Kelembutan Hati

Ada seorang syekh melihat seorang anak berwudhu di tepi sungai sambil menangis. Syekh tersebut bertanya, “Wahai anak, mengapa engkau menangis?”

Anak tersebut menjawab, “Saya membaca ayat Alquran, hingga sampai ayat: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim [66]: 6). Saya takut, jangan-jangan Allah memasukkan saya ke neraka.”

Syekh tersebut berkata, “Wahai anak kecil, kamu tidak akan disiksa, karena kamu belum baligh, jangan merasa takut, kamu tidak  berhak memasuki neraka.”

Anak kecil tersebut menjawab, “Wahai syekh, engkau adalah orang yang pandai, tidakkah syekh tahu bahwa seorang yang menyalakan api untuk satu keperluannya itu memulai dengan kayu-kayu yang kecil baru kemudian yang besar.”

Seraya menangis seorang syekh tersebut berkata, “Anak ini lebih takut kepada neraka daripada saya.”

Itulah gambaran kelembutan hati seseorang yang dibingkai dengan iman. Seorang yang betul-betul beriman dan senantiasa bertambah keimanannya akan semakin peka dan mudah merasai sesuatu, karena semua perkara akan dilihat dari kehendak-kehendak Allah, bukan dari kehendak-kehendaknya.

Seorang yang beriman kepada Allah pasti akan sedih apabila tidak dapat bersedekah karena tidak memiliki harta, akan takut apabila azab akan menimpa dirinya sewaktu-waktu, akan bersedih bila tidak mampu membantu orang-orang yang susah, akan meneteskan air mata kesedihan apabila melihat anak-anak yang terlantar, akan harap apabila nanti dimasukkan ke dalam surga, akan gembira apabila imannya terus kekal hingga ke penghujung usia, dan begitu seterusnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Demi Allah, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kamu akan sedikit tertawa dan akan banyak menangis.” (HR Tirmidzi).

Seorang Tabi’in pernah berkata, “Siapa diberi ilmu dan tidak membuatnya menangis maka lebih baik baginya untuk tidak diberi ilmu, kerana Allah telah menerangkan bahwa sifat orang yang berilmu itu adalah menangis.” (HR Ad-Daraami).

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah (karena kelembutan hatinya) adalah orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).” (QS Fathir [35]: 28). Wallahu a’lam.

 

 

Oleh H Imam Nur Suharno MPdI

sumber: Republika Online

Inilah Balasan Bagi Orang yang Sewenang-wenang kepada Anak Yatim

“Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (QS ad-Dhuha [93] :9)

Salah satu tuntunan yang ditekankan dalam upaya memuliakan yatim ialah menghindari perlakuan sewenang-wenang, baik berupa fisik maupun nonfisik. Larangan tersebut tertera jelas dalam surah ad-Dhuha di atas.

Ketua Yayasan Dinamika Umat Ustaz Hasan Basri Tanjung mengatakan, menghardik dapat diartikan sebagai sebuah kata verbal dan nonverbal. Hardikan dengan verbal artinya seseorang menghardik anak yatim dengan kata-kata kasar, mengejek, dan menghina mereka.

Sedangkan, hardikan dengan nonverbal artinya menghardik anak yatim dengan menzalimi secara tindakan atau perbuatan. Sekalipun bertutur kata lembut, tak pernah memberikan makan dan pakaian yang layak bagi anak yatim.

Menghardik dengan perbuatan pun dilakukan bagi mereka yang bertanggung jawab memelihara anak yatim, tetapi memakan hartanya. Mereka seharusnya mampu bertanggung jawab dengan pendidikan dan pertumbuhannya hingga dewasa.

Hasan pun menegaskan rujukan larangan tindakan lalim terhadap yatim pada surah ad-Dhuha di atas. Dalam surah tersebut dikisahkan juga Nabi Muhammad SAW yang menjadi anak yatim. Dia menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk tidak berbuat sewenang-wenang terhadap anak yatim. Lantaran, yatim berada dalam lindungan-Nya.

Perbuatan sewenang-wenang itu, ungkap Hasan, di antaranya, ucapan kasar, mencaci maki, mengabaikan keberadaan, hingga tidak peduli dengan kesusahan mereka. Dia mengutip pernyataan sosok pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, yang menyatakan percuma saja shalat, tetapi tidak dapat memuliakan anak yatim. Begitu juga dengan menelantarkan anak yatim sama saja dengan mendustakan agama.

Hasan menukilkan surah al-Ma’un. Surah tersebut memosisikan mereka yang menghardik yatim dengan pendusta agama. Celaka bagi mereka yang shalat, tetapi tidak peduli dengan anak yatim piatu. Dengan memelihara anak yatim piatu maka seorang Muslim, kesalehan individu, dan sosial bisa teraih.

Para pelaku kesewenang-wenangan terhadap yatim, ujar Hasan, akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Ini, antara lain, ditegaskan di surah an-Nisaa’ ayat 10. Allah mengganjar mereka yang memakan harta yatim secara lalim, sebenarnya menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala neraka.

Kedua, menghina anak yatim sama saja dengan menempuh jalan ke neraka. Karena, dengan menyakiti hati anak yatim, apa pun doa anak yatim akan dikabulkan oleh Allah SWT. “Doa baik dan buruk yatim akan dikabulkan,” katanya.

Dosen Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ustaz Ahmad Ilyas Ismail mengatakan, memuliakan anak yatim merupakan kewajiban setiap Muslim. Kewajiban tersebut bersifat sosial dan berlaku bagi sesama manusia.

Sehingga, bagi mereka yang bertindak kasar, baik dengan menghardik maupun perbuatan buruk lainnya, akan mendapatkan balasan yang sangat berat. Seperti penegasan surah al-Ma’un di atas, celaka bagi mereka yang shalat, tetapi menelantarkan anak yatim. “Ini bukan lantas berarti tidak shalat sama sekali,” katanya.

Menghardik tidak hanya kata-kata kasar, tetapi juga mengganggu mereka secara psikologis. Artinya, mereka bisa saja memberikan makan, tetapi dengan cara tidak santun dengan melemparnya. Begitu juga bagi keluarga yang bersedia memelihara mereka, tetapi justru menggunakan harta anak yatim untuk kepentingan pribadi.

Seharusnya, papar Ahmad, sebagai keluarga dan orang yang telah bersedia bertanggung jawab menjaga dan mendidik anak yatim, harus bisa menjaga harta yang dibawa anak tersebut. Setelah dewasa, mereka berkewajiban menyerahkan kembali harta milik anak tersebut.

Tetapi, jika mereka tetap bersikeras memakan harta tersebut, mereka termasuk dalam golongan yang melakukan dosa besar. Simak ayat kedua surah an-Nisaa’ berikut.

“Dan, berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah dewasa harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh tindakan menukar dan memakan itu adalah dosa yang besar,”.

Ahmad melanjutkan, Islam mendorong umatnya agar dapat mencintai anak yatim piatu. Sehingga, mereka mendapatkan balasan yang baik berupa kasih sayang dan kebaikan dari Allah SWT.

Menurutnya, sebaik-baik rumah adalah yang di dalamnya terdapat anak yatim piatu. Mereka tidak hanya memberikan rumah yang layak, tetapi juga pendidikan dan kesehatan layaknya seorang anak kandung.

Bersama Rasulullah Mencintai Anak Yatim

Menyantuni anak yatim merupakan kewajiban kita sebagai muslim. Jika Anda memiliki kelimpahan rezeki dari Allah SWT, sebaiknya Anda berbagi dengan mereka. Hal ini sebagai wujud rasa syukurkita kepada Allah SWT.

Sedekah yang kita berikan tidak akan mengurangi rezeki yang kita terima. Bahkan, Allah akan melipatgandakannya.  Rasulllah SAW yang terlahir yatim-piatu juga sangat mencintai anak-anak yatim.

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

« أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا »  وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً

Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.

Hadits tersebut menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim, sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang mengasuh anak yatim.

 

Sukarja dari berbagai sumber

Republika Ramadhan Fair, Isi Bulan Suci Lebih Bermanfaat

Harian Republika kembali menggelar Republika Ramadhan Fair (RRF) 2014 yang telah menjadi agenda tahunan, ada yang berbeda dalam penyelenggaraan kali ke-4 ini yakni acara akan berlangsung selama satu bulan penuh, 27 Juni-25 Juli 2014.

RRF 2014 dibuka oleh Wakil Ketua Masjid Agung Attin Agus Gunaedi Pribadi bersama Pemimpin Redaksi Harian Republika Nasihin Masha di Masjid Attin, Jakarta, Jumat (27/6).

Agus Gunaedi menjelaskan bahwa, poin penting dalam acara ini adalah, mefasilitasi kebutuhan umat sehingga dapat beribadah dengan kusyu dan meningkatkan keimanannya dengan ragam kegiatan positif.

“Dengan adanya RRF ini kita memperlihatkan dan buktikan bahwa selama bulan Ramadhan kita tidak menjadi lemas ataupun lesu karena berpuasa.” Ungkap Nasihin Masha disela acara pembukaan RRF. “Justru dalam bulan suci ini kita harus lebih banyak melakukan beragam kegiatan”, pungkasnya.

Tertarik mengisi ibadah puasa dengan cara yang berbeda dari sebelumnya? Mungkin Republika Ramadhan Fair menjadi salah satu alternatif pilihannya.

sumber: Republika Online

Begini Serunya Berbuka Puasa di Masjid Nabawi yang Penuh Berkah

Berbuka puasa di Masjid Nabawi, Madinah ada sensasi spiritual tersendiri. Di masjid ini, jamaah mendapat santapan berbuka, mulai dari kurma, roti, air putih, hingga ditawarkan kopi.

Detikcom merasakan sendiri pengalaman berbuka di Masjid Nabawi, Kamis (2/7). Di kota Nabi Muhammad yang disucikan ini, Masjid Nabawi adalah pusat bagi warga dan umat Islam yang sedang beribadah untuk berbuka puasa.

Tak heran kalau ribuan jamaah memadati masjid. Saat Ashar jamaah mulai penuh, tidak selengang saat zuhur. Lepas Ashar jamaah banyak yang bertahan di masjid dengan membaca alquran menunggu Magrib.

Jelang Magrib, sejumlah petugas masjid menyebar di beberapa titik. Mereka menghamparkan papan plastik, jamaah kemudian diminta duduk berhadapan.

Petugas kemudian membagikan untuk jamaah kurma, air putih, roti, dan yoghurt, serta menawarkan kopi. Di tengah kebersamaan itu, dengan jamaah lain pun berbagi, saling memberi isyarat. Apalagi petugas memberikan satu piring lagi kurma.

Detikcom sempat berbincang dengan bahasa Inggris dengan beberapa jamaah dari Turki dan Aljazair, mereka memang sengaja datang ke Madinah untuk merasakan Ramadan di tanah suci.

Jelang Isya petugas masjid membersihkan makanan. Mereka membungkus makanan yang tersisa. Tak lama, jamaah pun kembali ke shaf menghadap kiblat.

Salat Isya dilanjut dengan tarawih. Saat salat witir, yang disertai qunut imam menangis membacakan doanya. Para jamaah pun banyak yang ikut terisak. Suasana sungguh haru. Hingga selesai salat, banyak jamaah yang bersalaman dan berpelukan walau tak saling kenal.

 

sumber: Detik.com

Asbabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al Quran

Perhatian ulama akan ilmu Asbabun Nuzul sangatlah besar diantaranya, guru Imam Bukhari ( Ali bin Madani ), Al Wahidi . Al Jabari ( meringkas bukunya Al Wahidi).

Pedoman mengetahui asbabunnuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Muhammad sirin mengatakan : “Ketika kutanyakan kepada Ubaidah mengenai satu ayat Quran, dijawabnya: Bertakwalah kepada Allah dan berkata benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Quran itu diturunkan telah meninggal”. Menandakan kehati-hatian beliau dalam mengambil riwayat yang shahih, Asbabu Nuzul dari ucapan para shahabat yang bentuknya seperti musnad yang pasti menununjukkan Asbabun Nuzul. Imam syuyuthi menyatakan bahwa boleh ucapan Tabiin yang menunjukan Asbabun Nuzul diterima bila ucapan itu jelas. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabiin itu benar dan dari seorang Mufassir yang mengambil dari para shahabat, serta didukung oleh hadist mursal lainnya. (Baca:Ulumul Quran dan Sejarah Perkembangannya)

Definisi Asbabun Nuzul adalah berkisar pada dua hal yaitu:

1. Bila terjadi pada suatu peristiwa maka turunlah ayat Quran mengenai peristiwa itu hal seperti ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa ketika turun ayat 214: Rasulullah pergi naik ke bukit shafa lalu berseru.

2. Bila Rasulullah ditanya sesuatu hal maka turunlah ayat Quran menerangkan hukum menerangkan hukumnya. Sebagaimana Khaulah binti Tsa’labah dikenakan Zihar oleh suaminya, Aus bin Shamit.

Diantara ayat Al Quran yang diturunkan sebagai permulaan tanpa sebab mengenai akidah iman, kewajiban islam, dan syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al Ja’bari berkata : “Quran diturunkan dalam dua katagori: turun tanpa sebab dan turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan”.

Definisi Asbabun Nuzul: Sesuatu hal yang karenanya Qur’an diturunkan pada kejadian itu, baik berupa peristiwa ataupun pertanyaan.

Manfaat mengetahui Asbabun Nuzul adalah:

1. Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa karena sayangnya kepada umat.

2. Mengkhususkan dan membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum.

3. Apabila yang diturunkan itu lafazd umum dan terdapat dalil atas penghususannya maka pengetahuan mengenai Asbabun Nuzul itu membatasi penghususan hanya terhadap yang selain bentuk sebab. (Baca : Bagaimana Al-Quran Diturunkan?)

4. Cara terbaik untuk memahami makna Al Qur’an dan mengungkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak ditafsiri tanpa mengetahui Asbabun Nuzul.

5. Dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisian.

Lafadz umum menjadi pegangan, bukan sebab khusus.

Apabila ayat yang diturnkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesiau dengan sebab secara khusus maka yang umum diterapkan pad akeumuman dan yang khusus pada ke khususannya.

Contoh : QS. Al Baqarah: 222, anas berkata:” Bila istri-istri orang Yahudi haid, mereka keluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum dan didalam rumah tidak boleh bersama. Lalu Rasulullah ditanya tentang hal itu maka Allah menurunkan: mereka bertanya kepadamu tentang haid.

Contoh kedua: Al Lail: 17-21, diturunkan mengenai Abu Bakar. Kata Atqa adalah dari ismun tafdil artinya superlatif, maka bila tafdil itu disertai Al ‘Adiyah ( kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasuki itu telah diketahui maksudnya), sehingga ini dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat ini diturunkan. Kata sandang “Al” menunjukan umum bila ia berfungsi sebagai kata sambung (maushul) atau ma’rifatkan kata jamak. Sedangkan Al Atqa pada bukan kata ganti penghubung / kata jamak, melainkan tunggal. Sehingga menurut Al Wahidi: Al Atqa adalah Abu Bakar menurut pendapat para ahli tafsir.

Abu Bakar memerdekan budak sebanyak 7: Bilal, Amir bin Fuhairah, Nahdiyah dan anak perempuannya, Ummu ‘isa, dan budak perempuan Bani Mau’il.

Jika sebab itu khusus, sedangkan ayat yang diturunkan berbentuk umum maka para ahli usul berselisis pendapat: antara yang dijadikan pegangan itu lafdz yang umum atau sebab yang khusus?

1. Jumhur ulama ( pendapat yang paling shahih ) berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah adalah lafadz umum bukan sebab khusus. Misalnya ayat lian yang diturnkan kepada mengenai tudukan Hilal bin Umayyah kepda Istrinya, yag harus mendatangkan bukti walaupun terhadap istrinya sehingga datang Jibril dan menurunkan ayat An Nur: 6-9.

Hukum yang diambil dari lafadz umum ini ( dan orang orang yang menuduh istrinya) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain.

2. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab khusus alasannya lafadz umum menunjukkan bentuk sebab yang khusus.

Redaksi Asbabun Nuzul.

• Terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab, jika perawi mengatakan: “Sebab Nuzul ayat ini adalah begini”, mengunakan fa’ ta’qibiyah ( kira-kira “maka”. Yang menujukkan urutan peristiwa yang dirangkai dengan kata “turunlah ayat”. Seperti sabda Rasulullah: “Rasulullah ditanya tentang hal begini maka turunlah ayat ini “.سئل رسول الله عن كذا قنزلت الاية

• Terkadang berupa pernyataan tegas.

• Terkadang berupa pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya.

Sumber: Diringkas oleh tim alislamu.com dari Manna’ Al-Qaththan, Mabaahits fie ‘Uluumil Qur’aan, atauPengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 92 – 123.

 

sumber: Muslim Daily

Wisata Alam Sekaligus Reliji

Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1436 Hijriah (18 Juni – 16Juli 2015) Mekarsari Taman Buah menyelenggarakan sebuah event lomba yang bernuansa reliji dan promo Discount 50% untuk tiket masuk Mekarsari Taman Buah.

 

Event lomba yang diberi judul “Wisata Nuansa Liburan Reliji” ini bertujuan untuk mewadahi kegiatan seni budaya masyarakat pada bulan suci Ramadhan dan menjalin silaturahmi Mekarsari Taman Buah dengan masyarakat luas. Adapun bentuk lomba yang diselenggarakan seperti Lomba Adzan Anak, Lomba Da’i Cilik, Lomba Marawis dan Lomba Fashion Hijab.

 

“Wisata Nuansa Liburan Reliji” yang diselenggarakan sepanjang bulan suci Ramadhan 1436 Hijriah ini juga akan menghadirkan hiburan musik reliji lewat “Parade Musik Ramadhan” yang akan terus menghibur pengunjung selama berakhir pekan  dan “Seminar Beauty Clinic” bersama Khaifa (Duta Muslimah), Aliah Sayuti (Finalis Hijab Hunt) dan Cibubur Hijab Community yang mengajarkan pengunjung cara berhijab yang benar namun tetap dapat mengikuti trend fashion masa kini.

 

Tertarik ikut? Datang saja ke Mekarsari!

 

sumber: Irfan Hidayat/Tabloid Rumah

Presiden Jokowi Ajak Umat Islam Teladani Sifat Nabi Muhammad SAW

Presiden Joko Widodo mengajak umat Islam Indonesia untuk meneladani sifat-sifat dari Nabi Muhammad SAW. Ajakan ini disampaikan Presiden Jokowi saat berpidato dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara Jakarta Jumat malam (2/1). Dalam pidatonya Presiden meyakini, jika masyarakat mampu mendalami ajaran dari Nabi Muhammad SAW, maka Indonesia bisa menjadi negara yang beradab, makmur dan sejahtera.

Presiden mengatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, mengandung hikmah untuk meneladani pikiran, ucapan dan semua tindakan Nabi Muhammad SAW. Ia menambahkan jika kita  bisa meneladani Nabi Muhammad SAW dalam gaya hidup sehari-hari kita, ia  meyakini Indonesia bisa menjadi negara yang besar, makmur dan sejahtera.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, lanjut Presiden, harus lebih dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan peran umat Islam, menuju Islam yang mengedepankan nilai-nilai keadilan, keberadaban dan toleransi dengan sesama.

“Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW harus lebih kita maknai sebagai upaya untuk meningkatkan peran umat Islam menuju Islam yang rahmatan lil alamin, atau Islam yang memberi rahmat bagi semesta alam. Untuk itulah kita perlu membangun tatanan peradaban Islam yang peduli. Tatanan peradaban Islam yang menebarkan perdamaian. Tatanan peradaban Islam yang menebarkan keadilan dan toleransi,” kata Presiden Jokowi.

Di penghujung 2014, ada dua musibah besar yang melanda Indonesia. Yakni bencana longsor di Dusun Jemblung Desa Sampang Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah dan insiden jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 dalam penerbangan dari Surabaya menuju Singapura.

Presiden Jokowi dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini mengajak masyarakat Indonesia agar di awal tahun ini mendoakan warga korban bencana maupun musibah.

“Secara khusus, marilah kita mendoakan saudara-saudara kita yang meninggalkan kita, baik yang tertimpa musibah maupun yang tertimpa bencana. Semoga saudara-saudara kita yang wafat yang meninggal diterima amal ibadahnya dan diampuni segala khilaf dan salahnya. Dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” ajak Presiden Jokowi.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menekankan pentingnya akhlak dalam menegakkan panji-panji kehidupan umat manusia sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

“Misi kenabian Muhammad SAW yang paling utama adalah, menyempurnakan akhlak mulia. Sebagaimana sabda Beliau, ‘Aku diutus oleh Allah semata-mata untuk menyempurnakan akhlak mulia’. Akhlak adalah kunci pokok bagi tegaknya panji-panji kehidupan umat manusia. Suatu pembelajaran penting yang kita terima dari Nabi Muhammad SAW adalah, Beliau memulai segala sesuatunya dari diri sendiri,” kata Menteri Agama Lukman.

Sementara itu Sekretaris Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mukti menyambut baik tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

“Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW membuktikan komitmen Pemerintah dalam membangun kehidupan mental spiritual sebagai modal rohaniah bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita menjadi bangsa yang berkemajuan, hebat dan bermartabat,” kata Abdul Mukti.

sumber: VOA Indonesia