Berikut ini penjelasan terkait memburu malam lailatul qadar di menit terakhir bulan Ramadhan. Bulan yang mulia ini mengandung satu bulan yang lebih mulia dari 1000 bulan. Simak penjelasan ulama terkait hal tersebut.
Sudah menjadi kebiasaan di setiap tahunnya, bahwa di akhir bulan Ramadhan semangat umat muslim mulai kendur, kendatipun Allah SWT menjanjikan pahala yang besar bagi yang memanfaatkan peluang lailatul qadar, yaitu yang biasa ditandai pada sepertiga akhir puasa.
Di mana-mana, banyak dari kaum muslimin sibuk dengan urusan dunia. Seperti mempersiapkan semacam jenis makanan dan minuman untuk lebaran nanti. Lain lagi urusan bajunya.
Mereka terus memadati pasar-pasar grosir. Kalau orang Madura yang belum mudik, biasanya memadati pasar Tanah Abang di Jakarta Timur. Segala sesuatu dijual murah di sana, kendatipun kualitasnya bagus-bagus.
Kalau di daerah Madura sendiri biasanya memadati pasar-pasar terdekat. Di Parenduan Sumenep, misalnya, ada jenis pasar yang lumayan lebar, yang menjul beranekaragam jenis jualan. Pasar itu beroperasi setiap hari Rabu. Karena itu, pasar tersebut disebut dengan “Pasar Rebbuan“.
Di mana-mana ada pasar, setiap umat muslim, baik laki-laki maupun perempuan, sibuk memadati pasar-pasar. Mereka memenuhi pasar dengan mempersiapkan untuk lebaran nanti. Mereka sampai lupa bahwa ada jenis ibadah yang pahalanya luar biasa jika pada saat yang bersamaan dikerjakan pada malam turunnya Lailatul Qadar.
Herannya, ketika di pasar mereka tampak bersemangat seakan-akan tidak merasakan rasa lelah sedikitpun. Namun saat waktunya pelaksanaan ibadah seperti tarawih, tadarus, shalat berjamaah, mereka hilang tanpa jejak entah kemana, kendatipun Allah sudah menjanjikan pahala yang sangat besar sekali.
Malam Lailatul Qadar dalam banyak riwayat turun pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan. Umat muslim yang berhasil melaksanakan ibadah yang bertepatan dengan hari turunnya Lailatul Qadar tersebut akan meraih pahala lebih besar daripada pahala selain bulan Ramadhan.
Dalam banyak riwayat, dijelaskan bahwa predikat pahala yang diberikan adalah lebih baik dari ibadah seribu bulan. Sayangnya, peluang emas itu banyak disia-siakan saja.
Kalau di pelosok-pelosok desa yang terlihat masih konsisten di tempat-tempat ibadah tersisa kalangan sepuh yang tetap kelihatan aktif bermunajat kepada Allah SWT. Sementara sebagian yang lain (sebagian besar remaja) mengurangi saf-saf salat Tarawih di babak sepuluh terakhir bulan Ramadhan tersebut.
Tetapi ada pula dari beberapa anak remaja yang juga masih konsisten menyambut malam Lailatul Qadar tersebut. Di antara mereka adalah dari kalangan Santri Pondok Pesantren. Semua umat muslim yang secara konsisten terus memadati tempat-tempat ibadah tersebut, mereka sangat berkeinginan mendambakan rahmat Allah SWT yang tetap kelihatan rajin di masjid untuk i’tikaf.
Inilah kemudian kenapa malam Lailatul Qadar oleh Allah SWT dirahasiakan supaya ada nilai perjuangan dan konsistensi yang secara berlanjut terus dipertahankan dalam melaksanakan tugas penghambaan kita kepada Allah SWT.
Mereka yang secara konsisten beribadah, i’tikaf di masjid dari tanggal satu di bulan Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan, dapat dipastikan ia akan bertemu dengan malam Lailatul Qadar.
Orang yang bertemu dengan malam Lailatul Qadar, sesuai dengan janji Allah SWT, maka pahala ibadahnya bernilai berlipat-ganda, seperti ia melaksanakan ibadah selama seribu tahun (QS. Al-Qadar: 1-5).
Bayangkan, bila hidup kita ditakdirkan hanya mencapai 50-70 tahun saja. Allah menjanjikan pahala ibadah di bulan Ramadhan adalah berkali-kali lipatnya. Ibadah tersebut kita kerjakan secara konsisten.
Kemudian kita terus memadati rumah ibadah dari tanggal satu hingga akhir Ramadhan. Pada gilirannya, kita ditakdirkan bertemu dengan malam Lailatul Qadar. Selama bulan Ramadhan kita mendapatkan pahala melebihi umur kita: melebihi ibadah 50 tahun. Betapa senangnya. Dan, Allah SWT sungguh Maha Bijaksana.
Malam Lailatul Qadar tidak bisa diprediksi kapan akan turun. Itu semua merupakan rahasia Allah. Menurut beberapa riwayat, bahwa Lailatul Qadar tersebut akan turun pada hari-hari ganjil di bulan Ramadhan, meskipun dengan demikian ada pula yang berpendapat bahwa malam Lailatul Qadar turun pada tanggal genap.
Oleh karena itu, bagi setiap hamba yang ingin meraihnya, maka harus mengikuti kontestasi dengan cara mengisi malam-malam Ramadhan dengan kegiatan amal ibadah (seperti mengisi dengan salat malam, tarawih, tadarus, dan lainnya). Dan, malam semi final (malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan) tidak putus semangat untuk terus bermunajat kepada Allah SWT hingga selesai laga.
Dengan demikian, karena sekarang sudah memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan niscaya mari saling mengingatkan dan meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT.
Bukannya nabi teladan kita, Muhammad SAW yang mendapatkan jaminan dosanya diampuni saja, masih giat memberikan teladan ideal terhadap umatnya, dengan terus optimal melakukan i’tikaf sepanjang malam? Hal itu rutin beliau lakukan sampai beliau wafat, dan kemudian hal itu diteladani oleh para istrinya (HR. Bukhari).
Demikian penjelasan terkait memburu malam lailatul qadar. Sudah selayaknya kita memburu malam lailatul qadar ini. Semoga bermanfaat.
BINCANG SYARIAH