Kapan Malam Lailatul Qadar? Ini Pendapat Imam Ghazali

Di antara banyak pertanyaan masyarakat Indonesia adalah kapan malam Lailatul Qadar? Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan bagi umat Islam. Malam ini diistimewakan dengan turunnya Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, dan memiliki keutamaan yang lebih baik dari seribu bulan.

Dalam bulan Ramadhan 1445 Hijriah atau tahun 2024 Masehi ini, banyak yang bertanya kapan terjadinya malam lailatul qadar. Hal ini karena umat Islam antusias menantikan malam istimewa yang hanya diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad Saw. 

Ada beberapa pendapat ulama untuk mengetahui kapan terjadinya lailatul qadar. Salah satu diantaranya adalah pendapat Imam Ghozali. Beliau dianggap sebagai Mujaddid abad ke-5, seorang pembaru iman yang menurut hadis kenabian, muncul setiap 100 tahun sekali untuk memulihkan iman Komunitas Islam. Karya-karyanya sangat diakui oleh orang-orang sezamannya sehingga al-Ghazali dianugerahi gelar kehormatan Hujjat al-Islam.

Selain itu, Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad.

Berikut kami paparkan pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitab I’anatuth thaalibin juz II halaman 257 berikut,

قال الغزالي وغيره إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر، فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء: فهي ليلة تسع وعشرين. أو يوم الاثنين: فهي ليلة إحدى وعشرين. أو يوم الثلاثاء أو الجمعة: فهي ليلة سبع وعشرين. أو الخميس: فهي ليلة خمس وعشرين. أو يوم السبت: فهي ليلة ثلاث وعشرين.

Artinya: “Berkata Imam Ghazali dan ulama lainnya bahwasanya malam lailatul qadar dapat diketahui dari awal Ramadhan. Jika awal Ramadhan hari Ahad atau Rabu maka Lailatul Qodar malam 29. Jika awal Ramadhan hari Senin maka lailatul qodar malam 21. Jika awal Ramadhan hari Selasa atau Jumat maka lailatul qodar malam 27. Jika awal Ramadhan hari Kamis maka lailatul qodar malam 25. Jika awal Ramadhan hari Sabtu maka lailatul qodar malam 23”

Berdasarkan pendapat Imam Al-Ghazali, untuk bulan Ramadhan 1445 Hijriah atau tahun 2024 Masehi ini, berdasarkan mufakat sidang isbat yang menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa 12 Maret 2024, maka Lailatul Qadar 1445 H. / 2024 M jatuh pada malam ke 27.Demikian penjelasan mengenai prediksi malam lailatul qadar tahun 2024 menurut pendapat Imam Al-Ghazali.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Memburu Lailatul Qadar di Menit Terakhir Bulan Ramadhan

Berikut ini penjelasan terkait memburu malam lailatul qadar di menit terakhir bulan Ramadhan. Bulan yang mulia ini mengandung satu bulan yang lebih mulia dari 1000 bulan. Simak penjelasan ulama terkait hal tersebut. 

Sudah menjadi kebiasaan di setiap tahunnya, bahwa di akhir bulan Ramadhan semangat umat muslim mulai kendur, kendatipun Allah SWT menjanjikan pahala yang besar bagi yang memanfaatkan peluang lailatul qadar, yaitu yang biasa ditandai pada sepertiga akhir puasa. 

Di mana-mana, banyak dari kaum muslimin sibuk dengan urusan dunia. Seperti mempersiapkan semacam jenis makanan dan minuman untuk lebaran nanti. Lain lagi urusan bajunya.

Mereka terus memadati pasar-pasar grosir. Kalau orang Madura yang belum mudik, biasanya memadati pasar Tanah Abang di Jakarta Timur. Segala sesuatu dijual murah di sana, kendatipun kualitasnya bagus-bagus. 

Kalau di daerah Madura sendiri biasanya memadati pasar-pasar terdekat. Di Parenduan Sumenep, misalnya, ada jenis pasar yang lumayan lebar, yang menjul beranekaragam jenis jualan. Pasar itu beroperasi setiap hari Rabu. Karena itu, pasar tersebut disebut dengan “Pasar Rebbuan“.

Di mana-mana ada pasar, setiap umat muslim, baik laki-laki maupun perempuan, sibuk memadati pasar-pasar. Mereka memenuhi pasar dengan mempersiapkan untuk lebaran nanti. Mereka sampai lupa bahwa ada jenis ibadah yang pahalanya luar biasa jika pada saat yang bersamaan dikerjakan pada malam turunnya Lailatul Qadar.

Herannya, ketika di pasar mereka tampak bersemangat seakan-akan tidak merasakan rasa lelah sedikitpun. Namun saat waktunya pelaksanaan ibadah seperti tarawih, tadarus, shalat berjamaah, mereka hilang tanpa jejak entah kemana, kendatipun Allah sudah menjanjikan pahala yang sangat besar sekali. 

Malam Lailatul Qadar dalam banyak riwayat turun pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan. Umat muslim yang berhasil melaksanakan ibadah yang bertepatan dengan hari turunnya Lailatul Qadar tersebut akan meraih pahala lebih besar daripada pahala selain bulan Ramadhan.

Dalam banyak riwayat, dijelaskan bahwa predikat pahala yang diberikan adalah lebih baik dari ibadah seribu bulan. Sayangnya, peluang emas itu banyak disia-siakan saja. 

Kalau di pelosok-pelosok desa yang terlihat masih konsisten di tempat-tempat ibadah tersisa kalangan sepuh yang tetap kelihatan aktif bermunajat kepada Allah SWT. Sementara sebagian yang lain (sebagian besar remaja) mengurangi saf-saf salat Tarawih di babak sepuluh terakhir bulan Ramadhan tersebut. 

Tetapi ada pula dari beberapa anak remaja yang juga masih konsisten menyambut malam Lailatul Qadar tersebut. Di antara mereka adalah dari kalangan Santri Pondok Pesantren. Semua umat muslim yang secara konsisten terus memadati tempat-tempat ibadah tersebut, mereka sangat berkeinginan mendambakan rahmat Allah SWT yang tetap kelihatan rajin di masjid untuk i’tikaf

Inilah kemudian kenapa malam Lailatul Qadar oleh Allah SWT dirahasiakan supaya ada nilai perjuangan dan konsistensi yang secara berlanjut terus dipertahankan dalam melaksanakan tugas penghambaan kita kepada Allah SWT. 

Mereka yang secara konsisten beribadah, i’tikaf di masjid dari tanggal satu di bulan Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan, dapat dipastikan ia akan bertemu dengan malam Lailatul Qadar.

Orang yang bertemu dengan malam Lailatul Qadar, sesuai dengan janji Allah SWT, maka pahala ibadahnya bernilai berlipat-ganda, seperti ia melaksanakan ibadah selama seribu tahun (QS. Al-Qadar: 1-5).

Bayangkan, bila hidup kita ditakdirkan hanya mencapai 50-70 tahun saja. Allah menjanjikan pahala ibadah di bulan Ramadhan adalah berkali-kali lipatnya. Ibadah tersebut kita kerjakan secara konsisten.

Kemudian kita terus memadati rumah ibadah dari tanggal satu hingga akhir Ramadhan. Pada gilirannya, kita ditakdirkan bertemu dengan malam Lailatul Qadar. Selama bulan Ramadhan kita mendapatkan pahala melebihi umur kita: melebihi ibadah 50 tahun. Betapa senangnya. Dan, Allah SWT sungguh Maha Bijaksana. 

Malam Lailatul Qadar tidak bisa diprediksi kapan akan turun. Itu semua merupakan rahasia Allah. Menurut beberapa riwayat, bahwa Lailatul Qadar tersebut akan turun pada hari-hari ganjil di bulan Ramadhan, meskipun dengan demikian ada pula yang berpendapat bahwa malam Lailatul Qadar turun pada tanggal genap. 

Oleh karena itu, bagi setiap hamba yang ingin meraihnya, maka harus mengikuti kontestasi dengan cara mengisi malam-malam Ramadhan dengan kegiatan amal ibadah (seperti mengisi dengan salat malam, tarawih, tadarus, dan lainnya). Dan, malam semi final (malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan) tidak putus semangat untuk terus bermunajat kepada Allah SWT hingga selesai laga. 

Dengan demikian, karena sekarang sudah memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan niscaya mari saling mengingatkan dan meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT.

Bukannya nabi teladan kita, Muhammad SAW yang mendapatkan jaminan dosanya diampuni saja, masih giat memberikan teladan ideal terhadap umatnya, dengan terus optimal melakukan i’tikaf sepanjang malam? Hal itu rutin beliau lakukan sampai beliau wafat, dan kemudian hal itu diteladani oleh para istrinya (HR. Bukhari).

Demikian penjelasan terkait memburu malam lailatul qadar. Sudah selayaknya kita memburu malam lailatul qadar ini. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Tanda-Tanda Lailatul Qadar

Para ulama telah bersepakat bahwa Lailatul Qadar terjadi sekali dalam satu tahun, dan itu ada di dalam bulan Ramadhan. Mengenai rincian waktu keberadaan Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan, para ulama berbeda pendapat.

Meski demikian, setidaknya ada beberapa tanda yang dapat diketahui mengenai Lailatul Qadar. Ada empat tanda Lailatul Qadar sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam riwayat yang shahih.

Tanda pertama, matahari terbit di pagi hari tanpa sinarnya, seperti yang disabdakan Nabi SAW: “Matahari terbit pada pagi hari (yang malamnya merupakan malam Lailatul Qadar) tanpa cahaya yang menyilaukan. Ini seakan-akan seperti belanga hingga meninggi.” (HR Muslim)

Tanda kedua, yakni pada saat Lailatul Qadar, bulan terbit dengan menampakkan hanya separuhnya, seperti setengah mangkok. Dalam riwayat Abu Hurairah RA, dia berkata, “Kami pernah berdiskusi tentang Lailatul Qadar di sisi Rasulullah SAW. Kemudian beliau SAW bersabda, “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR Muslim)

Tanda ketiga, yaitu terkait hawa udara dan suasana langit malam. Diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ini (Lailatul Qadar) adalah malam yang cerah. Tidak panas maupun dingin. Kemudian, di pagi harinya (setelah melewati Lailatul Qadar), matahari bersinar dengan warna merah yang lemah.” (Disahihkan al-Albani)

Tanda keempat, ialah pemandangan langit malam dari bumi tampak cerah dan tidak tampak bintang yang dilempar ke setan-setan.

Diriwayatkan dari Watsilah bin Asqa’, Rasulullah SAW bersabda, “Lailatul Qadar ialah malam yang tenang. Tidak panas dan tidak pula dingin. Tidak ada mendung, hujan dan angin. Juga tidak ada bintang yang dilemparkan.” (HR Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)

IHRAM

Keistimewaan Malam Lailatul Qadar

Pada bulan Ramadhan terdapat malam yang sangat istimewah, yakni malam Lailatul Qadar. Di malam ini, Allah akan membuka pintu-pintu ampunannya kepada umat Islam yang memohon ampunan. Maka tak heran bila banyak umat muslim akan berlomba-lomba berjumpa dengan Lailatul Qadar.

Dalam bukunya Jaminan Mendapat Lailatul Qadr, Ahmad Sarwat menyebutkan ada lima keutamaan pada malam Lailatul Qadr. 

1. Malam Turunnya Alqur’an

Malam Lailatul Qadar adalah malam diturunkannya Alqur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini disebutkan dalam firman Allah SWT di dalam surat Al Qadr.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ, لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ، سَلَامٌ هِيَحَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alqur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadar : 1-5)

Alqur’an adalah kitab suci yang paling mulia, yang merupakan mukjizat utama Rasulullah SAW. Kitab suci yang abadi dan keabadiannya dijamin Allah SWT sampai nanti terjadi hari kiamat.

2. Lebih Baik dari Seribu Bulan

Lailatul Qadr adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadhan, yang dalam Alqur’an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Keistimewaan malam ini dapat dijumpai pada Surat Al Qadr.

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alqur’an) pada malam Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam Qadar itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar : 1-3)

Para ulama menetapkan bahwa bila seseorang beramal shalih di malam Qadar itu, maka dia akan mendapat pahala seperti ia melakukannya dalam 1000 bulan. 

3. Turunnya Para Malaikat

Terusan ayat di atas adalah penegasan dari Allah SWT bahwa di malam itu turunlah para malaikat ke atas muka bumi.

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ

“Para malaikat dan ruh turun di malam itu dengan izin dari Tuhan mereka dengan segala urusan,” (QS. Al-Qadar : 4)

Al-Imam Al-Qurthubi menyebutkan bahwa dari setiap lapis langit dan juga dari Sidratil Muntaha, para malaikat turun ke bumi, untuk mengamini doa umat Islam yang dipanjatkan di sepanjang malam itu hingga terbitnya fajar, atau masuknya waktu shubuh. Selain itu disebutkan bahwa para malaikat turun untuk membawa ketetapan taqdir untuk setahun ke depan.

4. Keselamatan

Malam Qadar juga disebutkan dalam lanjutan ayat di atas sebagai malam yang ada di dalamnya keselamatan hingga terbitnya fajar.

Adh-Dhahhak berkata bahwa maksudnya pada malam itu Allah SWT tidak menetapkan sesuatu kecuali keselamatan hingga datangnya fajar.

Sedangkan di malam lain, selain keselamatan juga Allah SWT menetapkan bala’. Mujahid berkata bahwa maksudnya malam itu malam yang di mana setan tidak bisa melakukan perbuatan jahat dan keburukan.

5. Eksklusif Milik umat Muhammad SAW

Jumhur ulama sepakat bahwa keistimewaan malam Qadar ini hanya berlaku untuk umat Muhammad SAW saja. Sedangkan umat-umat terdahulu tidak mendapatkan keistimewaan ini.

Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Malik dalam Al-Muwaththa’

“Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya -yang relatif panjang- sesuai dengan kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka. Maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yang lebih baik dari seribu bulan. (HR. Malik) 

Hadits ini menjelaskan bahwa ditetapkannya malam Qadar setara dengan seribu bulan adalah sebagai fasilitas bagi umat Nabi Muhammad SAW bila ingin mendapatkan banyak pahala. Karena bila dibandingkan usia umat-umat terdahulu, usia umat Nabi SAW, jauh lebih singkat.

IHRAM

Bila Ingin Bertemu Lailatul Qadar, Jangan Lupa Perbanyak Baca Doa Ini

Di dalam bulan Ramadhan terdapat malam yang dianggap paling baik dibanding malam lainnya. Malam itu penuh berkah dan ampunan. Malam sarat rahmat itu disebut dengan lailatul qadar. Tidak ada yang tahu kapan persis kejadiannya. Kehadirannya selalu ditunggu oleh setiap umat Islam.

Dikarenakan tidak ada yang mengetahui secara pasti kedatangannya, kita dianjurkan memperbanyak ibadah setiap saat, terutama sepuluh malam terakhir Ramadahan. Sebab, Rasulullah meningkatkan dan memperbanyak ibadah di sepuluh terakhir Ramadhan.

Dalam sebuah riwayat, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah. Beliau berkata

 يارسول اللَّه إن علمتُ ليلة القدر ما أقول فيها؟ قال:  قُولي: اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فاعْفُ عَنِّي

Aisyah pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah, andaikan aku mengetahui lailatul qadar, apa yang bagus aku baca?’ Rasulullah menjawab, ‘Bacalah  Aisyah pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah, andaikan aku mengetahui lailatul qadar, apa yang bagus aku baca?’ Rasulullah menjawab, ‘Bacalah Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’ (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku).’
. (HR: al-Tirmidzi, al-Nasai, Ibnu Majah)

Berdasarkan hadis ini, kita dianjurkan memperbanyak baca doa:

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’

Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku

Karena kita tidak mengetahui kepan waktu persis lailatul qadar, doa di atas boleh dibaca setiap hari selama bulan Ramadhan.

ISLAMIco

Tak Bisa Itikaf di Masjid, Bisakah Raih Lailatul Qadar?

Malam lailatul qadar diyakini ada di 10 hari terakhir Ramadhan.

Salah satu amalan yang dianjurkan dilakukan pada hari-hari terakhir atau 10 hari terakhir Ramadhan adalah melakukan i’tikaf di masjid. Sementara itu, malam lailatu qadar sendiri diyakini datang pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Sehingga, dianjurkan untuk beri’tikaf di masjid agar bisa meraih malam lailatul qadr tersebut.

Namun, di tengah pandemi virus corona saat ini, umat Muslim tidak bisa melaksanakan i’tikaf di masjid. Terutama, mereka yang tinggal di zona merah Covid-19. Masjid-masjid sendiri sebagian besar ditutup guna mencegah penyebaran Covid-19 lebih meluas.

Lalu, bagaimana sebenarnya aturan i’tikaf itu menurut berbagai mazhab? Bagaimana meraih malam Lailatul Qadr, jika i’tikaf tidak bisa dilakukan di masjid?

Dalam sebuah video ceramah yang diunggah di laman Rumah Fiqih Indonesia pada Senin (4/5), Ustaz Firman Arifani menjelaskan tentang meraih lailatul qadr saat dilarang i’tikaf di masjid. Ustaz Firman mengatakan, seluruh ulama sepakat bahwa i’tikaf harus dilakukan di masjid. Artinya, tidak sah i’tikaf jika dilakukan selain di masjid.

Namun, dalam hal ini para ulama hanya berbeda tentang jenis masjid yang diperbolehkan untuk beri’tikaf. Mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat, bahwa masjid yang diperbolehkan beri’tikaf atau sah ialah masjid jami’ yang dipakai untuk sholat Jumat.

Sedangkan mazhab Syafi’i dan Maliki berpendapat, masjid yang bisa dipakai untuk i’tikaf adalah segala jenis masjid, baik itu masjid jami atau masjid kecil, seperti surau, langgar, mushola.

Sementara itu, mazhab Hanafi mengatakan bahwa wanita boleh i’tikaf di rumah. Mereka mendasarkan dalil karena tempat shalat yang afdhol (utama) bagi wanita adalah di rumah. Sementara juumhur ulama, dari Syafi’i, Maliki dan Hambali, mengatakan sekalipun wanita maka tempat yang sah untuk i’tikaf adalah di masjid, bukan di rumah atau mushola rumah. Dalil yang dipakai merujuk pada, jika memang diperbolehkan bagi wanita i’tikaf di dalam rumah, tentu para istri Nabi SAW melakukannya, tetapi ternyata tidak.

“Selanjutnya, tidak sah bagi laki-laki untuk menggelar i’tikaf di dalam rumahnya atau mushola rumahnya, tetapi harus di masjid,” kata Ustaz Firman, dalam video ceramahnya tersebut.

Namun demikian, sudah bisa dipastikan bahwa di tengah kondisi pandemi seperti ini, tidak mungkin untuk menggelar i’tikaf di masjid. Terutama, Muslim yang tinggal di zona merah. Sebab, kegiatan i’tikaf memungkinkan aktivitas publik dan perkumpulan jamaah, yang saat wabah ini harus dihindari.

Lalu, bagaimana cara meraih lailatul qadar tanpa beri’ktikaf di masjid?

Ustaz Firman mengatakan, malam lailatul qadr bisa diraih dengan berbagai macam cara dan tidak harus dengan i’tikaf. Ia memaparkan amalan-amalan yang bisa membuat Muslim meraih keutamaan dari malam lailatul qadr, di antaranya dengan sholat malam, dzikir, tafakkur, membaca Alquran, berkumpul bersama keluarga di rumah saja, tahajud bersama keluarga dan amal shalih lainnya.

“Itu bisa menjadikan kita di antara orang-orang yang mendapatkan malam lailatul qadr, dan ini adalah malam yang istimewa di bulan Ramadhan,” lanjutnya.

Ustaz Firman kemudian menyebutkan amalan yang sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah untuk bisa meraih malam lailatul qadr. Amalan tersebut seperti disebutkan dalam kitab Ma’arif.

“Dalam kitab itu berbunyi, “Barang siapa yang shalat Isya di sepanjang akhir Ramadhan (10 hari terakhir) dengan berjamaah, maka dipastikan ia bisa mendapat malam lailatul qadr. Ini salah satu amalan paling mudah untuk mendapat lailatul qadr, tidak perlu beri’tikaf,” kata Ustaz Firman.

Dengan demikian, Ustaz mengatakan bahwa malam lailatul qadar dapat diraih sekalipun berdiam saja di rumah atau di mushola rumah. Walaupun tidak mendapat pahala i’tikaf, menurutnya, namun Insya Allah esensinya bisa didapatkan.

Ustaz Firman lantas mengingatkan umat agar tidak memaksakan diri untuk menjalankan i’tikaf di masjid di tengah situasi wabah seperti ini. Hal demikian sebagaimana ditekankan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 195, yang berbunyi, “Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kalian ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

“Jangan memaksakan diri melakukan sesuatu yang sunnah (i’tikaf), yang justru malah menghilangkan sesuatu yang wajib, yaitu menjaga keselamatan,” tambahnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Keistimewaan Ramadhan, Ada Nuzulul Quran dan Turunnya Berbagai Kitab Suci

Inilah keistimewaan bulan Ramadhan, bukan hanya diturunkan kitab suci Al-Qur’an, tetapi diturunkan pula berbagai kitab suci lainnya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Bulan Ramadhan adalah bulan pilihan diturunkannya Al-Qurán yang mulia. Bahkan kitab suci ilahiyah juga diturunkan oleh Allah di bulan Ramadhan pada para nabi.”(Tafsir Al-Qurán Al-Ázhim, 2:57)

Dari Watsilah bin Al-Asqa’, Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam bersabda, “Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal Ramadhan. Taurat diturunkan pada awal-awal Ramadhan. Injil turun pada 13 Ramadhan. Sedangkan Al-Qurán diturunkan oleh Allah pada 24 Ramadhan.” (HR. Ahmad, 4:107, dihasankan oleh Imam As-Suyuthi. Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1575).

Diriwayatkan dari Jabir bin Ábdillah, Zabur diturunkan pada 12 Ramadhan, Injil diturunkan pada 18 Ramadhan, sedangkan yang lainnya sama seperti disebutkan di atas. (HR. Abu Ya’la, hadits ini dhaif jiddan).

Shuhuf (lembaran) Ibrahim, Taurat, Zabur, dan Injil diturunkan masing-masing pada nabi-nabinya sekaligus (jumlatan waahidatan). Sedangkan Al-Qurán diturnkan sekaligus di Baitul Ízzah di langit dunia, ini terjadi pada Lailatul Qadar di bulan Ramadhan. Inilah yang difirmankan Allah Taála,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadr: 1).

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. Ad Dukhon: 3).

Kemudian setelah itu, Al-Qurán turun secara berangsur-angsur sesuai peristiwa yang dialami oleh Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam. Hal ini diriwayatkan dari berbagai jalan dari Ibnu Ábbas.

Ibnu Ábbas berkata, “Al-Qurán diturunkan pada bulan Ramadhan pada Lailatul Qadar di malam penuh berkah. Al-Qurán tersebut turun sekaligus (jumlatan waahidatan). Kemudian Al-Qurán turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa, pada bulan dan hari.”(HR. Ibnu Abi Hatim, sanadnya hasan)

Ada juga riwayat dari Ibnu Ábbas yang menyebutkan bahwa Al-Qurán itu diturunkan pada pertengahan Ramadhan ke langit dunia. Al-Qurán diletakkan di Baitul Ízzah. Kemudian Al-Qurán itu turun dalam kurun waktu 24 tahun untuk memberikan jawaban kepada manusia.”(HR. Ath-Thabari, sanadnya saling menguatkan satu dan lainnya).

Lihat bahasan dalam Tafsir Al-Qurán Al-Ázhim, 2:58.

Kesimpulan: Kitab suci Al-Qurán diturunkan sekaligus di Baitul Ízzah di langit dunia pada bulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar. Kemudian Al-Qurán akan turun secara berangsur-angsur sesuai peristiwa. Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya kitab suci lainnya yaitu Shuhuf Ibrahim, Zabur, Taurat, dan Injil. Namun, turunnya keempat kitab ini secara sekaligus (jumlatan waahidatan).

Referensi:

Tafsir Al-Qurán Al-Ázhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Cara Ulama Sambut Lailatul Qadar

Ibnu Jarir menyampaikan bahwa para sahabat dan tabi’in mandi di setiap malam selama 10 malam terakhir dan memakai pakaian bagus serta wewangian. Sebagaimana Imam Malik malakukan hal yang sama pada malam 24 Ramadhan, meski di pagi harinya beliau memakai pakaian biasa.

Sedangkan Ayub As Sakhtiyani juga mengenakan dua baju baru beliau di malam 23 dan 24. Bahkan Tamim Ad Dari membeli pakaian seharga 1000 dirham yang belia pakai khusus di malam-malam yang diharapkan bertepatan dengan malam lailatul qadar.

Para ulama tersebut melakukan hal itu karena malam-malam tersebut adalah malam untuk bermunajat dan mereka merasa tidak pantas jika melakukan munajat kepada Allah dengan pakaian seadanya, sebagaimana disyariatkan juga memakai pakaian bagus saat melaksanan shalat. (lihat, Lathaif Al Ma’arif, hal. 346,347)

HIDAYATULLAH

Mengapa Allah Merahasiakan Malam Lailatul Qadar?

Lailatul qadar membawa kedamaian dan rasa aman

Pada malam lailatul qadar, para malaikat dan ar-Ruh (yang dimaksud adalah Malaikat Jibril) turun ke bumi.  Para malaikat itu turun dengan membawa rahmat dan keberkahan.

Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi dalam kitab Fadha’il Ramadhan menjelaskan, Lailatul qadar merupakan  malam yang penuh dengan kemuliaan. Pada malam itu, kata dia, diturunkan Alquran yang memiliki kemuliaan melalui seorang malaikat yang juga sangat mulia dan diterima seorang nabi yang juga sangat mulia.

Qadar bisa bermakna ukuran. Ukuran segala sesuatu itu ditetapkan pada malam itu, rezeki seseorang, apakah dia bahagia atau tidak? Sampai setahun ke depan ditetapkan pada malam itu. Lailatul qadar memiliki sejumlah keistimewaan. Betapa tidak. Pada malam itu Alquran diturunkan. Selain itu, lailatul qadar itu lebih baik dari 1.000 bulan.

Lailatul qadar membawa kedamaian dan rasa aman kepada siapa saja yang menjumpainya sampai terbit fajar. Dalam sebuah riwayat, yang dimaksud fajar adalah terbit fajar di keesokan harinya. Tapi, hatta mathla’il fajr berarti sampai tiba saatnya fajar kehidupannya yang baru di akhirat nanti. Lalu, seperti apa ciri-ciri akan datangnya lailatul qadar?

Tanda-tanda fisik-seperti yang populer di kalangan masyarakat-bahwa malam itu tenang, angin sepoi-sepoi, kemudian matahari di keesokan harinya berawan dan tidak terlalu panas. Namun, riwayat-riwayatnya tidak dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.

Tanda-tanda fisik semacam itu secara logika memang sulit diterima. Karena, sangat relatif, bergantung pada musim. Kalau musim hujan, ya pasti mendung. Apalagi dengan perubahan iklim sekarang. Jadi, tanda-tanda fisik itu tidak bisa dijadikan ukuran. Tanda yang pasti adalah salaamun hiya hatta mathla’il fajr.

Yang utama, salah satu tanda yang pasti dari lailatul qadar adalah orang selalu merasa damai,  selalu menebar kedamaian dalam hidupnya sampai dia meninggal dunia bahkan sampai dibangkitkan kembali menyongsong fajar kehidupan yang baru.

Tak ada seorang pun yang tahu kapan tamu agung itu akan datang. Hanya Allah SWT yang mengetahui kapan malam yang lebih baik dari 1.000 bulan itu akan menghampiri hambanya. Terlebih, sebagai tamu agung, lailatul qadar hanya dianugerahkan kepada orang-orang yang mendapat taufik dan beramal saleh pada malam itu. Mengapa begitu? Supaya kita semakin giat mencarinya sepanjang hari, khususnya pada malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa yang Diajarkan Rasulullah pada Malam Lailatul Qadar dan Kandungannya

Bagaimana doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Lailatul Qadar? Bagaimana kandungan doa tersebut?

Doa yang diajarkan Rasulullah pada malam lailatul qadar

Hadits yang membicarakan doa ini adalah sebagai berikut.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ  قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja aku tahu bahwa suatu malam adalah malam lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ’ANNII (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Perbedaan Al-‘Afwu dan Al-Maghfirah

Keduanya kalau mau diterjemahkan hampir sama, yaitu ampunan.

Al-‘afwu ini ada dalam doa:

ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU’ANNI (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–)

Al-maghfirah itu ada dalam kalimat:

ASTAGH-FIRULLAH (artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah).

Imam Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah mengatakan,

الْعَفوّ : هُوَ الَّذِي يمحو السَّيِّئَات ، ويتجاوز عَن الْمعاصِي ، وَهُوَ قريب من الغفور ، وَلكنه أبلغ مِنْهُ، فَإِن الغفران يُنبئ عَن السّتْر، وَالْعَفو يُنبئ عَن المحو، والمحو أبلغ من السّتْر

“Al-‘afuwwu (Maha Memberikan Maaf) artinya Allah itu menghapuskan kesalahan-kesalahan dan memaafkan maksiat yang diperbuat. Kata al-‘afuwwu (Maha Memberikan Maaf) dengan kata al-ghafur (Maha Pengampun) hamper semakna, namun makna al-‘afuwwu lebih luar biasa kandungannya. Karena al-ghufraan (pengampunan dosa) yang dimaksud adalah menutupi dosa, sedangkan al-‘afwu yang dimaksud adalah menghapus dosa. Menghapus dosa tentu saja lebih luar biasa kandungan maknanya dibanding dengan menutupi dosa.” (Al-Maqshad Al-Asna, hlm. 140)

Akan tetapi, ada pendapat lainnya yang menyatakan bahwa makna al-maghfirah (mengampuni) lebih luar biasa dibanding al-‘afwu (memaafkan, menghapus). Al-maghfirah bermakna menutupi, menggugurkan hukuman, dan meraih pahala. Sedangkan al-‘afwu tidak berakibat menutupi dosa dan meraih pahala.

Adapun menyatakan bahwa maghfirah (mengampuni) itu berarti memaafkan dosa, namun dosa tersebut masih ada dalam catatan amal; sedangkan ‘afwu (memaafkan, menghapus dosa) berarti memaafkan dosa dan membuat dosa itu terhapus dari catatan amal; pendapat ini tidak berdalil.

Lihat bahasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 236863.

Amalan kita masih serba kurang walau kita merasa sudah maksimal dalam beribadah

Ibnu Rajab rahimahullah memberi penjelasan menarik,

و إنما أمر بسؤال العفو في ليلة القدر بعد الإجتهاد في الأعمال فيها و في ليالي العشر لأن العارفين يجتهدون في الأعمال ثم لا يرون لأنفسهم عملا صالحا و لا حالا و لا مقالا فيرجعون إلى سؤال العفو كحال المذنب المقصر

“Sesungguhnya perintah memohon al-‘afwu (pemaafan, penghapusan dosa) pada malam lailatul qadar setelah kita bersungguh-sungguh beramal di dalamnya dan di sepuluh hari terakhir Ramadhan, ini semua agar kita tahu bahwa orang yang arif (cerdas) ketika sungguh-sungguh dalam beramal, ia tidak melihat amalan yang ia lakukan itu sempurna dari sisi amalan, keadaan, maupun ucapan. Karenanya ia meminta kepada Allah al-‘afwu (pemaafan) seperti keadaan seseorang yang berbuat dosa dan merasa penuh kekurangan.”

Yahya bin Mu’adz pernah berkata,

ليس بعارف من لم يكن غاية أمله من الله العفو

“Bukanlah orang yang arif (bijak) jika ia tidak pernah mengharap pemaafan (penghapusan dosa) dari Allah.” (Dinukil dari Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 362-363)

Semoga Allah memberikan kita pengampunan dan pemaafan.

Referensi:

Latha-if Al-Ma’arif. Cetakan pertama, Tahun 1428 H Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islamy. hlm. 362-363.

Fatawa Al-Islam Sual wa Jawabno. 236863. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid.


Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24407-doa-yang-diajarkan-rasulullah-pada-malam-lailatul-qadar-dan-kandungannya.html