Berwudu di WC Umum yang Jorok, Sahkah?

PADA dasarnya tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tempat untuk berwudu. Berwudu boleh dilakukan di mana saja, baik di dalam kamar mandi, tempat wudu, sumur, sungai, laut dan lainnya. Kita tidak menemukan dalil yang melarang tempat tertentu untuk berwudu. Kecuali bila tempat itu memang najis sehingga tidak dimungkinkan terlaksananya wudu, maka tempat itu memang tidak bisa dijadikan tempat wudu.

Misalnya, berwudu di dalam kubangan najis, seperti septik tank, comberan, genangan darah atau saluran air limbah/ tinja. Jelas tidak dimungkinkan untuk melakukan wudu di sana, karena tubuh kita pasti bercampur terus menerus dengan benda-benda najis. Ada pun kamar mandi yang ada WC-nya, tidak bisa dikatakan sebagai benda yang selalu najis. WC memang najis bila sedang digunakan untuk buang air. Namun setelah disiram, tentu sudah tidak najis lagi. Lantai kamar mandi mungkin ada najisnya, tetapi setelah disiram tentu sudah tidak najis lagi.

Walhasil, tidak ada najis yang akan melekat saat sedang berwudu. Sehingga tidak ada halangan untuk berwudu. Akan tetapi manakala sebuah kamar mandi yang ada WC-nya dikelola dengan sangat jorok, sehingga ada najis di mana-mana, bahkan sulit dibersihkan, maka memang sebaiknya kita tidak berwudu di dalamnya. Sebab keadaannya mengkhawatirkan. Demikian semoga menjadi lebih jelas.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Tata Cara Mengusap Telinga yang Benar saat Wudu

PERTAMA, mengusap telinga ketika wudhu hukumnya sunah menurut mayoritas ulama. Sementara Hambali dan sebagian Malikiyah mengatakan hukumnya wajib. Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan, “Hanafiyah, Malikiyah menurut yang masyhur, dan Syafiiyah berpendapat bahwa bagian dari sunah wudhu adalah mengusap telinga, yang dalam maupun yang luar.” (al-Mausuah al-Fiqhiyah, 43/365).

Mayoritas ulama berdalil bahwa tidak ada perintah khusus dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang ini, yang ada hanya praktek beliau. Sementara praktek Nabi Shallallahu alaihi wa sallam semata, tidak menunjukkan hukum wajib. Sementara Hambali dan sebagian Malikiyah berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Zaid Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga itu bagian dari kepala.” (HR. Ibnu Majah 443 dan statusnya diperselisihkan ulama).

Mengingat kepala bagian yang wajib diusap ketika wudhu, maka telingapun termasuk yang wajib diusap. Telinga diqiyaskan dengan kepala menurut madzhab hambali. Hanya saja terdapat riwayat dari Imam Ahmad bahwa beliau menilai orang yang tidak mengusap telinga ketika wudhu, baik dengan sengaja maupun lupa, wudhunya tetap sah. Karena dengan mengusap kepala, sudah dianggap termasuk mengusap telinga.

Ibnu Qudamah menulis keterangan al-Khallal, “Al-Khallal mengatakan, Semua ulama yang menyebutkan dari Imam Ahmad, bahwa orang yang tidak mengusap kedua telinga secara sengaja maupun lupa, wudhu sah. Karena telinga mengikuti kepala.” (al-Mughni, 1/90).

Kedua, dianjurkan mengambil air yang baru untuk mengusap telinga? Setelah ia mengusap kepala, kemudian hendak mengusap telinga, apakah dianjurkan untuk mengambil air yang baru kemudian membuangnya dan digunakan mengusap telinga? Ada dua pendapat ulama tentang hal ini, “Mayoritas ulama (Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali) menyatakan, dianjurkan mengambi air yang baru untuk mengusap telinga. Sementara Hanafiyah berpendapat, tidak dianjurkan mengambil air yang baru ketika mengusap telinga.” (al-Mausuah al-Fiqhiyah, 43/365 366).

Terdapat satu hadis yang menganjurkan untuk mengambil air yang baru ketika mengusap telinga. Hadis itu menyatakan, “Ambillah air yang baru untuk mengusap kepala.” Hanya saja hadis ini statusnya sangat lemah (dhaif jiddan). Dalam Silsilah ad-Dhaifah dinyatakan, Diriwayatkan at-Thabrani (dalam Mujam al-Kabir) dari jalur Dihtsam bin Qiran, dan Namran bin Jariyah, dari ayahnya secara marfu. Aku katakan: Sanadnya dhaif sekali, Dihtsam dinyatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dengan, “Matruk.” (ditinggalkan hadisnya).

 

INILAH MOZAIK

Anda Pernah Wudu Telanjang di Kamar Mandi?

SESEORANG yang melakukan wudhu sambil telanjang di kamar mandi dan tidak ada seorang pun bersamanya, hukumnya boleh dan wudhunya sah.

Hanya saja, yang lebih afdhal dia tidak melakukan hal itu. Karena melepas pakaian tidak selayaknya dilakukan kecuali dalam keadaan dibutuhkan. Seperti ketika mandi.

Diriwayatkan dari Muawiyah bin Haidah radhiallahu anhu, bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang auratnya, kapan wajib ditutup dan kapan boleh ditampakkan. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Jaga auratmu, kecuali untuk istrimu atau budakmu.”

Orang itu bertanya lagi: Bagaimana jika seorang lelaki bersama lelaki yang lain? Beliau menjawab: “Jika engkau mampu agar auratmu tidak dilihat orang lain, lakukanlah!” Orang itu bertanya lagi: Ketika seseorang itu sendirian? Beliau menjawab: “Allah lebih layak seseorang itu malu kepada-Nya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, dan dihasankan Al-Albani)

Disadur dari: Fatwa Syabakah islamiyah, no. 3762

Hal yang sama juga difatwakan Komite Fatwa Arab Saudi. Ketika ditanya masalah wudhu dalam kondisi telanjang atau hanya memakai celana pendek, tim fatwa menjawab: Wudhunya sah, karena membuka aurat maupun hanya memakai celana pendek, tidaklah menghalangi sahnya wudhu. (Fatwa Lajnah Daimah, 5:235)

 

Ustadz Ammi Nur Baits

MOZAIK

Bolehkan Saat Berwudhu Berbicara?

ADA fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Ustaimin rahimahullah seputar hal yang banyak dipertanyakan di kalangan umat Islam ini.

Menurut beliau, berbicara saat wudhu tidaklah makruh. Hanya saja, sebenarnya hal itu menyibukkan seorang dari aktivitas wudhunya. Karena seorang ketika sedang berwudhu, seyogyanya menghadirkan perasaan ibadah; saat ia membasuh wajahnya, mencuci kedua tangan, mengusap kepala, dan kedua kakinya, hendaknya ia menghadirkan niat dalam hatinya.

Karena jika ia mengobrol, perasaan menghadirkan niat ini terputus, dan bisa mengganggu aktivitas wudhunya. Tidak menutup kemungkinan, akan datang perasaan was-was disebabkan obrolan itu.

Maka yang lebih utama, tidak berbicara sampai wudhunya selesai. Tapi kalaupun mengobrol, itu tidak mengapa.[]

Sumber: Silsilah Fatawa Nur ala Ad-Darb. Serial kaset nomor 344. Bab Thoharoh: Ma Yusannu Lahul Wudhu (Hal-hal yang disunahkan saat wudhu).

 

MOZAIK.INILAHcom

Jagalah Wudhu, Kelak Dia Akan Menjagamu

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokaatuh. Wudhu adalah syariat Allah dan sunah Rasulullah, walaupun tata caranya sangat mudah dan praktis, tetapi di dalamnya mengandung faedah yang sangat besar.

Sungguh kelak di hari kiamat Rasulullah akan mengenali umatnya dari bekas wudhu yang terpancar dari wajah dan telapak tangannya, pada hari itu pula orang-orang kafir tertunduk sesal dengan wajah yang hitam legam karena kekufuran mereka.

Tiada kebahagiaan kecuali hidup dalam sunah Nabi muhammad. Diantaranya “Almutathohhiriin” kecintaan Allah kepada hambaNya yang selalu menjaga kesucian dirinya, di antara selalu berwudhu.

Simaklah dengan iman kalam Allah ini, “Pada hari (kiamat) yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya” ( QS Ali Imron : 106-107 ).

Banyak keutamaan wudhu yang dijelaskan Rasulullah Saw. Antara lain sebagaimana diriwayatkan Thabrani dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jika seorang hamba menjaga salatnya, menyempurnakan wudhunya, rukuknya, sujudnya, dan bacaannya, maka salat akan berkata kepadanya, ‘Semoga Allah Swt menjagamu sebagaimana kamu menjagaku’, dia naik dengannya ke langit dan memiliki cahaya hingga sampai kepada Allah Swt dan salat memberi syafaat kepadanya.”

Dan berita gembira dari Rasulullah, “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi dan kedua tangan dan kaki mereka bercahaya, karena bekas wudhu” (HR Bukhari).

Kemudian ajakan Rasulullah, “Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan salat” (HR. Bukahri dan Muslim).

Dalam hadis lain, “Barangsiapa tidur di malam hari dalam keadaan suci (berwudhu) maka Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap Ya Allah ampunilah hambaMu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci” (HR Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.).

Setiap muslim juga harus senantiasa menjaga wudhu untuk menjaga izzah keislamannya, Rasulullah Saw bersabda, “Istiqomahlah kalian, walaupun kalian tidak akan mampu melakukannya secara hakiki (namun berusahalah mendekatinya), dan ketahuilah sebaik-baik amalan kalian adalah sholat, dan tidaklah ada yang menjaga wudhu kecuali dia seorang mukmin.” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Subhanallah tentu wudhu akan menjadi “thiibannafsi” energi yang sangat kuat mendorong pengamalnya untuk taat kepada Allah dan RasulNya.

Sahabatku, mulai saat ini berjanjilah untuk “dawaamul wudhu” senantiasa menjaga wudhu tidak hanya untuk salat. Semoga Allah wafatkan kita dalam keadaan berwudhu, husnul khotimah…Aamiin. [KH. Muhammad Arifin Ilham]

 

MOZAIK.INILAHcom

Wudhu Rasulullah tak Hanya untuk Shalat

Sungguh indah Islam. Betapa tidak, awal mula yang diajarkan dalam ibadah adalah tentang kesucian (thaharah), meliputi kesucian badan, pakaian, maupun tempat untuk ibadah. Baik kesucian dari hadats, maupun dari segala najis. Kesemuanya ini sebagai ritual seorang hamba ketika akan menghadap Rabb-nya yaitu dengan keadaan yang benar-benar suci.

Wudhu adalah satu cara seorang hamba menyucikan diri dari hadats kecil. Berwudhu wajib dilakukan bagi orang yang hendak menunaikan shalat karena termasuk syarat sahnya.

Rasul berkata melalui riwayat Tirmidzi, ”Kuncinya surga adalah shalat dan kuncinya shalat adalah wudhu,” dan riwayat Imam Ahmad, ”Tidaklah dianggap shalat bagi orang yang tidak berwudhu.”

Namun, Rasulullah melakukan wudhu tidaklah hanya ketika akan melaksanakan shalat. Beliau selalu mendawamkan wudhu dalam kesehariannya, yaitu senantiasa menjaga kesucian dengan cara selalu memperbarui wudhu ketika beliau hadats.

Kesunahan ini sangat dianjurkan. Sebuah pesan ajakan ittiba’ ini terekam dari perkataannya, ”Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dengan tanda ghurra yang bersinar (di wajahnya) karena atsar (bekas) dari wudhu. Barang siapa yang mampu untuk memperpanjang ghurra tersebut, maka lakukanlah.” (HR Muslim dari Abu Huraiah).

 

Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa asal kata ghurra adalah bintik-bintik putih yang berada di dahi kuda. Dan, dimaksudkan dalam hadis ini sebagai cahaya yang bersinar di wajah umat Muhammad.

Mendawamkan wudhu berarti menjadikan diri senantiasa dalam keadaan suci, suatu perbuatan yang amat dipuji oleh Zat Yang Mahasuci. Sebuah tanda ghurra di dahi umat akan segera menjelma dalam aura wajah setiap hamba Muslim di dunia ini, selain sebagai tanda keumatan di hari kiamat nanti ketika menghadap Allah SWT sesuai sabda Rasul di atas.

Berwudhu ini selain untuk menjaga kebersihan anggota badan dan kesucian dari hadats juga sebagai kesucian dari dosa-dosa yang kita lakukan.

Rasul berkata melalui riwayat Muslim, ”Jika seorang hamba Muslim atau Mukmin melakukan wudhu, kemudian membasuh wajahnya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh mata akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka dosa-dosa yang dikerjakan oleh tangan akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Jika membasuh kedua kakinya, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh kaki akan keluar bersama air yang mengalir hingga tetesan terakhirnya. Sehingga, keluarlah semua noda dosa sang hamba.”

Sebagai umat Muhammad, marilah kita mendawamkan wudhu sebagai ittiba’ kepadanya, sekaligus untuk menjaga kesucian diri serta penghapus dosa. Juga diharapkan akan menjelma menjadi mental kehidupan Muslim dan Mukmin dalam kehidupan kesehariannya yang senantiasa menjaga kesucian pergaulannya berupa akhlak karimah. Wallahu a’lam.

 

Oleh M Wakhid Hidayat

Berbicara Saat Berwudhu

Assalamualaikum Ustadz yang insya Alloh dimuliakan Allah..

Saya mau menanyakan hukum berbicara di saat kita sedang berwudhu. Apakah wudhu kita batal atau tidak? Mohon penjelasannya ustadz,jazakallah.

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Saudara Maulana yang dimuliakan Allah swt

Jumhur fuqaha berpendapat bahwa berbicara dengan orang tanpa adanya suatu keperluan disaat berwudhu adalah bertentangan dengan keutamaan. Akan tetapi jika terdapat suatu keperluan untuk dibicarakan karena jika tidak dibicarakan —saat berwudhu— dikhawatirkan hilang kesempatannya maka hal itu tidaklah termasuk kedalam meninggalkan adab.

Sementara itu para ulama Maliki berpendapat makruh berbicara disaat berwudhu selain daripada dzikrullah. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 12756)

Namun demikian berbicara disaat berwudhu tidaklah membatalkan wudhu orang tersebut meskipun perbuatan itu termasuk yang dimakruhkan karena bertentangan dengan keutamaan.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

 

sumber: EraMuslim.com