Muslim Harus Sikapi Perbedaan dengan Benar

PERBEDAAN pada hakikatnya adalah suatu keniscayaan dan sudah ada sejak awal perjalanan manusia. Manusia diciptakan dengan perbedaan, baik dari sisi suku, budaya, bahasa, lingkungan maupun kebiasaannya.

Secara eksplisit Allah menjelaskan dalam dalam surat Al-Hujurat ayat 13. Di samping asal muasalnya yang berbeda, manusia juga memiliki kebebasan untuk memilih apa yang menjadi keinginan dan tujuannya. Maka perbedaan adalah sebuah keniscayaan sebagai hasil dari prinsip kebebasan yang dimiliki oleh setiap manusia. Manusia terlahir dalam keadaan bebas dalam menenetukan pilihan jalannya dalam kehidupan. Dalam Asy-Syams ayat 7-10, Allah menjelaskan potensi positif dan negatif yang secara bersamaan ada pada diri manusia. Dengan demikian perbedaan merupakan sunnatullah (Yunus: 99)

Jika sudah sedemikian gamblangnya Alquran menggambarkan adanya perbedaan, maka tidak mungkin umat Islam diperintahkan untuk menghilangkan perbedaan itu, mengingat perbedaan adalah kehendak Allah. Tugas seorang Muslim kemudian adalah bagaimana menyikapi perbedaan tersebut dengan benar.

Perbedaan dalam Islam memiliki dua kategori; perbedaan pada masalah furuiyah dan usuliyah. Perbedaan dalam masalah furuiyah adalah perbedaan yang tidak mendasar dalam Islam. Masing-masing pendapat yang berbeda memiliki argumentasi (dalil) yang menjadi rujukan. Perbedaan antara satu pendapat dengan yang lain, bukan perbedaan antara benar dan salah, akan tetapi perbedaan antara benar dan lebih benar. Sikap terhadap perbedaan furuiyah adalah dengan menerima perbedaan sebagai bagian dari keragaman yang pada hakikatnya adalah sama. Hal yang harus dihindari adalah jangan sampai perbedaan furuiyah membawa pengaruh pada perpecahan agama.

Perbedaan jenis pertama ini sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para Sahabat. Di antara contohnya adalah: Perbedaan antara Abu Bakar dan Umar dalam menyikapi tawanan perang Badar. Abu Bakar membolehkan tebusan atas tawanan, semantara Umar meminta untuk membunuh tawanan tersebut. Rasulullah memilih pendapat Abu Bakar yang membolehkan tawanan untuk dibebaskan dengan uang tebusan. Kemudian Allah menurunkan ayat yang membenarkan pendapat Umar. Hal ini diabadikan dalam surat al-Anfal ayat 67-69

Perbedaan lain yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah adalah; perbedaan memahami perintah Nabi pada saat menuju Bani Quraizah: “Jangan kalian shalat Ashar kecuali di kampung Bani Quraizah”! Sebagian sahabat masih dalam perjalanan ketika waktu Ashar tiba. Mereka berbeda pendapat; sebagian ingin shalat Ashar di perjalanan karena sudah datang waktunya, sebagian lain ingin tetap shalat Ashar di Bani Quraizah. Kemudian Rasulullah tidak menyalahkan salah satunya.

Jenis perbedaan yang kedua adalah perbedaan dalam masalah usuliyah (prinsip). Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan aqidah, atau perbedaan dalam masalah-masalah yang sudah secara jelas dan rinci dijelaskan dalam Alquran dan Hadits. Dalam menyikapi perbedaan usuliyah adalah dengan toleransi yang bentuknya “membiarkan”.

Contoh perbedaan usuliyah adalah dalam masalah ibadah shalat, di mana setiap Muslim diperintahkan untuk mengikuti cara Nabi melaksanakan shalat. Kemudian muncul pendapat baru yang menyatakan bahwa pada saat shalat seseorang boleh membaca surat Al-Fatihah dan artinya demi meningkatkan kekhusyuan dalam shalat. Dalam menyikapi ini toleransinya adalah dengan membiarkan dan tidak membenarkan perbedaan tersebut.

Satu hal yang menjadi catatan adalah, agar setiap Muslim memiliki sikap yang tepat dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan yang bersifat furuiyah disikapi dengan membenarkan semua yang berbeda, sementara perbedaan usuliyah perlu ada sikap toleransi yang membiarkan tanpa membenarkan. Bukan sebaliknya, menyikapi perbedaan jenis pertama dengan penuh kebencian dan pertentangan, sebaliknya pada perbedaan jenis kedua seseorang begitu ramah, toleran, dan akomodatif, bahkan kadangkala menyebut semua perbedaan itu adalah sama dan benar. Semoga Allah menuntun sikap dan bentuk toleransi yang benar kepada seluruh umat Islam di dunia. [Abdul Ghoni, M.Hum/dakwatuna]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2363574/muslim-harus-sikapi-perbedaan-dengan-benar#sthash.nUJyIwmT.dpuf

3 Langkah Kala Ditimpa Musibah

SATU bukti manusia tak kuasa secara mutlak dalam hidup ini adalah hadirnya musibah dalam perjalanan hidup setiap manusia. Namun demikian, sebagian besar orang masih menjadikan tolok ukur akal dalam menimbang dan menentukan segala sesuatu termasuk musibah, sehingga alih-alih ingat dan kembali kepada Allah, sebagian malah semakin jauh dari ketentuan Islam.

Ketika anak secara mendadak terjatuh, luka bagian kepala dan mengucurkan darah segar begitu banyak yang membuat siapapun yang melihatnya akan shock, sebagian orang tua langsung menghardik buah hatinya. “Ya Allah, kenapa sampai seperti ini, kamu kok gak hati-hati, kan tadi sudah mama bilangin, jangan main di situ.” Padahal, musibah terjadi tanpa ada satu pun manusia akan ada yang mengetahui.

Dalam kata yang lain, tak ada gunanya menyalahkan apa dan siapapun kala musibah menimpa. Cukup kembalikan kepada Allah dengan mengucapkan “Innalillahi wainna ilayhi roji’un” sebagaimana Allah tegaskan di dalam Surah Al-Baqarah ayat 156.

Dari segi bahasa, “musibah” atau dalam dialek Arab diucapkan dengan mushabah dan mashubah, berarti “peristiwa yang dibenci yang menimpa manusia.”

Al-Qurthubi berkata, musibah sebagai semua peristiwa yang menyakiti kaum beriman. Dalam kehidupan keseharian, musibah mencakup bencana dan segala hal yang membawa kerugian dan kejelekan dalam pandangan manusia.

Dan, sebagai tempat ujian sementara, dunia tidak bisa bebas dari yang namanya musibah. Abu Al-Faraj Ibn Al-Jauzi mengatakan, “Seandainya dunia bukan medan musibah, di dalamnya tidak akan tersebar penyakit dan nestapa, takkan pernah ada kepedihan yang menimpa para Nabi dan orang-orang pilihan.”

Namun demikian, tidak berarti kehidupan dunia harus dihadapi dengan penesalan, kesedihan apalagi keputusasaan. Semua peristiwa datang dari dan diciptakan oleh Allah Ta’ala.

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid [57]: 22).

Artinya, sesuatu yang menimpa kehidupan umat manusia, terutama musibah hakikatnya telah Allah tentukan. Dan, karena itu harus disikapi dengan sabar dan lapang dada. Jangan ada ungkapan yang semakin menjerumuskan diri pada kehinaan dan kemurkaan Allah Ta’ala.

Tentu saja, sikap yang harus diusahakan adalah sabar dan lapang dada. Sayyidina Ali berkata, “Jika engkau bersabar, takdir akan tetap berlaku bagimu, dan engkau akan mendapatkan pahala. Jika engkau berkeluh kesah, takdir jug aakan tetap berlaku bagimu, dan engkau akan mendapatkan dosa.”

Lantas, apa yang harus kita lakukan saat mendapat musibah dalam kehidupan?

 

Pertama, Segera ambil tindakan disertai muhasabah

Kala diri ditimpa musibah, katakanlah terkilir, terluka, sakit atau apapun, maka bersegeralah mengambil tindakan pengobatan baik dengan mendatangi tempat berobat maupun ahli pengobatan. Hal ini penting karena bagian dari syariat Islam, berikhtiar menemukan solusi.

Misalnya, ketika secara tiba-tiba kaki anak atau kaki diri sendiri terkena kenalpot motor. Jangan buang momentum dengan penyesalan atau ungkapan negatif dengan menyalahkan siapapun, tapi segera dikompres dingin supaya panasnya tidak meresap ke dalam. Setelah dikompres, kemudian perawatan lukanya harus dicuci bersih tiap hari setelah itu keringkan, kemudian kasih salep untuk luka bakar. Ini jauh lebih efektif, luka tertangani, lisan terjaga dan lebih baik semua dilakukan diiringi memperbanyak doa.

Jadi, jangan sampai ada tindakan yang salah, apalagi dengan mengomel sampai akhirnya luka tidak segera ditangani, hati menjadi jengkel dan momentum menjadi berkurang bahkan hilang untuk segera melakukan penanganan yang semestinya.

Setelah penanganan usai dilakukan, barulah muhasabah, bagaimana musibah itu bisa terjadi. Oh…mungkin tadi terburu-buru, tidak fokus dan kurang hati-hati, sehingga ke depan bisa lebih hati-hati, sehingga ikhtiar menghindari kejadian buruk bisa diupayakan sedini mungkin.

 

Kedua, Tetap Positif Thingking

Sekalipun musibah adalah hal yang dibenci oleh manusia, dalam Islam musibah tak semata nestapa, ia juga kemuliaan yang amat dibutuhkan setiap insan beriman.

“Apabila Allah menginginkan kebaikan-kebaikan hamba-Nya, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan apabila Allah menghenndaki keburukan pada hamba-Nya maka Allah tahan hukuman atas dosanya itu sampai dibayarkan di saat hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)

Oleh karena itu, jangan pernah berprasangka buruk kepada Allah dengan musibah apapun yang dialami. Rasulullah bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian itu mati, kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim).

 

Ketiga, Jangan mengeluh dan mencela Musibah

Sebagai insan beriman, kita dituntun oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menyikapi musibah secara bijaksana, yakni dengan memandang hal tersebut secara proporsional. Sebab, musibah kadang menjadi pilihan Allah untuk mempercepat penempaan diri menjadi insan kamil, sekalipun sudah pasti di dunia ini no body is perfect.

 

Terlebih di balik musibah ada banyak kebaikan langsung dari Allah, seperti pengampunan dosa dan kebaikan-kebaikan lainnya.

“Tidak ada musibah yang menimpa umat Islam hingga sekecil duri menusuknya, melainkan Allah Azza wa Jalla akan menghapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Tidak ada yang menimpa seorang Muslim dari kepenatan, sakit yang menahun, kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, atau hanya tertusuk duri, kecuali dengan itu Allah hapus dosa-dosanya.” (HR. Bukhari).

“Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan anak Adam sebagaimana alat pandai besi itu dapat menghilangkan karat besi.” (HR. Muslim).

Subahanalloh, demikianlah Islam menjelaskan hikmah dari musibah, derita yang mendatangkan keberkahan dari sisi-Nya. Semoga Allah kuatkan diri kita dalam menghadapi musibah apapun, sehingga kita senantiasa mendapatkan rahmat dan ridho-Nya.*

sumber: Hidayatullah.com

———————————————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(No MLM, No Money Game, No Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com atau hubungi handphone/WA 08119303297

Ini Alasan Kenapa Doa belum Juga Dikabulkan?

‘BERDOALAH alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian,” demikian firman Allah, memberikan garansi kepada seluruh manusia bahwa Dia akan memenuhi dan mengabulkan setiap doa-doa yang kita panjatkan. Namun pada kenyataannya lebih banyak doa yang tidak dikabulkan. Mengapa bisa demikian?

Berdoa adalah salah satu bentuk perwujudan hubungan hamba dengan Tuhan, dimana si hamba yang tiada berdaya memohon kepada Tuhan Yang Maha Segalanya sehingga si hamba selalu sadar bahwa dirinya adalah hamba yang senantiasa memerlukan Tuhan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya bahkan untuk hidupun dia memerlukan Tuhan. Merendahkan diri dihadapan Allah lewat doa dan munajat meskipun doa tidak dikabulkan Allah akan membuat kedudukan kita mulia dihadapan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di hadapan Allah subhanahu daripada doa.” (At Tirmidzi).

Maka doa adalah ibadah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah, semakin banyak kita berdoa maka akan semakin banyak pula ibadah dan semakin dekat kita dengan Allah.

Doa juga merupakan senjata bagi orang beriman yang dapat melawan musuh baik yang nyata maupun yang gaib. Rasulullah bersabda: “Manusia yang paling lemah adalah orang yang paling lemah dalam berdoa dan manusia yang paling kikir adalah orang yang kikir dalam mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Hibban).

Lewat doa Allah memberikan bantuan kepada hamba-Nya dalam menghadapi berbagai persoalan hidupnya. Doa yang dipanjatkan dalam keadaan benar-benar diperlukan biasanya akan lebih dikabulkan Allah SWT.

Guru Sufi menganjurkan murid-muridnya untuk selalu berdoa kepada Allah dan Beliau mengatakan siapa yang tidak mau berdoa maka dia tergolong jenis manusia yang sombong. Hal ini sesuai dengan firman Allah :

“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan dirinya dari beribadah (berdoa) kepada-Ku akan masuk jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir: 60)

Dan Rasulullah SAW juga menegaskan dalam sebuah hadist : “Barangsiapa yang tidak mau berdoa (dalam riwayat lain: tidak mau meminta) kepada Allah subahanahu, niscaya Allah memurkainya.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah).

Mengapa doa tidak dikabulkan?

Sebenarnya bahasa yang lebih halus adalah kenapa Allah menunda doa kita? Dan sedemikian lamanya Tuhan menunda dan sedemikian banyak pula doa yang tertunda akhirnya kita mengambil kesimpulan bahwa Tuhan menolak doa kita. Sebelum berburuk sangka kepada Tuhan alangkah baiknya kita instropeksi diri, kira-kira apa yang menyebabkan Tuhan tidak mengabulkan doa kita :

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim berdoa dengan sesuatu yang bukan untuk suatu dosa atau memutuskan silaturrahmi melainkan pasti Allah akan memberikan salah satu dari tiga hal; disegerakan baginya pengabulannya, disimpan baginya di akhirat, atau dihindarkan darinya keburukan yang semisal dengannya.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 547, dari sahabat Abu Said Al Khudri )

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Setiap orang yang berdoa akan dikabulkan, hanya saja pengabulan itu berbeda-beda. Terkadang dikabulkan sesuai dengan permintaan, terkadang pula diganti dengan sesuatu yang lain.

Anda mungkin sudah sering membaca hadist tersebut dan anda merasa itu hanya untuk menyenangkan orang-orang yang doanya tidak dikabulkan. Andai cara anda berdoa sudah benar, zikir terlebih dulu dalam waktu tertentu, sudah shalat hajat dan seluruh rukun syarat doa telah dipenuhi akan tetapi doa anda belum dikabulkan Tuhan, maka saya ingin mengajak anda melihat dari sudut pandang lain.

Tuhan pasti mengabulkan doa untuk sesuatu yang kita perlukan dan Dia belum tentu mengabulkan doa untuk sesuatu yang kita inginkan. Memerlukan dengan menginginkan adalah dua hal yang berbeda. Misalnya anda menginginkan sebuah mobil kemudian anda berdoa kepada Allah, namun sekian lama berdoa Allah belum memberikan anda mobil jangankan yang baru yang bekas pakai pun tidak diberikan Tuhan. Ada apa? Coba dengan jujur tanyakan pada diri anda, apakah anda memang benar-benar memerlukan mobil atau hanya inginkedudukan lebih tinggi dari tetangga yang hanya memiliki sepeda motor atau hanya sekedar ingin merasakan bagaimana enaknya memiliki sebuah mobil. Coba anda renungkan dalam-dalam, andai Tuhan memberikan sebuah mobil, apakah anda siap dengan kebutuhan bensin dan biaya perawatan mobil dan apakah keuangan anda saat ini benar-benar bisa mengatasinya? Apakah anda sudah menghitung uang yang akan anda keluarkan jika anda benar-benar memiliki mobil?

Berdoalah yang jelas..

Penyebab lain kenapa doa tidak dikabulkan karena doanya tidak jelas. Contohnya, “Ya Allah mudahkanlah rizki bagiku..” Kira-kira semudah apa rizki yang anda inginkan? :

– Sebelum meminta sudah di kabulkan.

– Berusaha sedikit tapi hasilnya banyak.

– Tuhan mengarahkan anda kepada sumber rizki.

– Tuhan memberikan anda semangat sehingga walaupun gagal tetap berusaha.

Dari 4 point sederhana tersebut, kira-kira jenis “mudah” seperti apa yang anda inginkan, kalau point pertama itu jelas hanya dimiliki oleh para kekasih Allah yang sebelum mereka meminta Allah sudah menyiapkan segalanya. Jadi, doa anda harus lebih jelas dan detail agar Tuhan mengabulkan dengan jelas dan detail.

Contoh doa lain, “Ya Allah, berikanlah aku kekayaan..” ini juga tergolong doa yang tidak jelas yang membuat para malaikat bingung untuk mengirim kekayaan kepada anda (bercanda). Kaya seperti apa yang anda inginkan, apakah kaya hati atau kaya materi? Yup! Anda memilih kaya materi, kaya seperti apa? Kalau anda hidup di desa di balik desa yang jauh dari kota, memiliki sepeda motor dan punya rumah sederhana sudah dianggap kaya. Tapi kalau anda hidup dikota, dengan hanya punya sepeda motor anda akan tergolong orang biasa-biasa aja. Buat jenis kekayaan yang anda inginkan kemudian barulah anda meminta kepada Allah.

Doa yang baik adalah keinginan dari lubuk hati yang paling dalam dan anda bukan sekedar menginginkan tapi juga memerlukannya. Buatlah alasan keperluan anda ada hubungannya dengan Ketuhanan, misalnya Anda memerlukan sebuah kenderaan yang akan memudahkan anda dakwah atau memudahkan anda untuk berkarya dalam mengagungkan nama-Nya. Paling tidak juan anda anda memohon agar diberikan kenderaan agar keluarga anda bisa bersyukur atas nikmat dan karunia Allah.

Semua doa pasti dikabulkan

Guru Sufi memberikan nasihat : “Yakinlah engkau akan hasil PASTI tiap-tiap usaha spiritual (Doa, Shalat, Dzikir dll) akan tetapi engkau harus memiliki kesabaran untuk menantikan hasil-hasilnya”. Tuhan pasti mengabulkan doa yang anda panjatkan, iringi dengan zikir dalam waktu tertentu, ditambah dengan puasa dan dilakukan secara terus menerus niscaya Allah akan mengabulkan doa anda.

Saya selalu membayangkan rahmat Allah berupa apapun, baik materi maupun non materi, seperti air PAM yang terus menerus mengalir ke rumah kita. Kapan pun kran dibuka maka air tersebut akan mengalir kepada kita. Selama kran ditutup maka air yang seharusnya memang mengalir mengikuti hukumnya tidak akan mengalir sama sekali.

Tanpa sadar seringkali kita menutup diri dengan Tuhan sehingga rahmat dan karunia Tuhan yang setiap saat menunggu di depan pintu ikut tertutup. Bukalah penutup itu dengan doa, dzikir, shalat hajat dan ikhtiar agar semua karunia itu bisa mengalir kepada anda. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2362615/ini-alasan-kenapa-doa-belum-juga-dikabulkan#sthash.0swsYGtJ.dpuf

 

———————————————————————————————
Anda sering mengirim paket lewat jasa JNE? Download APLIKASI ANDROID ini agar bisa ngecek tarif JNE tanpa koneksi internet. Download di sini!


 

Takwil Mimpi Buruk

Assalamu’alaikum

Mas, bisa tafsir mimpi? Aku to mimpi aneh. Aku mimpi terbang. Kecepatannya tinggi. Pas terbang aku takut trus ndremimil baca solawat. Gitu trus sampe bangun. Kemarin2 pernah mimpi serem banget trus aku baca solawat trus2an. Tafsirnya apa ya mas?

Ust. Wahyudi Abdurrahim

Waalaikum salam

Itu mimpi buruk. Tidak ada takwilnya. Mimpi buruk umumnya dari jin yang iseng mengganggu orang tidur. Jika Anda mimpi buruk, ada beberapa hal yang harus dilakukan.

  1. Meludah kekiri 3 kali.
  2. Membaca taawudz sebagai permohonan perlindungan dari Allah saw atas gangguan setan sebanyak 3 kali. Bacaan ta’awudz sebagai berikut:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

  1. Mengubah posisi tidur.
  2. Tidak menceritakan mimpi buruk kepada orang lain.

Terkait dalil etika mimpi buruk, sebagai berikut:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِىٌّ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْتُ فِى الْمَنَامِ كَأَنَّ رَأْسِى ضُرِبَ فَتَدَحْرَجَ فَاشْتَدَدْتُ عَلَى أَثَرِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلأَعْرَابِىِّ « لاَ تُحَدِّثِ النَّاسَ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِكَ فِى مَنَامِكَ ». وَقَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- بَعْدُ يَخْطُبُ فَقَالَ « لاَ يُحَدِّثَنَّ أَحَدُكُمْ بِتَلَعُّبِ الشَّيْطَانِ بِهِ فِى مَنَامِهِ .

Artinya: Dari Jabir ra, ada seorang Arab badui datang menemui Nabi kemudian bertanya, “Ya Rasulullah, aku bermimpi kepalaku dipenggal lalu menggelinding kemudian aku berlari kencang mengejarnya”. Nabi saw bersabda kepada, “Jangan kau ceritakan kepada orang lain ulah setan yang mempermainkan dirimu di alam mimpi”. Setelah kejadian itu, aku mendengar Nabi menyampaikan dalam salah satu khutbahnya, “Janganlah kalian menceritakan ulah setan yang mempermainkan dirinya dalam alam mimpi” (HR Muslim)
Rasulullah saw juga bersabda:
إذا رأى أحدكم الرؤيا يكرهها، فليبصق عن يساره ثلاثا وليستعذ بالله من الشيطان ثلاثا، وليتحول عن جنبه الذي كان عليه

“Jika kalian mengalami mimpi yang dibenci (mimpi buruk) hendaklah meludah kesebelah kiri tiga kali, dan memohon perlindungan dari Allah dari godaan setan tiga kali, kemudian mengubah posisi tidurnya dari posisi semula.” (HR. Muslim)

 

وإن رأى ما يكره فليتفل عن يساره ثلاثا وليتعوذ بالله من شر الشيطان وشرها، ولا يحدث بها أحدا فإنها لن تضره

Ketika kalian mengalami mimpi buruk, hendaknya meludah ke kiri tiga kali, dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan dan dari dampak buruk mimpi. Kemdian, jangan ceritakan mimpi itu kepada siapapun, maka mimpi itu tidak akan memberikan dampak buruk kepadanya.” (HR. Muslim). Wallahu a’lam

 

sumber: Sang Pecerah

 

———————————————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297

Istri Harus Taat Suami atau Orang Tua?

Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan —sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu. Di saat bersamaan, ayahanda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya.

Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu.” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisinya itu kepada Nabi SAW. Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, “Taatilah suami kamu.” Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami.

Kisah yang dinukil oleh at-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema.

Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al Jami’ fi Fiqh An Nisaa’ mengatakan, seorang perempuan sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya.

Namun, menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ketaatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama.

Oleh karena itu, kata dia, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun kepadanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pascamenikah maka saat itu juga, anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melain kan menjadi tanggung jawab suami. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se ba hagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS an-Nisaa [4]: 34).

Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini —dengan kemajuan teknologi— bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya.

Al-Qaradhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Mahakuasa.” (QS al-Furqan [25]: 54).

Ia menyebutkan, beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwa yatkan oleh al-Hakim dan ditashih oleh al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri? Rasulullah menjawab, “(Hak) Suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, sedangkan bagi suami hak siapakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “(Hak) Ibunya.”

 

sumber: Republika Online

 

———————————————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297

Tiga Alasan Mengapa Istri Rasulullah SAW Lebih dari Empat

Rasulullah SAW memiliki istri lebih dari empat, sejumlah riwayat menyebutkan istri beliau ada 11 orang.

Fakta tersebut memicu cibiran sejumlah kalangan, tak terkecuali orentalis yang hendak memojokkan Islam. Mereka beranggapan, pernikahan tersebut berseberangan dengan tuntunan ajaran Islam itu sendiri yang membatasi pernikahan hanya empat istri saja, seperti ditegaskan dalam surah an-Nisaa’ ayat 3.

Namun, menurut Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta, anggapan negatif tersebut mudah dipatahkan dengan sejumlah argumentasi yang cukup logis dan rasional. Setidaknya ada tiga alasan sederhana mengapa Rasulullah memutuskan menikah lebih dari empat.

Alasan yang pertama, pernikahan tersebut karena faktor sosial. Pernikahannya dengan Khadijah yang dengan selisih umur yang cukup jauh, saat menikah Rasulullah berumur 25 tahun, sedangkan Khadijah sudah 40 tahun.

Lalu pernikahannya dengan Saudah binti Zam’ah yang berstatus janda anak empat adalah dengan tujuan mencarikan ibu pendamping yang bisa mengurus keempat anaknya tersebut.

Pernikahan Rasul dengan Khafshah binti Umar bin Khattab, adalah untuk menghormati Umar, pernikahannya dengan Zainab bin Khuzaimah adalah untuk mengayomi Zainab yang ditinggal syahid suaminya saat Perang Uhud. Sementara saat menikahi Ummu Salamah adalah lantaran ia ditinggal wafat sang suami sementara ia memiliki banyak anak.

Terlihat dari pernikahan tersebut, Rasul menikahi para istri yang ditinggal suami mereka, entah karena syahid berperang atau akibat sakit, agar bisa memberikan pengayoman dan mengurus anak-anak mereka.

Alasan yang kedua, pernikahan Rasulullah didorong oleh faktor transendental (ilahiyah). Di antaranya pernikahan Rasul dengan Aisyah RA. Pernikahan ini berangkat dari wahyu yang datang dari mimpi. Sementara, pernikahan Rasul dengan Zainab binti Jahsy, yang tak lain adalah istri dari Zaid bin Haritsah, anak angkat Rasulullah, adalah bagian dari legalisasi hukum syariat tentang status anak angkat.

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun kelima hijrah. Alquran mencatat status hukum anak angkat dalam surah al-Ahzab ayat 4 dan 5.

Alasan yang ketiga, diantara faktor pemicu pernikahan Rasulullah juga ada aspek politik. Pernikahan tersebut untuk merekatkan persatuan dan menghindari permusuhan, atau membebaskan tahanan.

Di antaranya, pernikahan beliau dengan Juwairiyah binti al-Harits, pemuka Bani Mushthaliq dari Khaza’ah, yang ditahan umat Islam. Sementara pernikahan beliau dengan Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan memiliki pengaruh besar terhadap islamisasi dan mengikis perlawanan Abu Sufyan terhadap Islam.

Jadi, tuduhan bahwa pernikahan tersebut dilandasi nafsu birahi adalah tuduhan tak berdasar. Para perempuan tersebut rata-rata berstatus janda dan memiliki anak cukup banyak.

Dan, di antara hikmah lain dari pernikahan mulia tersebut adalah penghormatan dan meningkatnya derajat kabilah Arab lantara istri-istri tersebut berada dalam pengayoman dan suasana Ahlul Bait yang dimuliakan Allah SWT

“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Ahzab [33]: 34).

sumber: RepublikaOnline

 

———————————————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297