Inilah 5 Kemuliaan Bulan Muharam

Bulan Muharam 1439 H tiba besok, Kamis (21/9). Inilah tanda datangnya tahun Islam, yakni 1439 Hijriyah. Menurut Ustaz A Saefullah MA, ada banyak keistimewaan atau kemuliaan bulan Muharam.

“Paling tidak, ada lima kemuliaan bulan Muharam,” kata Ustaz Saefullah kepada Republika.co.id, Rabu (20/9).

Anggota Tim Asatidz Majelis Az-Zikra yang dipimpin Ustaz Muhammad Arifin Ilham itu menyebutkan, pertama, bulan Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Kedua, bulan Muharam  termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah  sebagai bulan haram (QS At-Taubah: 36).

Ketiga,  bulan ini dijadikan awal bulan dari tahun baru Islam. Keempat, pada  bulan ini disunahkan untuk berpuasa.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam.” (HR. Muslim).

Kelima, pada  bulan Muharam  terdapat Hari Asyura’. “Rasulullah SAW menyatakan puasa pada Hari Asyura (10 Muharam) menghapus dosa setahun yang lalu,” kata Saefullah mengutip salah sath hadits Rasulullah SAW.

“Semoga kita dijadikan  hamba Allah  yang dapat meraih keutamaan bulan Muharam dengan melaksanakan ibadah di dalamnya. Aamiin,” tutur Ustaz Saefullah MA.

 

REPUBLIKA

Tahun Baru Islam dan Makna di Dalamnya

Bagaimana sejarah awal mula kalender hijriah hingga kemudian menjadi kalender Islam seperti sekarang? Berikut ini penjelasan asal usul dan sejarah lengkap, disertai kalender hijriah 1439 selama setahun.

Sejarah dan Asal Usul Kalender Hijriah

Tahukah Anda? Orang-orang Arab baik sebelum masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun pada masa beliau tidak memiliki angka tahun. Mereka biasa menamakan tahun dengan peristiwa besar yang terjadi di dalamnya.

Misalnya ada tahun yang disebut tahun gajah (amul fil) karena di tahun tersebut terjadi peristiwa pasukan gajah di bawah pimpinan Abrahah yang akan menghancurkan Ka’bah. Namun sebelum menjalankan misinya, mereka dihancurkan Allah dengan burung ababil. Maka kita pun mendengar ungkapan, Rasulullah lahir di tahun gajah. Maksudnya, tahun saat terjadinya peristiwa yang diabadikan Allah dalam Surat Al Fil tersebut.

Ada tahun yang disebut sebagai tahun fijar (amul fijar) karena saat itu terjadi perang fijar. Ada tahun yang disebut tahun nubuwah karena di tahun itu Rasulullah menerima wahyu. Ada tahun yang disebut amul huzni karena di tahun itu Rasulullah dan para sahabat bersedih setelah kehilangan dua orang yang berperan penting dalam dakwah yakni ummul mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib. Dengan meninggalnya dua pembela dakwah itu, tribulasi dan penindasan kaum kafir quraisy semakin menjadi-jadi.

Demikian tahun demi tahun berjalan tanpa angka. Hingga di tahun ketiga masa pemerintahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, datang satu masalah yang dialami oleh pejabat pemerintah. Ketiadaan angka tahun membuat sebagian pejabat pemerintah kesulitan.

Salah satunya adalah Gubernur Basrah Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengadukan kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab, “Wahai Amirul Mukminin, telah datang surat Anda kepada kami namun kami kesulitan menindaklanjutinya. DI surat tersebut tertulis bulan Sya’ban, namun kami tidak tahu apakah yang dimaksud adalah Sya’ban tahun ini atau Sya’ban tahun kemarin?”

Mendapati masalah ini, Umar merasa perlu menetapkan angka tahun. Beliau lantas meminta para sahabat mengusulkan penetapan tahun.

Ada yang mengusulkan mengikuti tahun romawi, namun usulan ini tertolak karena tahun Romawi terlalu jauh. Para sahabat kemudian mengusulkan penetapan tahun dengan pertimbangan yang terbagi dalam empat usulan. Pertama, kalender Islam dimulai dari tahun kelahiran Rasulullah. Kedua, kalender Islam dimulai dari tahun nubuwwah. Ketiga, kalender Islam dimulai dari tahun hijrah. Dan keempat, kalender Islam dimulai dari tahun wafatnya Rasulullah.

Usulan pertama dan ketiga tidak diambil. Setidaknya ada dua alasan. Pertama, sebagian sahabat berbeda pendapat mengenai tahun kelahiran dan tahun nubuwah. Kedua, baik kelahiran maupun tahun nubuwah, keduanya adalah semata-mata anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak ada upaya atau perjuangan manusia (juhud basyari) sama sekali.

Usulan keempat juga tidak diambil. Alasannya, hal itu bisa mengulang kesedihan jika wafatnya Rasulullah dijadikan tahun pertama kalender Islam.

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu mengusulkan kalender Islam dimulai dari tahun hijrah. Inilah tahun dimulainya peradaban baru Islam. Inilah tahun perubahan umat Islam dari yang semula tertindas di Makkah menjadi kekuatan di Madinah. Dan berbeda dengan kelahiran dan nubuwah Rasulullah yang sama sekali tak ada upaya manusiawi, hijrah merupakan perjuangan besar umat Islam yang dipenuhi dengan banyak sejarah pengorbanan (tadhiyah).

Maka ditetapkanlah tahun hijrah sebagai tahun pertama kalender Islam. Dan karenanya, penanggalan ini disebut sebagai penanggalan hijriah. Kalender hijriah.

Selanjutnya, bulan apa yang dijadikan bulan pertama tahun hijriah? Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengusulkan Muharram. Mengapa? Sebab sejak dulu orang Arab menganggap Muharram adalah bulan pertama. Kedua, umat Islam telah menyelesaikan ibadah haji pada bulan Dzulhijjah. Ketiga, bulan Muharram merupakan bulan munculnya tekad hijrah ke Madinah setelah pada Dzulhijjah terjadi Baiat Aqabah II.

Hijrah dalam Al Quran

Seperti dijelaskan pada Sejarah Kalender Hijriah, kalender hijriah terkait erat dengan hijrah. Sebab tahun pertama kalender Islam ini dimulai dari tahun hijrah dan bulan pertama yakni Muharram merupakan bulan munculnya tekad hijrah ke Madinah. Maka spirit hijrah perlu dikuatkan kembali bertepatan momentum pergantian tahun hijriah.

Berikut ini ayat-ayat hijrah dalam Al Quran:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (QS. Surat An-Nisa’: 97)

Ibnu Abbas dan Ibnu Abi Hatim menjelaskan, asbabun nuzul ayat itu terkait dengan orang-orang yang telah masuk Islam namun tidak mau hijrah. Mereka kemudian dipaksa bergabung dengan Pasukan Abu Jahad saat perang Badar lalu terbunuh saat perang badar. Mati dalam kondisi menjadi bagian pasukan kafir Quraiys. Maka Allah menurunkan ayat ini.

Sayyid Qutb menjelaskan adanya asbabun nuzul yang lain. Bahwa ada sebagian orang yang telah masuk Islam, mereka tidak mau berhijrah. Sebagiannya kemudian meninggal di Makkah.

Ayat ini merupakan ancaman berat untuk orang-orang yang tidak mau berhijrah dari Makkah ke Madinah. Makkah yang saat itu merupakan Darul Kufr dan Madinah merupakan Darul Islam. Adapun setelah futuhnya Makkah, maka tidak ada kewajiban hijrah ke Madinah. La hijrata ba’dal fathi, sabda Nabi.

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’: 100)

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 218)

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfal: 74)

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. Surat At-Taubah: 20)

Empat ayat terakhir ini menunjukkan keutamaan hijrah. Bahwa orang yang berhijrah akan mendapati tempat yang luas dan rezeki yang banyak, ia akan mendapat rahmat Allah, ampunan dan kasih sayang-Nya.

Hakikat hijrah

Tentu kita menginginkan keutamaan-keutamaan hijrah di atas. Namun, bagaimana kita berhijrah sementara kondisi kita bukanlah kondisi Makkah-Madinah seperti saat para sahabat hijrah? Sementara Al Quran secara umum memerintahkan kita untuk berhijrah?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang hakikat hijrah.

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Muslim adalah orang yang menyelamatkan semua orang muslim dari lisan dan tangannya. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah” (HR. Bukhari no.10)

Hijrah secara bahasa artinya adalah at tarku (meninggalkan). Hakikat hijrah adalah meninggalkan apa yang dilarang Allah.

Ketika menjelaskan hadits ini, Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan bahwa ada dua macam hijrah. Pertama adalah Hijrah zhahirah, yakni pergi meninggalkan tempat untuk menghindari fitnah demi mempertahankan agama. Kedua adalah Hijrah bathinah, meninggalkan perbuatan yang dibisikkan oleh nafsu amarah dan syetan.

Para ulama lainnya menjelaskan dengan istilah berbeda; Hijrah Makaniyah (hijrah tempat) dan Hijrah Maknawiyah (hijrah maknawi).

Inilah hijrah yang harus selalu kita lakukan. Hijrah maknawiyah. Bagaimana kita berupaya selalu meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita terus menyempurnakan hijrah dari kufur menuju iman (terutama dilakukan oleh saudara kita yang mualaf). Hijrah dari syirik menuju tauhid. Hijrah dari nifaq menuju istiqomah. Hijrah dari maksiat menuju taat. Serta hijrah dari haram menuju halal. Wallahu a’lam bish shawab.

 

BERSAMA DAKWAH

4 Amalan Rasulullah yang tak Pernah Putus

Tanggal 1 Muharam 1439 H akan tiba besok, Kamis (21/9). Ini menandai datangnya tahun baru Islam atau tahun baru Hijriyah.

“Pada bulan Muharam ini terdapat salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yakni puasa Hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharam,” kata Ustaz Taufiqurrohman SQ saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9).

Da’i yang dikenal sebagai Ustaz Pantun itu menukil  salah satu hadits yang disampaikan oleh istri Rasulullah yang bernama Hafsah,  putri sahabat Umar bin Khattab. “Beliau mengatakan bahwa  ada empat amalan suamiku yang tidak pernah putus, yaitu puasa tanggal sepuluh bulan Muharam (Asyura), puasa tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, puasa tiga hari dalam setiap bulan (puasa bidh) dan shalat sunnah dua rakaat sebelum Shubuh,” tutur Taufiqurrohman mengutip hadits Rasulullah SAW tersebut.

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah SAW menyatakan puasa pada Hari Asyura (10 Muharam) menghapus dosa setahun yang lalu. Rasulullah juga bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam.” (HR. Muslim).

Taufiqurrohman mengajak kaum Muslimin untuk memanfaatkan momentum Muharam 1439 H ini dengan sebaik mungkin. “Salah satu yang paling penting adalah melaksanakan puasa Hari Asyura,” tuturnya.

 

REPUBLIKA

Kenapa Setelah Menikah Istri Terlihat Kalah Cantik Dibanding Wanita Lain? Ini Penjelasan Nabi

Seorang suami mengadukan apa yang ia rasakan kepada seorang Syekh. Dia berkata:

“Ketika aku mengagumi calon istriku seolah-olah dalam pandanganku Allah tidak menciptakan perempuan yang lebih cantik darinya di dunia ini.
Ketika aku sudah meminangnya, aku melihat banyak perempuan seperti dia.
Ketika aku sudah menikahinya aku lihat banyak perempuan yang jauh lebih cantik dari dirinya.
Ketika sudah berlalu beberapa tahun pernikahan kami, aku melihat seluruh perempuan lebih manis dari pada istriku.”

Syekh berkata:  ﺃﻓﺄﺧﺒﺮﻙ ﺑﻤﺎ ﻫﻮ ﺃﺩﻫﻰ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﺃﻣﺮّ!؟

“Apakah engkau tahu, ada yang jauh lebih parah daripada yang engkau alami saat ini!?”

Laki-laki penanya: “Iya, mau.”

Syekh: “Sekalipun engkau mengawini seluruh perempuan yang ada di dunia ini, pasti anjing-anjing yang berkeliaran di jalanan itu lebih cantik dalam pandanganmu dari pada wanita manapun.”

Laki-laki penanya itu tersenyum masam, lalu ia berujar: “Kenapa tuan Syekh berkata demikian?”

Syekh itu melanjutkan: ليس الأمر في عرسك ، وإنما هو في قلبك الطامع وبصرك الزائغ ، ولا يملأ عين ابن آدم الا التراب

“Masalah sesungguhnya bukan terletak pada istrimu, tapi terletak pada hati rakusmu dan mata keranjangmu. Mata manusia tidak akan pernah puas, kecuali jika sudah tertutup tanah kuburan.”

Rasulullah bersabda:

لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ ثَانِيًا، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Andaikan anak Adam itu memiliki lembah penuh berisi emas pasti ia akan menginkan lembah kedua, dan tidak akan ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa yang mau bertaubat”.

Lalu Syekh itu bertanya, “Apakah engkau ingin istrimu kembali seperti dulu, menjadi wanita terindah di dunia ini?”

“Iya Syekh,” jawab lelaki itu dengan perasaan tak menentu.

Syekh: فاغضض ﺑﺼﺮﻙ ، فإن من ارتضى بحلاله رزق الكمال فيه

“Pejamkanlah matamu dari hal-hal yang haram… Ketahuilah, orang yang merasa cukup dengan suatu yang halal, maka dia akan diberi kenikmatan yang sempurna di dalam barang halal tersebut.

 

FIQIH MENJAWAB

Istana Alfabia Padukan Arsitektur Islam dan Mediterania

Istana Alfabia di Mallorca dibangun dengan arsitektur yang menarik, yakni  perpaduan antara arsitektur Islam dan Mediterania. Jalan lebar menuju serambi utama dipagari deretan pohon-pohon maple yang besar dan rimbun.

Saat pertama kali melihat rumah besar ini, memang gaya arsitektur Mediterania yang lebih dulu tertangkap. Namun, begitu menjejak ke dalam pekarangan, tampaklah dekorasi berupa air mancur yang menjadi ciri khas dan elemen penting pada taman-taman milik bangsa Spanyol-Arab.

Selain air mancur, ciri khas tradisi Arab lainnya yang bisa ditemukan di kediaman Alfabia adalah keberadaan qanat, yaitu saluran air dari batu berhiaskan ukiran di atasnya. Selain mengalirkan air, qanat juga berfungsi sebagai batas antara kebun buah-buahan dan pepohonan aromatik.

Hingga saat ini, sebagian besar Istana Alfabia masih terjaga keasliannya. Mulai dari gerbang yang bagian atasnya melengkung hingga langit-langit rumah yang tampil dengan hiasan bercita rasa tinggi. Hiasan karya perajin Almohad pada 1170 M itu terbuat dari kayu pohon pinus.

Pada bagian lantai tampak jelas dekorasi yang menampilkan lambang keluarga Arab, penghuni rumah tersebut. Sekarang coba amati bagian langit-langit. Di sana terdapat hiasan semacam kaligrafi bertuliskan ”Allah Mahabesar, Allah Mahakuasa, dan Tiada Tuhan Selain Allah.”

Pada masa lalu, rumah megah ini berkontribusi besar bagi kemasyhuran Alfabia. Rumah ini pun menjadi bukti tak terbantahkan mengenai besarnya pengaruh budaya Islam di Mallorca.

Dibangun di lereng bukit, para arsitek Arab pada masa itu harus memutar otak untuk menyiasati lahan yang berlereng-lereng. Hasilnya, terciptalah taman-taman landai berundak. Saluran qanat pun disusun berselang-seling untuk mengairi danau buatan di tengah taman.

Sejumlah pohon kurma yang tumbuh subur di taman tersebut menjadi bukti lain kentalnya pengaruh Arab di istana ini. Nuansa Arab itu menjadi kian kental ketika indra penciuman menghirup aroma pohon almond, carob, dan pinus Aleppo di tengah taman nan elok itu. Eksotis!

 

REPUBLIKA

Perbedaan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Islam Hijriyah, Ini Penjelasan dan Sejarahnya

Tahukah Anda bahwa perayan Tahun Baru Masehi itu telah dijadikannya sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.

Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari.

Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.  Tapi pernahkah kita meriah dalam menyambut  tahun baru Hijriah? Dan untuk tahun Masehi pastinya kita semua tahu pasti dari urutan hari, bulan dan tanggal penting yang biasanya ada di Tahun Masehi.

Tapi bagaimana dengan tahun Hijriah atau kalender Islam, seperti hari-hari dalam tahun Hijriah dan urutan bulan-bulannya? Jarang diantara kita yang hafal akan urutan bulan di dalam tahun Hijriah, Inilah perbedaan yang mendasar dari tahun Masehi dan Tahun Hijriah.

Perbedaan antara Tahun Masehi dengan Tahun Hijriah adalah:

1. Asal Mula
Kalender Hijriah Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan penanggalan Islam.

Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.Pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah.

Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H.

Kalender masehi merupakan salah satu system penanggalan yang dibuat berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari (syamsiah solar system) yang penaggalannya dimulai semenjak kelahiran Nabi Isa Almasih as. (sehingga disebut Masehi ; Masihi).

Nama lain dari kalender ini adalah kalender Milladiah (kelahiran).Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM.

Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskkitariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini.

Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

2. Penentuan Tanggal
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut.

Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.

3. Nama Bulan
Nama Bulan pada tahun Masehi

  • JANUARI
    Merupakan bulan pertama dalam tahun Masehi Januarius Mensis (Latin, bulan Januari) dan bulan ini bisa dikatakan berwajah dua. Wajah yang satu menghadap ke tahun sebelumnya dan lainnya ke tahun berjalan.
    .
  • FEBRUARI
    Merupakan bulan kedua dalam tahun Masehi. Berasal dari nama dewa Februus, Dewa Penyucian.
    .
  • MARET
    Merupakan bulan ketiga dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa Mars, Dewa Perang. Pada mulanya, Maret merupakan bulan pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun 45 SM Julius Caesar menambahkan bulan Januari dan Februari di depannya sehingga menjadi bulan ketiga.
    .
  • APRIL
    Merupakan bulan keempat dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut juga Aperire yang berarti ”membuka”. Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi Cinta orang Romawi.
    .
  • MEI
    Merupakan bulan kelima dalam kalender Masehi. Berasal dari nama Dewi Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia.
    .
  • JUNI
    Merupakan bulan keenam dari tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Juno.
    .
  • JULI
    Merupakan bulan ketujuh dari tahun Masehi. Di bulan ini Julius Caesar lahir, sebab itu dinamakan sebagai bulan Juli. Sebelumnya bulan Juli disebut sebagai Quintilis, yang berarti bulan kelima dalam bahasa Latin. Hal ini dikarenakan kalender Romawi pada awalnya menempatkan Maret sebagai bulan pertama.
    .
  • AGUSTUS
    Merupakan kedelapan dalam kalender Masehi. Seperti juga nama bulan Juli yang berasal dari nama Julius Caesar, maka bulan Agustus berasal dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus. Pada awalnya, ketika Maret masih menjadi bulan pertama, Maret menjadi bulan keenam dengan sebutan Sextilis.
    .
  • SEPTEMBER
    Merupakan bulan kesembilan dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Septem, yang berarti tujuh. September merupakan bulan ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
    .
  • OKTOBER
    Merupakan bulan kesepuluh dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Octo, yang berarti delapan. Oktober merupakan bulan kedelapan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
    .
  • NOVEMBER
    Merupakan bulan kesebelas dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Novem, yang berarti sembilan. November merupakan bulan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
    .
  • DESEMBER
    Merupakan bulan keduabelas atau bulan terakhir dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Decem, yang berarti sepuluh. Desember merupakan bulan kesepuluh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM. Dibulan inilah diyakini lahirnya Dewa Matahari (25 Dec) yang kemudian diadopsi oleh Kristen menjadi perayaan gereja, yakni Natal Yesus Kristus

Nama Bulan pada tahun HijriyahBerbeda dengan Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Umar bin Khatab, yg menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW (ditemani Abu Bakar) dari Mekah ke Madinah. Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29 – 30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman ALLAH SWT:

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At Taubah[9] : 36).

  • Muharram
    Artinya, yang diharamkan atau menjadi pantangan. Di bulan Muharram, dilarang untuk berperang.
    .
  • Shafar
    Artinya, kosong. Di bulan ini, lelaki Arab pergi untuk merantau atau berperang.
    .
  • Rabi’ul Awal
    Artinya masa kembalinya kaum lelaki yg merantau (shafar).
    .
  • Rabi’ul Akhir
    Artinya akhir masa menetapnya kaum lelaki.
    .
  • Jumadil Awal
    Artinya awal kekeringan. Maksudnya, mulai terjadi musim kering.
    .
  • Jumadil Akhir
    Artinya akhir kekeringan. Dengan demikian, musim kering berakhir.
    .
  • Rajab
    Artinya mulia. Jaman dulu, bangsa Arab sangat memuliakan bulan ini.
    .
  • Sya’ban
    Artinya berkelompok. Biasanya bangsa Arab berkelompok mencari nafkah.
    .
  • Ramadhan
    Artinya sangat panas. Bulan yg memanggang (membakar) dosa, karena di bulan ini kaum Mukmin diharuskan berpuasa/shaum sebulan penuh.
    .
  • Syawwal
    Artinya kebahagiaan.
    .
  • Zulqaidah
    Artinya waktu istirahat bagi kaum lelaki Arab.
    .
  • Zulhijjah
    Artinya yang menuaikan haji.

4. Nama Hari
Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:

Nama hari pada tahun Hijriah:

  1. al-Ahad
  2. al-Itsnayn
  3. ats-Tsalaatsa’
  4. al-Arba’aa / ar-Raabi’
  5. al-Khamsatun
  6. al-Jumu’ah
  7. as-Sabat

Nama hari pada tahun Masehi :

  1. Minggu
  2. Senin
  3. Selasa
  4. Rabu
  5. Kamis
  6. Jum’at
  7. Sabtu

5. Penanggalan penting
Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:

  1. 1 Muharram: Tahun Baru Hijriyah
  2. 10 Muharram: Hari Asyura. Hari ini diperingati bagi kaum Syi’ah untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin Ali
  3. 12 Rabiul Awal: Maulud Nabi Muhammad (hari kelahiran Nabi Muhammad)
  4. 27 Rajab: Isra’ Mi’raj
  5. Bulan Ramadan: Satu bulan penuh umat Islam menjalankan Puasa di bulan Ramadan
  6. 17 Ramadan: Nuzulul Qur’an
  7. 10 hari ganjil terakhir di Bulan Ramadan terjadi Lailatul Qadar
  8. 1 Syawal: Hari Raya Idul Fitri
  9. 8 Dzulhijjah: Hari Tarwiyah
  10. 9 Dzulhijjah: Wukuf di Padang Arafah
  11. 10 Dzulhijjah: Hari Raya Idul Adha
  12. 11-13 Dzulhijjah:Hari Tasyriq

Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Masehi adalah:

  1. 1 Januari : Tahun Baru Masehi
  2. 22 April : Wafat Isa Almasih
  3. 2 Juni : Kenaikan Isa Almasih
  4. 17 Agustus : Hari Kemerdekaan RI
  5. 25 Desember : Hari Raya Natal

Nah, sudah tahukan perbedaan antara tahun Masehi dan Tahun Hijriah, jadi kita tidak perlu memaksakan diri untuk bisa merayakan tahun baru dengan begitu meriah. Yang lebih baik untuk memasuki tahun baru itu dengan cara intropeksi diri apa yang telah kita lakukan ditahun lalu dan yang akan kita lakukan pada tahun depan dengan menuju kehidupan yang lebih baik dan jangan lupa berdoa semoga kita dapat menjalani hidup ini lebih baik lagi beribadah kepada Allah S.W.T.

 

Dikutip dari ISLAMIDIA

Tahun Baru Hijriyah: Antara Amalan dan Perayaan

Sejatinya sebuah tahun baru, awal Hijriyah juga mempunyai perayaan dan diisi dengan beragam kegiatan. Tak semeriah tahun baru masehi setiap tanggal 1 Januari, tahun baru Hijriyah menjadi awal yang baru dan juga akhir dari masa lalu yang mempunyai banyak makna berupa amalan-amalan bagi umat Islam.

 

Sejarah 1 Muharram

Tanggal 1 Muharram adalah permulaan dalam sistem penanggalan sehari-hari yang digunakan oleh umat Islam. Istilahnya kita kenal dengan sebutan Kalender Hijriyah. Dinamakan dengan Hijriyah, karena pada tahun ini terjadi peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari kota Mekkah ke Madinah (saat itu bernama Yatsrib) pada tahun 622 Masehi.

Penggunaan Kalender Hijriyah ini bermula saat Khalifah Umar bin Khattab sedang mengalami sebuah masalah administrasi pemerintahan. Saat itu Abu Musa Al-Asy’ari yang menjabat sebagai Gubernur kota Bashrah mengadu kepada Umar karena kesulitan membedakan tahun di surat-surat yang dikirim oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab untuknya. Setelah pengaduan itu, Umar kemudian mengumpulkan para pembesar sahabat Nabi SAW sekaligus penasehat-penasehatnya untuk bermusyawarah. Mereka berunding untuk menetapkan kapan dimulainya kalender tahun dalam Islam.

Beberapa sahabat berpendapat bahwa penetapan awal tahun Islam adalah tahun diutusnya Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Namun sebagian yang lain mengusulkan supaya mengikuti kalender Romawi yang sudah dimulai sejak Raja Alexander. Lalu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib maju dan mengajukan sarannya. Beliau menyarankan agar peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dijadikan sebagai awal tahun untuk kalender umat Islam.

Umar bin Khattab dan para sahabat lain setuju dengan pendapat saudara sepupu sekaligus menantu dari Nabi Muhammad SAW ini. Lalu beliau berkata, “Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang salah. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan,” tegasnya.

Selain itu, mereka juga mencocokan kata “hari pertama” dengan memahami Alquran Surat At-Taubah ayat 108 yang artinya; Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah:108)

Maka atas dasar hasil musyawarah para sahabat ini, awal patokan kalender tahun penanggalan Islam resmi diberlakukan, tepatnya pada tahun 638 M/17 H. Kalender Hijriyah dikenal juga sebagai Kalender Qomariyah, yaitu kalender yang dihitung berdasarkan peredaran bulan.

Makna Muharram

Kata muharram diambil dari kata “haram” yang artinya berdosa dan terlarang. Bulan ini dalam Islam termasuk salah satu dari empat bulan haram atau bulan suci (Dzulqo’idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Hal inis sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat At-Taubah ayat 36 yang artinya; Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. At Taubah: 36)

Mengapa dikatakan haram?

Al Qodhi Abu Ya’la mengatakan dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Termasuk orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut, larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena kemuliaan bulan tersebut. Pada bulan itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.

Peraturan pelarangan ini dilakukan agar masyarakat saat itu berhenti dari peperangan sehingga keamanan umum terjamin. Sebagian mufassir berpendapat bahwa tradisi pengharaman perang di bulan Muharram dan tiga bulan tertentu lainnya telah terjadi sejak zaman Nabi Ibrahim AS. Peraturan tersebut tetap ada di masa Jahiliyah, bahkan menjadi sebuah tradisi yang telah mengakar. Setelah kemunculan Islam, pengharaman perang di bulan Muharram ditegaskan dalam agama Islam.

Pada dasarnya, pelarangan perang adalah salah satu cara untuk mengakhiri konflik panjang dan sekaligus sebagai alat untuk menyerukan perdamaian dan ketenteraman. Jika mereka yang terlibat dalam peperangan kemudian berhenti mengangkat senjata selama empat bulan, maka akan tercipta ruang untuk berpikir sehingga kemungkinan besar akan muncul mediasi untuk mengakhiri peperangan.

Sementara itu, selain sebagai bulan yang haram, Muharram juga merupakan bulan yang istimewa, karenanya disebut syahrullah yaitu bulan Allah. Bulan ini disandarkan pada Allah. Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah SWT kecuali bulan Muharram. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Muhammad SAW yang artinya; Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.

Perayaan dan Amalan

Perayaan Tahun Baru Hijriyah selalu dirayakan setiap tanggal 1 Muharram oleh umat Islam di seluruh dunia. Biasanya, umat Islam mengadakan berbagai acara seperti pengajian, tabligh akbar, ceramah, bahkan “pawai obor” yang biasanya melibatkan anak-anak.

Beberapa tokoh berpendapat, perayaan ini merupakan syiar agama Islam yang positif di masyarakat. Dengan perayaan, masyarakat sanggup memahami dan menyadari makna dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Hal ini dimaksudkan supaya nilai-nilai positif dalam peristiwa hijrah dapat mengubah perilaku masyarakat kea rah yang lebih baik.

Namun, sebagian yang lain juga berpendapat bahwa memperingati dan memeriahkan tahun baru Islam seperti perayaan tahun baru masehi adalah satu hal yang keliru dan dianggap bid’ah. Hal ini karena tidak ada contoh satupun dari Nabi dan para sahabatnya. Begitupun dengan amalan khusus yang dilakukan pada saat tahun baru hijriyah, seperti doa khusus, puasa awal dan akhir tahun, pesta kembang api, dan lainya. Menurut pendapat yang lain, memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh kelompok agama lain.

Ragam pendapat ini sah-sah saja dalam setiap persoalan. Hanya saja sebagai Muslim, hendaknya memaknai tahun baru Islam supaya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Karena peristiwa hijrah umat Islam dari Makkah ke Madinah tidak hanya mengandung nilai sejarah dan strategi perjuangan, tetapi juga mengandung nilai-nilai dan pelajaran berharga bagi perbaikan kehidupan umat secara pribadi dan kejayaan kaum Muslim pada umumnya.

Khalifah Umar bin Khattab menjadikan penanggalan Hijriyah sebagai zaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Ali bin Abi Thalib, seorang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah. Keponakan Rasulullah SAW inilah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Sidi Gazalba dalam buku Kebangkitan Islam dalam Pembahasan (1979), menulis: Dipandang dari ilmu strategi, hijrah merupakan taktik. Strategi yang hendak dicapai adalah mengembangkan iman dan mempertahankan kaum mukminin.

Semoga tahun baru Hijriyah ini kita tidak hanya sebatas merayakan dan melakukan berbagai amalan. Lebih dari itu, marilah kita pererat jalinan ukhuwah yang kokoh untuk membawa Islam mencapai kejayaan dan mengembangkan sayapnya ke berbagai penjuru bumi. Sejarah kaum Muhajirin-Anshar membuktikan bahwa ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Satu hal lain, kita tanamkan pula semangat hijrah dalam diri, menuju iman, ilmu, dan amal yang lebih baik. Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1438 Hijriyah!

 

GO MUSLIM

Kekeliruan dalam Menyambut Awal Tahun Baru Hijriyah

Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram. Seperti yang kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.

Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram

Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”[1]

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”[2]

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.  Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.

Di Balik Bulan Haram

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”[3]

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”[4]

Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)

Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[5]

Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.[6]

Perkataan yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), beliau rahimahullah mengatakan, ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut. Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya adalah Shofar Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah, sedangkan bulan inilah yang memakai nama islami dan disebut Muharram. Bulan ini adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melakukan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti pada hari Arofah dan 10 Muharram. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”[7]

Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, ”Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?”

Beliau rahimahullah menjawab, ”Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram).[8]

Dengan melihat penjelasan Az Zamakhsyari dan Abul Fadhl Al ’Iroqiy di atas, jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan istimewa.

Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?

Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”[9] Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.[10]

Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.

Amalan Keliru dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah

Amalan Pertama: Do’a awal dan akhir tahun

Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.

Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.[11]

Amalan kedua: Puasa awal dan akhir tahun

Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:

  1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181)  mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
  2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
  3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.[12]

Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.

Amalan Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah

Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau  membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[13]

Penutup

Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.

Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.”[14]

Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”[15]

Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

RUMASYO

Terpelihara Dari Kesusahan Dunia Akhirat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)

 HIDAYATULLAH

Alasan Logis Mengibaskan Tempat Tidur Ketika Hendak Tidur

Sebelum tidur, ada sunnah yang terlupakan. Satu diantaranya adalah mengibaskan tempat tidur ketika hendak tidur.

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Bila seseorang di antara kalian beranjak menuju ke tempat tidur, maka hendaklah dia mengibaskan tempat tidurnya dengan menggunakan bagian dalam sarungnya. Karena dia tidak tahu apa yang ada di balik tempat tidur tersebut. Setelah itu hendaklah dia berdoa, ‘Bismika Rabbi Wadha’tu Janbi wa Bika Arfa’uhu. In Amsakta Nafsi Farhamha, wa in Arsaltaha Fahfazhha bima Tahfazhu bihi Ibadaka Ash-Shalihin (Wahai Tuhanku, dengan menyebut namaMu aku meletakkan rusukku dan dengan namaMu pula aku mengangkatnya. Bila Engkau menahan jiwaku, maka rahmatilah ia. Dan bila Engkau melepasnya, maka jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hambaMu yang shalih.” (HR. Al-Bukhari: Muslim: Abu Daud: At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dalam teks milik At-Tirmidzi, di awal hadits, “Bila salah seorang dari kalian telah beranjak dari tempat tidurnya, lalu kembali lagi, maka hendaklah ia mengibaskan tempat tidur tersebut.”

At-Tirmidzi mengatakan bahwa status hadits ini adalah hasan.

Adapun dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan,

“Bila salah seorang di antara kalian menuju tempat tidurnya, maka hendaklah dia menggunakan bagian dalam sarungnya untuk mengibaskan tempat tidur tersebut, lalu menyebut nama Allah.”

Dalam Syarh Muslim, Imam An-Nawawi menjelaskan,

“Bagian dalam sarung; ujung bagian dalam sarung, artinya orang tersebut disunnahkan untuk mengibaskan tempat tidurnya sebelum memasuki atau menempatinya, karena barangkali di dalamnya ada ular, kalajengking atau hewan membahayakan lainnya. Hendaklah dia mengibaskan dengan tangan yang dilindunginya dengan ujung bagian dalam kain sarungnya, karena bila ada sesuatu yang membahayakan maka tangannya tidak akan tersentuh oleh sesuatu tersebut.”

Adapun kata ‘Dengan menggunakan bagian pakaiannya’ , Ibnu Hajar menuturkan beberapa pendapat mengenai arti kalimat ini. Lalu Ibnu Hajar sendiri dalam kitab Fath Al-Bari mengatakan, “Seharusnya pendapat yang lebih utama dalam masalah ini mengatakan bahwa arti yang dikehendaki adalah bagian dalam, untuk menyatukan dua riwayat yang ada.”

Wallahu a’lam.

 

[Paramuda/BersamaDakwah]