Saat Lantunan Alquran Mampu Menjadi ‘Bius’

Kisah tentang kelembutan hati para salaf saat membaca dan mendengarkan lantuan Alquran banyak menghiasi lembaran sejarah. Ayat-ayat indah Alquran mampu menaklukkan hati Umar bin Khatab yang dikenal dengan karakter yang keras. Tak hanya tokoh yang berjuluk al-Faruq itu, menurut catatan Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam bukunya, Mereka adalah Para Tabiin, kedahsyatan Alquran mampu menjadi “bius” bagi  Rufai bin Mihraan.

Tokoh yang berjuluk Abu al-Aliyah itu menggunakan bacaan Alquran saat hendak menjalani operasi akibat luka dalam perang. Kisah itu berawal ketika Rufai hendak turut serta berjihad. Seperti biasanya, segala persiapan dan perbekalan telah direncanakan dengan baik. Ia mengikat semuanya di atas kendaraannya.

Namun, tanpa ia sadari, tatkala terbit waktu subuh, terdapat luka yang parah pada salah satu telapak kakinya. Kemudian, rasa sakit tersebut semakin bertambah sedikit demi sedikit. Seorang dokter yang menjenguknya memvonis sosok berdarah Persia itu terkena penyakit aklah. Penyakit yang akan mematikan sel-sel dan merambat sedikit demi sedikit hingga mengenai seluruh tubuh. Kemudian, sang tabib tersebut meminta persetujuannya untuk memotong kakinya hingga setengah betis, maka beliau pun menyetujuinya.

Sang tabib menyiapkan perlengkapan amputasi, pisau untuk menyayat daging, dan gergaji untuk memotong tulang. Kemudian tabib berkata, “Maukah Anda minum bius agar Anda tidak merasa kesakitan tatkala disayat dan dipotong kakinya?”

Rufai menjawab, “Bolehkah engkau carikan yang lebih baik ketimbang solusi bius itu?” Tabib bertanya, “Apa itu?”

“Carilah untukku seorang qari yang membacakan Alquran, mintalah dia membacakan untukku ayat-ayat yang mudah dan jelas. Jika kalian melihat wajahku telah memerah, pandanganku mengarah ke langit, maka berbuatlah sesukamu,” ujar Rufai.  Mereka pun melaksanakan permintaan tersebut dan memotong kakinya.

Tatkala selesai amputasi, tabib berkata kepada Abu al-Aliyah, “Seakan Anda tidak merasakan sakit tatkala diamputasi.” Lalu beliau menjawab, “Karena saya tersibukkan oleh sejuknya kecintaan kepada Allah, merasakan kelezatan apa yang aku dengar dari Alquran sehingga melupakan panasnya gergaji.”

Di saat itulah, Rufai memegang kaki yang telah diamputasi dengan tangannya, sembari memandangi kaki tersebut, Rufai bergumam, “Jika aku bertemu dengan Rabb-ku pada hari kiamat nanti dan bertanya apakah aku telah berjalan dengan engkau (kaki yang telah dipotong) ke tempat yang haram sejak 40 tahun, atau aku telah berjalan denganmu pada tempat yang tidak diperbolehkan? Niscaya aku akan menjawab, ‘Belum pernah’ dan aku jujur terhadap kata-kataku, insya Allah.”

Setelah itu, karena ketakwaan Abu al-Aliyah dan karena merasa dekatnya dengan hari kiamat serta persiapannya bertemu dengan Rabb-nya, ia telah menyiapkan kain kafan untuk dirinya.

Kain tersebut dipakai sebulan sekali lalu disimpan di tempat semula, begitu terus secara rutin. Dalam catatan riwayatnya selama hidup, ia telah berwasiat 17 kali, padahal masih dalam keadaan sehat dan segar dengan memberikan batasan pada masing-masing wasiat. Jika batasan waktu telah habis ia melihatnya lagi, mungkin beliau menggantinya atau mengundurkannya. Rutinitas ini ia lakukan sepanjang hidup, hingga ajal menjemputnya pada Syawal 93 Hijriyah.

 

REPUBLIKA

3 Perintah dan 3 Larangan di Dalam Alquran

Alquran mengandung perintah dan larangan untuk keselamatan hidup manusia di dunia dan akhirat. Salah satunya adalah Surat An-Nahl ayat 90, yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Alquran Surat An-Nahl ayat 90 ini dikaji oleh Guru Besar IPB Prof Dr H Didin Hafidhuddin MS  saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insnani (SBBI) Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/8). Menurut Kiai Didin, ayat tersebut  sering dibaca khatib saat menutup khutbah Jumat kedua dan mulai disosialisasikan sejak masa Muawiyah. “Yang jelas bukan termasuk rukun khutbah Jumat, karena yang termasuk rukunnya antara lain membaca syahadat, shalawat, wasiat untuk orang-orang yang bertakwa, dan doa,”  ujarnya.

Ia  mengutip perkataan Ibnu Masyhud yang  menerangkan tentang ayat ini, “Ayat ini menunjukkan kebaikan dan menunjukkan  keburukan.”

Menurut Kiai Didin, ayat ini mengandung perintah tiga  hal dan larangan tiga hal.  “Perintah yang Allah suruh kepada para hamba-Nya sangat konstruktif  karena diawali dengan fi’il mudhari, ya’muru yang artinya menyuruh.  Fi’il mudhari menggambarkan keabadian karena akan terus-menerus berlaku sepanjang zaman sedangkan fi’il madi menggambarkan kejadian yang telah lalu atau masa lampau,” tutur mantan Ketua Baznas itu.

Apa saja tiga  perintah Allah tersebut? Pertama, berlaku adil, dapat diartikan dengan proporsional, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Bukan sama seperti semboyan yang diusung oleh PKI, yakni sama rata sama rasa.

Contoh bila dalam keluarga memiliki banyak anak maka kepala keluarga diperintahkan untuk berlaku adil, sebagaimana pesan Rasulullah SAW, “Bersikap adillah di antara anak-anakmu”. Maksudnya untuk memenuhi uang saku anak-anak tersebut tidak harus sama, seperti yang kuliah, yang  SMA  sampai dengan yang masih bayi diberi sama jumlahnya, tetapi sesuai dengan kebutuhannya.

Adil hendaklah ada pada semua bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, pemerintahan dan sebagainya. “Yang jelas adil itu menjadisSpirit of life (ruh dalam kehidupan),” kata Dekan Pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Kedua, berbuat ihsan. “Kata ihsan memiliki arti mengoptimalkan kebaikan yang kita lakukan,” ujarnya.

Orang yang bersikap ihsan, seolah-olah ia sedang berhadapan dengan Dzat yang Maha Pencipta, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika beliau didatangi Malaikat Jibril dan menanyakan tentang ihsan maka beliau menjawab,  “Ihsan itu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya maka bila engkau tidak melihat-Nya yakinlah Dia melihatmu.”

Allah menilai manusia karena perbuatan dan imannya bukan karena banyaknya, sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Mulk [67] ayat 2: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

“Konsep ihsan bila dikaitkan dalam dunia pendidikan, maka dapat dikatakan bahwa guru yang menerapkannya adalah guru yang mempersiapkan mengajarnya dengan seoptimal mungkin mulai dari perencanaannya, menyiapkan bahan-bahannya, metodologinya sampai pada alat evaluasinya,” tuturnya.

Ketiga, memperbanyak kekerabatan  seperti  pertemanan, kawan dan sebagainya. Caranya dengan menyambungkan tali silaturahim, membudayakan salam dan melaksanakan huququl muslim (hak-hak sesama Muslim). Yakni, menjawab salam apabila diberi salam, menghadiri undangan apabila ada yang mengundang, member nasehat apabila yang meminta nasehat, menjenguk apabila ada saudara/kerabat yang sakit, mendoakan orang yang bersin apabila ia mengucapkan hamdalah, dan mengantarkan jenazah apabila yang meninggal dunia).

Adapun  tiga  larangan yang destruktif yang Allah jelaskan dalam surat an-Nahl ini adalah: fakhsya, munkar dan al-bagyu.

Pertama, fakhsya adalah perbuatan yang menjijikan, seperti LGBT. “Permasalahannya untuk masalah LGBT bukan karena faktor yang pelakunya saja tetapi yang terpenting adalah mereka yang mendukung seperti PBB maupun lembaga lainnya yang menggelontorkan puluhan bahkan ratusan miliar, nauzubilah min dzaalik,” tegasnya.

Kedua, munkar adalah sesuatu yang merugikan seperti judi, khamar atau minum-minuman keras, narkoba, berdusta, khianat, korupsi dan sebagainya. “Untuk menjauhi dari hal-hal tersebut maka seyogyanya kita harus memiliki sifat sabar karena sabar itu sumber energi yang selalu terbaharukan,” tutur Kiai Didin.

Ketiga, al baghyu  adalah kezaliman. “Al-baghyu berarti permusuhan terhadap umat manusia,” kata Kiai Diidn.

Ia lalu mengutip sebuah hadits, “Tidak ada dosa yang paling layak untuk disegerakan Allah siksanya di dunia di samping siksa yang disiapkan untuk pelakunya di akhirat, selain al-baghyu (sikap permusuhan) dan pemutusan silaturahim.”

 

REPUBLIKA

Berbaiklah Selalu Kepada Yang Maha Baik

SYEKH Mutawalli Sya’rawi pernah menyampaikan dalam satu taushiyahnya yang sangat menyentuh sekali. Terjemahan bebasnya kira-kira begini: “Mengapa manusia itu kok tega ya bermaksiat kepada Allah sementara Allah senantiasa memberikan nikmat kepadanya. Sungguh ini bukanlah cara membalas yang layak atas kebaikan Allah, sebuah pengingkaran akan kebaikan-kebaikan yang Allah anugerahkan, termasuk di dalamnya setiap nafas dari nafas-nafas yang dihiruphembuskan.”

Iya saudaraku dan sahabatku. Memang tak layak kebaikan dibalas dengan ketidaktaatan. Memang tak pantas pemberiannya diambil namun kemudian perintahnya dilanggar. Lantas, apa yang bisa kita lakukan dengan kelengahan dan kenakalan serta kemaksiatan yang selama kita lakukan?

Istighfar dan bertaubat, yakni berniat tak akan mengulangi lagi, adalah cara terbaik yang diajarkan Allah dalam al-Qur’an. Tak ada dosa yang tak diampuni jika seorang hamba benar-benar bertaubat dan menangis penuh penyesalan di hadapan Tuhannya.

Sahabat dan saudaraku, satu hal yang harus diyakini sekuat-kuatnya: “Maksiat tak pernah dinyatakan sebagai jalan menuju bahagia. Ketaatan tak pernah disebutkan sebagai jalan menuju derita.” Semua agama berkesimpulan sama, semua akal sehat setuju pada kesimpulan itu, karena agama tak akan pernah bertentangan dengan akal sehat.

Semoga semua kita dibimbingNya menuju ridlaNya, menggapai maghfirahNya, tunduk pada perintahNya dan menjauhi laranganNya. Salam, AIM.

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

MOZAIK

Jasa Sang Putra Fajar di Makam Imam Bukhari

BUNG Karno, sapaan akrabnya. Presiden pertama sebuah negara raksasa dalam ukuran, kerdil dalam penghargaan. Kenapa? Karena fakta seolah bungkam, fitnah lebih menarik ketimbang sejarah, dari yang berjasa menjadi tak ada harga, yang penjahat malah menjadi terhormat.

Itulah negeri ini, kaya tapi teraniaya, sumber daya berlimpah tapi kering muruah. Tak heran bila Bung Karno mengingatkan kita pada pidato di depan MPRS, 17 Agustus 1966, yang kemudian dikenal sebagai pidato Jasmerah dengan kalimatnya, “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah”.

Mereka berkata dia komunis, dipertanyakan keislamannya, bahkan pengkhianat negara dengan tuduhan terlibat dalam peristiwa berdarah G30SPKI karena Tjakrabirawa (pasukan pengawal presiden saat itu) merupakan pasukan yang membunuh para Jenderal Angkatan Darat.

Apakah benar? Seorang patriot sejati yang hingga akhir hayatnya memilih diam dan menerima hukuman yang tak layak dipikulnya demi tetap terjaganya kesatuan bangsa Indonesia. Betapa ia tak rela mengotori tanah ibu pertiwi dengan lumuran darah para rakyatnya. Biar ia saja yang berkorban, sang pahlawan yang berjuang demi Indonesia sedari muda hingga tutup usia.

Bung Karno, orator ulung yang tak hanya jago kandang tapi namanya bergema di seantero dunia. Dibuktikan pada tahun 1961, ketika sahabatnya, seorang pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet, Nikita Sergeyevich Khrushchev mengundang beliau ke Moskow dengan penuh harap dan kehormatan penuh.

Khrushchev seolah hendak menunjukkan pada Amerika Serikat bahwa Indonesia berdiri di belakang Uni Soviet. Bung Karno tahu dan tak mau menjerumuskan rakyatnya di posisi sulit apalagi menjadi boneka negara lain.

Dengan kepercayaan diri tinggi Bung Karno mengajukan satu syarat pada Khrushchev, “Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tidak boleh tidak. Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”

Itulah beliau, yang disebut komunis namun memperjuangkan sila ketuhanan dalam Pancasila, yang disebut komunis namun menjadikan ziarah makam Imam besar ahli hadis umat Islam sebagai syarat kepada penguasa tertinggi negeri komunis, Uni Soviet.

Setelah mendengar syarat tersebut, betapa sibuknya Khrushchev memerintahkan seluruh pasukan terbaiknya demi mencari makam sang Imam. Hingga ia putus asa dan meminta Soekarno mengganti dengan syarat lainnya.

Apakah Soekarno mengganti permintaannya? Tidak, tidak sama sekali. Ia malah membuat gendang telinga Khrushchev panas dengan jawaban tegasnya, “Kalau tidak ditemukan, ya sudah, saya lebih baik tidak usah datang ke negara Anda.”

Dan untuk kedua kalinya Khrushchev menyebar orang-orang terbaiknya di tiap penjuru Samarkand hingga ditemukanlah makam Imam Al Bukhari melalui informasi para tetua Muslim di sana.

Ketika ditemukan, betapa memprihatinkannya keadaan makam tersebut, rusak dan tak terawat. Khrushchev segera memerintahkan agar pemakaman dibersihkan dan dipugar secantik mungkin. Bahkan dibuat sebuah jalan beraspal menuju ke tempat makam demi lancarnya perjalanan “Putra Sang Fajar” ketika menziarahi makam sang Imam nantinya.

Setelah Khrushchev mengabarkan bahwa makam telah ditemukan, tibalah Bung Karno di Samarkand pada 12 Juni 1961, dengan kereta api setelah mendarat di Moskow terlebih dahulu. Puluhan ribu orang menyambut kehadiran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini sejak dari Tashkent.

Setibanya di pemakaman pada malam hari, seolah ada magnet antara beliau dan Imam Al Bukhari. Ribuan hadis yang dijaga dan dibagikan oleh sang Imam seolah menyihir Bung Karno untuk bersimpuh penuh hormat dan langsung melantunkan ayat-ayat suci Alquran hingga fajar terbit tanpa tidur sekejap pun.

Seusai menggenapkan ziarahnya, ia meminta agar pemerintah Uni Soviet dapat benar-benar menjaga dan memperbaiki makam sang Imam hadis dengan lebih layak. Bila tidak berkenan atau tidak mampu, biarkan beliau memindahkan makam tersebut ke Indonesia dengan tawaran emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya.

Setelah Khrushchev mendapat saran dari penasihatnya bahwa pemindahan makam seorang saleh ke tempat lain dapat mendatangkan bala bencana bagi Uni Soviet maka Khrushchev menyanggupi untuk menjaga dan memugar makam tersebut.

Kini, makam Imam Al Bukhari di Uzbekistan, negara pecahan Uni Soviet menjadi salah satu situs sejarah Islam yang menyedot kunjungan turis seluruh dunia. Bahkan warga negara Indonesia yang berkunjung mendapat hak istimewa yakni dibolehkan masuk ke dasar bangunan, tempat disemayamkannya jasad sang Imam, padahal bagian tersebut tertutup untuk umum.

Hal ini karena kebesaran nama Bung Karno di dunia khususnya Eropa Timur begitu membekas di hati para rakyatnya. Ucapan terima kasih dan doa senantiasa mengalir kepada beliau atas jasanya melakukan restorasi dan renovasi makam Imam Al Bukhari.

Bahkan tak berlebihan jika segenap umat Muslim turut menghargai jasa beliau. Jasa seseorang yang disebut komunis, yang malah mensyaratkan pada pimpinan tertinggi Negara Komunis untuk menemukan dan menjaga makam Al Bukhari, Sang Imam Hadis. Benar-benar paradoks yang menggelikan.

Bung Karno, semoga kami mampu memaknai arti dari sejarah, perjuangan, pengorbanan dan bentuk terima kasih melalui perbuatan. Salam kemerdekaan untukmu yang berjuang meraih kemerdekaan, dari kami yang berjuang mempertahankan kemerdekaan. [DOS]

 

MOZAIK

Makanan Halal Penting untuk Anak

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) DKI berpesan pentingnya menyiapkan makanan halal dan pendidikan berkualitas untuk anak.

Direktur LPPOM MUI DKI Osmena Gunawan mengatakan, persoalan makanan, asupan gizi, membuat banyak orang lupa. Padahal hal sejak di kandungan sudah diasipkan gizi yang halal. Makanan erat kaitannya dengan kehidupan dan itu di Alquran yang disebutkan lebih dari 20 ayat.

“Jadi,yang disuruh makanan dan produk halal karena ini wajib kata Alquran dan manusia wajib memakan dan produksi makanan halal,”katanya saat seminar nasional bertema ‘Peran Penting Profesi dan Mitra Usaha dalam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Kejahatan dan Kekerasan Seksual Serta Penyalahgunaan Narkoba’, di Jakarta, Senin (24/7).

Untuk itu ia meminta para orang tua pilih gizi yang baik dan halal. Memberi anaknya hanya makanan halal. Sehingga, perilaku yang diharapkan muncul dan perilaku buruk berkurang. “Insya Allah anak-anak kita tumbuh sesuai dengan yang diharapkan bangsa,” katanya.

Jadi, kata dia, tidak perlu lagi revolusi mental karena yang diharapkan adalah produk halal.Tidak hanya makanan, ia juga menekankan kosmetik, obat, vaksin juga jangan sampai haram. Ia mencontohkan jika vaksin haji yang disuntikkan haram maka ibadahnya tak akan diterima selama 40 hari selama hajim jadi kedatangannya ke Tanah Suci percuma.

“Jadi ini sebagai tiang pancang utama. Halal dan thoyyib bermanfaat, bergizi, tidak beracun,” katanya.

Ia juga meminta biasanya kalangan ibh yang berbisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mengasuh anak sambil jualan supaya pikirkan menjual produk halal agar rezekinya barokah. Ia juga meminta pasangan suami istri setelah menikah merencanakan sang buah hati terdidik dengan baik. Misalnya sekolah di mana, hingga melanjutkan perguruan tinggi di mana.

“Meski tidak bisa dipaksa tetapi pondasi ditekankan ke mana. Biar anak tumbuh sesuai yang kita harapkan,” katanya.

 

REPUBLIKA

Mengenal Imam Bukhari

Bulan Syawal menjadi momentum beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam. Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA terjadi di bulan Syawal. Beberapa peperangan, seperti Khandaq, Uhud, dan Hunain, juga terjadi di bulan ini.

Salah satu tonggak bersejarah lainnya dalam bulan Syawal adalah kelahiran imam besar dalam bidang hadis. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari atau yang terkenal dengan sebutan Imam Bukhari lahir di bulan Syawal.

Sang Imam lahir tepatnya pada 13 Syawal 194 H di Bukhara, sebuah daerah di tepi Sungai Jihun,  Uzbekistan. Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama yang saleh. Bukhara, yang juga disebut sebagai daerah Ma Wara an-Nahr, memang banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan Muslim.

Selain Imam Bukhari, beberapa ulama yang lahir di Bukhara adalah Abdul Rahim bin Ahmad al-Bukhari dan Abu Hafs al-Bukhari. Imam Bukhari lahir dengan lingkungan yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu. Sejak kecil, Imam Bukhari sudah menunjukkan bakat-bakat kecerdasan.

Ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya. Saat berusia 10 tahun, Imam Bukhari berguru kepada ad-Dakhili, seorang ulama ahli hadis. Sang Imam tidak pernah absen belajar hadis dari gurunya itu.

Setahun kemudian ia mulai menghafal hadis Nabi SAW. Saat itu ia sudah ditunjuk untuk mengoreksi beberapa kesalahan penghafalan matan maupun rawi dalam sebuah hadis yang diucapkan gurunya. Pada usia 16 tahun ia sudah mengkhatamkan hafalan hadis-hadis di dalam kitab karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak.

Imam Bukhari tak berhenti hanya belajar pada satu guru saja. Siapa pun dia jika dipandang memiliki kapasitas dalam sebuah hadis akan dijadikan guru meski orang tersebut adalah temannya sendiri. Imam Bukhari disebut memiliki lebih dari seribu guru. Ia sendiri pernah berujar bahwa kitab fenomenalnya, Jami’as as-Sahih, dikumpulkan dari menemui lebih dari 1.080 guru pakar hadis.

Pengarang Fathur Bari, sebuah kitab yang mensyarah Sahih Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani mengungkapkan, guru-guru Imam Bukhari bisa dibagi menjadi lima tingkatan. Mulai dari para tabiin hingga kawan-kawan seangkatan yang bersama-sama menimba ilmu hadis.

Imam Bukhari dikenal sangat objektif dalam memberi penilaian terhadap para gurunya itu.  Penilaian ini dimaksudkan untuk menentukan dapat diterima atau tidak sebuah hadis yang ia dapatkan.

Imam Bukhari terkenal gigih dalam memburu sebuah hadis. Jika ia mendengar sebuah hadis, maka ia ingin mendapat keterangan tentang hadis itu secara lengkap. Ia harus bertemu sendiri dengan orang yang meriwayatkan hadis tersebut. Dalam mengumpulkan hadis-hadis itu, Imam Bukhari melanglang buana mulai daerah Syam, Mesir, Aljazair, Basra, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, Kufah, dan Baghdad. Tak jarang beliau bolak-balik ke tempat tersebut karena mendapati keterangan baru atau hadis baru.

Perjalanan panjang itu akhirnya membuat sang Imam dapat mengumpulkan sedikitnya 600 ribu hadis. Dari angka tersebut, 300 ribu di antaranya dihafal. Hadis-hadis yang dihafal itu terdiri dari 200 ribu hadis tidak sahih dan 100 ribu hadis sahih.

Jumlah yang banyak itu tidak lantas dimasukkan semua dalam Sahih Bukhari. Dari 100 ribu hadis yang  sahih, ia hanya mencantumkan 7.275 hadis dalam kitab tersebut. Jumlah ini diseleksi dengan metode yang sangat ketat. Karena itu, tak mengherankan jika para ulama menempatkan Sahih Bukhari sebagai kitab pertama dalam urutan kitab-kitab hadis yang muktabar.

Selama hidup, selain Jami’as as-Sahih, Imam Bukhari juga menulis kitab-kitab lain seperti Tarikh as-Sagir, Asami as-Sahabah, al-Kuna, dan al-‘Illal yang kesemuanya membahas tentang hadis.

Berbagai Sumber

Bendera Merah Putih Terinspirasi dari Rasulullah

WARNA Merah dan Putih ternyata juga melekat erat dengan atribut Rasulullah. Seperti yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah yang berkata:

“Saya ketika itu melihat Nabi berpakaian merah. Kemudian saya membandingkannya dengan melihat bulan. Ternyata dalam pengamatan saya, beliau lebih indah daripada bulan.” (HR. Abu Yala dan Al-Baihaqi).

Dan juga yang diriwayatkan oleh Ibnu Qudamah yang berkata, “Pakaian yang paling utama adalah pakaian yang berwarna putih karena Nabi bersabda, Sebaik-baik pakaian kalian adalah yang berwarna putih. Gunakanlah sebagai pakaian kalian dan kain kafan kalian.” (al Mughni, 3/229).

Bahkan Rasulullah juga pernah bersabda seperti yang dijelaskan oleh Imam Muslim, “Allah menunjukkan kepadaku bumi. Aku ditunjukkan pula Timur dan Baratnya. Allah menganugerahkan kepadaku warna yang indah. Yaitu Al Ahmar Wal Abyadh (Merah dan Putih).” (Kitab Al Fitan Jilid X hal. 340).

Dan atas dasar inilah para Ulama yang notabene adalah motor utama perintis kemerdekaan bangsa ini sejak abad ke-7 M mulai mengembangkan bendera merah putih menjadi bendera umat Islam yang merupakan komponen mayoritas bangsa Indonesia.

Mereka juga mulai membudayakan warna merah dan putih sebagai lambang penyambutan kelahiran bayi dan tahun baru Islam dengan bubur merah putih. Dan dilazimkan pula pada saat membangun rumah agar dikibarkan bendera Merah Putih di bubungan atap rumah yang sedang dibangun. (Api Sejarah, karya Prof.Ahmad Mansur Suryanegara )

Warna Merah dan Putih sebenarnya juga sangat erat dengan unsur kehidupan manusia dan lingkungan tempatnya hidup. Unsur darah dalam tubuh manusia juga terdiri dari dua unsur utama, sel darah merah dan sel darah putih.

Secara Geologi, warna merah dan putih juga mewakili 2 unsur alami di bumi, yaitu yang terpanas berwarna merah (lava/isi perut bumi dan gunung) dan yang terdingin adalah salju yang berwarna putih.

Secara optik, Merah adalah warna dengan frekuensi cahaya paling rendah yang masih mampu ditangkap oleh mata manusia dengan panjang gelombang 630-760 nm. Di sisi lain, bila seluruh warna dasar digabung dengan porsi dan intensitas yang sama, maka akan terbentuk warna Putih yang merupakan warna dasar.

Cahaya Merah juga merupakan cahaya yang pertama diserap oleh air laut, sehingga banyak ikan dan invertebrata kelautan yang berwarna Merah. Di sisi lain, riak gelombang air laut selalu terlihat berwarna Putih.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa warna Merah Putih itu merupakan simbolisasi dari laut itu sendiri. Tak heran, jika Indonesia yang merupakan negara maritim/negara kepulauan memilih untuk memiliki bendera Merah Putih.

Melihat berbagai fakta tersebut, kita dapat mengetahui bahwa ternyata bangsa ini bukan hanya besar secara jumlah penduduk dan potensi sumber daya alamnya saja, namun juga besar secara cita-cita filosofisnya.

Hal ini dibuktikan salah satunya dengan pemilihan warna benderanya yang merupakan “warna bendera Rasulullah” (mengutip pernyataan Prof. Ahmad Mansur Suryanegara) yang mengandung nilai-nilai filosofi yang tinggi.

Dan tugas kita sebagai anak bangsa selanjutnya adalah meneruskan estafet perjuangan dan mewujudkan cita-cita mulia para “datuk” perintis bangsa ini. Dengan semangat Merah Putih tentunya. [Musyaf Senyapena]

 

MOZAIK

Bung Karno Proklamasikan Tanggal 17 Merujuk Islam

DUA hari menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI (15 Agustus 1945), suasana Jakarta sangat tegang dan penuh kesibukan.

Rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), didatangi para pemuda yang telah mengetahui Jepang sudah menyerah kepada Sekutu.

Sampai ia diculik ke Rengasdenglok, Bung Karno menolak desakan para pemuda agar saat itu juga kemerdekaan diproklamasikan. Dia lebih memilih tanggal 17 Agustus.

“Mengapa diambil tanggal 17 Agustus? Mengapa tidak sekarang atau tanggal 16 Agustus?” tanya Sukarni, salah seorang pemimpin radikal itu.

Dijawab, “Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan secara pertimbangan akal mengapa tanggal lebih memberi harapan. Angka 17 adalah suci. Orang Islam salat 17 rakaat sehari, Jumat hari suci.” [Alwi Shahab]

 

MOZAIK

Kunci Amalan yang Membuat Hidup Lebih “Hidup” ( selesai )

Sambungan artikel PERTAMA

Dan, tentu saja masih banyak kejadian lain yang membutuhkan pemaafan dari kita. Mulai dari cemooh orang di jalanan, sikap cuek mereka dalam berlalu lintas, bahkan sampai pada tahap pasangan begitu sering memprotes kebaikan-kebaikan yang kita upayakan sekuat tenaga, hingga anak yang sepertinya tidak mau mengerti kehendak orang tua. Semua butuh pemaafan.

Ketika kita memaafkan, hal buruk apapun tidak akan mengotori hati, sehingga pikiran kita tetap positif. Tetapi begitu kita tidak memaafkan, emosi akan naik dan tentu saja reaksi dalam tubuh kita menjadi tidak produktif untuk berpikir benar.

Betapa pentingnya memaafkan ini, Allah sampai jadikan sebagai satu poin dari karakter insan bertaqwa.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡڪَـٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ‌ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١٣٤)

“[yaitu] orang-orang yang menafkahkan [hartanya], baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan [kesalahan] orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (134).” (QS. Ali Imran [3]: 134).

Mengapa memaafkan itu penting dan dinilai sebagai wujud ketaqwaan dalam pandangan Allah?

Alasannya jelas, karena memaafkan itu memang tidak mudah. “Forgiveness isn’t always easy.”

Dengan kata lain, orang yang hidupnya suka melampiaskan kemarahan, kekesalan dan tidak mau memaafkan, maka dia telah memastikan dirinya sendiri terperosok dalam ketidakbahagiaan.

Sebab sebuah riset membuktikan bahwa sikap memaafkan akan berdampak positif terhadap kesehatan; gejala fisik, obat yang digunakan, kualitas tidur, kelelahan, dan keluhan somatik. Jadi, memaafkan itu membahagiakan.

Ketiga, bersyukur

Bersyukur satu sisi adalah perintah dari Allah, tetapi sisi yang lain bersyukur adalah kebutuhan hidup manusia itu sendiri.

Orang yang bersyukur akan mendapatkan banyak keuntungan. Mulai dari mengalami stres dalam tingkat terendah dalam menghadapi dinamika kehidupan sampai pada merasakan ketenangan kala malam tiba, terlebih jika diiringi dengan ibadah di malam hari.

Lebih jauh, sebuah studi yang diterbitkan dalam Personality and Individual Differences pada tahun 2012 menyebutkan bahwa bersyukur dapat menjadikan seseorang mengalami lebih sedikit sakit dan nyeri, menimbulkan rasa lebih sehat di dalam hati, terdorong untuk sadar dengan kesehatan dan tenu saja sangat besar kemungkinan berkontribusi untuk berumur panjang.

Oleh karena itu, bersyukurlah kepada Allah, kepada pasangan, kepada anak, kepada tetangga, dan tentu saja kepada orang tua kita, guru dan mereka yang banyak mengarahkan kita pada jalan kebenaran.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim [14]: 7). Wallahu a’lam.*

 

HIDAYATULLAH

Kunci Amalan yang Membuat Hidup Lebih “Hidup”

MENJADI Muslim itu mudah, murah dan tentu saja berkah. Sebab semua dimensi empiris dan material yang dijalani diliputi oleh dimensi spiritual yang meneguhkan sekaligus menenangkan.

Oleh karena itu, Islam selalu menganjurkan doa dalam setiap aktivitas yang umat Islam lakukan, mulai dari bangun tidur sampai akan tidur lagi, banyak aktivitas yang harus diawali dan ditutup dengan doa. Makan, minum, tidur, berkendara, memakai baju, mandi, dan lain sebagainya.

Tetapi, mengapa masih ada sebagian dari kita yang hidupnya galau, penuh amarah dan karena itu tidak bahagia? Boleh jadi karena tidak memahami Islam atau belum benar-benar meresapi dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan konsisten.

Tetapi, amalan di dalam Islam kan banyak sekali. Benar, dan karena itu mari kita lihat tiga di antaranya yang merupakan amalan harian yang harus dilakukan oleh umat Islam.

Pertama, Shalat

Shalat sebagai tiang agama mencakup semua dimensi kehidupan, mulai dari gerak fisik, rasa, pikir dan hati, dan yang paling menarik adalah sisi waktunya.

Orang yang Shalatnya tertib akan memiliki kedisiplinan tinggi di dalam kehidupannya. Misalnya soal disiplin waktu. Mereka yang istiqomah Shalat Shubuh apalagi tahajjud, hampir kecil peluangnya untuk terlambat dalam aktivitas kerjanya. Lebih dari itu, wajahnya berseri-seri, karena bangun di waktu yang tepat, yakni di waktu sahur atau sebelumnya.

‘The mind must be fully made up that to rise early is a duty” (Pikiran harus sepenuhnya diarahkan untuk memahami bahwa bangun lebih awal adalah tugas), demikian kata Benjamin Franklin memberikan motivasi.

Tetapi, bagi kita, bangun lebih awal sebenarnya keuntungan besar, karena bisa menghadap Allah melalui beberapa jenis Shalat. Mulai Shalat tahajjud, Shalat witir, Shalat sunnah fajar, sampai Shalat Shubuh.

Katakanlah jika kita tinggal di Jabodebek, bangun jam 4 dini hari, maka sampai tiba waktu shubuh ada empat jenis Shalat yang dilakukan secara berurutan. Artinya, gerak fisik untuk kesehatan tubuh telah ditunaikan.

Dalam teori kesehatan “physical activity” merupakan salah satu hal penting untuk menunjang kesehatan dan tentu saja kebahagiaan seseorang.

Katherine Zeratsky mengatakan, “Aktivitas fisik tidak saja baik bagi kita, tetapi juga memberikan jalan (terbaik) untuk memanfaatkan waktu.”

Dengan bangun lebih awal, kita tidak saja mendapatkan keesempatan menghirup oksigen dengan baik, tetapi juga mendirikan Shalat yang memenuhi kriteria aktivitas fisik yang pada saat itu pula juga bermunajat kepada Allah.

Jika ini diamalkan, apakah mungkin hati seorang hamba diliputi selain dari pada ketentraman dan keyakinan kepada Allah Ta’ala? Apakah mungkin masih ada kemalasan yang ingin dilampiaskan?

Artinya, orang yang melakukannya benar-benar akan bahagia dalam hidupnya.

Kedua, memafkan

Dalam hidup, manusia tidak bisa lepas dari yang namanya interaksi dengan sesama. Dan, dalam interaksi itu tentu saja ada hal-hal yang membutuhkan kebesaran jiwa.

Ketika sedang berkendara misalnya, tiba-tiba ada pengendara lain yang secara mendadak memotong jalan dan berbelok, yang kalau Allah tidak jadikan reflek diri segera melakukan pengereman, insiden tidak bisa dihindarkan. Dalam situasi seperti itu, kebanyakan orang spontan berkata kasar atau tidak patut. Tetapi, kalau bisa memaafkan maka itu lebih baik. (Bersambung )

 

HIDAYATULLAH