Keutamaan Puasa Bulan Muharram 

Berikut ini keutamaan puasa bulan Muharram. Bulan Muharram disebut juga sebagai syahrullah (bulannya Allah). Hal ini menunjukkan betapa mulianya bulan Muharram. Karena mulianya bulan ini, Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan beberapa hal sebagai kesunnahan. 

Salah satunya adalah berpuasa di bulan yang mulia tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang disebutkan oleh ash- Shan’ani di dalam kitab Fath al-Ghaffār al-Jāmi’ liahkām Sunnah Nabiyyinā al-Mukhtār juz. 2, hal. 909, No. 2818:

عن أبي هريرة أن النبي – صلى الله عليه وسلم – سئل أي الصيام بعد رمضان أفضل، قال: ‌شهر ‌الله المحرم

“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanya, puasa apakah yang paling utama setelah puasa Ramadhan? Rasulullah bersabda, puasa pada bulan Allah, yakni Muharram”.

Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa bulan Muharram adalah waktu yang paling utama untuk melakukan puasa sunnah. Menurut Imam as-Suyuthi di dalam kitab Syarah al-Suyūthi ‘ala Muslim juz. 3, hal. 252, puasa di bulan muharram menjadi puasa (sunnah) yang paling utama karena Muharram adalah awal permulaan tahun. 

Sehingga ketika seseorang membuka lembaran barunya di awal tahun dengan berpuasa maka ia telah membuka awal tahunnya dengan pekerjaan yang paling afdhal. Karena puasa adalah paling utamanya amal.

Selain dari keutamaan yang disebutkan di dalam hadits tersebut, ada pula keutamaan lain ketika seseorang melakukan puasa di bulan Muharram. Di antaranya sebagai berikut:

Pertama, pada bulan Muharram ada satu hari di mana dosa diampuni. Sebagaimana sabda Rasulullah yang disebutkan oleh Ibn Syaibah di dalam kitab al-Kitāb al-Mushannaf fī al-Ahādīts wa al-Atsār juz. 2, hal. 300, No. 9223:

«إِنْ كُنْتَ صَائِمًا شَهْرًا بَعْدَ رَمَضَانَ، فَصُمِ الْمُحَرَّمَ فَإِنَّهُ شَهْرُ اللَّهِ، وَفِيهِ يَوْمٌ تَابَ فِيهِ قَوْمٌ، وَيُتَابُ فِيهِ عَلَى آخَرِينَ»

“Jika kamu melakukan puasa sebulan setelah Ramadhan, maka berpuasalah di bulan Muharram. Karena sesungguhnya Muharram adalah bulannya Allah. Dan pada bulan tersebut terdapat satu hari di mana Allah telah menerima taubatnya satu kaum dan akan menerima taubat kaum yang lain”.

Kedua, puasa di bulan Muharram setara dengan berpuasa 30 hari pada selain asyhurul hurum (Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab). Sebagaimana hadis yang dikutip oleh Syekh Ali al-Kalantany di dalam kitab Sīru al-Sālikīn fī Tharīqah al-Sādāt al-Shūfiyyah juz. 1 hal. 137:

صومُ يومٍ مِنْ شهر حرام افضل من ثلاثين من غَيرهِ وصوم يوم من رمضانَ افضلُ من ثلاثين من شهرٍ حرامٍ

“Puasa satu hari di bulan haram lebih mulia dari pada puasa 30 hari di selain bulan haram. Dan puasa satu hari di bulan Ramadan lebih utama daripada puasa 30 hari di bulan haram”.

Ketiga, Rasulullah SAW senantiasa melakukan puasa pada asyhurulhurum yang salah satunya adalah bulan Muharram. Sebagaimana riwayat dari Abu Dawud yang disebutkan di dalam kitab Fiqh al-Shiyām wa al-Hajj min Dalīl al-Thālib juz. 8, hal. 7:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يصوم الأشهر الحرم

“Sesungguhnya Rasulullah SAW sering melakukan puasa pada asyhurul hurum (Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab)”.

Demikianlah beberapa keutamaan yang ada di balik melakukan puasa pada bulan Muharram. Selain beberapa keutamaan ini tentu masih banyak keutamaan lain yang akan diberikan kepada orang yang melakukan puasa. Karena puasa sendiri adalah salah satu ibadah yang pahalanya Allah sendiri yang mengetahui kelipatan ganjarannya. 

Demikian penjelasan terkait keutamaan puasa Bulan Muharram. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

12 Amalan Sunah Selama Bulan Muharram, Tahun Baru Islam 2018 serta Jadwal Puasa Asyura dan Tasu’ah

Tahun baru Islam 2018, 1 Muharram 1440 Hijriyah telah tiba. Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Islam atau Hijriyah yang menandai pergantian tahun.

Banyak amalan sunnah yang dapat dikerjakan pada bulan Muharram ini, termasuk Puasa Asyura dan Tasu’ah.

Memang, Puasa Asyura dan Tasu’ah yang pelaing banyak dikenal di bulan Muharram, tapi ada juga amalan lain yang tak kalah baik untuk dikerjakan.

Muharram juga adalah satu di antara empat bulan mulia dalam Islam yang jika kita banyak beribadah selama bulan itu, akan diberikan berbagai ganjaran pahala oleh Allah.

Dikutip dari NU Online dalam artikel diterbitkan pada Selasa (28/10/2014) ada 12 amalan yang bisa dikerjakan selama bulan Muharram.

Keutamaan bulan Muharram tidaklah perlu disangsikan lagi, namun keutamaan itu harus diisi dengan berbagai amalan-amalan yang berbobot, sehingga keutamaan itu benar-benar bernilai, baik secara individual maupun sosial.

Para ulama sudah mengklasifikasikan jenis amalan yang hendaknya diperbanyak selama bulan Muharram yaitu:

1. Melakukan shalat

2. Berpuasa

3. Menyambung silaturrahmi

4. Bersedekah

5. Mandi

6. Memakai celak mata

7. Berziarah kepada ulama (baik yang hidup maupun yang meninggal)

8. Menjenguk orang sakit

9. Menambah nafkah keluarga

10. Memotong kuku

11. Mengusap kepala anak yatim

12. Membaca surat al-Ikhlas sebanyak 1000 kali

Untuk mempermudah ingatan, sebagian ulama mengawetkannya dalam bentuk nadham yang dinukil As-Syaikh Abdul Hamid dalam kitabnya Kanzun Naja was Surur Fi Ad’iyyati Tasyrahus Shudur

فِى يوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ * بِهَا اثْنَتَانِ وَلهَاَ فَضْلٌ نُقِلْ

صُمْ صَلِّ صَلْ زُرْ عَالمِاً عُدْ وَاكْتَحِلْ * رَأْسُ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ

وَسِّعْ عَلَى اْلعِيَالِ قَلِّمْ ظُفْرَا * وَسُوْرَةَ الْاِخْلاَصِ قُلْ اَلْفَ تَصِلْ

 

Artinya: Ada sepuluh amalan di dalam bulan ‘asyura, yang ditambah lagi dua amalan lebih sempurna. Puasalah, shalatlah,sambung silaturrahmi, ziarahi orang alim, menjenguk orang sakit dan bercelak mata. Usaplah kepala anak yatim, bersedekah dan mandi, menambah nafkah keluarga, memotong kuku, membaca surat al-Ikhlas 1000 kali.

Kedua belas amalan ini hendaknya diperbanyak selama bulan Muharram, mengingat keutamaannya yang terdapat di dalamnya.

 

Niat Puasa Asyura dan Tasu’ah

Puasa bulan muharram ada dua jenis yaitu puasa Tasu’ah dan puasa Asyura. Menurut penjelasan para ulama, bulan muharram merupakan salah satu bulan yang paling mulia selain bulan ramadhan.Karena bulan kemuliaan bulan muharram ini, maka dianjurkan untuk melaksanakan sunnah puasa tasu’a dan puasa asyura.

Dikutip Banjarmasinpost.co.id dari situs Nahdlatul Ulama Indonesia, Puasa Asyura dan Puasa Tasu’a dilaksanakan berurutan. Pelaksanaan puasa sunah Tasu‘a adalah tanggal 9 Muharram dan Puasa Asyura tanggal 10 Muharram.

Berikut ini contoh lafal niat puasa Tasu‘a.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى

Ayo, Jauhkan Syirik di Bulan Muharam

SAAT ini kita tengah berada dalam bulan Muharam, satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah SWT. Untuk itu, hati-hatilah. Jangan pernah menodai Muharam, diantaranya dengan perbuatan-perbuatan di bawah ini.

Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka, janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri dalam keempat bulan itu. (QS. at-Taubah [9]: 36)

Imam Bukhori menafsirkan ayat di atas dengan menyebutkan hadits Abu Bakroh radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaan hari ketika Allah menciptakan langit-langit dan bumi. Setahun ada dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan yang dimuliakan: tiga bulan yang berurutan, yaitu Dzulqodah, Dzulhijjah dan Muharrom, dan bulan Rojab Mudhor yang ada antara bulan Jumada dan Syaban.” (HR. Bukhori 4662)

Syaikh Abdurrohman as-Sadi rahimahullahu taala mengatakan: “Dinamakan haram karena kemuliaannya yang dilebihkan, dan juga karena diharamkannya peperangan pada bulan tersebut.”

Kemuliaan Muharam Kini Telah Ternoda

Anehnya, sebagian besar manusia di sekitar kita atau bahkan hampir seluruhnya, menjadikan bulan Muharam ini sebagai bulan keramat, penuh mara bahaya dan petaka. Akibatnya, berbagai ritual bidah, khurofat, takhayul bahkan kesyirikan marak dilakukan di bulan ini. Tentunya ini merupakan bentuk tidak dimuliakannya bulan ini, bahkan sebaliknya malah menodainya. Padahal, bulan ini mulia dengan lebih dimuliakannya amal sa;eh di dalamnya. Dan akan lebih besar pula dosa kemaksiatan yang dilakukan pada bulan ini.

Qotadah rahimahullahu taala menyebutkan: “Amal saleh pada bulan haram pahalanya sangat agung. Sebaliknya, perbuatan kezaliman padanya merupakan kezaliman yang juga lebih besar (dosanya) dibanding bulan selainnya, meski yang namanya kezaliman itu kapan pun dilakukan tetap saja merupakan dosa besar.”

Kenyataan yang kita dapati, banyak hajat yang terpaksa diurungkan gara-gara bertepatan dengan bulan ini; mulai hendak membangun rumah, pindah rumah (boyongan: jawa), memulai proyek, pernikahan, khitanan, dan masih banyak lagi hajat yang lainnya. Mereka hanya berdalih bulan keramat ini tidak baik untuk hajatan, bahkan tidak menguntungkan. Naudzu billahi min dzalik, kita berlindung kepada Allah dari semua itu.

Sebagai bentuk antisipasi datangnya mara bahaya di bulan tersebut, mereka melakukan berbagai ritual dan aktivitas tahunan. Mereka semua gelisah dan takut memasuki bulan ini layaknya tidak ada yang tidak merasa khawatir akan tertimpa musibah, sehingga mereka semua semarak dan serempak melakukan ritual-ritual tersebut.Sadranan (nyadran: jawa), membuat sesaji (sajenan: jawa), larung sesaji, sampai memandikan pusaka atau jimat (jamasan: jawa), dan mungkin masih banyak ritual-ritual lainnya.

Perhatikan, bagaimana mereka telah membalik kemuliaan bulan Muharam ini menjadi terlecehkan lagi terhina. Padahal, semestinya mereka memperbanyak amal sholih di bulan ini, bukan malah mengotorinya dengan berbagai macam dosa dan maksiat.

Keyakinan bahwa bulan Muharrom termasuk bulan keramat, bulan sial, bulan yang tidak akan membawa keberuntungan adalah sebuah dosa besar, bahkan bisa jadi kesyirikan yang tidak terampuni. Sebab, kandungan dari keyakinan tersebut ialah pencelaan terhadap masa, waktu, atau zaman yang berarti secara tidak langsung telah mencela Pembuat dan Pengaturnya, yaitu Alloh azza wajalla. Rosululloh shallallahu alaihi wasallam menyebutkan bahwa Allah azza wajalla menegaskan hal ini dalam sebuah hadits qudsi:

Manusia telah menyakiti-Ku. Dia mencela masa, padahal Aku adalah (pemilik dan pengatur) masa. Urusan itu ada di tangan-Ku, Aku yang membolak-balikkan silih bergantinya siang dan malam. (HR. Bukhori 4826 dan Muslim 2246)

Bila mereka mencela bulan Muharam ini saja diharamkan karena berarti mencela Allah SWT, maka bila celaan mereka terhadap bulan ini disertai keyakinan bahwa memang bulan ini yang mengatur baik dan buruknya nasib mereka, berarti mereka telah terjungkal ke dalam jurang kesyirikan.

INILAH MOZAIK

Keutamaan Muharram

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu- dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

“Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- mendatangi Kota Madinah, lalu didapatinya orang-orang Yahudi berpuasa di Hari ‘Asyura. Maka beliau pun bertanya kepada mereka, “Hari apakah ini, hingga kalian berpuasa?” mereka menjawab, “Hari ini adalah hari yang agung, hari ketika Allah memenangkan Musa dan Kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun serta kaumnya. Karena itu, Musa puasa setiap hari itu untuk menyatakan syukur, maka kami pun melakukannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian.” kemudian beliau pun berpuasa dan memerintahkan kaumnya puasa di hari itu.” (HR. Al-Bukhari no. 3145, 3649, 4368 dan Muslim no. 1130).*

 

HIDAYATULLAH

Inilah 5 Kemuliaan Bulan Muharam

Bulan Muharam 1439 H tiba besok, Kamis (21/9). Inilah tanda datangnya tahun Islam, yakni 1439 Hijriyah. Menurut Ustaz A Saefullah MA, ada banyak keistimewaan atau kemuliaan bulan Muharam.

“Paling tidak, ada lima kemuliaan bulan Muharam,” kata Ustaz Saefullah kepada Republika.co.id, Rabu (20/9).

Anggota Tim Asatidz Majelis Az-Zikra yang dipimpin Ustaz Muhammad Arifin Ilham itu menyebutkan, pertama, bulan Muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Kedua, bulan Muharam  termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah  sebagai bulan haram (QS At-Taubah: 36).

Ketiga,  bulan ini dijadikan awal bulan dari tahun baru Islam. Keempat, pada  bulan ini disunahkan untuk berpuasa.  Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam.” (HR. Muslim).

Kelima, pada  bulan Muharam  terdapat Hari Asyura’. “Rasulullah SAW menyatakan puasa pada Hari Asyura (10 Muharam) menghapus dosa setahun yang lalu,” kata Saefullah mengutip salah sath hadits Rasulullah SAW.

“Semoga kita dijadikan  hamba Allah  yang dapat meraih keutamaan bulan Muharam dengan melaksanakan ibadah di dalamnya. Aamiin,” tutur Ustaz Saefullah MA.

 

REPUBLIKA

Tahun Baru Islam dan Makna di Dalamnya

Bagaimana sejarah awal mula kalender hijriah hingga kemudian menjadi kalender Islam seperti sekarang? Berikut ini penjelasan asal usul dan sejarah lengkap, disertai kalender hijriah 1439 selama setahun.

Sejarah dan Asal Usul Kalender Hijriah

Tahukah Anda? Orang-orang Arab baik sebelum masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun pada masa beliau tidak memiliki angka tahun. Mereka biasa menamakan tahun dengan peristiwa besar yang terjadi di dalamnya.

Misalnya ada tahun yang disebut tahun gajah (amul fil) karena di tahun tersebut terjadi peristiwa pasukan gajah di bawah pimpinan Abrahah yang akan menghancurkan Ka’bah. Namun sebelum menjalankan misinya, mereka dihancurkan Allah dengan burung ababil. Maka kita pun mendengar ungkapan, Rasulullah lahir di tahun gajah. Maksudnya, tahun saat terjadinya peristiwa yang diabadikan Allah dalam Surat Al Fil tersebut.

Ada tahun yang disebut sebagai tahun fijar (amul fijar) karena saat itu terjadi perang fijar. Ada tahun yang disebut tahun nubuwah karena di tahun itu Rasulullah menerima wahyu. Ada tahun yang disebut amul huzni karena di tahun itu Rasulullah dan para sahabat bersedih setelah kehilangan dua orang yang berperan penting dalam dakwah yakni ummul mukminin Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib. Dengan meninggalnya dua pembela dakwah itu, tribulasi dan penindasan kaum kafir quraisy semakin menjadi-jadi.

Demikian tahun demi tahun berjalan tanpa angka. Hingga di tahun ketiga masa pemerintahan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, datang satu masalah yang dialami oleh pejabat pemerintah. Ketiadaan angka tahun membuat sebagian pejabat pemerintah kesulitan.

Salah satunya adalah Gubernur Basrah Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengadukan kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab, “Wahai Amirul Mukminin, telah datang surat Anda kepada kami namun kami kesulitan menindaklanjutinya. DI surat tersebut tertulis bulan Sya’ban, namun kami tidak tahu apakah yang dimaksud adalah Sya’ban tahun ini atau Sya’ban tahun kemarin?”

Mendapati masalah ini, Umar merasa perlu menetapkan angka tahun. Beliau lantas meminta para sahabat mengusulkan penetapan tahun.

Ada yang mengusulkan mengikuti tahun romawi, namun usulan ini tertolak karena tahun Romawi terlalu jauh. Para sahabat kemudian mengusulkan penetapan tahun dengan pertimbangan yang terbagi dalam empat usulan. Pertama, kalender Islam dimulai dari tahun kelahiran Rasulullah. Kedua, kalender Islam dimulai dari tahun nubuwwah. Ketiga, kalender Islam dimulai dari tahun hijrah. Dan keempat, kalender Islam dimulai dari tahun wafatnya Rasulullah.

Usulan pertama dan ketiga tidak diambil. Setidaknya ada dua alasan. Pertama, sebagian sahabat berbeda pendapat mengenai tahun kelahiran dan tahun nubuwah. Kedua, baik kelahiran maupun tahun nubuwah, keduanya adalah semata-mata anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tak ada upaya atau perjuangan manusia (juhud basyari) sama sekali.

Usulan keempat juga tidak diambil. Alasannya, hal itu bisa mengulang kesedihan jika wafatnya Rasulullah dijadikan tahun pertama kalender Islam.

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu mengusulkan kalender Islam dimulai dari tahun hijrah. Inilah tahun dimulainya peradaban baru Islam. Inilah tahun perubahan umat Islam dari yang semula tertindas di Makkah menjadi kekuatan di Madinah. Dan berbeda dengan kelahiran dan nubuwah Rasulullah yang sama sekali tak ada upaya manusiawi, hijrah merupakan perjuangan besar umat Islam yang dipenuhi dengan banyak sejarah pengorbanan (tadhiyah).

Maka ditetapkanlah tahun hijrah sebagai tahun pertama kalender Islam. Dan karenanya, penanggalan ini disebut sebagai penanggalan hijriah. Kalender hijriah.

Selanjutnya, bulan apa yang dijadikan bulan pertama tahun hijriah? Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengusulkan Muharram. Mengapa? Sebab sejak dulu orang Arab menganggap Muharram adalah bulan pertama. Kedua, umat Islam telah menyelesaikan ibadah haji pada bulan Dzulhijjah. Ketiga, bulan Muharram merupakan bulan munculnya tekad hijrah ke Madinah setelah pada Dzulhijjah terjadi Baiat Aqabah II.

Hijrah dalam Al Quran

Seperti dijelaskan pada Sejarah Kalender Hijriah, kalender hijriah terkait erat dengan hijrah. Sebab tahun pertama kalender Islam ini dimulai dari tahun hijrah dan bulan pertama yakni Muharram merupakan bulan munculnya tekad hijrah ke Madinah. Maka spirit hijrah perlu dikuatkan kembali bertepatan momentum pergantian tahun hijriah.

Berikut ini ayat-ayat hijrah dalam Al Quran:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (QS. Surat An-Nisa’: 97)

Ibnu Abbas dan Ibnu Abi Hatim menjelaskan, asbabun nuzul ayat itu terkait dengan orang-orang yang telah masuk Islam namun tidak mau hijrah. Mereka kemudian dipaksa bergabung dengan Pasukan Abu Jahad saat perang Badar lalu terbunuh saat perang badar. Mati dalam kondisi menjadi bagian pasukan kafir Quraiys. Maka Allah menurunkan ayat ini.

Sayyid Qutb menjelaskan adanya asbabun nuzul yang lain. Bahwa ada sebagian orang yang telah masuk Islam, mereka tidak mau berhijrah. Sebagiannya kemudian meninggal di Makkah.

Ayat ini merupakan ancaman berat untuk orang-orang yang tidak mau berhijrah dari Makkah ke Madinah. Makkah yang saat itu merupakan Darul Kufr dan Madinah merupakan Darul Islam. Adapun setelah futuhnya Makkah, maka tidak ada kewajiban hijrah ke Madinah. La hijrata ba’dal fathi, sabda Nabi.

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa’: 100)

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 218)

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfal: 74)

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. Surat At-Taubah: 20)

Empat ayat terakhir ini menunjukkan keutamaan hijrah. Bahwa orang yang berhijrah akan mendapati tempat yang luas dan rezeki yang banyak, ia akan mendapat rahmat Allah, ampunan dan kasih sayang-Nya.

Hakikat hijrah

Tentu kita menginginkan keutamaan-keutamaan hijrah di atas. Namun, bagaimana kita berhijrah sementara kondisi kita bukanlah kondisi Makkah-Madinah seperti saat para sahabat hijrah? Sementara Al Quran secara umum memerintahkan kita untuk berhijrah?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang hakikat hijrah.

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Muslim adalah orang yang menyelamatkan semua orang muslim dari lisan dan tangannya. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah” (HR. Bukhari no.10)

Hijrah secara bahasa artinya adalah at tarku (meninggalkan). Hakikat hijrah adalah meninggalkan apa yang dilarang Allah.

Ketika menjelaskan hadits ini, Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan bahwa ada dua macam hijrah. Pertama adalah Hijrah zhahirah, yakni pergi meninggalkan tempat untuk menghindari fitnah demi mempertahankan agama. Kedua adalah Hijrah bathinah, meninggalkan perbuatan yang dibisikkan oleh nafsu amarah dan syetan.

Para ulama lainnya menjelaskan dengan istilah berbeda; Hijrah Makaniyah (hijrah tempat) dan Hijrah Maknawiyah (hijrah maknawi).

Inilah hijrah yang harus selalu kita lakukan. Hijrah maknawiyah. Bagaimana kita berupaya selalu meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita terus menyempurnakan hijrah dari kufur menuju iman (terutama dilakukan oleh saudara kita yang mualaf). Hijrah dari syirik menuju tauhid. Hijrah dari nifaq menuju istiqomah. Hijrah dari maksiat menuju taat. Serta hijrah dari haram menuju halal. Wallahu a’lam bish shawab.

 

BERSAMA DAKWAH

4 Amalan Rasulullah yang tak Pernah Putus

Tanggal 1 Muharam 1439 H akan tiba besok, Kamis (21/9). Ini menandai datangnya tahun baru Islam atau tahun baru Hijriyah.

“Pada bulan Muharam ini terdapat salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yakni puasa Hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharam,” kata Ustaz Taufiqurrohman SQ saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9).

Da’i yang dikenal sebagai Ustaz Pantun itu menukil  salah satu hadits yang disampaikan oleh istri Rasulullah yang bernama Hafsah,  putri sahabat Umar bin Khattab. “Beliau mengatakan bahwa  ada empat amalan suamiku yang tidak pernah putus, yaitu puasa tanggal sepuluh bulan Muharam (Asyura), puasa tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, puasa tiga hari dalam setiap bulan (puasa bidh) dan shalat sunnah dua rakaat sebelum Shubuh,” tutur Taufiqurrohman mengutip hadits Rasulullah SAW tersebut.

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah SAW menyatakan puasa pada Hari Asyura (10 Muharam) menghapus dosa setahun yang lalu. Rasulullah juga bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam.” (HR. Muslim).

Taufiqurrohman mengajak kaum Muslimin untuk memanfaatkan momentum Muharam 1439 H ini dengan sebaik mungkin. “Salah satu yang paling penting adalah melaksanakan puasa Hari Asyura,” tuturnya.

 

REPUBLIKA

Melestarikan Nilai Keislaman dengan Pawai Ta’aruf Muharam

Pawai ta’aruf menyambut Tahun Baru Islam oleh warga Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang dilaksanakan di tengah-tengah guyuran hujan lebat sepanjang Sabtu (1/10) siang. Namun, hujan tak sedikitpun membuat warga desa dan para peserta beranjak untuk rehat dari  pawai ini. Meski harus berbasah-basah, agenda budaya dan religi menyambut tahun 1438 Hijriyah ini tetap berjalan hingga purna.

Walaupun kostum Walisongo (Sembilan Wali) serta berbagai atribut mereka basah, para peserta tetap bersemangat mengikuti pawai ini. “Hujan bukan penghalang, buktinya tetap meriah,” ungkap Aripin (16 tahun), salah seorang peserta yang mengenakan kostum Walisongo ini.

Dalam pawai ta’aruf ini, para peserta mengusung berbagai atribut seperti replika Kabah, replika Alquran, replika masjid, umbul-umbul dan lainnya. Kostum yang dikenakan pun beragam dan semarak dengan warna.

Ikut memeriahkan pawai ta’aruf ini adalah penampilan berbagai kesenian tradisional yang hidup dan dilestarikan oleh warga di wilayah Kecamatan Suruh, parade drumblek hingga kesenaian rebana. Tak ketinggalan berbagai hasil bumi dari desa ini.

Ketua Panitia Pawai Ta’aruf Busyairi mengakui, hujan memang mengganggu jalannya pawai ta’aruf. Kondisi ini menyebabkan waktu pelaksanaannya harus molor. Namun, di tengah guyuran hujan lebat ini, warga tetap bersemangat mengikuti.

Demikian pula dengan warga yang ikut menyaksikan kemeriahan pawai ta’aruf ini. Hingga mereka tetap bertahan di tengah guyuran hujan. “Ini menandakan warga pun juga antusias dengan agenda kai ini,” katanya.

Dikatakan Busyairi, Desa Jatirejo merupakan salah satu potensi wisata religi yang belum tergarap di Kabupaten Semarang. Di desa ini tersimpan bukti sejarah yang berkaitan langsung dengan Sunan Kalijaga, salah satu penyebar Islam di tanah Jawa.

Dia  menyebut Bale Panjang, di kompleks pemakaman sesepuh desa yang dulu pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga. Selain itu juga tersimpan wajan berukuran besar serta tombak yang diyakini juga merupakan peninggalan Sunan Kalijaga.

Termasuk makam Sunan Jati, salah satu pengikut Sunan Kalijaga yang melaksanakan syiar dan menetap di desa ini. “Peninggalan wajan berukuran besar serta tombak ini masih tersimpan aman di masjid Jatirejo,” ungkap Busyairi.

Perihal, jejak dan bukti peninggalan Sunan Kalijaga ini diamini oleh Hadzik, salah satu keturunan Sunan Jati. Bahkan, tombak yang tersimpan ini masih digunakan sebagai tongkat khatib pada setiap pelaksanaan shalat Jumat di masjid ini.

Selain pawai ta’aruf, dalam menyambut Tahun baru Hijriyah ini warga Desa Jatirejo juga menggelar acara haul yang dilaksanakan pada malam menjelang pergantian tahun di lokasi Bale Panjang. “Ini untuk memperingati wafatnya Sunan Jati,” katanya.

Busyairi mengatakan, di desanya juga hidup sebuah kesenian yang konon juga merupakan warisan dari masa Sunan Kalijaga dan Sunan Jati. Kesenian yang bernafaskan religi  ini bernama ‘Kuntulan’.

Dia mengakui, di desanya tak banyak warga yang mempertahankan kesenian ini. Sehingga bisa dikatakan hampir punah. “Makanya, untuk melestarikannya kita tampilkan dalam pawai ta’aruf kali ini,” katanya.

Seni Kuntulan ini, sejatinya merupakan perpaduan dari seni (gerak) tari dengan kesenaian rebana. Para penarinya mengenakan pakaian putih dengan hiasan rumbai- rumbai warna warni, memakai peci dan kacamata hitam serta membawa kipas.

Saat menari, mereka diiringi rebana dengan syair- syair Jawa serta shalawat. Jika disimak, syair- syair Jawa tersebut merupakan petuah hidup yang sarat dengan nilai- nilai keislaman.

Sedangkan momentum tahun baru Islam dipilih sebagai saran mempererat silaturahim antar-warga. “Sekaligus mengingatkan umat Muslim agar senantiasa merefleksi lembaran hidupnya dengan tingkat keimanan dan ketakwaan yang lebih baik,” tutur Busyairi.

 

sumber: Repulika Online

Mengenal Bulan Haram

Ada sebuah ayat yang menerangkan perihal eksistensi bulan haram. Hal ini tertuang dalam surah at-Taubah ayat 36, yang berbunyi, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya, sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT telah menjelaskan pada kita bahwa bulan yang ada pada kehidupan manusia di dunia ini  berjumlah  12. Di antara 12 bulan tersebut, ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai bulan-bulan haram.

Dalam kitab tafsir Ath-Thabari disebutkan terdapat empat bulan dalam bulan haram yang dimaksud ayat tersebut. Yakni Dzulkaidah, Dzulhijah, Muharram, dan Rajab.

Penafsiran tersebut sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis. “Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar), sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun ada 12 bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzulkaidah, Dzulhijah, dan Muharam. Kemudian Rajab yang berada di antara Jumadil (Akhir) dan Syaban.” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, keempat bulan itu diyakini sangat diagungkan oleh bangsa Arab. Bahkan, mereka mengharamkan diri mereka sendiri untuk berperang di bulan-bulan tersebut sebagai bentuk atau simbol penghormatan mereka.

 

sumber:RepublikaOnline