Ada Apa dengan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah?

Sebentar lagi musim haji akan tiba. Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan di dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At Taubah: 36)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر، الذي بين جمادى وشعبان

“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya – pen). 3 bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah,  Al Muharram, (dan yang terakhir –pen) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari)

Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:

والفجر وليال عشر

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Qs. Al Fajr: 1-2)

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan 10 malam yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut. Penafsiran para ulama ahli tafsir mengerucut kepada 3 pendapat:

Yang pertama: 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Yang kedua: 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Yang ketiga: 10 hari pertama bulan Al Muharram.

Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:

  1. Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma

إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah –pen), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

2. Konteks ayat dalam surat Al Fajr. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “al fajr” dalam ayat tersebut adalah fajar pada hari raya Idul Adh-ha. Oleh karena itu yang dimaksudkan dengan “10 malam” yang termaktub dalam ayat kedua surat tersebut adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Ini lebih sesuai dengan konteks antar ayat. Wallaahu a’lam.

Keutamaan-keutamaan bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”

Berikut ini di antara keutamaan bulan Dzulhijjah:

1. Islam disempurnakan oleh Allah pada bulan Dzulhijjah

Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam itu agama bagi kalian.”  (Qs. Al Maidah: 3)

Para ulama sepakat bahwa ayat itu turun di bulan Dzulhijjah saat haji wada’di hari Arafah. Hal ini berdasarkan atsar dari Umar bin Al Khaththaab radhiyallaahi ‘anhu, bahwasanya seorang ulama Yahudi berkata kepada Umar, “Wahai Amiirul Mu’miniin, tahukah engkau satu ayat dalam kitab suci kalian yang kalian baca, yang jika seandainya ayat itu turun kepada kami maka kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya.” Umar berkata, “Ayat apakah itu?” Yahudi itu membacakan ayat tersebut, “Al yauma akmaltu lakum….” Umar pun berkata, “Sungguh kami telah mengetahui di mana dan kapan ayat itu turun. Ayat itu turun pada saat Nabi sedang berada di padang Arafah di hari Jum’at.” (HR. Al Bukhari)

2. Puasa Arafah adalah di antara kekhususan umat Islam

Di dalam bulan Dzulhijjah ada sebuah hari yang sangat agung, yaitu hari Arafah. Pada hari tersebut disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan haji untuk melakukan puasa. Puasa Arafah dapat menggugurkan dosa-dosa selama dua tahun. Pahala puasa Arafah (9 Dzulhijjah) lebih afdhal daripada pahala puasa Asyura (10 Al Muharram).

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة (رواه النسائي)

“Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu, dan puasa Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. An Nasaa’i)

Puasa Arafah termasuk keistimewaan ummat Islam, berbeda halnya dengan puasa Asyura. Oleh karena berkahnya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Allah melipatgandakan penghapusan dosa dalam puasa Arafah dua kali lipat lebih besar daripada puasa Asyura. Walillaahil hamd.

3. Darah-darah hewan kurban ditumpahkan terbanyak di bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الحج العج والثج

“Sebaik-baik pelaksanaan haji adalah yang paling banyak bertalbiyah dan yang paling banyak berhadyu (menyembelih hewan sebagai hadiah untuk fuqara’ Makkah -pen).” (HR. Abu Ya’la, An Nasaa’i, Al Haakim, dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albaani menilai hadits ini hasan)

Bulan Dzulhijjah selain sebagai bulan haji juga disebut sebagai bulan kurban, karena banyaknya hewan kurban yang disembelih pada bulan tersebut.

4. Dzulhijjah adalah bulan muktamar umat Islam tingkat dunia

Di hari Arafah, umat Islam yang datang dari seluruh penjuru dunia untuk melaksanakan haji berkumpul di padang Arafah, demi melakukan prosesi puncak pelaksanaan manasik haji, yaitu wukuf di Arafah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الحج عرفة (رواه الجماعة)

“Haji itu (wukuf –pen) di Arafah.” (HR. Al Jama’ah)

Amalan-amalan di bulan Dzulhijjah

Karena keutamaan yang banyak inilah, maka disyari’atkanlah amal-amal shalih dan diberi ganjaran yang luar biasa. Di antara amal-amal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dzikir

Allah berfirman:

ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Hari-hari yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.”

Berdzikir yang lebih diutamakan di hari-hari yang sepuluh ini adalah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dengan tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad, Shahih)

Bukan hanya dilakukan di masjid atau di rumah, namun berdzikir ini bisa dilakukan di mana dan kapan saja. Bahkan para Sahabat Nabi sengaja melakukannya di tempat-tempat keramaian seperti pasar.

Al Bukhari berkata:

وكان ابن عمر، وأبو هريرة يخرجان إلى السوق في أيام العشر، فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما

“Ibnu Umar dan Abu Hurairah senantiasa keluar ke pasar-pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Mereka bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir dari mereka berdua

2. Puasa

Tidak syak lagi kalau berpuasa termasuk amal shalih yang sangat disukai oleh Allah. Di samping anjuran melakukan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, maka disukai juga untuk memperbanyak puasa di hari-hari sebelumnya (dari tanggal 1 sampai dengan 8 Dzulhijjah) berdasarkan keumuman nash-nash hadits tentang keutamaan berpuasa.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada wangi minyak kasturi.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Tilawah Al Qur’an

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

القرآن أفضل الذكر

“Al Qur’an adalah sebaik-baik dzikir.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih)

Adalah hal yang sangat baik jika dalam waktu 10 hari tersebut, kita dapat mengkhatamkan bacaan Al Qur’an dengan membaca 3 juz setiap harinya. Hal ini sebenarnya mudah untuk dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan waktu sebelum dan sesudah shalat fardhu. Dengan membaca 3 lembar sebelum shalat dan 3 lembar sesudah shalat, insyaAllah dalam 10 hari kita mampu mengkhatamkan Al Qur’an. Intinya adalah mujaahadah (bersungguh-sungguh).

4. Sedekah

Di antara yang menunjukkan keutamaan bersedekah adalah cita-cita seorang yang sudah melihat ajalnya di depan mata, bahwa jika ajalnya ditangguhkan sebentar saja, maka kesempatan itu akan digunakan untuk bersedekah.

Allah berfirman menceritakan saat-saat seseorang menjelang ajalnya:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkanku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.” (Qs. Al Munaafiquun: 10

5. Kurban

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فصل لربك وانحر

“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2)

Kurban adalah ibadah yang disyari’atkan setahun sekali dan dilaksanakan di bulan Dzulhijjah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من صلى صلاتنا، ونسك نسكنا، فقد أصاب النسك. ومن نسك قبل الصلاة فلا نسك له

“Barangsiapa yang shalat seperti kita shalat, dan berkurban seperti kita berkurban, maka sungguh dia telah mengerjakan kurban dengan benar. Dan barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha, maka kurbannya tidak sah.” (HR. Al Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa ibadah kurban itu merupakan kekhususan dan syi’ar yang hanya terdapat di dalam bulan Dzulhijjah

6. Haji

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الحج أشهر معلومات

“Haji itu pada bulan-bulan yang tertentu.” (Qs. Al Baqarah: 197)

Yang dimaksudkan dengan haji dalam ayat di atas adalah ihram untuk haji bisa dilaksanakan dalam bulan-bulan yang sudah ditentukan, yaitu: Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Selain bulan-bulan tersebut, maka ihram seseorang untuk haji tidak sah.

Bahkan hampir sebagian semua prosesi manasik haji dilakukan pada bulan Dzulhijjah.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan taufiq-Nya agar kita bisa mengisi sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah dengan amal-amal shalih, dan diterima oleh Allah sebagai pemberat timbangan kebaikan kita di yaumil hisaab kelak.

Washallallaahu ‘ala nabiyyinaa Muhammad, walhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Ditulis oleh Al Faqiir ilaa ‘afwi Rabbihi –l Majiid

Penerjemah: Teuku Muhammad Nurdin Abu Yazid

Sumnber: https://muslim.or.id/31753-ada-apa-dengan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.html

Pahala Meninggalkan Maksiat

Sekecil apa pun perbuatan dosa, ingatlah kepada siapa dosa itu diperbuat.

Pahala meninggalkan maksiat itu begitu hebat. Saking hebatnya sampa-sampai Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat, maka Allah akan membuatnya kaya tanpa harta, mengokohkannya tanpa tentara, dan membuatnya berjaya tanpa massa pendukung.” (HR. Baihaki). Alhamdulillah.

Secara umum, orang dikatakan kaya karena berharta. Harta dibelanjakan untuk mendapatkan kesenangan dan ketenangan. Namun harta hanya bisa membeli kesenangan, tidak ketenangan. Oleh karena itu, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad, orang yang meninggalkan maksiat akan diberikan ketenangan di dalam hati.

Sebuah bangsa menjadi kokoh karena dijaga oleh bala tentara. Sama seperti orang yang menjadi aman karena banyak para penjaga di kiri dan kanan. Namun bagi orang yang meninggalkan maksiat, akan diberikan kekuatan oleh Allah SWT. Sebuah kekuatan yang tidak ada yang mampu membandinginya dan menandinginya.

Dalam kontestasi politik, seorang kandidat pejabat legislatif atau eksekutif memburu konstituen untuk mendapatkan dukungan. Namun bagi orang yang meninggalkan maksiat, Allah SWT akan memberikan kejayaan dalam berbagai lapangan kehidupan tanpa perlu ada manusia yang mendukungnya. Allah SWT sendiri yang membuatnya berkibar.

Secara filosofis, meninggalkan maksiat adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Seseorang yang berbuat dosa kecil, misalnya, ia tidak boleh memandang kecilnya dosa itu. Tetapi kepada siapa dosa kecil diperbuat, yakni kepada Allah SWT. Sama seperti orang yang mendapatkan kebaikan kecil, harus dipandang dari siapa kebaikan itu berasal.

Dalam Mukasafah al-Qulub, Imam al-Ghazali bercerita tentang Utbah al-Ghulam. Sebelum menjadi seorang waliyullah, ia adalah pelaku maksiat kelas kakap. Satu waktu, ia tertarik untuk datang ke majelis Syaikh Hasan al-Basri di Basrah Irak. Ada yang hendak ditanyakan perihal maksiat yang dilakukannya kepada guru sufi yang dikenal bijak-bestari itu.

Dengan menundukkan kepala, di hadapan Syaikh Hasan al-Basri, Utbah al-Ghulam bertanya, “Wahai Syaikh, apakah orang seperti aku yang selama hidupnya berbuat maksiat, akankah tobatku diterima oleh Allah SWT?”. Dengan ringan Syaikh Hasan Bashri menjawab,”Ya, Allah SWT akan menerima tobatmu dan mengampunimu”.

Mendengar jawaban itu, bukan main kagetnya Utbah al-Ghulam. Saking kagetnya seketika ia pingsan. Setelah siuman, kembali ia menanyakan perihal perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya. Kembali Syaikh Hasan al-Basri menjawab dengan jawaban yang sama. Namun untuk kedua lainya, Utbah al-Ghulam pingsan karena rasa gembiranya yang begitu hebat.

Setelah sadar, ia mengangkat mukanya dan menengadahkan tangan seraya berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, maka mudahkanlah aku dalam mempelajari ilmu agama. Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, anugerahi aku suara yang indah dalam melantunkan Alquran.

Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, maka penuhi kecukupan makanan untukku setiap hari”. Singkat cerita, doa Utbah dikabulkan Allah SWT. Ia diberikan  kemudahan  memahami ilmu agama sehingga ia jadi orang yang dalam ilmunya. Allah SWT juga menganugerahinya suara indah, sehingga banyak orang kafir masuk Islam saat mendengar ia membaca Alquran.

Terakhir, Allah SWT juga menurunkan beberapa potong roti lengkap dengan kuahnya setiap pagi untuknya. Inilah pahala meninggalkan maksiat yang sangat hebat. Pahala yang berefek positif bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.  Semoga ada di antara kita yang mampu melaksanakannya.   Aamiin.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ingin Awet Muda dan Wajah Kinclong? Amalkan Ini

BANYAK cara dilakukan orang, terutama kaum wanita untuk selalu tampil sempurna dan terlihat awet muda berseri. Terkadang bahkan cara yang dilakukan bisa membahayakan kesehatannya.

Bukan cantik dan awet muda yang didapat, tapi justru wajah yang semakin terlihat tua dan jelek.

Maka alangkah baiknya jika usaha untuk tetap awet muda dan memiliki wajah berseri itu dilakukan dengan benar. Dan disamping berusaha, kita juga memohon kepada Allah alias berdoa agar usaha kita diberi kelancaran dan tercapai maksud kita.

Di bawah ini ada beberapa amalan dan doa yang bisa dilakukan agar awet muda dan wajah tampak berseri. Boleh diamalkan semua atau salah satu saja.

Amalan 1:

Dilakukan setelah salat Isya

Ambil air segelas

Baca al – Fatihah sekali

Baca ayat Kursi sekali

Baca surat Al – Waqiah ayat 35-38 sebanyak 7 kali .

Tiupkan dalam air dan minum . Niat dalam hati untuk menjaga kecantikan diri & untuk kebahagiaan rumahtangga .

Baca Surah al – waqiah ayat 35 -38

Amalan 2 :

Zikir di bawah dibaca untuk kita selalu terlihat berseri, awet muda luar dan dalam, amalkan membaca zikir dengan cara seperti berikut :

Baca ” Ya Badiyah ” 1 x

Baca ” Ya Nur ” 1x

Baca ” Ya Hadi ” 1 x

Baca ” Ya Allah ” 3x

Baca zikir di atas dan tiup ke telapak tangan, kemudian sapu ke muka kita. Lakukan setiap hari.

Amalan 3:

Amalkan membaca ayat-ayat seperti berikut;

Baca ayat ke 35 , 36 , 37 dan 38 dari surah al – Waqiah pada tiap setelah salat subuh. Setelah membaca ayat-ayat ini, hembuskan pada air dan kemudian minum air tersebut. Metode ini dilakukan supaya terlihat cantik, muda dan energik luar dan dalam.

Itulah 3 amalan dan doa yang bisa anda lakukan agar tetap terlihat awet muda dan memiliki wajah yang berseri-seri. Silahkan dilakukan dengan istiqomah, insya Allah ada hasilnya. Jangan lupa untuk selalu menjaga salat anda []

INILAH MOZAIK

5 Tips Mudah Bangun Subuh

Oleh: Puti Hanifah

JIKA disuruh bangun pagi sulitnya luar biasa. Bahkan bangunnya pasti selalu keduluan dengan Matahari. Hmm, bagaimana nanti kalau sudah menjadi orang tua? Bisa kaget nanti kalau tidak terbiasa. Semoga hal itu tidak akan terjadi kelak. Oleh karena itu, ada beberapa tips yang bisa kita lakukan agar bisa bangun pagi. Bagaimana caranya? Simak tips-tipsnya dibawah ini:

Tidur Lebih Awal

Ya, ini merupakan tips utama agar kebutuhan istirahat kita pada masa pertumbuhan tercukupi. Rasul saja tidur lebih awal supaya bisa bermesraan dengan Allah di sepertiga malam. Kita sebagai ummatnya harus meneladani dan menjadikan hal tersebut menjadi kebiasaan ya Sob, agar bisa bermesraan juga di sepertiga malam. “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tidur pada awal malam dan bangun pada penghujung malam, lalu beliau melakukan shalat.” (H.R Muttafaq `alaih).

Berwudhu Sebelum Tidur dan Jangan Lupa Untuk Berdoa Sebelum Tidur

Nah, yang ini juga merupakan adab sebelum tidur. Kita dianjurkan untuk berwudhu agar ketika Allah memanggil kita saat tidur, maka kita berada dalam keadaan Khusnul Khatimah. Sahabat Rosulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, Al-Bara’ bin `Azibz menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Apabila kamu akan tidur, maka berwudhu’lah sebagaimana wudhu’ untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan…” . Dan berdo’a sebelum tidur jangan pernah terlupakan

Pasang Alarm

Pacu dengan Alarm. Agar kita mudah bangun. Bila kita masih malas untuk bangun silahkan buat rekaman dengan format “Inalillahi Wa Innailaihi Rajiun. Telah meninggal (nama kamu) pada hari ini”. Dijamin ampuh, dan memudahkan kita untuk bangun malam.

Berdoa setelah Bangun Tidur dan Cuci Tangan dan Hidung

Jangan lupa berdo’a setelah bangun tidur. Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Dari bangun tidur sampai tidur kembali. Sebagai tanda bersyukur kita melantunkan do’a setelah bangun tidur.

Dan setelah itu selalu cuci tangan dan Hidung. Karena kita tidak tahu tangan kita berada dimana saat tidur, setan juga tidur di lubang hidung kita.

Shalat Tahajud dilanjutkan Tilawah

Nah, ini yang dinanti-nanti. Yaitu sholat Tahajjud di sepertiga malam. Saatnya bermesraan dengan sang pencipta manusia dan seluruh alam. Berdo’alah kepada Allah di saat itu. Karena disitu merupakan salah satu waktu mustajab dalam berdo’a

Bagaimana tips-tipsnya mudah bukan? Semoga dengan kita mengetahuinya, kita bisa mengeaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Amiin. []

ISLAMPOS

6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Alhamdulillah, bulan Dzulhijah telah menghampiri kita. Bulan mulia dengan berbagai amalan mulia terdapat di dalamnya. Lantas apa saja amalan utama yang bisa kita amalkan di awal-awal Dzulhijah? Moga tulisan sederhana berikut bisa memotivasi saudara untuk banyak beramal di awal Dzulhijah.

Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Dzulhijah

Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,

« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.[1]

Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2). Di sini Allah menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah.[2] Makna ayat ini, ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram.[3] Malam (lail) kadang juga digunakan untuk menyebut hari (yaum), sehingga ayat tersebut bisa dimaknakan sepuluh hari Dzulhijah.[4] Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.[5]

Lantas manakah yang lebih utama, apakah 10 hari pertama Dzulhijah ataukah 10 malam terakhir bulan Ramadhan?

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad memberikan penjelasan yang bagus tentang masalah ini. Beliau rahimahullah berkata, “Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari ‘Arofah dan terdapat hari tarwiyah (8 Dzulhijjah).”[6]

Sebagian ulama mengatakan bahwa amalan pada setiap hari di awal Dzulhijah sama dengan amalan satu tahun. Bahkan ada yang mengatakan sama dengan 1000 hari, sedangkan hari Arofah sama dengan 10.000 hari. Keutamaan ini semua berlandaskan pada riwayat fadho’il yang lemah (dho’if). Namun hal ini tetap menunjukkan keutamaan beramal pada awal Dzulhijah berdasarkan hadits shohih seperti hadits Ibnu ‘Abbas yang disebutkan di atas.[7] Mujahid mengatakan, “Amalan di sepuluh hari pada awal bulan Dzulhijah akan dilipatgandakan.”[8]

6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Ada 6 amalan yang kami akan jelaskan dengan singkat berikut ini.

Pertama: Puasa

Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal sholeh ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan sholeh.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[9], …”[10]

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. [11]

Kedua: Takbir dan Dzikir

Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak do’a. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ . وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا . وَكَبَّرَ مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ خَلْفَ النَّافِلَةِ .

Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10  hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah.[12]

Catatan:

Perlu diketahui bahwa takbir itu ada dua macam, yaitu takbir muthlaq (tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu) dan takbir muqoyyad (dikaitkan dengan waktu tertentu).

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.

Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah[13].

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.

Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ketiga: Menunaikan Haji dan Umroh

Yang paling afdhol ditunaikan di sepuluh hari pertama Dzulhijah adalah menunaikan haji ke Baitullah. Silakan baca tentang keutamaan amalan ini di sini.

Keempat: Memperbanyak Amalan Sholeh

Sebagaimana keutamaan hadits Ibnu ‘Abbas yang kami sebutkan di awal tulisan, dari situ menunjukkan dianjurkannya memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kelima: Berqurban

Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Silakan baca tentang keutamaan qurban di sini.

Keenam: Bertaubat

Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzulhijah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindak zholim terhadap sesama. Silakan baca tentang taubat di sini.

Intinya, keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.[14]

Sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut (sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada Allah, dengan melakukan amalan wajib, dan menjauhi larangan Allah.[15]

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Finished with aid of Allah, on 1st Dzulhijah 1431 H (07/11/2010), in KSU, Riyadh, KSA

Written by: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/1372-6-amalan-utama-di-awal-dzulhijah.html

Bolehkah Menerima Hadiah dari Pelaku Riba?

Fatwa Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahullah-

Soal:

Bolehkah menerima hadiah dari orang yang kita ketahui dia bermuamalah dengan riba?

Jawab:

Iya, hal itu diperbolehkan. Dibolehkan bagi seseorang untuk menerima hadiah dari orang yang bermuamalah riba. Dan boleh pula berjual-beli dengannya. Dan boleh juga menerima undangannya. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun menerima hadiah dari orang Yahudi. Dan juga beliau membeli barang dari orang Yahudi. Maka beliau bermuamalah dengan mereka.

Kecuali, jika kita tahu pasti bahwa andaikan kita menjauh darinya, tidak mau berjual-beli dengannya, tidak mau menerima hadiahnya, kemudian dia akan meninggal riba, maka ketika itu seharusnya demikianlah yang dilakukan. Yaitu, jangan berjual-beli dengannya, jangan menerima hadiahnya, karena ini adalah bentuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Sumber:

Penerjemah: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57537-bolehkah-menerima-hadiah-dari-pelaku-riba.html

Ulama Ingatkan Indonesia Bahaya Adu Domba Dajjal Modern

Ulama mengingatkan bahaya adu domba yang dihasilkan Dajjal.

Ketua Umum Forum Komunikasi dan Konsultasi Badan Pembina Rohani Islam Nasional (FBN), Dr KH Ridwan Muhammad Yusuf,mengatakan agar masyarakat mewaspadai kelompok penebar kebencian dan perusak kedamaian di Indonesia.

“Saat ini memang ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan kedamaian di Indonesia, di mana upaya-upaya itu dilakukan dengan sangat hebat dan masif. Kelompok-kelompok ini berupaya agar ada kebencian yang hadir kepada diri setiap manusia di muka bumi ini. Yang sebetulnya kita tahu bahwa kebencian ini datangnya dari Dajjal,” ujar dia, di Bogor, Sabtu (18/7), demikian dalam keterangan pers.

Dia mengatakan, kebencian yang ditebarkan itu membuat hati menjadi tidak suka terhadap satu sama lain dan dapat menimbulkan kemarahan.

Untuk itu perlu ada upaya bersama dari para tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk bisa membuat masyarakat menjadi tetap rukun menjaga persatuan dan kedamaian serta tidak mudah terprovokasi dan melawan kebencian itu dengan rasa cinta dan kasih sayang antar sesama umat manusia.

“Kebencian itu harus kita lawan dengan rasa cinta, dengan kasih sayang. Kita berikan pengertian kepada mereka bahwa setiap orang itu punya hak untuk hidup bahagia. Kita ajak seluruh elemen masyarakat agar sadar bahwa hidup ini adalah harmoni, suatu simfoni yang Allah  SWT buat bersama-sama, berwarna warni dan untuk saling menghormati satu sama lain,” katanya.

Ia menyebutkan, dalam kasus RUU Haluan Ideologi Pancasila ini ada pihak yang membela dan ada pihak yang menolak, meskipun sebetulnya ideologi Pancasila ini sudah menjadi harga mati bagi bangsa Indonesia ini.

Ia juga menyampaikan agar masyarakat mewaspadai gerakan-gerakan yang ingin mengganti NKRI dengan khilafah yang mendompleng seolah-olah membela Pancasila namun memiliki agenda sendiri.

“Karena dengan Pancasila semua aliran dan agama dapat bersatu dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi tidak boleh ada pihak-pihak yang mendukung Pancasila tapi malah memiliki agenda lain dibalik itu, karena itu berarti dia ingin mengusung kebencian dan perpecahan,” katanya.

Ia berpendapat bahwa hal-hal seperti ini tentunya tidak akan pernah damai kalau terus dibicarakan dalam suasana hati yang panas dan kecewa.

“Karena itu perlu peran tokoh agama dan masyarakat untuk saling bahu-membahu menyelamatkan bangsa dan umat,” katanya.

Ia menyampaikan agar jangan lagi para tokoh agama maupun tokoh masyarakat menjadi egois karena ini kepentingan bersama yang harus dijaga demi kemanusiaan. Karena para tokoh tersebut punya peran untuk menyatukan dan menyelamatkan para umat.

Ia mengingatkan pemerintah juga tidak lupa untuk merangkul semua pihak, termasuk seluruh semua elemen masyarakat untuk diajak berdialog dan bersama-sama mencari solusi permasalahan bangsa, jangan malah memusuhi tokoh-tokoh masyarakat ataupun ulama.

“Rangkul mereka, ajak dialog, ajak berbicara, sehingga mereka bisa mengajak seluruh masyarakat untuk bisa dingin hati, berfikircerdas, kemudian bersama-sama mencari solusi bagaimana agar semuanya bisa damai dan bahagia yang tentu saja kita harus saling menghormati satu sama lainnya,” ujarnya. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Hagia Sophia, Bangunan Rupawan di Jantung Konstantinopel

Hagia Sophia di Turki menjadi magnet bagi umat Kristen dan Islam dunia.

Setelah Konstantinopel takluk, Kekhalifahan Ustmani membagi menjadi empat wilayah administratif. Pada 1459, Konstantinopel berganti nama menjadi Istanbul, yang berkembang menjadi sebuah kota terbesar pada zamannya.

Sultan Mehmed II selain terkenal sebagai jenderal perang yang berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan lainnya, dia juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang dibuatnya sendiri.

Selama masa kejayaannya, dia mendirikan berbagai sarana dan prasarana publik. Seperti dibangun 300 masjid besar atau pun sedang, tersedianya 57 madrasahh, 59 tempat pemandian, diberbagai wilayah Utsmani termasuk Istanbul.

Masjid-masjid yang dibangun juga dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Hagia Sophia (Aya Sofya), hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar kristiani yang ada sebelumnya.

Pada 1727 berdiri badan penerjemah. Lalu buku-buku tentang kedokteran astronomi, ilmu pasti, sejarah dan lainnya pun mulai dicetak.

Pada masa dinasti Turki Utsmani, dibangun empat buah menara sebagai simbol Islam. Kini namanya Museum Aya Sofia. Sebelum menjadi museum, bangunan ini dulunya adalah masjid. Dan sebelum menjadi masjid, ia adalah gereja yang bernama Haghia Sopia.

Usia bangunan ini sudah sangat tua, sekitar lima abad. Bangunan ini merupakan kebanggaan masyarakat Muslim di Istanbul, Turki. Keindahan arsitekturnya begitu mengagumkan para pengunjung. Karenanya, jika berkunjung ke Istanbul, belum lengkap tanpa melihat kemegahan Aya Sofia.

Tampak dari luar, pengunjung disuguhkan ukuran kubah yang begitu besar dan tinggi. Ukuran tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamennya 54 meter. Ketika memasuki area bangunan, pengunjung dibuai oleh keindahan interior yang dihiasi mosaik dan fresko. Tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni. Sementara dindingnya dihiasi beraneka ragam ukiran.

Selain keindahan interior, daya tarik bangunan ini juga didapat dari nilai sejarahnya. Di sinilah simbol pertarungan antara Islam dan non-Islam, termasuk di dalamnya nilai-nilai sekuler pascaruntuhnya Kekhalifahan Turki Usmani.

Gereja dan Museum

Gereja
Sebelum diubah menjadi masjid, Aya Sofia adalah sebuah gereja bernama Hagia Sophia yang dibangun pada masa Kaisar Justinianus (penguasa Bizantium), tahun 558 M. Arsitek Gereja Hagia Sophia ini adalah Anthemios dari Tralles dan Isidorus dari Miletus.

Berkat tangan Anthemios dan Isidorus, bangunan Hagia Sophia muncul sebagai simbol puncak ketinggian arsitektur Bizantium. Kedua arsitek ini membangun Gereja Hagia Sophia dengan konsep baru. Hal ini dilakukan setelah orang-orang Bizantium mengenal bentuk kubah dalam arsitektur Islam, terutama dari kawasan Suriah dan Persia. Keuntungan praktis bentuk kubah yang dikembangkan dalam arsitektur Islam ini, terbuat dari batu bata yang lebih ringan daripada langit-langit kubah orang-orang Nasrani di Roma, yang terbuat dari beton tebal dan berat, serta mahal biayanya.

Oleh keduanya, konsep kubah dalam arsitektur Islam ini dikombinasikan dengan bentuk bangunan gereja yang memanjang. Dari situ kemudian muncullah bentuk kubah yang berbeda secara struktur, antara kubah Romawi dan kubah Bizantium. Pada arsitektur Romawi, kubah dibangun di atas denah yang sudah harus berbentuk lingkaran, dan struktur kubahnya ada di dalam tembok menjulang tinggi, sehingga kubah itu sendiri hampir tidak kelihatan. Sedangkan kubah dalam arsitektur Bizantium dibangun di atas pendentive–struktur berbentuk segitiga melengkung yang menahan kubah dari keempat sisi denah persegi–yang memungkinkan bangunan kubah tersebut terlihat secara jelas.

Bangunan gereja ini sempat hancur beberapa kali karena gempa, kemudian dibangun lagi. Pada 7 Mei 558 M, di masa Kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena gempa. Pada 26 Oktober 986 M, pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025), kembali terkena gempa. Akhirnya, renovasi besar-besaran dilakukan agar tak terkena gempa di awal abad ke-14.

Pengembangan Turki Usmani
Pada 27 Mei 1453, Konstantinopel takluk oleh tentara Islam di bawah pimpinan Muhammad II bin Murad II atau yang terkenal dengan nama Al-Fatih yang artinya sang penakluk. Saat berhasil menaklukkan kota besar Nasrani itu, Al-Fatih turun dari kudanya dan melakukan sujud syukur.

Ia pergi menuju Gereja Hagia Sophia. Saat itu juga, bangunan gereja Hagia Sophia diubah fungsinya menjadi masjid yang diberi nama Aya Sofia. Pada hari Jumatnya, atau tiga hari setelah penaklukan, Aya Sofia langsung digunakan untuk shalat Jumat berjamaah.

Sepanjang kekhalifahan Turki Usmani, beberapa renovasi dan perubahan dilakukan terhadap bangunan bekas gereja Hagia Sophia tersebut agar sesuai dengan corak dan gaya bangunan masjid.

Dalam sejarah arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa yang banyak memiliki andil dalam pengembangan arsitektur Islam ke negara-negara lainnya. Sementara dalam masalah keagamaan, orang-orang Turki terkenal sangat bijak, sebab mereka tidak memaksakan penduduk daerah taklukannya untuk masuk Islam, meskipun mereka berani berperang untuk membela Islam.

Karena orang-orang Turki yang beragama Islam cukup arif, maka ketika Gereja Hagia Sophia dialihfungsikan menjadi masjid pada 1453, bentuk arsitekturnya tidak dibongkar. Kubah Hagia Sophia yang menjulang ke atas dari masa Bizantium ini tetap dibiarkan, tetapi penampilan bentuk luar bangunannya kemudian dilengkapi dengan empat buah menara. Empat menara ini, antara lain, dibangun pada masa Al-Fatih, yakni sebuah menara di bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II, dibangun lagi sebuah menara di bagian timur laut. Dan pada masa Sultan Murad III, dibangun dua buah menara.

Pada masa Sultan Murad III, pembagian ruangnya disempurnakan dengan mengubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib yang terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit dan menutupi hiasan-hiasan asli yang semula ada di dalam Gereja Hagia Sophia dengan tulisan kaligrafi Arab. Altar dan perabotan-perabotan lain yang dianggap tidak perlu, juga dihilangkan.
Begitu pula patung-patung yang ada dan lukisan-lukisannya sudah dicopot atau ditutupi cat. Lantas selama hampir 500 tahun bangunan bekas Gereja Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid.

Akibat adanya kontak budaya antara orang-orang Turki yang beragama Islam dengan budaya Nasrani Eropa, akhirnya arsitektur masjid yang semula mengenal atap rata dan bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing. Setelah mengenal bentuk atap meruncing inilah merupakan titik awal dari pengembangan bangunan masjid yang bersifat megah, berkesan perkasa dan vertikal. Hal ini pula yang menyebabkan timbulnya gaya baru dalam penampilan masjid, yaitu pengembangan lengkungan-lengkungan pada pintu-pintu masuk, untuk memperoleh kesan ruang yang lebih luas dan tinggi.

Museum
Perubahan drastis terjadi di masa pemerintahan Mustafa Kemal Ataturk di tahun 1937. Penguasa Turki dari kelompok Muslim nasionalis ini melarang penggunaan bangunan Masjid Aya Sofia untuk shalat, dan mengganti fungsi masjid menjadi museum. Mulailah proyek pembongkaran Masjid Aya Sofia. Beberapa desain dan corak bangunan yang bercirikan Islam diubah lagi menjadi gereja.

Sejak difungsikan sebagai museum, para pengunjung bisa menyaksikan budaya Kristen dan Islam bercampur menghiasi dinding dan pilar pada bangunan Aya Sofia. Bagian di langit-langit ruangan di lantai dua yang bercat kaligrafi dikelupas hingga mozaik berupa lukisan-lukisan sakral Kristen peninggalan masa Gereja Hagia Sophia kembali terlihat.

Sementara peninggalan Masjid Aya Sofia yang menghiasi dinding dan pilar di ruangan lainnya tetap dipertahankan.

Sejak saat itu, Masjid Aya Sofia dijadikan salah satu objek wisata terkenal di Istanbul oleh pemerintah Turki. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Bizantium yang indah memesona.

Menjadi Inspirasi dalam Perkembangan Arsitektur Islam

Arsitektur Islam dapat dikatakan identik dengan arsitektur masjid. Sebab, ciri-ciri arsitektur Islam dapat terlihat jelas dalam perkembangan arsitektur masjid. Salah satu masjid yang gaya arsitekturnya banyak ditiru oleh para arsitek Muslim dalam membangun masjid di berbagai wilayah kekuasaan Islam adalah Masjid Aya Sofia di Istanbul, Turki.

Desain dan corak bangunan Aya Sofia sangat kuat mengilhami arsitek terkenal Turki Sinan (1489-1588) dalam membangun masjid. Sinan merupakan arsitek resmi kekhalifahan Turki Usmani dan posisinya sejajar dengan menteri.

Kubah besar Masjid Aya Sofia diadopsi oleh Sinan–yang kemudian diikuti oleh arsitek muslim lainnya–untuk diterapkan dalam pembangunan masjid.

Salah satu karya terbesar Sinan yang mengadopsi gaya arsitektur Aya Sofia adalah Masjid Agung Sulaiman di Istanbul yang dibangun selama 7 tahun (1550-1557). Seperti halnya Aya Sofia, masjid yang kini menjadi salah satu objek wisata dunia itu memiliki interior yang megah, ratusan jendela yang menawan, marmer mewah, serta dekorasi indah.

Dalam sejarah arsitektur Islam, orang-orang Turki dikenal sebagai bangsa yang banyak memiliki andil dalam pengembangan arsitektur Islam hingga ke negara lainnya. Misalnya Dinasti Seljuk yang menampilkan tiga ciri arsitektur Islam, khususnya arsitektur masjid.

Pertama, Dinasti Seljuk tetap mengembangkan konsep mesjid asli Arab, dengan lapangan terbuka di bagian tengahnya. Kedua, konsep masjid madrasah dan berkubah juga dikembangkan. Ketiga, mengembangkan konsep baru setelah berkenalan dengan kebudayaan Barat, terutama pada masa Dinasti Umayyah.

Ketika orang-orang Turki memperluas kekuasaannya atas dasar kepentingan ekonomi dan militer pada abad ke-11, mereka akhirnya bisa menguasai Bizantium.

Saat kebudayaan Islam bersentuhan dengan kebudayaan Eropa di Kerajaan Romawi Timur (Bizantium/Konstantinopel) pada abad ke-11, arsitektur Islam juga menimba teknik dan bentuk arsitektur Eropa, yang tumbuh dari arsitektur Yunani dan Romawi. Sebaliknya, teknik dan bentuk arsitektur Islam yang dibawa oleh bangsa Turki juga disadap oleh bangsa Romawi untuk dikembangkan di Kerajaan Romawi Timur.

Akibat adanya kontak budaya antara orang-orang Muslim Turki dan budaya Nasrani di Eropa Timur inilah, arsitektur Islam yang semula hanya mengenal atap bangunan rata dan bentuk kubah, kemudian mulai mengenal atap meruncing ke atas. Selain itu, sejak bersentuhan dengan kebudayaan Kerajaan Romawi Timur ini juga, arsitektur Islam mulai mengenal arsitektur yang bersifat megah, berkesan perkasa, dan vertikalisme.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hagia Sophia, dari Gereja, Masjid, Hingga Museum

Pemerintah Turki ingin menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid lagi.

Hagia Sophia adalah gereja pertama yang diresmikan pada 15 Februari 360 M di masa pemerintahan kaisar Konstantius II oleh uskup Eudoxius dari Antioka. Gereja dibangun di sebelah tempat istana kekaisaran Byzantium.

Pada 7 Mei 558 M, di masa kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena gempa. Kemudian, pada 26 Oktober 986 M pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025) juga kembali terkena gempa.

Akhirnya, pada awalan abad ke-14 dilakukan renovasi besar-besaran agar tidak terkena gempa lagi. Keistimewaan kubah ini terletak pada bentuk kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamentalnya 54 meter.

Interiornya pun dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni dan dindingnya dihiasi ukiran. Saat Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mehmed II pada 29 Mei 1453. Sultan turun dari kudanya dan bersujud syukur pada Allah SWT, lalu pergi ke Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan agar gereja tersebut diubah menjadi Masjid Aya Sofia yang dikemudian hari digunakan untuk melakukan shalat berjamaah, shalat Jumat, dan kegiatan keagamaan umat Islam lainnya.

Hingga pada 1937, Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum. Sehingga mulailah proyek pembongkaran Hagia Sophia, dimulai dari dinding dan langit-langit dikerok dari cat-cat kaligrafi hingga ditemukan kembali lukisan-lukisan sakral Kristen.

Sejak saat itu, Masjid Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata yang terkenal oleh pemerintah Turki di Istanbul. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Byzantium yang indah memesona.

Karakter arsitektur Byzantium menunjukkan pengembangan dari tiga periode utama. Pertama, 330-850 M termasuk masa permerintahan Justinian; Kedua, 850-1200 M termasuk dalam dinasti Macedonia dan Comnenia; Ketuga, 1200 M hingg saat ini.

Karakter arsitektur juga terpengaruh oleh budaya lokal, seperti yang terlihat di Turki, Italia, Yunani, Macedonia, Armenia, Syria, rusia Serbia, dan Prancis.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ringkasan Kisah Huru-Hara di Masa Sahabat (5): Perang Shiffin

Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib telah menetapkan putusan. Ia akan menyerang penduduk Syam. Ia lazimkan penduduk Syam untuk baiat dan tunduk. Al-Hasan bin Ali berkata, “Ayah, jangan lakukan ini. Karena hal ini mengakibatkan pertumpahan darah di tengah kaum muslimin. Dan membuat jurang perselisihan di antara mereka.” Namun Ali tidak menerima saran putranya. Ia sudah membulatkan tekad untuk menyerang Syam yang tidak tunduk (ath-Thabari: Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 5/217).

Ini adalah nasihat kedua yang dilontarkan al-Husan kepada ayahnya. Sebelumnya ia menasihati ayahnya agar tak menggerakkan pasukan menuju Bashrah. Agar tidak terjadi perang saudara. Namun Ali tetap melakukan apa yang ia pikirkan. Terjadilah Perang Jamal.

Sekarang Ali menggerakkan pasukannya menuju an-Nakhilah. Sebuah daerah di dekat Kufah. Di sana pasukan akan berhimpun dengan pasukan Bahsrah yang dipimpin Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Dari sana mereka serentak bergerak menyisiri Sungai Eufrat menuju Shiffin. Di pihak lain, Muawiyah juga telah bergerak bersama pasukannya menuju Shiffin. Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Dzul Hijjah tahun 36 H.

Yang perlu dicatat, sampai pada kondisi ini kedua pasukan tidak berkeinginan untuk berperang. Para sahabat adalah seorang yang sangat mengetahui betapa mahalnya darah seorang muslim. Sehingga pergerakan pasukan ini tidak ditujukan untuk saling bertumpah darah. Bukan untuk saling berperang dan menaklukkan. Mereka tidak mau apa yang terjadi di Perang Jamal terulang kembali.

Hal ini tak akan dipahami oleh mereka yang tidak mengenal para sahabat nabi. Seperti para orientalis dan orang-orang yang mengikutinya. Mereka tidak memahami bagaimana takwa para sahabat. Bagaiamana persaudaraan di antara mereka. Bagaimana keinginan mereka untuk islah. Bagaimana kecintaan mereka pada kebaikan. Para orientalis tak akan mampu merenungi bagaimana kisah Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Rabi’ saat dipersaudarakan oleh Rasulullah. Mereka tak akan mengerti bagaimana itsar (mendahulukan dalam kebaikan) di tengah para sahabat Muhajirin dan Anshar yang dipuji Allah dalam surat Al-Hasyr. Para orientalis dan orang-orang yang sejalan dengan mereka dengan cepat bertanya, “Bagaimana bisa pasukan digerakkan tapi tidak ingin berperang?”

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Lebih dari satu orang dari pasukan Muawiyah mengatakan, ‘Mengapa engkau melawan Ali? Engkau bukan orang yang mengungguli Ali dalam keutamaan dan kekerabatan (dengan Rasulullah)? Ali-lah yang lebih layak menjabat khalifah dibanding dirimu’. Muawiyah pun mengakui hal tersebut. Namun mereka memihak Muawiyah karena mendapat informasi bahwa di pasukan Ali terdapat kezaliman terhadap mereka. Sebagaimana kezaliman terhadap Utsman. Mereka siap berperang untuk membela diri. Dan berperang karena hal ini boleh. Karena itulah mereka tidak memulai menyerang. Sampai mereka yang diserang (Ibnu Taimyah: Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah, 4/217).

Artinya, pasukan Muawiyah mendapat informasi bahwa pasukan Ali telah disusupi oleh para pembunuh Utsman. Sebagaimana yang terjadi di Perang Jamal. Inilah yang terjadi. Dari Amir asy-Sya’bi dan Abu Ja’far al-Baqir, “Ali mengutus seseorang menuju Damaskus untuk memperingatkan mereka bahwa ia telah menyeru penduduk Irak tentang loyalitas kalian pada Muawiyah. Saat berita ini sampai pada Muawiyah, ia memerintahkan agar orang-orang dikumpulkan. Orang-orang pun berkumpul memenuhi masjid. Muawiyah naik mimbar dan berkhutbah, ‘Sesungguhnya Ali telah menyeru penduduk Irak menuju kalian. Bagaimana pendapat kalian’? Orang-orang menepuk dada mereka tanpa ada yang mengucapkan sepatah kata pun. Dan tak ada yang mengangkat pandangan mereka.

Seseorang yang disebut dengan Dzul Kila’ berkata, ‘Hai Amirul Mukminin, engkaulah yang memutuskan dan kami akan melakukan’. Kemudian Muawiyah berkata di hadapan khalayak, pergilah kalian menuju kamp. Siapa yang tertinggal, biarkanlah. Kemudian berkumpullah’. Lalu utusan Ali itu berangkat menuju Ali dan mengabarkannya. Ali pun memerintahkan agar orang-orang dikumpulkan di masjid. Lalu ia berkhotbah, ‘Muawiyah telah mengumpulkan pasukan untuk memerangi kalian. Bagaimana pendapat kalian’? Orang-orang bergemuruh. Sehingga Ali tak bisa menangkap apa yang mereka ucapkan. Ali turun dari mimbar dan berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Ibnu Katsir: al-Bidayah wa an-Nihayah, 8/127).

Ali sadar pengikutnya tidak satu suara. Kesetiaan mereka tidak bisa diandalkan. Dan di tengah mereka ada pengkhianatan. Bandingkan dengan kesetiaan pengikut Muawiyah. Benar saja, para pengobar fitnah berusaha menggembosi peperangan. Terjadilah perang yang mayoritas para sahabat tidak turut serta di dalamnya. Diriwayatkan Muhammd bin Sirin rahimahullah berkata, “Saat fitnah bergejolak jumlah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sekitar 10.000 orang. Yang turut serta di dalamnya tidak sampai 100 orang. Bahkan tidak sampai 30 orang (Ibnu Taimiyah: Minhaj as-Sunnah, 6/236).

Artinya, para sahabat memegang pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang fitnah. Mereka menjauhinya. Tidak seperti cerita yang disampaikan para pendusta. Seakan hampir semua atau bahkan semua sahabat terlibat dalam fitnah ini. Mereka kesankan para sahabat berpecah dan saling menumpahkan darah. Mengkhianati pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ammar bin Yasir dan Para Pemberontak

Di antara kejadian penting dalam rangkaian Perang Shiffin adalah syahidnya sahabat Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu. Ammar berada di barisan Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَيْحَ عَمَّارٍ! تَقْتُلُهُ الْفِئَةُ الْبَاغِيَةُ

“Duhai Ammar, engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang.” [HR. al-Bukhari (436, 2657) dan Ahmad (11879)).

Terbunuhnya Ammar ini memperjelas posisi Ali dan Muawiyah. Mana ijtihad keduanya yang benar dan mana yang salah. Ali dan orang yang bersamanya berada di pihak yang benar. Sementara Muawiyah dan orang yang bersamanya keliru dalam ijtihad mereka.

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/6518-ringkasan-kisah-huru-hara-di-masa-sahabat-5-perang-shiffin.html