Sewaktu kecil, saya lebih banyak dirawat nenek, karena orangtua sibuk bekerja. Sekarang nenek sudah wafat, dan saya ingin membalas budinya.
Bagaimana cara dan usaha terbaik kami dalam beramal tapi amalan tersebut kami tujukan untuk nenek? Apa yang mesti kami lakukan sebagai cucu untuk membalas budinya?
Z di kota S
Jawab:
Kakek atau nenek memang tidak sama dengan orangtua (ayah atau ibu). Akan tetapi secara hirarkis, kedudukan mereka dalam nasab sangat dekat. Kakek bisa menjadi wali ketika ayah tidak ada atau berhalangan, demikian juga sebaliknya. Dalam hal waris, juga demikian.
Anda sangat beruntung. Ketika orangtua Anda sibuk bekerja, maka nenek yang merawat, membesarkan, membimbing, dan mendidik dengan penuh kasih sayang.
Setelah nenek wafat, ada beberapa amalan yang bisa dilakukan, di antaranya:
Pertama, mendoakan. Selain mendoakan orangtua, jangan lupa juga kakek nenek. Lafaznya bisa sama dengan doa untuk orangtua, hanya saja diniatkan untuk nenek.
Doa untuk orang yang sudah wafat itu tidak terbatas hanya untuk keluarga, tapi makbul juga untuk semua orang yang telah meninggal dunia.
Rasulullah SAW bersabda,
دَعْوةُ المرءِ المُسْلِمِ لأَخيهِ بِظَهْرِ الغَيْبِ مُسْتَجَابةٌ، عِنْد رأْسِهِ ملَكٌ مُوكَّلٌ كلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بخيرٍ قَال المَلَكُ المُوكَّلُ بِهِ: آمِينَ، ولَكَ بمِثْلٍ” رواه مسلم
“Doa seorang Muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab. Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya itu ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan malaikat tersebut akan berkata: “Amin”. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (Riwayat Muslim).
Kedua, bersedekah atas namanya. Semua ulama sepakat bahwa pahala sedekah yang diniatkan untuk orang lain, terutama untuk orangtua, termasuk kakek atau nenek, juga anak-anak, tidak terhalang atau diterima Allah SWT.
Dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
Suatu hari ibu dari Sa’ad bin Ubadah RA meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. “Wahai Rasulullah, ibu telah meninggal dunia sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya, apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?” Nabi menjawab, “Ya, bermanfaat.” Kemudian Sa’ad berkata, “Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya.” (Riwayat Bukhari).
Ketiga, membadalkan haji dan umrah atas namanya. Syaratnya, anak atau cucu sudah melaksanakan haji atau umrah atas dirinya sendiri. Bisa juga meminta bantuan orang lain untuk menghajikan orangtua, anak, atau kakek neneknya.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَبِيهَا مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ قَالَ « حُجِّى عَنْ أَبِيكِ ».
Dari Ibnu Abbas, ada seorang wanita yang pernah bertanya pada Nabi SAW mengenai ayahnya yang meninggal dunia dan belum berhaji, maka beliau bersabda, “Hajikanlah ayahmu.”… (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Keempat, membayar utang nazarnya. Jika ahli waris mendapati orangtua, kakek nenek, atau anaknya pernah bernazar dan itu belum dilaksanakan, maka mereka berkewajiban untuk memenuhinya. Nazar adalah utang, dan utang kepada Allah SWT lebih utama untuk didahulukan.
Sa’ad bin Ubadah RA pernah meminta nasihat kepada Rasulullah SAW,
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
“Ibuku telah meninggal dunia, namun dia memiliki nazar (yang belum ditunaikan).”
Nabi lantas bersabda:
اقْضِهِ عَنْهَا
“Tunakan nazar ibumu.” (Riwayat Bukhari).
Kelima, amalan shalih dari anak yang shalih. Diniatkan atau tidak, semua amal shalih yang dilakukan anak yang shalih, termasuk cucu yang shalih, sangat bermanfaat bagi orangtua yang telah meninggal dunia. Amal shalih ini merupakan investasi yang pahalanya akan mengalir kepadanya. Berbahagialah orangtua yang memiliki anak shalih yang berbuat shalih.
Dari A’isyah RA, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri.. Dan anak merupakan hasil jerih payah orangtua.” (Riwayat Abu Daud dan an-Nasa’i).*
*Anggota Dewan Pertimbangan DPP Hidayatullah
HIDAYATULLAH