Mualaf Rosyidah belajar Islam di usia yang tak lagi muda
Rosyidah sempat mengalami kevakuman dalam berislam. Penyebabnya, ia waktu itu belum mengetahui bahwa untuk menjadi seorang Muslim tidak cukup dengan membaca ikrar syahadat.
Sekira 30 tahun lalu, mualaf yang lahir dengan nama Cecilia itu untuk pertama kalinya mengucapkan kalimat tauhid
Akan tetapi, hal itu dilakukannya bukan atas dasar kesadaran yang penuh dari dalam diri. Wanita yang kini berusia 63 tahun itu hanya ikut-ikutan. “Saat itu, saya tidak paham, Islam yang be nar seperti apa. Saya hanya mengikuti seperti yang diajarkan oleh lingkungan (orang-orang sekitar) saya,” ujar dia, seperti dinukilkan Republika dari tayangan video akun Ngaji Cerdas yang diunggah beberapa waktu lalu.
Ceritanya bermula sekitar akhir dekade 1980- an. Waktu itu, seorang kerabat mengajaknya untuk bertemu dengan salah satu sesepuh lokal. Sesampainya di tujuan, Rosyidah akhirnya menyadari, orang yang akan dikunjunginya itu adalah semacam dukun.
Di hadapan paranormal itu, kerabatnya meminta Rosyidah untuk mengikuti rapalan tertentu. Ia ingat, salah satu penggalan kalimat yang dibacanya itu ialah syahadat. Maka, secara formal dirinya sejak saat itu sudah menjadi pemeluk agama Islam.
Beberapa waktu kemudian, si dukun memberikan secarik kertas. Rosyidah tidak paham isinya, tetapi mengenal bahwa yang tergurat di sana ialah aksara Arab. Paranormal tersebut juga menganjurkannya untuk berpuasa mutih setiap hari serta tidak mengonsumsi makhluk-makhluk bernyawa. Rosyidah menuruti begitu saja arahan tersebut.
Saat itu, yang dipikirkannya ialah keselamatan keluarga, terutama anaknya yang sedang sakit keras. “Saat anak saya sakit, saya pergi ke ‘orang pintar’. Kemudian, saya diberi air yang bertuliskan rajah. Tetapi, anak saya tidak kunjung sembuh,” tuturnya mengenang.
Rosyidah mengakui, pada masa itu dirinya belum memiliki keinginan untuk lebih lanjut mengenal Islam. Lambat laun, ia menyimpan rasa penasaran. Benarkah Islam mengajarkan soalsoal perdukunan?
Pada suatu hari, ia mengikuti sebuah pengajian di masjid. Itulah untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah ibadah Islam. Sebelumnya, jangankan untuk beribadah secara jamaah di masjid, sholat atau mengaji Alquran pun tidak dikenalnya.
Namun, ada materi ceramah yang membuatnya mengernyitkan dahi. Rosyidah tersentak ketika mendengar ceramah ustaz di sana. Sang dai menyebutkan, seorang Muslim dilarang untuk melakukan dosa besar yakni syirik. Perbuatan itu berarti menyekutukan Allah.
Ia pun menyadari, ritual yang selama ini dijalaninya atas saran dukun termasuk amalan syirik. Ada amarah luar biasa yang merasukinya. Sesampainya di rumah, ia luapkan kepada kerabat yang telah mengajaknya ke paranormal.
Tidak menunggu waktu lama, Rosyidah segera membuang semua benda yang diperolehnya dari dukun. Ia menyadari bahwa ritual yang selama ini dilakukannya ternyata haram dilakukan menurut Islam.
Namun, ia kembali mengalami kebingungan. Jika dosa dihindari maka yang dikerjakan adalah beribadah. Padahal, dirinya selama ini tidak bisa sholat atau mengaji Alquran. Merasa tidak ada seorang pun yang dapat membimbingnya, ia hanya belajar secara mandiri.
Pertama-tama, Rosyidah mendapatkan sebuah mushaf Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan. Harapannya, dengan mempelajari terjemahan Alquran akan memudahkannya dalam membaca ayat-ayat suci.
Sayang sekali, pengharapan itu tak kunjung terwujud. Berhari-hari ia membaca terjemahan Alquran, hanya dua kalimat dengan teks Arab yang berhasil ia hapalkan, basmalah dan tahlil.
Karena merasa putus asa, Rosyidah urung melanjutkan pembelajaran secara mandiri. Mus haf Alquran pun disimpannya di dalam lemari. Fokusnya mulai teralihkan kepada rutinitas sehari-hari. Misalnya, ikut mencari nafkah agar anak-anaknya bisa mencapai pendidikan setinggi-tingginya.
Hikmah musibah
Selama 10 tahun lamanya Rosyidah tak lagi tertarik mendalami Islam. Mushaf Alquran miliknya ditutup, dibiarkan tersimpan dalam lemari. Hidupnya seperti berjalan normal hingga sebuah musibah melanda.
Anak perempuannya mengalami kecelakaan yang cukup parah. Bahkan, wajah putrinya itu mendapatkan luka-luka. Begitu mendengar kabar tersebut, Rosyidah menangis tersedu-sedu.
Hatinya tergugah. Ada perasaan ingin kembali mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada yang lebih diinginkannya saat itu selain kesembuhan anak. Untuk meminimalkan dampak kecelakaan, putrinya itu dioperasi. Sebelum tindakan medis dimulai, dokter meminta Rosyidah untuk berdoa. Itu demi kelancaran operasi.
“Saya bingung, doa apa yang saya bisa panjatkan. Saya tidak bisa apa-apa. Hanya tahu basmalah dan tahlil,” ucapnya mengingat kembali momen itu. Maka, ia terus menggenggam tangan anaknya hingga buah hatinya itu memasuki ruangan operasi. Dari luar, dirinya terus mengulang-ulang bacaan basmalah dan tahlil.
Sejurus kemudian, ia tertidur. Dalam mimpi, Rosyidah seperti diperlihatkan masjid yang megah. Di atas tempat ibadah itu, langit tampak begitu luas dan dihiasi bintang-bintang.
Setelah terbangun dia bertanya-tanya, apakah untuk mendapatkan ridha Allah seseorang harus lebih dahulu berdoa di sebuah masjid. Namun, di mana ia dapat menemukan masjid yang seperti digambarkan dalam mimpi.
Sejak saat itu, Rosyidah ingin kembali mendalami Islam. Ia lantas mencari-cari informasi di pelbagai platform media sosial, termasuk Youtube. Dari sana, dirinya menemukan akun Mualaf Center Indonesia serta menghubungi kontak yang tercantum.
Dengan didampingi anaknya, Rosyidah mendaftar kajian secara daring. Majelis ilmu itu diasuh Ustaz Lukman Hakim. Kajian ini menggunakan bahan-bahan materi yang ditulis dengan aksara Arab. Alhasil, apa yang dijelaskan tidak begitu dihayati mualaf tersebut karena adanya kendala bahasa.
Ia kemudian ingin menemui langsung ustaz tersebut. Dengan begitu, dirinya bisa mendapatkan bimbingan. Dengan bantuan anaknya, ia pun pergi ke daerah Sentul, Bogor, tempat dai itu mengajar puluhan tahun lamanya. Pada 2015, Rosyidah mengunjungi Masjid Az Zikro. Diketahui bahwa Rosyidah belum pernah bersyahadat secara resmi.
Maka pada tahun tersebut, ia kembali meng ucapkan dua kalimat syahadat. Dirinya mendapatkan bimbingan ustaz di Majlis Az Zikro. Setelah itu, ia pergi ke rumah Ustaz Lukman dan meminta bimbingannya.
Awalnya, sang dai tidak mengenalnya karena pertemuan kajian online dengan jumlah jamaah yang banyak. Kemudian, ustaz tersebut meminta istrinya bertemu. Benar saja, sang istri mengenal Rosyidah sebagai murid taklim daringnya.
Akhirnya, ia diajak untuk menemani istri Ustaz Lukman ke pondok pesantren mualaf. Lembaga itu diketahui milik Ustazah Irene Handono. Rosyidah begitu terharu karena mengingat kembali kisah Ustazah Irene dalam menemukan Islam.
Ia pun diajak bertemu dengan sang ustazah di pondok pesantrennya selama tiga bulan. Tak hanya Rosyidah, saat itu ada dua mualaf lain yang baru saja bersyahadat. Pada 2020, ia pun mulai memberanikan diri untuk mengikuti pelajaran di ponpes tersebut.
Selama tiga bulan, Rosyidah yang berusia 61 tahun harus menghafal banyak bacaan ibadah harian. Misalnya, hafal 40 kali bacaan shalat. Adapun rekan yang masih berusia 20 tahun ke bawah hanya tiga atau empat kali sudah menghafalkannya.
Bersyukur Rosyidah selalu mendapat dukungan dari semua ustazah yang membimbingnya. Tak hanya menghafal bacaan shalat, Rosyidah juga belajar fikih, akidah, dan hadis.
Bagi Rosyidah, mendalami Islam hanya tiga bulan memang tidak cukup. Tetapi, dalam waktu singkat itu Rosyidah memahami bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidaklah perlu dicari ke mana pun. “Saya menyesal, mengapa tidak selagi muda memanfaatkan banyak waktu untuk mempelajari Islam,” katanya bertanya retoris.
Sejak memeluk Islam secara benar, ia meninggalkan sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan praktik syirik. Itu cukup mudah dilakukannya. Sebab, memang sejak awal dirinya hanya ikut-ikutan atau diajak kerabat ke sana. Sekarang, anak-anaknya dalam keadaan sehat walafiat. Rosyidah merasa, hidup berislam secara baik dan lurus merupakan sebuah anugerah yang besar.
sumber : Harian Republika