Mantan Karyawan Facebook Ungkap Sensor Pro-Palestina

Unggahan warga Palestina dihapus di Instagram pada serangan Israel di Gaza 10 Mei

Mantan karyawan Facebook, Ashraf Zeitoon mengungkapkan kebijakan perusahaan terkait penyensoran unggahan warga Palestina dan para aktivis. Saat menjabat sebagai kepala kebijakan Facebook untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (2014-2017), dia mengatakan Instagram dan Facebook sengaja dan sistematis membungkam suara Palestina.

Dia menunjukkan unggahan warga Palestina dihapus di Instagram sejak serangan Israel di Gaza pada 10 Mei lalu. Salah satu insiden itu muncul beberapa pekan lalu. Kala itu, pencipta merek Palestina, Aminah Musa memutuskan untuk membantu anak-anak Palestina dengan meluncurkan kampanye Instagram yang mengumpulkan makanan dan persediaan penting lainnya. Namun, tiba-tiba fitur pesan langsung Musa diblokir oleh Instagram.

“Saat sedang menjawab pesan langsung, muncul kalimat ‘Fitur ini tidak tersedia karena perlindungan komunitas kami,”  kata Musa yang tinggal di Chicago.

Pemblokiran itu diberlakukan pada 15 Mei, hari yang dikenal bagi warga Palestina sebagai Hari Nakba atau bencana yang mengacu pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari tanah mereka oleh kaum zionis. Kemudian Instagram memulihkan akses Paliroots ke pesan langsung pada hari yang sama ketika tentara Israel dan Hamas menyetujui gencatan senjata.

“Saya dapat mengonfirmasi ini bukan pertama kalinya Facebook melakukan tindakan seperti itu untuk menurunkan konten yang diyakini tim kebijakan kontennya sebagai spam yang menghasut atau tidak memenuhi syarat,” kata Zeitoon.

Dikutip Daily Sabah, Selasa (1/6), perusahaan lain juga melaporkan penyensoran menyusul pecahnya kerusuhan di Gaza. Pendiri Nominal, perusahaan perhiasan di Arizona mengatakan kepada VICE News penjualan menurun di bawah rata-rata sejak pesan solidaritas Palestina dirilis.

“Orang-orang tidak melihat unggahan atau cerita kami. Ini mengecewakan. Instagram adalah platform gratis. Orang-orang harus dapat menyuarakan pendapat dan pemikiran mereka tanpa dampak apa pun,” kata Akram Abdullah.

Zeitoon mengatakan keluhan tentang pengurangan yang signifikan dalam laporan pemboman di Gaza dan Yerusalem mungkin terkait dengan jangkauan pelambatan yang disengaja dan menyembunyikan tagar. Baru-baru ini, Facebook mengaku telah melakukan kesalahan dalam menghapus konten tentang Masjid Al-Aqsa yang menunjukkan serangan pasukan polisi Israel terhadap warga Palestina.

“Kami tahu ada kesalahan yang membatasi sementara konten untuk dilihat di laman tagar Masjid Al Aqsa. Kami sangat menyesal kepada semua orang yang merasa ini adalah bentuk pembungkaman suara yang disengaja. Ini tidak pernah menjadi niat kami dan kami juga tidak pernah ingin membungkam komunitas atau sudut pandang tertentu,” kata juru bicara perusahaan.

Dia menambahkan, kebijakan Facebook dirancang untuk memberikan suara kepada semua orang dan menerapkan secara setara. “Kami memiliki tim khusus yang mencakup penutur bahasa Arab dan Ibrani sehingga bisa memantau dengan cermat situasi di lapangan. Ini berfokus untuk memastikan kami menghapus konten berbahaya sambil mengatasi kesalahan penegakan hukum secepat mungkin,” tambahnya.

Dalam upaya untuk menarik perhatian warganet, pengguna Instagram mengunggah video dengan tagar #AlAqsa atau dalam bahasa Arab # الاقصى  # الأقصى. Namun, unggahan mereka dihapus atau disembunyikan dari hasil pencarian. Beberapa pemberitahuan mengungkapkan Instagram menghapus unggahan karena dikaitkan dengan organisasi yang melakukan kekerasan atau berbahaya.

Kasus lain, seorang karyawan melihat Instagram menghapus infografik yang menggambarkan situasi di Al-Aqsa karena hubungannya dengan kekerasan atau organisasi teroris. Setelah karyawan mengajukan keluhan dengan menulis pesan internal, akhirnya, konten tersebut berhasil dipulihkan setelah mengajukan keluhan. 

REPUBLIKA

Syeikh Ikrimah Shabri Ajak Warga Al-Quds Tolak Kebijakan Deportasi Penjajah

Pengkhotbah Masjid Aqsha, Syeikh Ikrimah Shabri mengimbau seluruh warga Al-Quds untuk tidak menyerah menghadapi kebijakan deportasi dan kesombongan Zionis untuk mengosongkan Al-Aqsha dari umat Islam. Ia menegaskan, kebijakan tersebut harus ditentang dan dihadapkan pada kehadiran dan pembelaan Masjid Aqsha Mubarak.

Dalam keterangan persnya, Syeikh Shabri menjelaskan tingkat penggerebekan dan penggerebekan yang dilakukan oleh pasukan Zionis dan kelompok imigran Yahudi ke Masjid Aqsha setelah perang “Saiful Quds”, untuk menutupi kekalahan mereka di Gaza, dan upaya balas dendam terhadap. warga Al-Quds yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa perang tersebut.

Khatib dan Imam Masjid Al-Aqsha mengatakan bahwa penjajah zionis terus melakukan kejahatan dan pelanggaran hak-hak masyarakat Al-Quds, melalui peningkatan kebijakan deportasi dari Masjid Al-Aqsha. “Tidak ada kebijakan di dunia, dan tidak ada hak bagi siapa pun untuk mengeluarkan seseorang dari tempat ibadahnya, dan tidak ada yang berani melakukannya kecuali penjajah Zionis, yang melanggar semua aturan dan norma hukum internasional,” katanya Palestina Information Centre.

Penggerebekan Al-Aqsha oleh sekelompok pendatang Yahudi menjadi bukti nyata bahwa Al-Aqsha bukan milik mereka, mereka meminta bantuan tentara Zionis dalam penggerebekan di Al-Aqsha, sambung Shabri.  Dijelaskan, PM ‘Israel’ Benjamin netanyahu sebenarnya memfasilitasi penggerebekan Al-Aqsha untuk memperkuat kontrol pendatang Yahudi atas Masjid Aqsha, sebagai langkah operasional kebijakan agama yang resmi dilakukan oleh pihak ‘Israel’.

Pasukan ‘Israel’ baru-baru ini meningkatkan intimidasi mereka terhadap penduduk Al-Quds, dan mendeportasi Muslim yang waspada dan penjaga keamanan Al-Aqsha dari masjid. Selain itu, pasukan ‘Israel’ meningkatkan penggerebekan luas di rumah-rumah Palestina, dan menangkap ratusan aktivis, beberapa di antaranya ditangkap selama beberapa minggu terakhir. *

HIDAYATULLAH

Saya akan Lindungi Masjid al-Aqsha Sampai Mati!

Seorang wanita secara sukarela berjaga untuk melindungi Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur dari serangan Israel.

Dia mengatakan dia akan terus mempertahankan situs suci Muslim itu sampai dia terbunuh atau wilayah Palestina yang diduduki dibebaskan dari pendudukan Israel.

Hatice Huveys, seorang guru berusia 44 tahun, menceritakan bahwa dia dan keluarganya mengalami penuntutan dan pelecehan oleh otoritas Israel saat menjaga masjid.

Huveys mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dia telah ditahan oleh pasukan Israel sebanyak 28 kali sejak 2014. 

Dia meneteskan air mata untuk pertama kalinya ketika pasukan Israel melepaskan jilbab dan mantelnya saat ditahan di penjara Israel sekitar empat tahun lalu.

Dia dijatuhi hukuman penjara selama 23 hari pada tahun 2017 atas tuduhan terkait dengan Masjid Al-Aqsa dan memprotes masuknya pemukim Yahudi ke situs tersebut.

Ketegangan terbaru dimulai di Yerusalem Timur yang diduduki selama bulan suci Ramadhan dan menyebar ke Gaza sebagai akibat dari serangan Israel terhadap jamaah di kompleks masjid titik nyala dan lingkungan Sheikh Jarrah.

Jet Israel telah melancarkan serangan udara di seluruh Jalur Gaza sejak 10 Mei, meninggalkan jejak kehancuran besar-besaran di seluruh wilayah pantai pada saat gencatan senjata dimulai pada Jumat pagi antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

Setidaknya 279 warga Palestina tewas hingga Sabtu, termasuk 69 anak-anak dan 40 wanita, dan 1.910 lainnya terluka dalam serangan Israel di Jalur Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

IHRAM

“Buldozer” yang Congkak Lagi Kejam

SEPANJANG sejarah upaya Zionis Yahudi mewujudkan ‘Eretz Yisrael’ di atas tanah Palestina, Ariel Sharon termasuk salah satu tokoh yang “tidak ada matinya.” Ia kerap muncul di setiap sejarah penting Israel.

Sharon dilahirkan di Kfar Maalal, sebuah daerah pertanian di Palestina bagian barat, pada tahun 1928. Wilayah itu dulu di bawah kekuasaan Inggris. Keluarga orangtuanya adalah imigran dari Rusia, pendukung kuat Zionis Israel. Dalam otobiografinya disebutkan, nama kecil Sharon adalah ‘Buldozer’.

Pada masa kanak-kanak ia telah bergabung dengan gerakan pemuda Zionis. Saat remaja belasan tahun ia menjadi anggota paramiliter Zionis. Sharon bergabung dalam dinas militer Israel sebelum genap usia 20 tahun dan ditunjuk menjadi komandan pleton. Ia ikut perang pertama antara pasukan Zionis dengan Arab tahun 1948.

Saat berkarir di militer maupun politik, Sharon dikenal sebagai seorang ‘hawkish’. Seseorang yang tidak sungkan menggunakan kekerasan dan kekuatan bersenjata untuk menghajar semua lawannya.

Namun di kemiliteran, ia paling dikenal dengan aksinya dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan peperangan Yom Kippur Oktober 1973. Ia salah satu komandan pasukan Zionis yang berhasil meraih kemenangan dari pasukan Arab dalam waktu singkat. Keberhasilannya itu menjadi salah satu legasi Sharon, yang hingga kini terus diajarkan dan ditularkan kepada para kadet angkatan bersenjata Israel.

Di dunia politik, ia mendirikan Partai Likud pada tahun 1973, yang hingga kini dikenal sebagai partai paling kejam dan keras terhadap rakyat Palestina. Lawan-lawan politiknya di Israel pun mengakui ke-hawkish-annya.

Setelah keluar dari Likud, ia membentuk Partai Kadima pada akhir 2005. Partai ini juga mendapat warisan sifat keras dari Sharon. Salah satunya bisa dilihat dari sepak terjang Tzipi Livni.

Meskipun perempuan, pemimpin Kadima itu adalah otak dan pengambil keputusan penting saat pasukan Zionis Israel menyerang Jalur Gaza akhir 2008 hingga pertengahan Januari 2009, yang dikenal dengan Operation Cast Lead.

Tidak kurang dari 1.500 orang –kebanyakan anak kecil, wanita dan orangtua– menjadi korban tewas dalam serangan 22 hari tersebut. Serangan pasukan udara, darat dan laut Israel itu baru dihentikan hanya satu hari sebelum Amerika Serikat melantik Presiden Barack Obama.

Dalam urusan pemukiman Yahudi, Sharon yang pernah menjabat sebagai Menteri Perumahan dan Pembangunan Israel tahun 1990-1992 dan Menteri Infrastruktur Nasional Israel tahun 1996-1999, tidak mengenal kata ilegal dalam kamusnya.

Semua pemukiman Yahudi yang dibangun, termasuk dengan cara merampas tanah milik warga Palestina, adalah sah.

“Setiap orang harus bergerak, lari dan ambillah sebanyak mungkin puncak bukit sebisanya, untuk memperluas pemukiman (Yahudi). Sebab, semua yang kita bisa ambil akan tetap menjadi milik kita… Apa saja yang tidak bisa kita ambil, akan jatuh ke tangan mereka,” kata Sharon, saat berbicara di hadapan militan dari kelompok ekstrim sayap kanan Partai Tsomet, ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, 15 Nopember 1998.

Congkak dan Kejam Kecongkakan Sharon dan kebenciannya terhadap orang Arab dan Palestina sudah mendarah-daging dalam dirinya sejak dulu.

Dalam wawancaranya dengan Jenderal Ouze Merham pada 1956, Sharon berkata, “Saya tidak tahu ada yang namanya prinsip-prinsip internasional. Saya bersumpah, akan saya bakar setiap anak yang dilahirkan di daerah ini. Perempuan dan anak-anak Palestina lebih berbahaya dibandingkan para pria dewasa, sebab keberadaan anak-anak Palestina menunjukkan bahwa generasi itu akan berlanjut. … Saya bersumpah, jika saya sebagai seorang Israel bertemu dengan seorang Palestina, maka saya akan bakar dia. Dan saya akan membuatnya menderita sebelum membunuhnya. Dengan satu pukulan saya pernah membunuh 750 orang Palestina (di Rafah tahun 1956). Saya ingin menyemangati prajurit saya agar memperkosa gadis-gadis Arab, karena perempuan Palestina adalah budak untuk Yahudi dan kami dapat berbuat apa saja yang kami inginkan kepadanya. Tidak ada yang boleh menyuruh kami apa yang harus kami lakukan, justru kami yang memerintah mereka apa yang harus mereka lakukan.”

Bicara tentang kekejaman Sharon dalam sejarah Zionis Israel, tidak akan lepas dari peristiwa pembantaian warga Palestina di pengungsian Sabra-Shatilla dan invasi pasukan Israel ke Beirut, Libanon, pada 1982 saat Sharon menjabat menteri pertahanan.

Dr. Ang Swee Chai, seorang perempuan warga China Kristen, yang dibesarkan dengan nilai-nilai anti-Islam dan Arab, serta mendukung penuh Yahudi dan Israel, bercerita cukup lengkap tentang kekejaman Israel di Sabra-Shatilla dalam bukunya “From Beirut to Jerussalem”.

Pembantaian Sabra-Shatilla terjadi pada September 1982, hanya beberapa hari setelah para pejuang Palestina menyerahkan senjata mereka dibawah perjanjian damai internasional. Mereka kemudian dideportasi dari Beirut, meninggalkan keluarganya ke perlindungan pasukan perdamaian internasional. Pasukan Israel kemudian menginvasi Beirut. Tidak kurang dari 3.000 wanita dan anak-anak yang tidak berdaya dikumpulkan di kamp pengungsian Sabra-Shatilla. Kemudian secara sistematis mereka dibantai begitu saja.

Pendudukan Beirut oleh pasukan Zionis berlangsung selama 70 hari. Lebih dari 30.000 orang kehilangan nyawanya. Pasukan Zionis menyerang secara membabi-buta. Makanan, air dan listrik seketika lenyap. Lebih dari 500.000 orang dipaksa meninggalkan rumahnya.

Berdasarkan perhitungan tentara Israel IDF, mereka menggunakan tidak kurang dari 960 ton amunisi untuk menghancurkan kota Beirut.

Dalam serangan ke Libanon tersebut, untuk pertama kalinya Israel menguji cobakan senjata baru, yaitu bom fosfor dan bom vakum.

Jika seseorang terkena bom fosfor maka tubuhnya akan terbakar selama beberapa hari. Apabila tubuhnya disiram air, maka pembakarannya akan bertambah parah dan berlangsung lebih lama.

Bom vakum tidak kalah mengerikan. Bom itu terbuat dari TNT yang berkekuatan besar. Jika dijatuhkan ke sebuah gedung, maka bangunan itu akan tersedot ke bawah, rontok menjadi puing. Ang Swee Chai melihat sebuah bangunan 11 lantai mengubur hidup-hidup sekitar 200 orang di Beirut.

Saat menjelaskan latar belakang dari penciptaan karya instalasinya yang berjudul “Ariel Sharon” Noam Braslavsky mengatakan kepada BBC, “Pria ini bukan seorang laki-laki biasa. Dia punya pengaruh yang sangat besar atas kehidupan dari semua orang yang tinggal di negeri ini (Palestina-Israel).” Mungkin ia benar. *

Keterangan: korban “jagal” Aiel Sharon di Shabra dan Satila

HIDAYATULLAH

Kaifa Haluk Yaa Sharon?

Seorang pria tua bersandar lemah di atas tempat tidur, di dalam sebuah kamar yang temaram. Matanya yang menua memandang ke depan dari celah kelopak yang sempit. Saat  pria berpiyama biru muda itu bernapas dengan lemah, perut dan dadanya yang berselimut kain warna putih tampak naik-turun dengan perlahan. Di punggung telapak tangan kanannya tertancap jarum dan selang, yang mengalirkan cairan dari botol infus di sisi kanan ranjangnya.
 
Hanya dua atau tiga orang saja yang diizinkan masuk untuk merawat laki-laki tua itu dalam sekali waktu.
 
Cobalah pegang tangannya, belai rambutnya yang memutih dan sapalah dia dengan bahasa orang Arab yang sangat dibencinya, “Kaifa haluk yaa Sharon?” Apa kabarmu Sharon?
 
Dia pasti tidak akan menjawab. Sebab, itu hanyalah sebuah patung lilin dalam ukuran sebenarnya sebagai representasi dari Ariel Sharon, mantan Perdana Menteri Israel ke-11.
 
Seni instalasi karya Noam Braslavsky tersebut pertama kali ditampilkan di Galeri Seni Kishon di Tel Aviv.

“Sebagai seorang seniman, adalah hak saya untuk memilih tokoh ini dan membawanya kembali menjadi kepala berita utama (di media massa),” kata Braslavsky, perupa Israel yang bermukim di Jerman.
 
Memang tidak banyak yang diketahui tentang Ariel Sharon, setelah diserang stroke pada 4 Januari 2006 yang menyebabkan koma hingga saat ini. Pada malam hari Sharon terkena stroke, seorang kru televisi Israel berhasil menangkap gambarnya yang sedang berada di belakang sebuah mobil ambulan, terbaring setengah duduk dalam keadaan sadar. Itulah gambar terakhir dari Sharon yang dimiliki media. Sebab setelah itu, keluarga Sharon sengaja menutup pintu rapat-rapat, atas informasi kondisi salah satu tokoh kontroversial dalam sejarah Zionis Israel itu.
 
Sementara Sharon palsu didatangi banyak pengunjung di Kishon Gallery, Sharon asli terbujur kaku tidak sadarkan diri beberapa kilometer jauhnya, di Chaim Sheba Medical Center, Tel Hashomer.
           
Hidup atau Mati

Dua hari setelah Sharon, yang akrab dipanggil Arik, terkena stroke berat sehingga otaknya dibanjiri darah, berbagai media internasional mengabarkan bahwa ia telah mati.
 
Hal itu wajar saja, karena setelah dinyatakan stabil pada 5 Januari 2006 oleh tim dokter di Rumah Sakit Haddasah, keesokan harinya Sharon dimasukkan lagi ke ruang operasi. Bahkan wakilnya, Ehud Olmert, telah ditunjuk sebagai pejabat sementara perdana menteri menggantikan tugas yang diemban Sharon.
 
Pada hari keenam, dokter berupaya membangunkannya dari keadaan tidak sadar, dengan cara mengurangi dosis obat anastesi. Ia pun kemudian bisa bernapas sendiri dengan bantuan respirator dan sedikit memberikan respon terhadap stimulus rasa sakit di lengan dan kakinya.
 
Tetapi, Sharon yang sudah berpindah rumah sakit tidak juga bangun, meskipun keluarga sudah memperdengarkan alunan musik klasik karya komposer Mozart kesukaannya –seperti yang disarankan oleh dokter. Ia tidak pernah membuka matanya, meskipun hasil tes CT scan menunjukkan otaknya tidak lagi mengeluarkan darah.
 
Hari berganti pekan, pekan berganti bulan. Sharon tidak lagi dikabarkan menderita pendarahan pada otaknya. Hanya saja, berbagai infeksi menyerang organ-organ tubuhnya yang lain secara bergantian. Dari otak, infeksi pindah ke paru-paru, ke ginjal, ke dalam darah, begitu seterusnya. Jantungnya yang diketahui bocor sejak sebelum koma, ikut memperburuk keadaan.
 
Bulan September 2008, dalam wawancara yang termasuk langka, profesor Zeev Rothstein yang merawat Sharon menceritakan keadaan pasiennya kepada Radio Angkatan Bersenjata Israel.
 
“Dia bisa menggerakkan matanya, atau satu jari atau beberapa jari… Dia dapat beraksi terhadap rasa sakit, terhadap suara anggota keluarga yang didengarnya. Reaksi-reaksi ini menunjukkan ia tidak sepenuhnya tidak sadar,“ jelas Rothstein.

“Seorang pasien yang terbaring di ranjang rumah sakit begitu lama, tidak akan pernah terlihat sama seperti saat ia sadar dan bisa berlari. Jadi, ia terlihat sangat berbeda,” kata Rochstein lagi.
 
Sejak itu, tim dokter yang merawatnya hanya menyampaikan dua kabar tentang Sharon. Yaitu, kondisinya memburuk karena ada gangguan pada organnya atau stabil, tapi tetap dalam keadaan koma.*

HIDAYATULLAH

Zionisme Versus Nasionalisme Palestina

Zionisme berasal dari bahasa Ibrani, zion, yang merupakan nama sebuah bukit barat daya Yerussalem. Kaum Yahudi percaya bahwa Mesias (al-Masih) akan menuntun kaum Yahudi menuju tanah yang dijanjikan. Tokoh besar Zionis antara lain Yahuda Al-Kalai (1798-1878 M) dari Sarajevo merupakan penggagas pertama berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina. Kemudian muncul Nathan Birnbaum (1864-1937 M) dari Austria yang menjadikan gagasan tersebut sebagai gerakan Zionisme. Yaitu suatu gerakan kolektif kaum Yahudi untuk kembali ke Istana King David di bukit Zion sebagai pusat negara kaum Yahudi yang akan didirikan.

Pada 1826, Izvi Hirsch Kalischer (1795-1874 M) menulis buku berjudul Derishat Zion yang berisi studi tentang kemungkinan berdirinya negara Yahudi di Palestina. Buku ini adalah salah satu bentuk dukungan penulisnya terhadap gagasan Al-Kalai. Pada tahun yang sama (1826), Moses Hess (1812-1875 M) dalam bukunya Roma and Jerussalem menyatakan bahwa migrasi kaum Yahudi ke Palestina merupakan solusi bagi problem kaum Yahudi di Eropa yang ketika itu tengah menjadi korban gerakan anti-Semit.

Salah seorang tokoh Zionisme terpopuler adalah Theodore Herzl (1860-1904 M) merupakan tokoh yang membesarkan sekaligus mempopulerkan ide pembentukan negara Israel. Memang betul bahwa gagasan Zionisme sudah ada sebelum Herzl, namun gelar “bapak Zionisme” justru diberikan kepada Herzl. Hal ini karena kemampuannya membakar semangat kaum Yahudi yang membuat mereka yang semula terpecah-pecah bisa bersatu kembali untuk membentuk sebuah gerakan internasional.

Herzl juga dikenal sebagai tokoh zionis yang paling visioner. Ia sangat percaya bahwa suatu saat nanti kaum Yahudi akan memiliki sebuah negara sendiri. Dalam bukunya Der Judenstaat yang berarti Negara Yahudi terbit 1896 tergambar keyakinannya yang sangat idealis akan terbentuknya sebuah negara Yahudi. Melalui sebuah kongres Zionisme yang dilakukan di Brussel, Swiss, pada 1897, Herzl menyampaikan gagasan tersebut kepada lebih dari 200 tokoh peserta kongres yang merupakan representasi kaum Yahudi dari berbagai negara.

Leon Pinsker (1821-1891 M), seorang tokoh Zionis pendahulu dikenal tidak begitu termotivasi oleh asosiasi keagamaan seperti yang tertuang dalam perjanjian lama (Taurat). Yang menjadi perhatian dan motivasinya adalah persoalan kenegaraan untuk orang-orang Yahudi, yang gagasannya tidak begitu berbeda dengan Herzl yang bercita-cita mendirikan sebuah negara bagi kaum Yahudi. Ini agar bangsa terpilih ini tidak menjadi minoritas dan mereka akan bebas mengembangkan dan mengekspresikan peribadatan dan kebudayaannya.

Dalam Der Judenstaat, Herzl menandaskan: “…kami adalah sebuah bangsa… sebuah bangsa…” ungkapan ini menggambarkan bahwa gerakan zionisme merupakan sebuah gerakan yang berlandaskan pada politik identitas bukan sebuah gerakan agama.  Tetapi dinamika politik berjalan mengarah pada penggunaan agama sebagai sarana untuk menguatkan politik identitas itu.

Akhirnya antara pemahaman agama dan tujuan untuk menguatkan identitas terjadi saling mengisi dan saling menguatkan. Hal itu dibuktikan dengan semakin kuatnya dukungan para agamawan Yahudi untuk mendukung Gerakan Zionisme yang di antaranya diekspresikan dalam suatu deklarasi yang kemudian popular dengan Deklarasi Balfour.

Arthur James Balfour (1848-1930 M) yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Inggris (11 Juli 1902 – 5 Desember 1905) merupakan pendukung kuat ideologi Zionisme dari kalangan non Yahudi. Atas desakan kaum Zionis Yahudi, ketika menjabat, ia menulis perjanjian rahasia untuk mendukung kaum Yahudi Kembali ke Palestina dengan syarat jika terjadi perang antara blok Inggris dan blok Turki Usmani, kaum Yahudi harus mendukung dana perang Inggris.

Karena saat itu Palestina di bawah kekuasaan Turki Usmani yang jika negara ini menang, maka mustahil kaum Yahudi bisa Kembali ke Palestina. Ketika Perang Dunia I pecah, sesuai perjanjian, kaum Yahudi mendukung Inggris, yang pada 1917 tanta-tanda kekalahan Turki Usmani sudah bisa diprediksi. Saat itulah surat rahasia Balfour yang akan mendukung kembalinya kaum Yahudi ke Palestina disiarkan ke Publik. Surat itulah yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Balfour.

Surat itu merupakan perjanjian yang merujuk kepada permintaan seorang Yahudi Inggris bernama Chaim Weizmann (1949-1952 M) yang menginginkan sebuah “rumah” untuk seluruh umat Yahudi. Perdana Menteri Inggris, David Lloyd George (1863-1945 M) harus memenuhinya sebagai konsekuensi perjanjian Balfour di atas. Sebelumnya, ia sempat menawarkan wilayah Uganda di Afrika untuk ditempati umat Yahudi.

Tawaran ini ditolak dan justru menyebutkan bahwa dia menginginkan Palestina. Perjanjian Sykes-Picot yang membuat Palestina berpindah tangan dari Turki Usmani ke Inggris membuat Chaim Weizmann berani untuk menolak tawaran itu. Akhirnya Balfour dan David L. George menuruti permintaan Weizmann, meski hal ini perlu dibicarakan kembali dengan para pemimpin Inggris lainnya.

Akhirnya kabinet Inggris menyatakan: bahwa Zionisme adalah salah satu sarana untuk memperkuat imperialisme Inggris di negara-negara Timur Tengah. Jasa Weizmann terbesar bagi Inggris adalah ia menemukan formula baru untuk persenjataan Inggris, yang popular dengan aseton, suatu senyawa untuk menghasilkan cordite, bahan eksplosif yang diperlukan guna mendorong kecepatan gerak peluru. Tanpa cordite ini, kemungkinan Inggris akan kalah dalam Perang Dunia I.

Dengan temuan Weizmann, aseton dapat diperbanyak. Untuk itulah perwira militer Inggris Winston Churcill (1874-1965 M) memanggil Weizmann ke Markas Besar Panglima lalu memintanya untuk menyiapkan 30.000 aseton. Weizmann siap melaksanakan perintah. Hal inilah yang membuat Wiezmann semakin penting bagi kemenangan Inggris. Oleh karena itu, David L. George langsung memikirkan reward yang layak untuk membalas jasa besar Weizmann ini.

April 1917, Amerika mengumumkan perang melawan Jerman. Perang ini dipicu oleh serangan Jerman ke 7 kapal dagang Amerika. Mendengar hal ini, Inggris khawatir bahwa Jerman akan berusaha mengambil simpati banyak pihak termasuk kaum Yahudi Inggris. Inilah alasan lain mengapa Inggris, menuruti permintaan Chaim Weizmann, yaitu demi mencegah Jerman mendapatkan simpati dari orang-orang Yahudi.

Oleh karena itu, Inggris pada 31 Oktober 1917 melakukan rapat kabinet. Awalnya, tidak semua anggota kabinet setuju terhadap rencana Inggris mendukung Zionisme. Lord Curzon (1859-1925 M), mantan Gubernur Jenderal Inggris di India, pada awalnya mempertanyakan hal ini. Begitu pula Edwin Montagu (1879-1924 M), Menteri Negara urusan India yang beretnik Yahudi, meyakini bahwa Zionisme justru akan membangkitkan anti-Semitisme. Penolakan lain juga ditujukan oleh tokoh Yahudi non-Zionis lainnya, seperti Claude Joseph Goldsmid Montefiore (1858-1938 M) yang merupakan keturunan Moses Hess (1812-1875 M), pendiri Zionisme kaum buruh di Prancis.

BINCANG SYARIAH

Takbir Iringi Keberangkatan Jenazah Imam asal Palestina menuju Gaza

Lautan takbir iringi jenazah Dr Fadi M R Albatsh,  Imam asal Palestina yang juga dosen di Malaysia sebelum diberhentikan di Surau Medan Idaman, Setapak  untuk dishalati.

Sekitar 2.000 jamaah hadir untuk ikut shalat dan memberi penghormatan terakhir kepada almarhum.  “Laillahaillallah, as-Syahid Habibullah” bergemuruh di Surau Medan Idaman, Setapak, ketika jenazah Imam  Fadi Al-Batsh dibawa ke kompleks surau.

Ikut hadir dalam shalat, para mahasiswa dan staf UniKL BMI dan Duta Besar Palestina Palestina Dr Anwar Al Agha. Anwar ikut bergabung dengan konvoi sekitar 10 mobil yang menyertai almarhum Fadi menuju bandara.

Suasana haru menyelimuti surau ketika ada jemaat menangis. Usai dishalati,  alhamrhum kemudian diberangkatkan menuju Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA).

Sebagaimana diketahui bahwa jenazah akan dibawa ke Gaza melalui Mesir.

Direktur Eksekutif Humanitarian Care Malaysia ( MyCARE) Kamarul Zaman Shaharul Anwar mengatakan bahwa jenazah  akan dibawa dengan menggunakan ambulance ke Perbatasan Rafah.

“Perjalanan akan memakan waktu sekitar lima jam ke Rafah, tiba di Rafah, akan dibawa ke Gaza, Palestina.

“Kedua orang tua dan saudara-saudara mereka akan menunggu mereka yang diharapkan tiba pukul 9 pagi,” katanya sebagaimana dikutip laman HMetro, Malaysia.

MyCARE mengaku akan ikut mengirim dua orang untuk mendampingi istri almarhum Enas Albatsh dan ketiga anaknya.

“Keluarga almarhum juga akan tinggal di Gaza, Palestina dan kami berharap perjalanan mereka akan dimudahkan,” katanya.

Jenazah Fadi dibawa keluar dari Rumah Sakit Selayang, pukul 12.45 siang  dengan ditutupi bendera Palestina.

Dr Fadi M R AlBatsh Fatma, yang juga pengajar di Universitas Kuala Lumpur British Malaysian Institute (UniKL BMI) ditembak dua pria asing hari Sabtu (20/04/2018) saat akan melaksanakan shalat Subuh.

Jenazah Fadi akan dibawa pulang ke Jalur Gaza, melalui Mesir melalui penerbangan Egypt Air yang dijadwalkan berangkat dari Bandara Kuala Lumpur (KLIA) pada 7 malam.

Sementara itu, penjajah Zionis mendesak pemerintah Mesir untuk tidak mengizinkan jenazah ilmuwan Palestina yang ditakuti Israel itu melewati pelintasan perbatasan Rafah menuju Jalur Gaza yang terblokade.

Menteri Perang Zionis Israel, Avigdor Lieberman, mengungkapkan hari Ahad (22/04/2018), Al-Batsh, katanya, sedang mengerjakan perbaikan roket-roket yang selama digunakan pejuang Hamas melawan penjajah.*

 

HIDAYATULLAH

Ini Lima Perusahaan di Permukiman Palestina dalam Daftar Kampanye Boikot

Sejumlah perusahaan masuk dalam daftar boikot oleh kampanye Boycott Divestment and Sanctions (BDS). Berikut lima di antaranya berada di wilayah permukiman Palestina, seperti dilansir dari situs resmi BDS.org:

 

 

  1. Soda Stream

Perusahaan soda ini mengubah air menjadi air mineral dan minuman rasa lainnya. Menurut CNN, penjualan produk mereka meroket dengan pendapatan senilai 436 juta dolar AS pada 2012. Pabrik Soda Stream terletak di area industri di wilayah permukiman Mishot Adumim.

Perusahaan ini mengklaim tak melanggar hukum internasional dengan beroperasi di wilayah permukiman. Sebab mereka mengatakan pabriknya mempekerjakan penduduk lokal Palestina.

Namun menurut situs WHO Profits, para pekerja Palestina di Soda Stream menderita karena kerja keras. Pekerja Palestina dipandang sebagai tenaga kerja murah untuk dieksploitasi.

 

2. Mapal Plastics

Sebuah perusahaan swasta Israel yang terletak dan dimiliki sebagian oleh Kibbutz Mevo Hama. Berada di permukiman di Golan yang diduduki.

Mapal memproduksi lembar dan gulungan polypropylene untuk kemasan, percetakan dan panel surya. Mapal bergerak di industri karet dan produk plastik.

 

3. Eden Springs Water

Eden Springs menyalurkan lebih dari 680 juta liter air di 18 negara, membuatnya menjadi salah satu penyedia air kemasan terkemuka di dunia. Perusahaan ini terus beroperasi di wilayah pendudukan ilegal di Dataran Tinggi Golan.

Pada 1983 pemerintah Israel memberikan persetujuan untuk produksi komersial air, dan dalam setahun pengusaha Israel Giorah Naftali mulai menempa korporasi yang tidak hanya makmur di Israel, tetapi meluas di seluruh Eropa.

Korporasi membeli dan membuat penawaran dengan berbagai perusahaan, termasuk superstar Danone dan Nestle.

 

4. Arava

Arava mengekspor buah, sayuran dan rempah organik dan konvensional. Beberapa produknya tumbuh di permukiman di Lembah Yordan di Tepi Barat yang diduduki, termasuk paprika, anggur, tomat, dan lainnya.

Arava juga mengekspor produk yang dikemas di rumah pengemasan di wilayah permukiman seperti Gigal, Netiv Hagdud, Mechola, Na’aran dan Ro’i. Perusahaan ini juga memiliki tanaman anggur di permukiman Ro’i dan mengekspor strawberi dan rempah-rempah dari Gaza.

 

5. G4S

G4S mengelola keamanan di Penjara Ofer di wilayah teritori Palestina yang diduduki. Mereka menyediakan layanan dan peralatan untuk menjalankan pemeriksaan dan membantu penjara Israel memenjarakan tahanan politik Palestina.

PBB mencap perusahaan ini sebagai perusahaan yang dikenal karena kekerasannya terhadap tahanan. Mereka sempat mengatakan akan memastikan praktik bisnisnya sejalan dengan kebijakan etika bisnis mereka.

Namun G4S belum mengindikasikan akan menghentikan pelayanannya di penjara Israel yang secara ilegal memindahkan tahanan Palestina. Penjara Israel terkenal dengan penyiksaan sistematis dan perlakukan buruk pada tahanan Palestina, termasuk anak-anak.

 

sumber: Republika Online

Akibat Pembantaian di Gaza, Eksportir Israel Rugi Diboikot

Perusahaan eksportir asal Israel harus menderita kerugian akibat ulah pemerintahnya yang tetap meneruskan pembantaian di Jalur Gaza. Sebuah perusahaan eksportir dari Israel mengakui jika perjanjian ekspor besar harus batal akibat serangan militer Israel yang telah menghabisi ribuan warga Palestina.

Perusahaan pembuat jus buah Priniv mengungkapkan kepada media berbahasa Ibrani, The Marker, seperti dikutip MINA, jika perjanjian untuk mengekspor jus buah segar ke Swedia telah dibatalkan. Pihak Swedia menolak untuk menerima impor tersebut karena jus itu diproduksi di Israel.

Konsumen jus segar di Belgia dan Prancis juga membuat permintaan serupa. Direktur Priniv Ido Yaniv mengungkapkan, adanya penurunan penjualan selama penyerangan Israel ke Jalur Gaza, seperti dilaporkan oleh Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) yang dipantau MINA.

Yaniv memprediksi jika perusahaannya akan menderita kerugian senilai 1,5 juta shekel akibat pembantaian di Gaza. Sebelumnya, banyak aksi boikot terhadap produk Israel yang tidak terungkap media oleh perusahaan-perusahan di Eropa. Mereka takut jika bisnis mereka diasosiasikan dengan rezim kolonialisme brutal dan apharteid yang ada di Israel.

Pada Februari, sebuah perusahaan Belanda dan sebuah perusahaan asal Italia menarik diri dari tender untuk membangun fasilitas pelabuhan di Israel.

Sementara itu, aktivis dari Lembah Yordania dari Tepi Barat, Palestina, telah melaporkan jika petani telah dikontak oleh penjual ritel dari Eropa untuk mengonfirmasi apakah mereka benar-benar berasal dari Palestina atau warga Israel.

 

sumber: Republika Online

Serdadu Zionis Lecehkan Gadis Palestina di Kompleks Masjidil Aqsha

BAITUL MAQDIS TERJAJAH, Jum’at (PIC): Ketegangan terjadi di Gerbang Damaskus Masjidil Aqsha, Baitul Maqdis terjajah pada Rabu (9/3) pagi lalu. Pasalnya, petugas keamanan Zionis memaksa seorang gadis Palestina melepaskan pakaiannya untuk digeledah. Seorang saksi mata wanita mengatakan pada Quds Press bahwa serdadu wanita ‘Israel’ memerintahkan gadis Palestina itu melepaskan pakaiannya di depan umum.

Tentu saja si gadis Palestina menolak menuruti perintah petugas keamanan Zionis itu. Hal itu mengakibatkan ketegangan di antara serdadu Zionis dan warga Palestina yang bergegas datang ke tempat kejadian untuk menolong si gadis.

Para saksi mata menyatakan, gadis Palestina itu meminta serdadu pria Zionis pergi saat ia akan melepaskan pakaiannya. Akan tetapi, si serdadu pria menolak pergi sehingga terjadi bentrokan antara para pemuda Palestina dan petugas keamanan Zionis yang menyemprotkan gas merica ke arah warga Palestina.* (PIC | Sahabat Al-Aqsha)

 

sumber: Sahabat Al-Aqsha7