajib. “Namun mayoritas berpendapat hukumnya sunnah muakkadah (sunnah) yang ditekankan,” katanya.

Ustaz Rafiq menyampaikan bahwa wajib ataupun sunnah muakkadah, dua ketentuan hukum ini menuntut kita untuk menjalankannya. “Bukan berarti perkara sunnah adalah hal yang dapat diremehkan,” katanya.

Kewajiban atau anjuran qurban ini lebih khusus ditujukan bagi ummat Islam yang mampu secara finansial. Oleh karenanya qurban masuk dalam kategori ibadah yang menuntut pengorbanan harta.

Kemampuan secara finansial tidak selalu dalam bentuk uang tunai berlebih. Namun bisa jadi benda berharga yang dimiliki adalah bukti bahwa seseorang mampu dan terbebani ibadah qurban. “Maka boleh hukumnya menjual benda berharga yang berlebih untuk membeli qurban,” katanya.

Ustaz Rafiq mengatakan, qurban adalah ibadahnya para nabi, ini menjadi pembuktian seberapa besar ketaqwaannya pada Allah. Qabil dan Habil diuji oleh Allah dengan qurban, begitupun Nabi Ibrahim dan keluarganya diuji oleh Allah dengan qurban.

Ujian qurban bagi ummatnya Nabi Muhammad seperti kita lebih ringan dibanding qurban umatnya nabi terdahulu. Walau demikian tidak sedikit di antara kita yang tidak perdulikannya.

Ustaz Rafiq menyampaikan bahwa meninggalkan qurban padahal dirinya mampu adalah perbuatan yang tidak pantas. Sekalipun mayoritas ulama berpendapat qurban adalah sunnah, namun sengaja meninggalkan qurban tanpa alasan syar’i tidak pernah dicontohkan oleh ulama manapun.

“Orang yang meninggalkan qurban padahal dirinya mampu, bisa jadi karena tidak mengetahui ilmu, terlalu cinta dengan harta yang dimilikinya, atau bisa jadi karena meremehkan ajaran nabi,” katanya.

UMRAH

Alasan Utama Mengapa Allah SWT Rahasiakan Waktu Kiamat

Allah SWT merahasiakan waktu kiamat sehingga manusia tidak mengetahuinya.

Dalam akidah seorang Muslim, peristiwa kiamat termasuk rukun keimanan yang wajib diyakini. Namun, kapan terjadinya tidak ada seorang pun yang tahu, baik manusia biasa, nabi, rasul, maupun malaikat, selain Allah SWT.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Mereka bertanya kepadamu tentang kiamat, ‘Kapan terjadi?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya, pengetahuan kiamat ada di sisi Tuhanku. Tidak seorang pun dapat menjelaskan waktu tibanya, selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) di langit dan di bumi. Kiamat tidak akan datang kepadamu, melainkan secara tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, ‘Sesungguhnya, pengetahuan hari kiamat ada di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’.” (QS Al-A’raf [7]: 187).

Dirahasiakannya hari kiamat bukan tanpa hikmah. Menurut Yusuf bin Abdullah Al-Wabil, salah satu hikmah terbesar misteri kiamat adalah munculnya rasa mawas diri dalam hidup seseorang karena meyakini bahwa setiap amal perbuatan, baik dan jahat atau besar dan kecil, akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah di akhirat kelak. Bahwa, kehidupan manusia tidak hanya berlangsung di dunia, melainkan berlanjut abadi hingga akhirat (Asyrath As-Sa’ah, hlm 28).

 يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُحْضَرًا وَمَا عَمِلَتْ مِنْ سُوءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَدًا بَعِيدًا ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Pada hari ketika setiap diri mendapati segala kebaikan dihadapkannya, begitu juga kejahatan yang telah dikerjakan, ia ingin kalau kiranya antara ia dan hari itu ada masa yang jauh. Dan, Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-Nya.” (QS Ali Imran [3]: 30). 

KHAZANAH REPUBLIKA

Keutamaan Mengucapkan “Aamiin” Bersama Imam

Hadits-hadits tentang keutamaan mengucapkan “aamiin” bersama imam

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَالَ الإِمَامُ: {غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] فَقُولُوا: آمِينَ، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ المَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Jika imam membaca, “GHAIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM WALADH DHAALLIIN”, maka ucapkanlah ‘AAMIIN’. Karena siapa saja yang mengucapkan ‘AMIIN’ bersamaan dengan ucapan ‘AAMIIN’ malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 782 dan Muslim no. 410)

Dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, 

إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَنَا فَبَيَّنَ لَنَا سُنَّتَنَا وَعَلَّمَنَا صَلَاتَنَا. فَقَالَ: ” إِذَا صَلَّيْتُمْ فَأَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ثُمَّ لْيَؤُمَّكُمْ أَحَدُكُمْ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذْ قَالَ {غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] ، فَقُولُوا: آمِينَ، يُجِبْكُمُ اللهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi khutbah kepada kita, lalu menjelaskan kepada kita sunnah-sunnahnya, dan mengajarkan kepada kita tentang shalat kita. Beliau bersabda, 

“Apabila kalian shalat, maka luruskanlah shaf-shaf kalian. Kemudian hendaklah salah seorang dari kalian mengimami kalian. Apabila dia bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Dan apabila dia mengucapkan, “Ghairil Maghdhuubi ‘Alaihim wala adh-Dhallin (Bukan jalan orang yang dimurkai dan tidak pula jalan orang yang sesat)”, maka katakanlah, “Aamiin”. Niscaya Allah akan mengabulkan doa kalian.” (HR. Muslim no. 410)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Apabila imam mengucapkan “aamiin”, maka ucapkanlah “aamiin”. Karena barangsiapa yang mengucapkan “aamiin” berbarengan dengan ucapan “aamiin” malaikat, niscaya dosanya yang telah lalu diampuni.” (HR. Bukhari no. 780 dan Muslim no. 410)

Faidah dari hadits-hadits di atas

Dari hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa faidah penting:

Pertama, sesungguhnya malaikat itu mengucapkan “aamiin” bersama-sama dengan orang yang shalat. Makna yang paling mendekati dari hadits tersebut adalah malaikat yang diijinkan untuk mengucapkan aamiin bersama imam, bukan semua malaikat. Wallahu a’alam. (Lihat Fathul Baari, 2: 265)

Kedua, siapa saja yang mengucapkan “aamiin” bersamaan dengan ucapan “aamiin” yang diucapkan oleh malaikat, maka dosa-dosanya yang telah lampau akan diampuni. 

Ketiga, Allah Ta’ala menjawab dan mengabulkan doa mereka. 

Tiga perkara ini menunjukkan keutamaan mengucapkan aamiin di belakang imam. Dan juga keutamaan menjaga agar tidak terlambat mendatangi shalat berjamaah. Perhatikanlah, bagaimanakah ucapan yang singkat dan ringan ini, namun memiliki keutamaan yang sangat besar di sisi Allah Ta’ala. Keutamaan yang paling besar adalah ketika dosa-dosa diampuni dan doa-doa kita akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala.

Kapan mengucapkan “aamiin”?

Makna yang mendekati jika kita memperhatikan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا، 

“Apabila imam mengucapkan ‘aamiin’, maka (kemudian) ucapkanlah ‘aamiin’.

adalah bahwa makmum mengucapkan “aamiin”, setelah imam selesai mengucapkan “aamiin”. 

Akan tetapi, kalau melihat hadits sebelumnya, 

إِذَا قَالَ الإِمَامُ: {غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] فَقُولُوا: آمِينَ، 

“Jika imam membaca, “GHAIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM WALADH DHAALLIIN”, maka ucapkanlah ‘AMIIN’.”

adalah bahwa ucapan “aamiin” yang diucapkan oleh imam dan makmum itu bersamaan (berbarengan), agar berbarengan juga dengan ucapan “aamiin” para malaikat di atas langit. Hal ini karena ucapan “aamiin” itu diucapkan oleh makmum karena “meng-amin-kan” bacaan (doa) yang terkandung dalam surat Al-Fatihah yang diucapkan oleh imam, bukan karena “meng-amin-kan” ucapan “aamiin” imam shalat. Sehingga ucapan “aamiin” yang diucapkan oleh makmum itu tidak diakhirkan (ditunda) setelah imam mengucapkan “aamiin”. Ini adalah pendapat jumhur ulama. 

Penjelasan jumhur ulama ini dikuatkan oleh hadits yang lain dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ {غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} [الفاتحة: 7] فَقُولُوا: آمِينَ؛ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَقُولُ: آمِينَ، وَإِنَّ الْإِمَامُ يَقُولُ: آمِينَ، فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةَ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Apabila imam mengucapkan, “Ghairil maghdhuubi ‘alaihim walaadh-dhalliin” (Bukan orang-orang yang dimurkai dan bukan orang-orang yang sesat), ucapkanlah, “Aamiin”. Karena para malaikat juga mengucapkan, “Aamiin”, juga imam mengucapkan, “Aamiin”. Maka barangsiapa yang mengucapkan “aamiin” bersamaan dengan bacaan “aamiin” para malaikat, dosanya yang lalu akan diampuni.” (HR. An-Nasa’i no. 927, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Dalam hadits ini, jelas disebutkan bahwa ucapan “aamiin” makmum itu berbarengan dengan ucapan “aamiin” dari imam dan juga para malaikat.

Sehingga yang dimaksud dengan, 

إِذَا أَمَّنَ الْإِمَامُ فَأَمِّنُوا، 

Adalah: “Jika imam mulai mengucapkan “aamiin”, maka ucapkanlah “aamiin”.

Oleh karena itu, ulama mengatakan, “Tidak disunnahkan bagi makmum untuk membersamai imam dalam satu pun perkara, kecuali hanya dalam ucapan “aamiin”.” Wallahu Ta’ala a’alam. 

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57265-keutamaan-mengucapkan-aamiin-bersama-imam.html

Putus Asa adalah Kendaraan Menuju Kehancuran

Allah Swt Berfirman :

قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Az-Zumar:53)

Dalam Al-Qur’an banyak sekali kita mendengar ayat-ayat yang secara tegas melarang kita untuk berputus asa dari Rahmat Allah. Mengapa masalah ini mendapat perhatian yang cukup besar dalam Al-Qur’an?

(1). Karena putus asa termasuk dalam dosa-dosa besar (bahkan bisa dikatakan dosa yang terbesar). Dan selain itu putus asa dari Rahmat Allah adalah tanda dan sifat dari kekufuran dan kesesatan.

Allah Swt mengutip perkataan Nabi Ibrahim as dalam Firman-Nya :

قَالَ وَمَن يَقۡنَطُ مِن رَّحۡمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ

Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.” (QS.Al-Hijr:56)

Dalam ayat lainnya Allah Swt juga mengutip dari lisan Nabi Ya’qub as dalam firman-Nya :

إِنَّهُۥ لَا يَاْيۡـَٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ

“Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (QS.Yusuf:87)

(2). Putus asa dari Rahmat Allah adalah penyakit yang sangat mematikan dan musibah yang terbesar bagi seorang manusia. Karena keputus asaan akan memadamkan cahaya harapan yang membuat seseorang meninggalkan amal kebaikan.

(3). Putus asa dari Rahmat Allah menjadikan jiwa seseorang mudah rela dengan dosa dan kemaksiatan. Seakan tidak ada lagi yang mencegahnya untuk berbuat maksiat karena tidak ada lagi harapan dari hatinya untuk meraih ampunan Allah.

Selain itu, putus asa dari Rahmat Allah membuat seseorang enggan untuk melakukan kebaikan karena baginya semua itu sia-sia.

(4). Putus asa dari Rahmat Allah Swt adalah suatu penyakit yang membuat seseorang selalu hidup dalam kebimbangan dan kegelisahan. Seakan ia telah mati sebelum ajal menjemputnya. Bahkan berapa banyak orang mengakhiri kehidupannya dengan bunuh diri karena putus asa. Tidak ada energi harapan yang memompanya untuk menyambut hari baru yang lebih baik.

Karenanya mari kita buang semua rasa putus asa dari jiwa kita, ingatlah selalu luasnya Rahmat Allah Swt. Sebesar apapun dosa yang kita lakukan, disana Allah Swt selalu membuka pintu untuk kembali dan menjalani hari baru yang lebih baik.

وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

“Dan Engkau adalah Maha Penyayang dari semua penyayang.” (QS.Al-A’raf:151)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Sabar, Haji Tahun 2020 Batal. Begini Cara Urus Refund Biaya Haji Reguler dan Khusus

Kementrian Agama telah memutuskan untuk tidak memberangkatkan para jemaah haji 1441 H/2020 M pada tahun ini karena pandemi virus corona (covid-19). Kebijakan baru ini diambil berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494 tahun 2020 dan disampaikan langsung oleh Mentri Agama Fachrul Razi pada 2 Juni 2020.

Bersamaan dengan keputusan ini Kemenag (Kementrian Agama) juga menyampaikan bagi para jemaah yang sudah melunasi BPIH (biaya perjalanan ibadah haji) dapat melakukan pengajuan permohonan untuk refund atau pengembalian uang setoran BPIH.

Adapun bagi jemaah haji yang tidak mengambil setoran pelunasan haji tahun ini, maka statusnya akan tetap sebagai jemaah haji yang akan diberangkatkan (InsyaAllah) di tahun berikutnya yaitu tahun 2021.

Untuk lebih lengkapnya, berikut ulasan lengkap rangkuman redaksi cermati.com seputar cara urus refund biaya haji dan status apabila calon jamaah haji meninggal dunia.

Bagi Anda yang merupakan jemaah haji yang ingin mengajukan pengembalian dana setoran pelunasan haji, harap ikuti prosedur dan persyaratan berikut ini:

1. Membuat Surat Permohonan Pengembalian Setoran

Jemaah yang ingin mengajuakan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bpih wajib membuat surat pengajuan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota tempat Anda mendaftar haji.

2. Menyiapkan Persyaratan Dokumen

Jemaah juga diwajibkan untuk menyertakan beberapa dokumen dan data untuk pengembalian setoran pelunasan yang berupa:

  • Bukti asli setoran lunas BPIH yang dikeluarkan oleh Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH.
  • Fotokopi buku tabungan yang masih aktif atas nama jemaah haji dan memperlihatkan aslinya
  • Fotokopi KTP dan memperlihatkan aslinya.
  • Nomor telepon yang bisa dihubungi.

3. Menunggu Proses Verifikasi dan Validasi

Permohonan akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kepala Seksi yang membidangi urusan Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kankemenag Kab/Kota.

Jika dokumen dinyatakan lengkap dan sah, Kepala Seksi Haji akan memasukan data Anda untuk pembatalan setoran pelunasan Bpih pada aplikasi siskohat.

Setelah itu, kepala Kankemenag Kab/Kota akan mengajukan permoonan pembatalan setoran pelunasan Bpih secara tertulis untuk dikirimkan melalui emali kepada Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri dan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi.

Lalu Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri akan menerima surat pengajuan permohonan pembatalan setoran pelunasan Bpih kemudian melakukan konfirmasi pembatalan setoran pelunasan Jemaah Haji pada aplikasi Siskohat.

Berikutnya, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri atas nama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk mengajukan permohonan pengembalian setoran pelunasan Bpih secara tertulis kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

4. Transfer Dana

Transfer dana pengembalian setoran lunas Bpih ke rekening jemaah haji dilakukan setelah BPS (bank penerima setoran) Bpih telah menerima Surat Perintah Membayar (SPM) dari BPKH yang sebelumnya juga sudah melakukan konfirmasi transfer pengembalian setoran pelunasan pada aplikasi Siskohat.

5. Lama Proses Pengurusan

Seluruh proses ini diperkirakan akan berlangsung sampai 9 hari. Dengan pembagian perkiraan waktu yaitu 2 hari di Kankemenag Kab/Kota, 3 hari di Ditjen PHU, 2 hari di BPKH dan 2 haru proses transfer dana pengembalian dari BPS Bpih ke masing-masing rekening jemaah yang mengajukan pengembalian dana. Jadi, harap Anda bersabar dari awal pengurusan hingga akhir.

Bagi jemaah haji yang seharusnya diberangkatkan tahun ini tapi ternyata mereka meninggal dunia, maka pihak keluarga atau ahli waris dapat melakukan permohonan pengembalian dana biaya haji.

Berikut cara urus refund biaya haji Jemaah yang meninggal dunia:

  • Mengajukan permohonan pengembalian Bpih di tempat pendaftara secara tertulis
  • Permohonan pembatalan dan pengembalian dilakuakn oelh ahli waris yang ditunjuk
  • Ahli waris harus membawa dokumen persyaratan yaitu:
    • Surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa setempat
    • Surat keterangan waris
    • Surat keterangan kuasa waris
    • Surat pernyataan tanggung jawab mutlak dari ahli waris
    • Fotokopu KTP ahli waris
    • Fotokopi tabungan jemaah yang telah meninggal dan
    • Fotokopi tabungan ahli waris
  • Dana refund berikutnya akan ditransfer langsung ke rekening ahli waris bukan lagi rekening jemaah yang sudah meninggal.

Opsi Lain jika tidak melakukan refund, maka ahli waris bisa berangkat haji menggantikan jamaah yang meninggal dunia.

Cara ini disebut dengan pelimpahan nomor porsi haji yang telah meninggal kepada ahli warisnya yang bisa ditunjukan untuk suami, istri, ayah, ibu, anak kandung atau saudara kandung yang keputusannya sudah disepakati secara tertulis oleh seluruh anggota keluarga jemaah yang meninggal.

Jika Bpih sudah lunas, ahli waris yang ditunjuk untuk menggantikan akan diberangkatkan tahun depan (2021), kalau belum bisa melanjutkan untuk pelunasannya dan masuk daftar waiting list.

Syarat dan Cara Urus Refund Dana Haji Khusus

Apabila Jemaah telah melunasi biaya berangkat ibadah haji dengan status haji khusus tapi batal berangkat haji, maka Anda bisa mengurus uang pengembalian dana haji tersebut.

Berikut syarat dan cara refund lengkap untuk status para jemaah haji khusus:

  1. Permohonan pengembalian dana haji harus dilakukan kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dengan surat pernyataannya pembatalan yang disertai dengan meterai Rp 6.000.
  2. Membawa persyaratan dokumen yaitu fotokopi KTP, Kartu Keluarga (KK), dan surat nikah.
  3. Setelah dokumen dinyatakan lengkap dan bisa diproses, calon jemaah haji berikutnya harus menyertakan nomor rekening bank untuk pengiriman dana pengembalian. Uang yang akan ditransfer berupa mata uang asing dollar AS (mata uang Amerika Serikat).
  4. PIHK berikutnya akan mengirim surat permohonan ke Kementerian Agama untuk dibuatkan surat keterangan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mencairkan dana pembatalan calon jemaah haji ke PIHK.
  5. Setelah uang telah dikirimkan dari BPKH ke PIHK, pihak PIHK berikutnya segera mengirimkan uang ke jemaah setelah dipotong biaya-biaya yang diperlukan.

Semua proses pengembalian dana haji baik reguler, jemaah karena meninggal dan jemaah haji khusus dilakukan secara offline (manual) dan untuk dana haji khusus akan dibebankan biaya administrasi.

Sabar Menunggu dan Taati Peraturan yang Berlaku

Bagi Anda yang akan melakukan proses refund Bpih pastikan untuk mempersiapkan secara baik persyaratan dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan secara baik sebelum melakukan pengajuan permohonan pengembalian dana haji.

Apabila ada proses pengurusan refund yang harus dilakukan secara offline, maka jangan lupa tetap jaga kesehatan, gunakan masker, jaga jarak dan jaga sering cuci tangan. Ingat, tetap bersabar dalam menghadapi cobaan pandemi covid-19 ini, teruslah berdoa yang terbaik agar wabah ini bisa diatasi dan tahun depan, para jamaah bisa kembali menunaikan ibadah haji.

IHRAM

10 Kewajiban Anak Kepada Orang Tua

Anak merupakan anugerah dari Allah SWT. Anak adalah titipan yang harus dipenuhi haknya oleh kedua orang tuanya. Kita memiliki hak dan kewajiban sebagai manusia. Begitu pula dengan seorang anak. Namun, anakpun memiliki kewajiban tertentu yang harus dilakukan terhadap kedua orang tuanya.

Lalu apa saja kewajiban anak terhadap orang tua? Sedikitnya ada 10 kewajiban anak terhadap orang tua, berikut ulasannya:

  1. Menyambut Jika dipanggil.
    Sesibuk apapun kita, usahakan disempatkan untuk menjawab panggilan mereka, usahakan jangan sampai membuat mereka marah, karena murka orang tua adalah murka ALLAH juga.
  2. Menaati jika diperintah.
    Selama apa yang diperintahkan tidak melanggar perintah ALLAH, maka kita harus menjalankan perintah itu.
  3. Memberi pelayanan jika diminta. Hal ini harus kita lakukan dengan ikhlas dan sabar.
  4. Berbicara dengan lemah lembut (sopan). Kita harus selalu berusaha melakukannya, minimal tingkah laku kita harus sopan kepada mereka.
  5. Memberi makan jika dibutuhkan.
    Ada kalanya mereka mengalami kesulitan ekonomi, sehingga untuk mencari sesuap nasi pun mereka masih sungkan / malu meminta uluran dari kita, padahal mereka sangat mengharapkan uluran tangan kita, oleh karena itu kita harus rajin2 menjenguk / silaturahmi kepada mereka (apabila tempat tinggal kita berjarak), sehingga kita bisa tau apa yang sedang mereka butuhkan.
  6. Memberi pakaian jika diperlukan.
    Harga mahal bukanlah suatu jaminan untuk membuat mereka senang, tapi perhatian dan keikhlasan kitalah yang mereka harapkan.
  7. Apabila berjalan bersama, tidak boleh mendahului. Ini merupakan salah satu cerminan sikap hormat kita kepada mereka.
  8. Menyukai baginya apa yang ia suka bagi dirinya sendiri. Termasuk memberitahukan kabar baik kita supaya mereka ikut merasakan senang.
  9. Menjauhkan dari apa yang tidak disukainya. Salah satunya adalah jangan memberitahukan kabar buruk / kesedihan kita kepada mereka agar mereka tidak ikut bersedih.
  10. Berdoa memintakan ampun baginya setiap kita berdoa untuk diri kita sendiri. Salah satu hal yang menghindarkan mereka dari api neraka kelak adalah doa dari kita meski mereka sudah di alam kubur. []

RUANG MUSLIMAH