Ternyata Hewan Bisa Dengar Siksa Kubur?

MUNGKIN di antara pembaca ada yang pernah mendengar lolongan anjing yang panjang, menyayat malam yang sunyi. Jika itu terdengar di dini hari yang gerimis, kita akan segera ingat film-film yang dibintangi mendiang Suzana.

Tapi, mungkin saja itu karena mereka ketakutan akan sesuatu, atau menyatakan keprihatinan terhadap makhluk lain. Yang paling mungkin, bisa saja mereka melolong karena kasihan dengan para penghuni kubur yang tengah mengalami siksaan akibat perbuatan buruk mereka di dunia.

Diriwayatkan oleh Muslim dari Zaid bin Tsabit bahwa ia berkata, “Suatu hari kami sedang bersama Nabi di tanah pekarangan milik Bani Najjar. Saat itu beliau menaiki seekor keledai betina miliknya. Tiba-tiba binatang itu terperanjat kaget dan berhenti di dekat empat sampai enam kubur, dan hampir saja beliau terjatuh.

Beliau lalu bertanya, “Siapa yang tahu penghuni kubur-kubur ini?” Seorang sahabat menjawab,” Saya.” Beliau bertanya, Lalu kapan mereka mati? la menjawab, Mereka mati pada zaman jahiliah. Beliau bersabda, “Sesungguhnya umat ini akan diuji dalam kuburnya. Seandainya kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan berdoa kepada Allah agar Dia membuat kalian mendengar siksa kubur seperti yang aku dengar.”

Menurut para ulama, keledai yang sedang dinaiki Nabi tersebut sampai terperanjat kaget, karena mendadak ia mendengar suara orang-orang yang sedang disiksa di dalam kubur. Hanya saja makhluk yang berakal seperti jin dan manusia tidak bisa mendengarnya. Allah sengaja menyembunyikan hal itu dari kita supaya kita menguburkan mayat. Itulah kebijaksanaan dan kasih sayang Allah kepada kita, agar kita tidak takut mendengarnya.

Selama masih di dunia, kita tidak akan sanggup mendengar azab Allah yang ditimpakan kepadanya di dalam kubur. Bayangkan, ketika mendengar suara halilintar yang menggelegar atau gempa yang dahsyat saja banyak orang yang langsung mati. Apalagi jika sampai jeritan orang di dalam kubur yang sedang disiksa oleh malaikat dengan menggunakan palu dari neraka didengar oleh orang yang berada di dekatnya?

Rasulullah sendiri pernah menyatakan, “Seandainya seseorang mendengar suara mayat yang sedang disiksa, ia akan pingsan.” Itu baru siksa yang ditimpakan pada orang-orang mukmin, apalagi dengan siksa yang ditimpakan kepada orang kafir. Kita senantiasa memohon keselamatan, ampunan, dan rahmat kepada Allah Yang Maha Dermawan.

Diceritakan bahwa pada suatu hari ada beberapa orang yang saleh mengubur mayat di sebuah desa bagian timur Isbiliyah. Sesudah itu mereka duduk-duduk santai di sebuah tempat. Tidak jauh dari tempat mereka, beberapa ekor kambing yang merumput.

Mendadak ada seekor kambing yang berlari menghampiri kubur tersebut. Ia mendekatkan telinganya seolah-olah sedang mendengarkan suara. Setelah itu ia lari terbirit-birit ke tempatnya semula dan bergabung dengan teman-temannya. Mendengar hikayat tersebut, Abul Hakam berkata, “Aku tiba-tiba jadi teringat akan kematian, dan ingat sabda Nabi, Sesungguhnya mereka sedang disiksa dengan azab yang bisa didengar oleh binatang.” []

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2377650/ternyata-hewan-bisa-dengar-siksa-kubur#sthash.NezckiSa.dpuf

 

Baca juga:

Bagaimana Selamat dari Siksa Kubur?

Benarkah Meninggal Hari Jum’at Terbebas dari Siksa Kubur?

Mengerikan, Siksa Kubur Berlangsung Hingga Kiamat

AZAB kubur yang dirasakan penghuni kubur ada dua macam, yaitu azab kubur yang terus-menerus sampai hari kiamat dan azab kubur yang bersifat sementara.

Di antara dalil yang menunjukkan adanya adzab kubur secara terus-menerus sampai hari kiamat adalah firman Allah Taala,

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada malaikat), Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (QS. Al-Mumin [40]: 45-46).

Fakhruddin Ar-Razi Asy-Syafii rahimahullah dalam kitab tafsirnya berkata,

“Demikian juga, disebutkannya (kata) “pagi dan petang” tidaklah menghalangi (bahwa yang dimaksud adalah) ungkapan atas (azab kubur yang berlangsung) terus-menerus, sebagaimana firman Allah Taala,

Bagi mereka rizkinya di surga itu tiap-tiap pagi dan petang. (QS. Maryam [19]: 62)” (Mafaatihul Ghaib, 27/522).

Adapun dalil dari As-Sunnah adalah hadis yang diriwayatkan dari Samrah bin Jundab tentang mimpi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadis yang panjang, di dalamnya diceritakan,

” Adapun orang yang kamu lihat mulutnya ditusuk dengan besi adalah orang yang suka berdusta dan bila berkata selalu berbohong, maka dia dibawa hingga sampai ke ufuq lalu dia diperlakukan seperti itu hingga hari kiamat. Adapun orang yang kamu lihat kepalanya dipecahkan adalah seorang yang telah diajarkan Alquran oleh Allah lalu dia tidur pada suatu malam namun tidak melaksanakan Alquran pada siang harinya, lalu dia diperlakukan seperti itu hingga hari kiamat ” (HR. Bukhari no. 1297).

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Ketika seorang lelaki berjalan dengan menggunakan jubahnya, dan berjalan dengan rasa sombong dengan rambutnya yang disisir, lalu ia ditelan (oleh bumi), dan ia akan tetap berguncang-guncang (di dalam perut bumi) hingga datang hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 5789).

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka orang-orang kafir tidaklah berhenti untuk diadzab kubur sampai hari kiamat. Kecuali mereka akan “istirahat” (tidur sejenak atau tidak diadzab) di antara dua tiupan sangkakala pada hari kiamat [1]. Hal ini berdasarkan firman Allah Taala,

“Dan ditiuplah sangkalala (yang ke dua), maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata, Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)? Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah rasul-rasul(Nya).” (QS. Yasin [36]: 51-52).

Di dalam Tafsir Jalalain dijelaskan,

“Karena mereka (orang-orang kafir, pen.) tidur -di antara dua tiupan sangkakala-, (yaitu mereka) tidak diadzab.” (Tafsir Jalalain, 1/584).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,

“Ubay bin Kaab radhiyallahu anhu, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan,Mereka tidur sebelum dibangkitkan. Qatadah berkata,Yaitu ketika di antara dua tiupan (sangkakala).” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/581).

Adapun orang-orang yang berbuat maksiat, namun masih beriman, maka ada di antara mereka yang diadzab secara terus-menerus sampai hari kiamat; dan ada yang diazab sementara waktu saja dan kemudian selesai. Hal ini mungkin disebabkan karena kecilnya dosa yang dilakukan, sehingga mendapatkan azab sesuai dengan kadar dosanya tersebut, atau mungkin juga disebabkan karena adanya doa, istighfar, sedekah, atau sebab-sebab yang lainnya. (Lihat Al-Imaanu bima Badal Maut, hal. 95-96).

Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, beliau menceritakan,

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam melewati dua makam, kemudian berkata,Sesungguhnya mereka sedang diazab. Tidaklah mereka diazab karena perkara yang besar (menurut pandangan mereka, pen.). Adapun salah satunya, dia tidak melindungi diri dari air kencing. Sedangkan yang lain, dia suka berbuat namimah (adu domba.) Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah, dan membelahnya (secara vertikal, pen.) dan menancapkan setiap belahan ke masing-masing makam. Para sahabat berkata,Wahai Rasulullah, mengapa Engkau melakukan hal ini? Rasulullah bersabda,Semoga mereka diringankan adzabnya, selama (pelepah kurma ini) belum mengering.” (Muttafaq alaih).

Demikianlah pembahasan tentang dua jenis azab kubur, semoga Allah Taala menyelamatkan kita dari azab kubur yang mengerikan. [M. Saifudin Hakim/muslimorid]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2377648/mengerikan-siksa-kubur-berlangsung-hingga-kiamat#sthash.ElPHlO3R.dpuf

Dunia tidak Lebih Baik Dari Seekor Nyamuk

MUNGKIN Anda bersungut-sungut ketika membaca judul atau kalimat di atas. Benarkah dunia yang sebegitu besar dan indahnya lebih hina dari seekor nyamuk? Makhluk yang sering kita pandang tak berharga itu?

Makhluk kecil yang sering mengusik ketenangan kita. Ternyata ia mengalahkan kemegahan dan kebesaran dunia. Apa pasal? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus menyamakan persepsi terlebih dahulu.

Sebagaimana sudah maklum, bahwa pandangan orang terhadap dunia itu berbeda-beda. Di satu sisi, orang memandang dunia ini adalah surga, namun di sisi lain orang memandang dunia sekadar mampir ngombe saja. Perbedaan pandang ini bertolak dari perbedaan cara memahami makna kehidupan dunia itu sendiri.

Yang pertama mengartikan kehidupan dunia dengan kesenangan dan foya-foya. Sedangkan yang kedua mengartikan kehidupan dunia ini sebagai ladang amal dan ibadah. Jika yang pertama mereka akan berbuat apa saja demi tercapainya cita-cita, tanpa menghormati nilai-nilai kemanusian, bahkan dengan menghalalkan segala cara. Tipu, dusta, manipulsi, kolusi, dan korupsi adalah makanan sehari-hari. Bahkan membunuh pun bukanlah barang baru.

Mereka inilah sekumpulan orang yang tidak bernurani dan ingin menang sendiri. Orang yang hatinya telah mati dan tidak mengenal kasih sayang, yang kerjaannya hanya memperturutkan hawa nafsu belaka. Maka yang kedua adalah orang-orang berhati lembut, penuh kasih sayang, dan bernurani sehat.

Sejatinya, yang menjadikan nilai dunia lebih rendah dari nyamuk bukanlah karena dunia itu lebih jelek dari segi penciptaannya daripada nyamuk. Bukan, bukan karena itu. Sebab kalau dari sisi ini jelas dunia jauh lebih bernilai. Apa yang ada di dunia adalah semata-mata karunia dan nikmat dari Allah, sang Pencipta. Gunung, lautan, matahari, bulan, bintang, dan seterusnya adalah pemberian yang wajib disyukuri. Dan tanpa diragukan lagi, semua itu jauh lebih baik dan berharga dibanding nyamuk.

Tetapi yang menjadikan nilai dunia ini lebih rendah dari nyamuk adalah dikarenakan polah dan tingkah laku manusia itu sendiri. Lalu apa hubungannya dengan soalan ini? Ya jelas ada hubungannya, karena manusia adalah pemakmur dan penanggung jawab bumi. Terlebih-lebih mayoritas penduduk bumi berjenis manusia pertama, sebagaimana diuraikan di atas. Jadi, kesimpulannya adalah tingkah laku manusia itu lebih hina dan rendah dari pada tingkah laku nyamuk.

Dari Sahl bin Saad berkata, Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam pernah bersabda, “Seandainya dunia ini sama nilainya dengan sayap nyamuk di sisi Allah. Niscaya Ia tidak akan memberikan minuman dari dunia itu kepada orang kafir, meskipun hanya seteguk air” (HR. Tirmidzi. Syeikh Albani menshahihkan hadis ini).

Tapi, bagaimana mungkin manusia bisa lebih hina dan rendah daripada nyamuk? Bukankah manusia diberi kelebihan akal, sedangkan nyamuk tidak? Justru, di sinilah letak pokok persoalannya.

Jika manusia memang memiliki akal, kenapa ia mengganggu yang lain? Kenapa buang sampah sembarangan, misalnya? Kenapa pula merokok di sembarang tempat, bukankah ia punya mata, kenapa tidak digunakan? Lalu kenapa juga ada penebangan liar, perusakan alam dan pemusnahan satwa? Bukankah kerusakan yang terjadi di bumi ini sebagian besar adalah ulah tangan manusia? Bukankah error-nya ekosistem itu juga disebabkan manusia?

Belum lagi kerusakan moral: pembunuhan, pemerkosaan, pemerasan, penganiayaan, pencurian, dan seterusnya. Bukankah itu juga tingkah laku manusia? Ya, memang, kerusakan itu manusialah biang keladinya. Sungguh benar apa yang diberitakan Alquran.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar (Q.s. ar-Rm [30]: 41).

Itu pun masih ditambahi penyimpangan-penyimpangan agama yang dilakukan manusia. Kemusyrikan di mana-di mana. Kedustaan sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan larangan-larangan agama pun dianggap sepele. Lalu di mana akal manusia? Di mana pula mata dan telinganya? Kenapa tidak digunakan?

Pantaslah memang, jika manusia menjadi lebih hina dan rendah daripada nyamuk. Tingkah lakunya saja sudah tidak mencerminkan sisi kemanusiaan. Jika hal itu dilakukan oleh binatang kita bisa memaklumi, karena binatang tidak berakal. Kalau manusia? Adakah pembelaan yang pantas bagi orang yang tidak mau menggunakkan akalnya? Maka Allah mencela orang yang tidak mau menggunakan akalnya, bahkan menyebutnya lebih sesat dari binatang.

“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai (Q.s. al-Arf [7]: 179).

Itulah tingkah laku manusia jika tidak ada keimanan di dalam dadanya. Iman akan mengikat batin manusia dengan sang Pencipta, membuat hidupnya serasi dan seimbang antara tampilan luar dan dalamnya. Manakala hati kosong dari cahaya ilahi, manusia menjadi tidak terkendali. Sebab tidak ada pengikat antara dirinya dan Tuhannya. Itulah hal paling mendasar kenapa manusia seringkali tidak punya nurani.

Alih-alih menunaikan hak orang lain, hak dirinya yang asasi saja ia abaikan. Yang terpikirkan olehnya adalah bagaimana hidup senang. Hanya ada nafsu dalam benaknya. Kecintaannya kepada dunia telah membuat mata hatinya buta. Meskipun cahaya petunjuk terang benderang di depan matanya, ia tidak akan melihatnya. Tidak ada ketaatan dan kebaktian. Yang ada hanya ketamakan dan kerakusan. Inilah alasan kenapa Allah Azza wa Jalla memandang dunia ini hina, lebih rendah dari sayap nyamuk. Berikut ini alasan kenapa dunia disifati dengan kehinaan.

Kecintaan seseorang kepada dunia akan membuatnya mengagungkan dunia, padahal ia rendah di sisi Allah. Dan di antara dosa-dosa besar adalah mengagungkan sesuatu yang dianggap-Nya rendah.

Kecintaan seseorang terhadap dunia akan menjadikan tujuan hidupnya untuk dunia semata, sehingga ia akan melakukan segala cara untuk mewujudkannya. Bahkan sarana yang seharusnya ditujukan untuk mencari keridaan Allah dan akhirat pun ia tujukan untuk dunianya. Akibatnya, semuanya menjadi terbalik, dan hatinya menjadi berbalik arah ke belakang.

Kecintaan kepada dunia juga akan menghalangi seseorang melakukan amalan yang akan bermanfaat baginya di akhirat, karena ia terlalu sibuk oleh dunia yang dicintainya.

Kecintaan kepada dunia juga akan menjadikan seseorang terlalu bergantung pada dunia. Padahal seberat-berat siksa adalah karena dunia.

Jika kecintaan itu menjadikan seseorang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, maka ia termasuk sebodoh-bodoh manusia. Sebab ia mendahulukan kehidupan yang semu dari kehidupan yang hakiki.[Ustaz Abu Hasan Abdillah, BA., MA/muslimorid]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2377883/dunia-tidak-lebih-baik-dari-seekor-nyamuk#sthash.NpBJvM5Z.dpuf

Ini Bacaan Favorit Rasulullah SAW Jelang Tidur dan Khasiatnya

Rasulullah SAW memiliki kebiasaan membaca Alquran sebelum tidur. Beberapa kali ada sejumlah surah yang menjadi favorit Rasulullah dan dibaca pada malam hari, terutama jam-jam sebelum beliau beristirahat malam. Berikut ini daftar surah-surah Alquran yang rutin dibaca Rasul menjelang istirahatnya pada malam hari:

  1. Surah as-Sajadah dan al-Mulk. Ini merujuk riwayat Jabir bin Abdullah RA yang dinukilkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya. Menurut at-Tirmidzi, bahkan Rasul tak pernah melewatkan melewatkan malam hari tanpa membaca surah ini.
  2. Surah az-Zumar dan al-Isra’. Ini merujuk pada riwayat Aisyah RA yang dinukilkan at-Tirmidzi.
  3. Al-Mu’awwidzat atau surah-surah pelindung yang terdiri dari surah al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Naas. Seperti dijelaskan Aisyah RA dalam riwayat al-Bukhari, ketiga surah ini dibaca Rasulullah saat berada di atas tempat tidur sembari menengadahkan kedua telapak tangan, lalu kemudian meniupkan angin (usai membaca surah itu) ke arah kedua telapak tangan tersebut. Tak hanya terhenti di situ, Rasul kemudian mengusap bagian tubuh yang bisa terjangkau dengan kedua telapak tangan yang sudah terkena efek bacaan tadi. Dimulai dari kepala dan wajah lalu disusul dengan anggota tubuh lainnya sebanyak tiga kali.
  4. Surah al-Kafirun. Riwayat ini merujuk nukilan dari Abu Dawud yang disebutkan pula khasiatnya, yaitu menjaga dari bahaya syirik.
  5. Al-Musabbihat. Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan yang dimaksud dengan al-Musabbihat adalah surah al-Hadid, al-Hasyr, as-Shaf, dan at-Taghabun. Ini berdasarkan hadis riwayat at-Tirmidzi dari ‘Irbadh bin Sariyah.

Selain surah-surah di atas, Rasul juga mempunyai kebiasaan membaca ayat-ayat tertentu sebelum tidur pada malam hari.

Di antaranya adalah ayat ke-255 surah al-Baqarah atau yang dikenal dengan ayat kursi.

Hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah menjelaskan, khasiat membaca surah ini pada malam hari, terutama jelang tidur, yaitu Allah SWT akan mengutus penjaga baginya dan setan tidak akan berani mendekat.

Ayat lain yang merupakan favorit Rasulullah sebelum tidur adalah dua ayat terakhir surah al-Baqarah, tepatnya ayat 285 dan 286.

“Barang siapa membaca kedua ayat itu pada malam hari, niscaya akan dicukupkan baginya.” HR Bukhari dan Muslim dari Abu Mas’ud al-Badri. Makna dicukupkan dalam hadis tersebut, menurut Imam an-Nawawi, bisa bermakna diberi kesempatan bangun malam untuk tahajud, bisa pula dijaga dari setan, atau dihindarkan dari bencana, atau bisa pula mendapatkan semua keistimewaan tersebut.

 

REPUBLKA ONLINE

Menghidupkan Malam Nisfu Sya’ban

Sya’ban merupakan bulan yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa bersejarah. Peristiwa berpindahnya arah kiblat dari Masjidil Aqsha Palestina menuju Kabah (QS al-Baqarah: 144) terjadi di bulan Sya’ban. Turunnya ayat yang menganjurkan untuk membaca shalawat (QS. al-Ahzab: 56) di bulan Sya’ban. Diangkatnya catatan amal manusia juga di bulan Sya’ban.

Menelisik dari segi linguistik, al-Imam Abdurrahman al-Shafury dalam kitab “Nuzhat al-Majalis wa Muntakhab al-Nafais” mengatakan bahwa kata Sya’ban merupakan singkatan dari huruf shin yang berarti kemuliaan (al-syarafu), huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi atau terhormat (al-uluw), huruf ba’ yang berarti kebaikan (al-birr), huruf alif yang berarti kasih sayang (al-ulfah), dan huruf nun yang berarti cahaya (an-nur).

Menjadi tradisi umat Islam Indonesia menghidupkan malam Nisfu Sya’ban atau pertengahan bulan Sya’ban dengan ibadah. Pada malam Nisfu Sya’ban, umat Islam membaca Surat Yasin sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Dailami, Imam ‘Asakir, dan al-Baihaqy, Rasulullah Saw bersabda: “Khomsu layaalin laa turaddu fiihinna ad-da’watu. Awwalu lailatin min Rajaba wa lailatun-nishfi min sya’baana wa lailatul jum’ati wa lailatayil-‘iidaini.” Artinya: “Ada 5 malam di mana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam jumat, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha.”

Man ahya lailatal-‘iidaini wa lailatan-nishfi min sya’baan lam yamut qalbuhu yauma tamuutul-qulub.” Artinya: “Siapa saja yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu Syaban, niscaya tidaklah akan mati hatinya pada hari dimana pada hari itu semua hati menjadi mati”.

Wa qad jumi’a du’aa’un ma’tsuurun munasibun li haalin khaashin bi lailatin-nishfi min sya’baana. Yaqra’uha al-muslimuuna tilkal-lailata al-maimuunata furaadaa wa jam’an fii jawaami’ihim wa ghairiha. Yulaqqinuhum ahaduhum dzalikad-du’aa aw yad’uu wa hum yu’minuuna kama huwa ma’lum. Wa kaifiyatuhu: tuqro’u awwalan qabla dzalikad-du’a ba’da shalaatil maghrib suuratu Yasin.”

Artinya: “Sungguh telah dikumpulkan doa mathur yang terkait khusus dengan malam Nisfu Syaban. Doa tersebut dibaca oleh para muslimin pada malam yang diberikan anugerah, baik secara sendiri-sendiri maupun berramai ramai. Seorang dari mereka membacakan (mentalqin) doa tersebut dan jamaah mengikutinya atau ada juga salah seorang yang berdoa dan jamaah mengaminkan saja sebagaimana maklumnya. Adapaun caranya: membaca surat Yasin 3 x setelah magrib, baru dilanjutkan dengan berdoa”

Tidak semua umat Islam Indonesia sependapat dengan tradisi menghidupkan malam Nisfu Syaban. Untuk itu, sikap saling menghormati perlu dikedepankan. Terlebih, amaliah menghidupkan malam Nisfu Sya’ban merupakan persoalan fur’iyyah yang diisi ibadah untuk mempertebal keimanan. Wallahu a’lam

Oleh: Faruq Hamdi, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU DKI Jakarta & Staf Komisi Dakwah MUI Pusat

 

REPUBLIKA ONLINE

Harun Ar-Rasyid Tegas Memberantas Korupsi

Dalam menjalankan roda pemerintahan, Harus Ar-Rasyid tak mengenal kompromi dengan korupsi yang merugikan rakyat. Sekalipun yang berlaku korup itu adalah orang yang dekat dan banyak berpengaruh dalam hidupnya. Tanpa ragu-ragu, ia memecat dan memenjarakan Yahya bin Khalid yang diangkatnya sebagai perdana menteri (wazir).

Harun pun menyita dan mengembalikan harta Yahya senilai 30,676 juta dinar hasil korupsi ke kas negara. Dengan begitu, pemerintahan yang dipimpinnya bisa terbebas dari korupsi yang bisa menyengsarakan rakyatnya. Pemerintahan yang bersih dari korupsi menjadi komitmennya.

Sang khalifah benar-benar memperhatikan dan mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Guna meningkatkan kesejahteraan negara dan rakyat, Harun Ar-Rasyid memajukan ekonomi, perdagangan, dan pertanian dengan sistem irigasi. Kemajuan dalam sektor-sektor ini menjadikan Baghdad, ibu kota pemerintahan Bani Abbas, sebagai pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu. Karenanya, negara memperoleh pemasukan yang besar dari kegiatan dagang tersebut, disamping perolehan dari pajak perdagangan dan pajak penghasilan bumi.

Pemasukan kas negara yang begitu besar itu tak dikorup sang khalifah. Harun Ar-Rasyid menggunakan dana itu untuk membiayai pembangunan sektor-sektor lain, seperti pembangunan Kota Baghdad dengan gedung-gedungnya yang megah, pembangunan sarana-sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, serta membiayai pengembangan ilmu pengetahuan di bidang penerjemahan dan penelitian.

Dari uang kas tersebut, negara juga mampu memberi gaji yang tinggi kepada para ulama dan ilmuwan. Mereka ditempatkan pada kedudukan status sosial yang tinggi. Setiap tulisan dan penemuan yang dihasilkan ulama dan ilmuwan dibayar mahal oleh negara. Dengan pendapatan negara yang melimpah ini, Khalifah Harun Ar-Rasyid dan para pejabat negara juga dapat memperoleh dan menikmati segala kemewahan menurut ukuran zaman itu. Sebab, kehidupan rakyatnya juga berada dalam kemakmuran dan kesejahteraan.

Kemakmuran dan kesejahteraan yang dicapai pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid tidak terlepas dari kemampuannya dalam menjaga keutuhan wilayah yang dikuasainya. Di  masa kepemimpinannya, Abbasiyah menguasai wilayah kekuasaan yang terbentang luas dari daerah-daerah di Laut Tengah di sebelah Barat hingga ke India di sebelah Timur.

Berbagai pemberontakan pun tercatat sempat terjadi di era kepemimpinannya. Pemberontakan yang sempat terjadi pada masa kekuasaannya, antara lain, pemberontakan Khawarij yang dipimpin Walid bin Tahrif (794 M), pemberontakan Musa Al-Kazim (799 M), serta pemberontakan Yahya bin Abdullah bin  Abi Taglib (792 M).

Salah satu puncak pencapaian yang membuat namanya melegenda adalah perhatiannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada masa kepemimpinannya, terjadi penerjemahan karya-karya dari berbagai bahasa. Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam. Menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Pada era itu pula berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan dan peradaban yang ditandai dengan berdirinya Baitul Hikmah perpustakaan raksasa sekaligus pusat kajian ilmu pengetahuan dan peradaban terbesar pada masanya. Harun pun menaruh perhatian yang besar terhadap pengembangan ilmu keagamaan.

 

REPUBLIKA ONLINE

Antara Hermeneutika Dan Ushul Fikih

Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M:

Ada sebuah penelitian yang ditulis oleh Bisri Tanjung dan dirilis jurnal Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi’I Jember. Judul penelitiannya sangat unik, yaitu “HERMENEUTIKA HADIS YUSUF QARDAWI (Studi Analisa Terhadap Metodologi Interpretasi Qardawi). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa beliau adalah seorang tokoh Hermeneutika yang “moderat-eklektis. Penulis juga menyebutkan bahwa Qaradhawi dalam sebagian metodenya masih komitmen menelusuri metode dan prinsip interpretasi para ulama klasik yang berkutat pada urusan ibadah. Namun semangat interpretasi kaum liberal telah mendominasi kerangka berpikir beliau

Lalu penulis menukil hasil penelitian lain, dengan mengatakan “Analisa ini juga menjawab hasil penelitian Mir’atun Nisa’ “Hermeneutika Hadis Yusuf Qardawi dalam Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis”, yang menyimpulkan bahwa Qard}a>wi belum menyentuh pada langkah menganalisa pemahaman teks-teks hadis dengan teori social, politik, ekonami, dan sains terkait. Justru dari analisa yang kami temukan Qardawi juga telah menyentuh teori hermeneutika sains, ekonomi, politik apalagi sosial dan agama”

Ia juga menambahkan, Bahkan beliau dikatakan mengamini metode hermeneutika hadits yang diusung oleh para tokoh “intelek” Islam masa kini yang akrab didengar adalah metode kaum Liberal. Pasalnya, interpretasi hadis beliau lebih mengarah pada konteks kekinian.”

Nurun Najwah sebagaimana yang dikutip oleh Mir’atun Nisa menjelaskan, di antara langkah konkrit hermenetik yang diambil oleh Yusuf Qardawi adalah memaknai teks dengan menyarikan ide dasar dengan membedakan wilayah tekstual dan kontekstual. Prosedur membedakan wilayah tekstual dan kontekstual yang ditawarkan oleh Yusuf Qardawi adalah dengan metode membedakan antara sarana yang berubah-ubah (wasilah) dengan sarana yang tetap (gayah). Paradigma normatifnya terletak pada gayah sedang historisnya terletak pada wasilah. Dengan demikian beliau terkesan mengamini metode kaum liberal.

Penulis juga menukil tulisan Mir’atun Nisa yang berkesimpulan bahwa Yusuf Qardawi telah menyentuh sisi Hermeneutik teks dari beberapa sisi, di antaranya memahami aspek bahasa, memahami konteks sosio historis, mengkorelasikan secara tematik-komperhensif dan integral, serta memaknai teks dengan menyarikan ide dasar dengan membedakan antara wilayah tekstual dan kontekstual.

Saya sendiri telah lama berinteraksi dengan buku-buku Qaradhawi. Barangkali puluhan buku beliau sudah saya lahap. Biasanya saya membacanya dari awal, dari judul buku, mukadimah, daftar isi sampai pada tulisan kecil di sampul belakang buku. Dari hasil pembacaan saya tersebut, saya tidak menemukan satu katapun terkait hermeneutika yang kemudian dijadikan sebagai pisau analisis untuk membaca teks. Bahkan Qaradhawi tidak pernah menukil pendapat para tokoh hermeneutika seperti F.D.E. Schleiermacher, Jurgen Habermas, Hans-Georg Gadamer, Wilhelm Dilthey, Dilthey, Edmund Husserl, Heidgger, Gadamer, Derridam Ricouer dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika kita buka laman buku-bukunya, yang sering dinukil adalah pendapatnya Imam Syathibi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Asyur dan para ulama ushul fikih lainnya.

Dari kandungan pun, yang muncul adalah kaedah-kaedah ushul fikih, terutama yang terkait dengan ushul fikih mqashid. Bahkan biasanya, di awal-awal buku sebelum masuk kepada bahasan yang lebih jauh, beliau menuliskan sandaran teoritis yang diambil dari kaedah-kaedah ushul fikih. Lihatlah misalnya di buku fiqhul awlawiyat, Fiqhul Aqalliyaat al-Muslimah, Fiqhul Muqazanat, Min Fiqhiddaulah fil Islam dan lain sebagainya.

Mungkin akan timbul pertanyaa, bukankah Qaradhawi sering menggunakan konteks sejarah dan juga sosio kultural masyarakat tempatan sebagai bagian dari pertimbangan ijtihad? Benar memang itu dilakukan oleh Qaradhawi. Benar juga bahwa Qaradhawi sering membedakan antara tujuan (ghayat) dan sarana (wasilah). Hanya saja, Qaradhawi merujuknya ke kitab kitab ushul fikih dan bukan kepada para tokoh hermeneutic.

Bisa saja di sini ada irisan antara ilmu ushul fikihdengan hermeneutika, terutama terkait dengan teks dan konteks serta sosiokulutral masyarakat tempatan. Hanya saja, ini tidak bisa dijadikan sebagai alasan bahwa beliau menggunakan teori hermeneutika.

Dalam ushul fikih, terutama yag terkait dengan ushul fikih maqashid, realita sosial suatu masyarakat sangat penting. Ia bahkan menjadi kunci utama untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan kepastian hukum fikih. Jadi, realitas social tu memang menjadi rumusan teoritis ilmu ushul fikih. Memang ada kesamaan, namun sisi perbedaan antara ilmu ushul fikih dengan hermeneutika jauh lebih besar.

Upaya penulis menarik-narik Qaradhawi dengan menyatakan bahwa tulisannya menggunakan metode hermeneutika sungguh mengada-ada. Bahkan bisa saya katakan bahwa penulis sekadar latah saja. Atau mungkin ia tidak memahami hermeneutika secara utuh.

Lucunya lagi, penulis menyebutkan beberapa sandara teoritis yang menurutnya dari hermeneutika, padahal itu murni dari ushul fikih. Perhatikan kutipan di bagian sub “Apa dan Bagaimana Prosesi Interpretasi Teks-teks Hadis yang Disebut Metode Hermeneutik; Manhaj syumuli, manhaj mutawazin, dan manhaj muyassar, karakter teks ala Qardawi”.

Sejak kapakah hermeneutika mengenal Manhaj syumuli, manhaj mutawazin, dan manhaj muyassar? Siapakah tokoh-tokoh Barat yang memperkenalkan hermeneutika dengan berbagai terminology tersebut? Di di buku apa bisa kita dapatkan?

Sebaliknya jika kita buka kita ushul, kita akan menemukan sandaran teoritis tersebut banyak disebutkan. Bahkan ia bagian dari kata kunci dalam ilmu maqashid. Ia adalah bagian kecil dari rumusan teoritis dari kaedah maqashid syariah.

Di sini nampaknya penulis “gagal paham”, baik dengan teori hermeneutika, maupun ushul fikih. Ketidakmampuan atas penguasaan dua system pembacaan teks tadi, menjadikan tulisannya sangat rancu. Kaedah ushul ditarik-tarik menjadi kaedah hermeneutika. Jadi, penulis semacam sedang mengalami “pubertas pemikiran” sehingga gagap terhadap berbagai macam pemikiran baru yang muncul.

Umumnya mereka ini adalah orang-orang yang tidak paham dan tidak menguasai kitab kuning, khususnya terkati dengan metodologi para ulama terdahulu. Bagi orang yang biasa berinteraksi dengan kitab kuning, terutama ushul fikih, kajian terkait teks, konteks, sosiokultural masyarakat tempatan dan lain sebagainya, bukanlah sesuatu yang asing. Semua itu menajdi bagian tak terpisahkan darai ilmu ushul fikih. Hanya saja, ushul fikih tetap mengacu pada kaedah yang berasal dari kajian induktif terhadap teks al-Quran.

Para ulama kita terdahulu tidak mengenal istilah hermeneutika. Istilah ini baru muncul belakangan di abad 19. Meski demikian, kajian terkait system pembacaan teks di kalangan ulama kita terdahulu sudah sangat berkembang. Bahkan buku-buku terkait rumusan system ijtihad tersebut serasa sangat melimpah. Bahasnya pun sangat mendetail dan lebih sesuai dengan karakteristik bahasa al-Quran.

Ketidak mampuan dalam mengenal terhadap turas Islam inilah yang mengakibatkan pemikir Islam kontemporer mudah latah dan “gumunan”. Maka kembalilah kepada turas Islam. Pelajari lagi ilmu ushul fikih niscaya kita tidak akan kaget dengan berbagai varian pembacaan teks kontemporer. Wallahu a’lam

 

SANG PENCERAH

Ini Bukti Proses Mualaf di Acara Zakir Naik Bukan Rekayasa

Beredar informasi yang diviralkan beberapa orang dan kelompok yang mengatakan bahwa peristiwa ikrar syahadat yang dilakukan seorang muallaf yang terjadi dalam ceramah Dr. Zakir Naik di Bandung adalah rekayasa atau HOAX .

Mengutip dari laman hoaxes.id Seorang wanita Katolik bernama Novita ramai menjadi perbincangan netizen setelah dirinya memeluk Islam dalam acara DR Zakir Naik di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung (02/04/2017).

Banyak netizen meragukan Novita dan menganggap apa yang dilakukannya hanya rekayasa, bahkan beberapa tuduhan menyatakan bahwa Novita sudah memeluk Islam sejak kecil. Novita dituduh berbohong karena ia mengucapkan kalimat syahadat sangat fasih.

Apa yang benar?

Wanita Katolik yang dimaksud bernama Novita Luciana Wulandari, lahir 9 Maret 1992. Berdasarkan keterangan dari Arini Rienzani, kakak sepupu Novita, wanita berusia 25 tahun tersebut sebelumnya beragama Katolik dan ia belajar Islam sudah dari 2 tahun lalu.

“Saya di sini hanya membantu meluruskan berita yang beredar itu sama sekali tidak benar. Nama lengkapnya Novita Luciana Wulandari, 9 Maret 1992 (25 Tahun), tinggal di daerah Cimahi. Dia sudah belajar tentang islam dari 2 tahun lalu, mulai belajar menghapal surat pendek, bacaan shalat dan sharing.

Dia sengaja ikut acara Dr. Zakir Naik bertujuan untuk mendalami lagi dan ingin menanyakan hal yang dia ingin ketahui. Dengan Ridha Allah, dia diberikan panggilan hati dan langsung memeluk Islam saat itu juga, saya tanya bagaimana perasaannya, dia menjawab “Alhamdulillah lega, damai dan bahagia akhirnya bisa memeluk Islam”. Mohon bantu doa saja, agar Novi menjadi wanita yang sholehah, istiqamah. aamiin, ” kata Arini Rienzani

Arini juga mengatakan bahwa jika ingin lebih mengenal siapa sebenarnya Novita dapat dicari namanya di mesin pencarian Google.

Berikut “surat keterangan masuk Islam” yang dikeluarkan oleh Yayasan Daarut Tauhid Bandung untuk Novita Luciana Wulandari.

Novita mengaku dirinya mengenal Islam awalnya dari pacarnya yang muslim. Namun, selama ini pacarnya tak pernah memaksa dirinya masuk Islam. Rasa penasaran justru timbul dari dirinya sendiri. Ia pun, melihat video Zakir Naik di Youtube yang membandingkan tentang Bibel dan Alquran.

“Saya semakin yakin untuk memeluk Islam, setelah melihat video Zakir Naik. Sudah dua tahun, saya nggak ke gereja,” katanya, ““Alhamdulillah, saya bisa bertanya langsung ke Zakir Naik dan dibimbing bersyahadat langsung oleh beliau,” ujar Novi sambil terus menangis tak bisa menahan harunya.

Alamat lengkap Novita sengaja tidak kami publikasikan berdasarkan pesan dari Arini untuk menghormati Novita dan keluarganya. Jadi, tuduhan bahwa Novita adalah orang bayaran dan berbohong masuk Islam dalam acara DR Zakir Naik adalah tidak benar. (hoaxes.id/sp)

 

SANG PENCERAH

Muhammadiyah: Penetapan Waktu Shalat Subuh Perlu Dikoreksi

Ketua Himpunan Ilmuwan Muhammadiyah Prof Tono Saksono menegaskan bahwa waktu masuknya awal Shalat Subuh yang digunakan di Indonesia selama ini terlalu dini 20 hingga 30 menit dari seharusnya sehingga perlu dikoreksi.

“Ini hasil riset kami dengan alat Sky Quality Meter (SQM), pengukur kecerlangan benda langit,” kata Ketua Islamic Science Research Network (ISRN) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) itu dalam Seminar Evaluasi Awal Waktu Shalat Subuh Menurut Sains dan Fikih di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, selama ini fajar dianggap telah terbit saat matahari pada posisi sudut depresi 20 derajat di bawah ufuk yang setara dengan 80 menit sebelum matahari terbit.

Padahal, dikemukakannya, dari hasil observasi sementara, maka fajar dimulainya Shalat Subuh bagi umat Islam Indonesia baru terjadi saat sudut depresi matahari pada kisaran 11 hingga 15 derajat di bawah ufuk atau bila dikonversi dalam domain waktu setara dengan 44 sampai dengan 60 menit sebelum matahari terbit.

“Tidak ada satupun indikasi yang menunjukkan bahwa sinar fajar sebagai tanda awal subuh telah muncul saat matahari berada pada sudut depresi 20 derajat,” katanya.

Menurut dia, penentuan 20 derajat di bawah ufuk merupakan keputusan ulama Melayu di masa lalu untuk menentukan awal masuknya waktu Shalat Subuh dan dimulainya puasa, termasuk digunakan pula oleh ulama Malaysia.

“Tapi, zaman dulu memang belum ada peralatan secanggih saat ini, dan masih mengandalkan pengamatan dengan mata telanjang, jadi wajar jika tidak akurat,” katanya.

Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas Djamaluddin mengatakan penggunaan standar 20 derajat di bawah ufuk itu memang sudah waktunya dikoreksi, namun perlu pengamatan dari lokasi yang gangguan atmosfernya minimal sehingga tidak akan mendistorsi hasil data yang diperoleh.

Menurut dia, ketetapan minus 20 derajat tersebut tampaknya diperoleh ulama masa lalu dari standar yang digunakan di Mesir 19,5 derajat atau dari Saudi 18 derajat di bawah ufuk, padahal posisi negara-negara tersebut ada di lintang tinggi, dan Indonesia di khatulistiwa.

Wakil Rektor Uhamka Zamah Sari mengatakan bahwa untuk mengoreksi standar yang digunakan selama ini masih membutuhkan pengujian lanjutan baik dari sisi astronomi juga dari pemahaman fikih.

“Masih perlu waktu panjang, seperti kesepakatan organisasi Islam lainnya, lalu kemudian diserahkan kepada Majelis Ulama Indonesia untuk dibuatkan fatwanya,” kata tokoh Muhammadiyah itu.

Wakil Ketua Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Sirril Wafa mengemukakan pula NU siap membuka peluang untuk berubah dan mengusulkan perlunya kerja sama riset terkait astronomi antara NU, Muhammadiyah, MUI, Lapan dan lainnya.(antara/sp)

 

SANG PENCERAH

Pahala Tiada Putus: Anak yang Saleh

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketujuh, anak soleh.

Anak soleh, harta yang paling tidak ternilai. Ketika orang tua mendidik anaknya, maka dia akan mendapatkan pahala dari amal soleh yang dilakukan anaknya. Karena setiap orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain, dia akan mendapatkan pahala selama orang itu mengamalkan ilmunya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mengajak ke jalan petunjuk, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim 2674).

Sehingga tidak semua orang tua mendapatkan pahala dari amal anaknya. Kecuali jika orang tua yang mengajarkan kebaikan atau mengarahkan anak itu untuk belajar kebaikan. Syaikhul Islam mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah menjadikan pahala untuk bapak sama dengan pahala amal anaknya. Kami tidak mengetahui adanya dalil tentang itu. Namun beliau jadikan ajakan kebaikan kepada anaknya, bagian dari amal orang tuanya, yang tidak akan terputus.” (Jamiul Masail Ibnu Taimiyah, 4/266).

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376985/pahala-tiada-putus-anak-yang-saleh#sthash.Y5QgZNPj.dpuf

 

Baca juga:

Apakah Hanya Doa Anak yang Sampai?

Rasulullah: “Didiklah Anakmu kepada 3 Perkara”