Ibadiyah: Khawarij Moderat yang Eksis

Ibadiyah adalah sempalan khawarij modern, sempalan minoritas dalam Islam yang sampai sekarang masih eksis. Bagaimana sejarahnya?

SEKTE Ibadiyah adalah sempalan dari Khawarij yang muncul di masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Pendirinya bernama Jabir bin Zaid, murid Abdullah bin Abbas RA dan ‘Aisyah RA, istri Nabi Muhammad ﷺ.

Namanya mengacu kepada Abdullah bin Ibad, penerus Jabir. Pada masa itu, Jabir termasuk orang yang menolak Utsman karena dianggap telah melakukan kesalahan besar.

Namun penolakannya berbeda dengan kelompok Khawarij lainnya yang sampai taraf menghalalkan darah Utsman. Jabir tidak setuju dengan sikap seperti itu.

Secara umum, Khawarij menyebut dirinya sebagai ahl al-istiqama (orang-orang yang tetap berada di jalan lurus). Penamaan ini muncul akibat ketidaksetujuan terhadap perjanjian damai antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyyah.

Mereka menyingkir dari konflik keduanya, sehingga mengklaim sebagai satu-satunya kelompok yang lurus. Sementara pihak Ali dan Muawiyyah dinilai sesat.

Meski menolak kedua Sahabat itu, sekte Ibadiyah masih memandang keduanya sebagai Muslim. Ini berbeda dengan Khawarij lainnya seperti al-Muhakkimat yang memvonis keduanya kafir.

Pada masa Umayyah, Ibadi mendapat dukungan penuh karena dianggap sebagai kelompok Khawarij moderat. Pemikirannya dapat digunakan untuk meng-counter Khawarij garis keras. (Imam as-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, hal 120).

Pada masa itu, penganut Ibadi leluasa mengamalkan praktik keagamaannya. Namun setelah Jabir meninggal, tidak ada tokoh Ibadi yang dianggap pro terhadap Dinasti Umayyah.

Penerus Jabir, Abdullah bin Ibad, malah memberontak kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan, khalifah kelima Dinasti Umayyah. Akibatnya, mereka diusir dan lari ke Oman, Hadramaut (Yaman), Zanzibar (Afrika), dan Khurasan.

Beberapa Pandangan

Dalam masalah teologi, aliran Ibadi banyak dipengaruhi Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT tidak dapat dilihat di akhirat.

Ini berbeda dengan pemahaman mayoritas umat Islam (Sunni) bahwa Allah bisa dilihat di akhirat. Pengaruh Mu’tazilah yang lain dalam Ibadi yaitu keyakinan bahwa  seseorang akan kekal di neraka, meski dia Muslim. (Adil Salahi, Pioneer of Islamic Scholarship, hal 147).

Sedangkan Sunni berpendapat bahwa orang Muslim yang masuk neraka, dengan izin Allah SWT bisa dipindah ke surga.

Namun ada hal yang membedakan Ibadi dan Mu’tazilah, yaitu tentang kehendak Allah SWT. Mu’tazilah berpendapat bahwa kehendak manusia bersifat bebas, sedangkan Ibadi berpendapat Allah adalah Pencipta dan Pengatur semua tindakan manusia. Ini sama dengan pendapat Sunni.

Berkaitan dengan dosa besar, Ibadi berbeda dengan kelompok Khawarij pada umumnya. Khawarij memandang pelaku dosa besar menyebabkannya keluar dari Islam, sedangkan Ibadi membagi manusia ke dalam dua golongan yaitu kufur nikmat dan kufur syirik.

Kufur nikmat yaitu orang Muslim yang tidak mengikuti aliran Ibadi. Mereka dianggap mengingkari nikmat.

Dengan kata lain, orang Islam yang menyalahi ajaran Ibadi dihukumi kafir, tapi bukan kafir musyrik. Karena itu masih diperbolehkan mengawini wanita kelompoknya, boleh saling mewarisi, dan tidak boleh diperangi.

Sedangkan kufur syirik ditujukan kepada kaum non-Muslim yang tidak beriman dan berislam.

Ibadi juga tidak mewajibkan shalat Jumat. Kewajiban tersebut dinilai hanya berlaku di kota-kota besar yang terjamin nilai-nilai keadilan.

Selain itu, tidak adanya imam dari Ibadi yang memimpin shalat Jumat juga menjadi alasan. Imam dari kelompok lain yang menyampaikan khutbah Jumat dianggap sebagai Muslim kaki tangan penguasa tiran.

Dalam masalah sumber hukum, Ibadi memiliki perbedaan dengan Sunni. Sumber hukum Sunni ada empat, yaitu al-Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas. Sementara Ibadi hanya menggunakan tiga sumber pertama, sedangkan qiyas dianggap bid’ah.

Kitab hadits Ibadi banyak diambil dari periwayatan Jabir bin Zaid yang juga diakui oleh para perawi Sunni. Kitab haditsnya yang terkenal adalah Musnad ar-Rabi ibn Habib, sebagaimana yang disusun kembali oleh Abu Ya’qub Yusuf bin Ibrahim al-Warijlani.

Isi kitab tersebut sebagian besar sama dengan kitab hadits Sunni. Namun ada beberapa isinya yang tidak dikenal oleh ulama Sunni, kemungkinan besar karena penisbatan secara khusus kepada jalur Ibadi.

Metode menentukan keshahihan Hadits secara umum sama dengan metode ulama Sunni. Hanya saja mereka berpendapat bahwa beberapa hadits diubah setelah masa kekuasaan dua khalifah pertama.

Dalam istinbath hukum, kaum Ibadi agak longgar. Misalnya tidak menerapkan hukuman rajam, karena hukum tersebut tidak tercantum dalam al-Qur’an.

Ini berbeda dengan Sunni dan Syiah yang mengakui dan memberlakukan hukum rajam.

Perkembangan

Secara resmi, aliran ini digunakan oleh Pemerintah Oman. Sultan Qaboos bin Said al-Said yang menjadi penguasa Oman sejak tahun 1970 dan menjadi pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah, adalah pengikut sekte Ibadiyah.

Penganut Ibadi di Oman mencapai 75%. Selebihnya ada di Zanzibar, Tanzania, pegunungan Nafusa di Libya, Mzab di Aljazair, dan Pulau Djerba di Tunisia.

Ibadiyah dewasa ini punya cukup banyak tokoh yang popular. Misalnya Ahmad bin Hamad al-Halili, Moufdi Zakaria, Sulaiman al-Barouni, dan Nouri Abusahmain.

Meski berasal dari Khawarij yang senang mengkafirkan kelompok lain, kaum Ibadi mementingkan ukhuwah Islamiyah daripada bermusuhan karena perbedaan mahzab atau aliran. Ini tidak lepas dari keyakinan mereka bahwa kebenaran sebuah hukum hanya Allah SWT yang menentukan.

Hasilnya, Oman diakui sebagai negara yang sangat kuat dalam memelihara hubungan harmonis antar mazhab. Oman juga dikenal toleran dalam hubungan Muslim dengan non-Muslim.

Meski Ibadiyah menjadi mazhab resmi Kesultanan Oman, ada banyak kelompok Islam dan agama yang hidup di negeri tersebut. Karena itu tidak mengherankan jika Global Peace Index menempatkan Oman sebagai salah satu negara yang damai, toleran, dan ramah dengan aneka ragam aliran dan agama.*/Bahrul Ulum, artikel pernah dimuat di Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Viral Makmum Ruku’ Dua Kali karena Mendahului Gerakan Imam, Batalkah?

Di media sosial sempat viral seseorang shalat ruku’ dua kali dalam satu rakaat. Adalah Fikri Bareno, yang salah gerakan shalatnya, korlap demonstrasi sebagai aksi protes terhadap pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas yang diduga menyamakan suara adzan dengan gonggongan anjing. Ia adalah Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.

Hal itu terjadi saat Persaudaraan Alumni (PA) 212 menggelar demonstrasi di halaman Kantor Kemenag RI pada Jumat (4/3/2002). Tiba waktu Ashar mereka shalat berjamaah. Fikri Bareno yang ditunjuk sebagai korlap shalat di atas mobil sebagai makmum. Entah apa sebabnya, Fikri melakukan kesalahan dengan mendahului gerakan imam sehinga ia harus ruku’ dua kali dalam satu rakaat.

Ada satu yang menarik untuk dibahas dari sisi kajian hukum Islam (fikih) terkait kejadian tersebut. Apakah tidak sengaja melakukan dua kali ruku’ dalam satu rakaat membatalkan shalat? Karena, dari pernyataan Fikri sendiri hal itu dilakukan tanpa disengaja sehingga ia membatalkan shalat.

Dalam kitab-kitab fikih klasik madhab Syafi’i, apabila makmum dengan sengaja mendahului gerakan imam dengan dua rukun fi’li (rukun shalat berupa gerakan fisik), dan ia tahu keharaman hal tersebut, maka shalatnya batal.

Namun apabila hal itu dilakukan tanpa unsur kesengajaan, shalatnya tidak batal. Tetapi, dua gerakan mendahului imam tersebut tidak diperhitungkan sebagai bagian dari shalat. Artinya, ia harus mengulangi lagi gerakan tersebut bersama dengan imam. Oleh karenanya, jika ia tidak mengulangi gerakan tersebut bersama imam karena lupa atau karena ketidak tahuannya, maka ia wajib menambah satu rakaat setelah imam mengakhiri shalat dengan salam. Apabila tidak demikian, maka ia harus mengulangi shalatnya dari awal.

Sedangkan ruku’ pertama yang dilakukan oleh Fikri karena tidak disengaja sama dengan ketika makmum melakukan hal tersebut karena lupa. Ini juga tidak membatalkan shalat.

Keterangan seperti ini mudah dibaca dan mudah ditemukan dalam kitab-kitab dasar fikih Imam Syafi’i, seperti kitab al Bajuri, Nihatuz Zain, Fathul Mu’in, I’anatut Thalibin dan lain-lain. Baca dalam bab shalat berjamaah.

Dengan demikian, seharusnya Fikri Bareno tidak perlu membatalkan shalatnya, tinggal menunggu imam dan seterusnya shalat seperti biasa. Sebab, seperti pengakuannya sendiri, apa yang ia lakukan tanpa ada unsur kesengajaan. Sayang, ia kadung membatalkan shalat sehingga ia wajib mengulangi shalatnya dari awal.

ISLAM KAFFAH

Awas! Ini Ciri-Ciri Ajaran/Aliran Sesat (bag 2)

ADA beberapa ciri aliran sesat yang telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia yang kami jabarkan dengan contoh dan sedikit penjelasan di bawah ini.

Keenam, mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam. Kasus percontohannya juga seperti Ahmad Hariadi mantan mubaligh Ahmadiyah dan yang merubah waktu ibadah haji dan pakaian ihram. Murid Ir. Arief Mulyadi Tatang Nana dengan paham quraninya yang menganggap tidak ada zakat fitrah dan mal/harta.

Ketujuh, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. Kasus percontohan Abah Maisah Kurung Faridlal Athras Al-Kindy yang menyebutkan bahwa isteri Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sebanyak 41 orang.

Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul terakhir. Kasus percontohan seperti Ahmadiyah yang menganggap ada lagi nabi setelah nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yaitu Mirza Ghulam Ahmad namun tidak boleh ada lagi nabi sesudah Mirza Ghulam Ahmad. Lalu pengajian faham qurani Tatang Nana yang menganggap bahwa pada setiap perkumpulan ada nabi dan rasulnya. Padahal dalam Al-Quran sudah dijelaskan, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada pada umatku tiga puluh orang pendusta yang kesemuanya mengaku sebagai Nabi, padahal aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi sesudahku.” (HR. Tirmidzi, no. 2219 dan Ahmad, 5: 278. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kesembilan, mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat. Kasus percontohan seperti Syiah yang merubah tata cara adzan, iqamah, wudhu, bacaan dan praktik shalat. Kemudian Islam Al-Haq di Garut yang shalat ke seluruh penjuru angin. Lalu Yusman Roy di Malang yang mengajarkan shalat billingual 2 (dua) bahasa. Padahal ajaran Islam sudah sempurna, tak boleh ditambah dan dikurangi. Allah Taala berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).

Kesepuluh, kriteria aliran sesat yang kesepuluh ialah mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syari. Kasus percontohannya seperti Ahmadiyah yang mengkafirkan yang bukan Ahmadiyah. Lalu Syiah yang mengutuk dan mengkafirkan Aisyah, Abu Bakar, Umar, Utsman dan para shahabat lainnya. Lalu LDII dengan salah satu buktinya pidato ketua umumnya “paradigma baru” sebagai kelanjutan dari LDII, Lemkari, Islam Jamaah, Darul hadits yang menyebutkan di luar jamaah mereka di dalam neraka.

 

INILAH MOZAIK

MUI: Tidak Ada Kata Toleransi pada LGBT dan Aliran Sesat

Mendengar masih adanya kalangan yang salah mengartikan toleransi, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH Cholil Nafis Lc MA PhD membantu meluruskannya.

Menurutnya, toleransi itu bisa dilakukan pada hal-hal yang tidak merusak agama dan hukum. Tapi kalau pada hal-hal yang menyimpang, kata dia, tidak bisa ditoleransi. Contohnya lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender atau biasa diistilahkan LGBT.

Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia ini menegaskan, tidak ada satupun agama yang membenarkan LGBT.

Dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pun, kata dia, perkawinan itu harus dengan beda jenis, bukan sesama jenis.

“Penyimpangan seperti ini harus diamputasi,” ujar Kiai Cholil saat dihubungi hidayatullah.com di Jakarta, Kamis (02/11/2017).

Penyimpangan seperti aliran sesat juga tidak boleh ditoleransi, tambahnya. Sebab merusak agama. Karena itu, fatwa aliran sesat harus disampaikan kepada masyarakat bahwa ini tidak boleh diikuti. Tujuannya agar kemurnian agama dan akidah umat Islam terjaga.

Ia heran jika yang menyampaikan fatwa tersebut dianggap intoleran.

“Memberi tahu (fatwa) kok intoleransi? Wong memfatwakan saja sudah bagian dari menjaga prinsip,” ucapnya. “Jadi sesuatu menodai kehormatan agama dan manusia itu tidak ada kata toleransi.”Andi

 

HIDAYATULLAH

 

Ada Kasus Shalat Mengadap Timur, Anton: Ajaran Itu Sesat

Masyarakat Garut Jawa Barat resah salah satu warga di desa Tegal gede kecamatan Pankejeng Kabupaten Garut Wawan Setiawan, kirim surat ke Pemerintahan Desa setempat untuk melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jumat mengarah kiblat ke arah timur (tidak ke arah ka’bah). Wakil Ketua Komisi Hukum MUI pusat Anton Tabah Digdoyo menyatakan jika berita tersebut benar maka negara harus segera bertindak tanpa harus menunggu laporan masyarakat apalagi fatwa MUI karena penodaan agama bukan delik aduan.

“Kasus sholat tidak menghadap ke arah ka’bah jelas sesat karena itu MUI minta polri cepat melakukan tindakan hukum,” katanya saat saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (26/3).

Menurut Anton, kasus penodaan agama memiliki derajat keresahan sangat tinggi di masyarakat. Untuk itu mesti segera dilakukan antisipasi agar penistaan agama tidak menjadi konflik sosial.

Anton yang juga ketua penanggulangan penodaan agama mengungkapkan dalam sejarah penodaan agama pemerintah selalu bergerak cepat untuk mengantisipasinya. “Ini terjadi pra G30S/PKI 1965 lalu keluar Surat Edaran Mahkamah Agung 24Mei1964 agar hakim tidak ragu menjatuhkan vonis berat terhadap pelaku penodaan agama,” ujarnya.

Selain mengeluarkan surat edaran pada Januari 1965, pemerintah mengeluarkan UU nomor 1 PNPS 1965 tentang penodaan agama yang ancaman pidananya cukup berat diperkuat oleh KUHP Pasal 156a. Akan tetapi kata dia, di era rezim ini ditandai dengan kasus penodaan agama yang meningkat. Namun Polri terkesan ragu bertindak dengan dalih mesti menunggu laporan masyarakat.

 

sumber:Republika Online

Kemenag: Jangan Terkecoh dengan Istilah Padepokan

Kementerian Agama (Kemenag) meminta masyarakat agar tidak salah mengartikan istilah-istilah seperti pesantren dan padepokan, yang belakangan muncul dengan adanya fenomena Taat Pribadi dan Gatot Brajamusti.

Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Machasin mengatakan tidak sama apa yang belakangan disebut padepokan seperti milik Taat Pribadi dan Gatot Brajamusti dengan pesantren.

“Padepokan tidak terdaftar di Kemenag, sebagai lembaga pendidikan, karena yang resmi seperti pondok pesantren terdaftar,” kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/10).

Padepokan, kata dia, itu sifatnya umum, dan sudah menjadi penyebutan sejak dahulu bagi siapapun yang ingin mencari apapun, mulai seni, ilmu agama, hingga beladiri. Sedangkan pesantren itu khusus tempat untuk belajar agama Islam, dan sekarang pesantren itu terdaftar di Kemenag.

“Kalau padepokan itu tidak terdaftar di Kemenag, saya tidak tahu terdaftar di mana. Jadi masyarakat yang ingin menuntut ilmu agama dan mencari pesantren lebih baik melihat itu resmi atau tidak, agar tidak terkecoh,” ujarnya.
Baca juga: Heboh Gatot dan Dimas Kanjeng, Ternyata Ini Biangnya
Kalau ada yang mengistilahkan pesantren dengan nama padepokan, ia meminta masyarakat agar mulai berhati-hati. Apalagi belakangan dengan fenomena yang terjadi, istilah padepokan lebih mengarah pada tempat mencari keilmuan dengan hal-hal yang tidak masuk akal dan metafisika. Dia pun meminta masyarakat menghindarinya.

 

sumber:Republika Online

 

Aliran Sesat, Kenali dan Hindari

Sungguh Allah Ta’ala Maha Bijaksana, telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada hitam, juga ada putih. Ada manis ada juga pahit. Ada terang dan ada gelap. Ada kebaikan, maka ada pula keburukan. Nah, maka jika ada jalan kebenaran, di sana pun ada jalan kesesatan.

Entah mengapa sebagian orang alergi dengan kata ‘sesat’ dan tidak mau membahasnya. Seakan-akan bagi mereka segala sesuatu itu benar dan tidak ada yang salah. Padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri seringkali mengisyaratkan adanya kesesatan dalam beragama dan senantiasa memperingatkan ummat agar menjauhinya. Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’udradhiyallahu’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah membuat garis dengan tangannya, lalu bersabda: ‘Ini jalan yang lurus’. Kemudian, beliau membuat beberapa garis di kanan-kirinya, lalu bersabda: ‘Ini semua adalah jalan-jalan yang sesat, pada masing-masing jalan ini ada setan-setan yang mengajak untuk masuk ke sana’ ” (HR. Ahmad, An Nasa’i dan Ad Darimi. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Lalu apa pentingnya membahas tentang kesesatan dalam beragama? Perhatikan sebuah syair arab nan indah, yang dapat menjawab pertanyaan ini:

“Aku mengenal keburukan bukan untuk berbuat keburukan. Namun aku mengenalnya agar bisa menjauhinya. Karena orang yang tidak mengenal keburukan, biasanya akan terjerumus ke dalamnya”.

Jalan Kesesatan Itu Banyak

Tentu pembaca telah mengetahui bahwa sesuatu dikatakan sesat bila ia tidak berjalan pada jalan yang benar. Sebagaimana seorang musafir dari kota A ingin menuju kota B namun karena salah meniti jalan ia malah sampai ke kota C. Maka si musafir tersebut kita katakan ia telah tersesat. Demikian juga dalam beragama, seseorang dikatakan sesat dalam beragama jika ia tidak menempuh jalan atau metode beragama yang benar sesuai Al Qur’an, hadits dan pemahaman para sahabat. Kesesatan dalam beragama ini memiliki probabilitas yang banyak. Dengan kata lain, bentuk, cara dan pola kesesatan dalam beragama sangat beragam dan sangat mungkin akan terus bertambah dari zaman ke zaman.

Sebagaimana hadits yang telah lewat bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengisyaratkan jalan kebenaran dengan sebuah garis dan mengisyaratkan kesesatan dengan garis yang banyak. Seolah-olah beliau ingin menyampaikan bahwa jalan kebenaran itu hanya 1 dan jalan kesesatan itu banyak. Al Qur’anul Karim pun menegaskan hal ini. Ketika mengabarkan tentang jalan kebenaran, Allah Ta’ala menggunakan lafadz mufrad (tunggal), misalnya firman Allah Ta’ala (yang artinya),“Tunjukkanlah kami shirath (jalan) yang lurus” (QS.Al Fatihah: 6). Di sini shirathun dalam bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah shuruthun. Sebaliknya, ketika menyebutkan tentang jalan kesesatan Allah Ta’ala selalu menggunakan lafadz jamak. Misalnya firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti subul (jalan-jalan) mereka (karena jalan-jalan itu) akan memecah belah kamu dari jalan Allah.” (QS.Al An’am: 153). Subulun adalah bentuk jamak darisabiilun. Jadi, jalan kesesatan itu banyak. Sedangkan jalan kebenaran hanyalah satu.

Ciri-ciri Aliran Sesat

Penting sekali bagi orang yang hendak menghindari aliran sesat untuk mengetahui ciri-cirinya. Sebagaimana telah kami sampaikan bahwa kesesatan sangat beragam dan bermacam jumlahnya, maka tidak mungkin dalam kesempatan yang terbatas ini, kami menyampaikan semua ciri dari kesesatan yang terjadi di masa ini. Namun akan kami paparkan beberapa ciri-ciri dari jalan kesesatan atau aliran sesat yang ada di tanah air kita. Alhamdulillah, sebagian ciri dari aliran sesat yang ada di tanah air kita ini telah dikemukakan oleh Majelis Ulama Indonesia yang mengeluarkan ma’lumat tentang 10 ciri aliran sesat, yaitu:

  1. Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadha dan Qadar) dan mengingkari rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat wajib 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)
  2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`I (Al-Quran dan As-Sunah);
  3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an
  4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an
  5. Melakukan penafsiran Al Quran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir
  6. Mengingkari kedudukan hadits Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sebagai sumber ajaran Islam
  7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
  8. Mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul terakhir
  9. Merubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syari’ah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat fardlu tidak 5 waktu
  10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan seorang muslim hanya karena bukan kelompoknya.

(Baca juga: Sepuluh Kriteria Aliran Sesat dari MUI)

Sepuluh poin yang dikemukakan oleh MUI ini bukan tanpa dasar, bahkan dilandasi oleh banyak dalil dari Al Qur’an dan hadits serta bersesuaian dengan prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah. Namun tidak memungkinkan bagi penulis untuk membahasnya secara rinci di sini. Selain itu, penulis juga merasa perlu untuk membahas ciri-ciri lain dari aliran-aliran sesat yang berkembang di Indonesia, di antaranya yaitu:

1. Memiliki amalan-amalan khusus yang tidak berdasar
Sebagian aliran sesat memiliki amalan-amalan tertentu yang nyeleneh. Misalnya, ada aliran sesat yang memerintahkan pengikutnya bersetubuh di depan pemimpinnya, atau aliran yang membolehkan shalat tanpa berwudhu, atau aliran yang mengharuskan pengikutnya pergi mengembara (khuruj) dalam jangka waktu tertentu. Dikatakan nyeleneh karena tidak ada dasarnya dari Al Qur’an, hadits atau contoh dari para sahabat. Padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallammelarang keras berbuat sesuatu dalam agama kecuali ada landasannya dari dalil. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

2. Menjanjikan penebusan dosa dengan amalan tertentu tanpa dalil
Semua dosa terhapus dengan menyumbang infaq sebesar sekian juta kepada imam, atau semua dosa hangus jika ikut ‘hijrah’, atau semua dosa sirna jika berhasil mengajak sekian orang menjadi pengikut. Itulah yang dijanjikan sebagian aliran sesat. Padahal tentunya kita semua sepakat masalah pengampunan dosa adalah kuasa Allah Ta’ala. Jadi, perkara yang dapat menghapus dosa tentunya harus sesuai dengan yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala melalui Al Qur’an atau melalui lisan Nabi-Nyashallallahu ’alaihi wa sallam. Semisal puasa Asyura’, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,“Puasa ’Asyura’ akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 2804). Juga amal-amal kebaikan, dapat menghapuskan dosa-dosa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya),“Sesungguhnya amal-amal kebaikan menghapuskan amal-amal keburukan” (Q.S. Huud: 114). Namun kepastian diampuni dan besarnya ampunan berpulang pada kehendak Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, namun Allah mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Ia kehendaki” (Q.S. An Nisa: 48)

3. Mengajak kepada semangat kekelompokkan (hizbiyyah)
Sungguh sayang sebagian ummat Islam di masa ini gemar mengajak orang untuk berkelompok-kelompok dalam agama. Kelompok-kelompok tersebut pun dijadikan tolak ukur loyal dan benci (wala wal baro’). Lebih parah lagi jika ditambahi dengan taqlid buta dengan kelompoknya. Sehingga ia mati-matian berpegang teguh pada aturan-aturan kelompok, serta membela tokoh-tokoh kelompok meskipun bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Jika demikian, mereka telah menyimpang dari jalan yang benar. Karena Allah Ta’ala memerintahkan ummat Islam untuk bersatu di atas kebenaran. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Berpegang teguhlah kalian pada tali Allah, dan janganlah kalian berpecah-belah” (QS. Al Imran: 103)

4. Mengajak untuk memberontak kepada penguasa muslim
Imam Ahmad bin Hambal atau dikenal dengan Imam Hambali berkata, “(Pokok keyakinan Ahlus Sunnah menurut kami, salah satunya adalah) tidak halalnya memerangi penguasa muslim yang sah. Dan tidak halal bagi seorang pun untuk memberontak kepadanya. Orang yang memberontak dan memeranginya maka ia adalah ahli bid’ah yang telah keluar dari jalan kebenaran.” (Lihat Ushul As Sunnah). Islam mengajarkan ummatnya agar patuh kepada penguasa, presiden, raja, perdana menteri atau sejenisnya dan tidak memberontak, meskipun ia adalah penguasa yang zhalim. Selama ia seorang muslim yang mengerjakan shalat. Jika ia seorang yang zhalim, maka kewajiban rakyat adalah memberi nasehat dengan cara yang baik, bukan memberontak dan tetap taat kepadanya pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat.

Suatu ketika seorang sahabat, yaitu Salamah bin Yazid Al Ju’fiy bertanya kepada Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam, “Bagaimana pendapat engkau jika penguasa yang memerintah kami menuntut haknya namun tidak menunaikan hak kami, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Lalu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berpaling darinya, kemudian Salamah bertanya lagi kedua kali atau ketiga kalinya. Lalu Al Asy’ats bin Qais menariknya dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam berkata: Patuhi dan taatilah ia, karena mereka akan menanggung tanggung jawabnya dan kalian menanggung tanggung jawab kalian.” (HR. Muslim). Dalam hadits lainnya, dari Hudzaifah, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim)

Maka aliran-aliran yang memberontak pada pemerintah yang sah dengan mengadakan demo, gerakan bawah tanah, menyusun pemberontakan, mencaci-maki pemerintah, ini semua telah melanggar wasiat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam di atas.

Tips Menghindari Aliran Sesat

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua hal, kalian tidak akan sesat jika berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah (Hadits).” (HR. Al Hakim. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini hasan). Dari hadits ini jelaslah bahwa cara agar terhindar dari kesesatan adalah berpegang teguh terhadap Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Yaitu dengan mempelajarinya, lalu mengamalkannya. Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidaklah aku biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada hadits tersebut terdapat isyarat pentingnya mempelajari ilmu agama, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Karena pada hakekatnya, orang yang terjerumus dalam kesesatan adalah orang yang tidak paham dan tidak mengerti ilmu agama dengan baik dan benar. Sebagaimana Allah Ta’ala mensifati orang-orang musyrikin yang sesat sebagai orang-orang yang tidak paham: (yang artinya) “Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu” (QS.Al Furqan: 44)

Karena ilmu agama akan menjaga seseorang dari kemaksiatan dan kesesatan. Semakin tinggi ilmunya, semakin tebal perisainya terhadap kemaksiatan dan kesesatan. Sebagaimana perkataan para ulama kita terdahulu ketika membandingkan ilmu dan harta: “Ilmu akan menjaga pemiliknya di dunia dan di akhirat. Sementara harta tidak dapat menjagamu. Bahkan dirimulah yang menjaga harta-hartamu di dalam kotak dan lemari”. (Dinukil dari Kayfa Tatahammas fi Thalabil ‘Ilmi Asy Syar’i, Abul Qa’qa Alu Abdillah)

Secara ringkas, ada beberapa tips yang dapat dilakukan agar seseorang terhindar dari pengaruh aliran sesat, antara lain:

  1. Mempelajari ilmu agama. Selain karena hukumnya wajib, dengan mempelajari agama seseorang akan mampu mengetahui ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Islam namun disamarkan seolah merupakan ajaran Islam. Hadirilah majelis-majelis ta’lim yang dibimbing oleh ustadz yang terpercaya. Belilah buku, majalah, VCD atau MP3 yang berisi kajian Islam ilmiah yang membahas Al Qur’an dan hadits di dalamnya. Namun berhati-hatilah terhadap majelis-majelis ta’lim, buku, majalah atau VCD yang di dalamnya jarang atau bahkan tidak membahas Al Qur’an dan Hadits, walaupun isinya kelihatan baik
  2. Kenali dan pahami ciri-ciri aliran sesat
  3. Sering bergaul dengan ahlul ‘ilmi, yaitu orang-orang yang memiliki kapasitas ilmu agama yang baik, atau orang-orang yang semangat menuntut ilmu agama
  4. Jadilah insan yang ilmiah, yang senantiasa melakukan sesuatu atas dasar yang kokoh
  5. Taruhlah rasa curiga bila menemukan sekelompok orang yang berdakwah Islam namun dengan cara sembunyi-sembunyi dan takut diketahui orang banyak
  6. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ulama atau ustadz yang terpercaya ketika menemukan sebuah keganjilan dalam praktek beragama
  7. Berdoa memohon pertolongan Allah agar dihindarkan dari kesesatan dan dimantapkan dalam kebenaran. Sebagaimana dicontohkan pula oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau berdoa: Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii ‘alaa diinik . Artinya: “Ya Allah, Dzat Yang Membolak-balikan Hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu”. (HR. Muslim)

Terakhir, penulis menasehati diri sendiri dan kaum muslimin sekalian agar membudayakan sikap saling menasehati dalam kebaikan. Karena Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasehat” (HR.Bukhari dan Muslim). Maka tulisan ini adalah bentuk nasehat di balik sebuah harapan besar agar kaum muslimin sekalian terhindar dari jalan-jalan kesesatan dan bersatu di jalan kebenaran. Sehingga jika pembaca menemukan ciri-ciri aliran sesat sebagaimana telah disebutkan, kewajiban pertama adalah menasehati. Bukan menyesat-nyesatkan, mencaci-maki, melakukan aksi anarkis apalagi memvonis kafir. Sebab, terjerumus dalam jalan kesesatan belum tentu kafir.Wabillahittaufiq.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan kita kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberikan nikmat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan orang-orang tersesat. [Yulian Purnama]

 

Oleh: Yulian Purnama

 

sumber: Muslim.or.id

Sepuluh Kriteria Aliran Sesat

Gerakan aliran sesat diduga kembali menyeruak di Tanah Air. Salah satu organisasi masyarakat (ormas). Hilangnya beberapa pegawai negeri sipil (PNS) di beberapa daerah disebut karena yang bersangkutan bergabung dengan salah satu ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengkaji apakah Gafatar termasuk dalam kriteria aliran sesat atau tidak. MUI pernah menetapkan sepuluh kriteria sebuah aliran keagamaan dianggap menyimpang pada rapat kerja nasional (Rakernas) 2007. Bila salah satunya dilanggar, bisa dikatakan aliran itu menyimpang.

1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam.

2. Meyakini dan mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i .

3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Alquran.

4. Mengingkari kebenaran Alquran.

5. Menafsirkan Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.

6. Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam.

7. Menghina, melecehkan, atau merendahkan nabi dan rasul.

8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir.

9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan secara syar’i.

10. Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.

 

Sementara, RI sudah menerapkan dasar hukum penodaan agama lewat Undang-undang  No 1/PNPS/ Tahun 1965 tentang Pencegahan dan atau Penodaan Agama. Beleid tersebut berisi yakni:

Pasal 1

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang  menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Pasal 2

(1) Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 3

Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 4

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 156a: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa.”

 

 

MUI Kaji Ideologi Aliran Gafatar

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang mengkaji keterkaitan ideologi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan hilangnya sejumlah orang di berbagai daerah. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis mengatakan hingga kini MUI masih melakukan kajian mendalam terkait gerakan dan ideologi Gafatar.

“Masih kita kaji aliran ideologinya,” kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (10/1).

Berkaitan dengan orang hilang, Cholil mengakui memang ada beberapa organisasi dengan ideologi dan aliran tertentu yang menjurus pada penghilangan orang atau kabur dari rumah tinggalnya. “Aliran seperti ini memang sedang tumbuh subur di Indonesia,” katanya.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa hal penyebab. Pertama tingginya semangat keagamaan tapi tidak dibarengi pemahaman agama yang baik. Kedua orang dengan semangat keagamaan yang tinggi tidak terbiasa mencari guru agama yang terbaik.

“Ketiga, fenomena sosial dan kekecewaan terhadap kelompok agama dominan dan keempat minimnya wawasan dan referensi keagamaan,” kata dia.

Namun, Kiai Cholil menyebut, bagaimana pun kasus orang yang hilang dari rumahnya bisa menjadi tindak pidana yang sangat mungin diusut pihak kepolisian.

Saat ini masyarakat sedang diresahkan dengan hilang atau kaburnya beberapa orang dari kediamannya. Sebelumnya dokter asal Lampung, Rica Tri Handayani bersama anaknya dikabarkan hilang di Jogja pada 30 Desember lalu. Selain Rica, Diah Ayu Yulianingsih juga dikabarkan hilang bersama utrinya pada 11 Desember lalu.

Beberapa pihak mengkaitkan kejadian hilang atau kaburnya beberapa orang ini dengan merebaknya organisasi dengan paham aliran agama menyimpang atau jaringan terorisme. Sebagian lain menyebutkan keterlibatan organisasi Gafatar ini terkait kelompok aliran Al-qiyadah Al Islamiyah yang disebarkan Ahmad Musadeq, yang sempat mengakui diri sebagai nabi terakhir atau mesiah.

 

sumber: Republika Online

Gafatar Disebut Preteli Ajaran Islam

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menulai polemik karena disebut menjadi organisasi masyarakat (ormas) tempat menampung beberapa pegawai negeri sipil (PNS) yang hilang di daerah.

Pembicara kajian Islam tadabbur Alquran Masjid At Tin, Jakarta,  Parwis L Palembani mengungkapkan, Gafatar sudah mempreteli ajaran Islam. Padahal, dia menjelaskan, umat Islam mempunyai hal baku dalam berkeyakinan yang ditunjukkan dengan adanya rukun iman dan hal baku dalam beribadah yang ditunjukkan oleh rukun Islam.

Parwis mengatakan banyak aliran menyimpang yang ditemui, mempreteli kedua hal tersebut, misalnya mengajarkan pengikutnya untuk tidak melakukan shalat lima waktu. “Makanya kalau rukun tersebut sudah diutak-atik, maka tidak usah dipertanyakan lagi. Berarti sudah di luar Islam,” kata Parwis. Ini juga dapat menjadi indikator untu menilai apakah suatu aliran menyimpang atau tidak dari ajaran Islam.

Dia mengungkapkan, Gafatar menjual nilai sosial untuk menarik anak muda menjadi anggotanya. Ormas ini menunjukkan sisi humanis terhadap sesama seperti berbagi kepada anak yatim ataupun warga kurang mampu. Dari sisi sosial, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. “Namun bukan berarti ini menjadi indikator bahwa aliran tersebut bukan aliran menyimpang,” ujarnya.

 

sumber: Republika Online