Awas, Makanan Haram Menolak Doa

DOA orangtua adalah salah satu doa yang diijabah Allah. Namun mengapa ada doa orangtua yang tertolak, hingga seakan tak berpengaruh sama sekali untuk anak? Berikut ini kisah dan penjelasan tertolaknya doa orangtua akibat makanan.

“Saya sudah mendoakan anak saya untuk sekian lama, ustaz. Selesai salat fardhu, selesai salat malam. Tapi anak saya tetap nakal. Tidak ada perubahan sama sekali. Doa saya seperti tidak mempan,” kata seorang ibu menceritakan kondisi anaknya yang duduk di bangku sekolah menengah.

Sang ustaz diam sejenak. Ia mencoba mencerna keseluruhan cerita ibu tadi. Dengan nada berhati-hati ia mencoba menggali pertanyaan. “Mohon maaf apakah ibu pernah memberikan makanan dari hasil syubhat atau haram kepada anak ibu?”

Mendengar pertanyaan itu, sang ibu terdiam. Air mukanya menyiratkan kegundahan dan perlahan matanya berkaca-kaca.

“Iya, ustadz. Kalau dari uang syubhat sering. Suami saya sering mendapatkan uang yang tidak jelas. Kadang sebagai bentuk terima kasih customer yang telah dilayaninya. Kadang pemberian pimpinan yang nggak jelas dari mana. Kadang juga ada rekayasa laporan di tempat kerjanya.”

“Nah, itu bu. Ketika anak-anak mendapatkan asupan makanan yang haram atau syubhat, salah satu efeknya ia bisa terhijab dari doa. Apalagi orangtuanya juga memakan makanan haram. Semakin tidak nyambung itu doanya. Allah tidak berkenan mengabulkan doa orang tua tersebut”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mukmin untuk sama seperti yang diperintahkan kepada para nabi. Kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, Wahai para rasul, makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah amal shalih. Dia juga berfirman yang artinya, Hai orang-orang mukmin, makanlah makanan yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu. Kemudian beliau menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh hingga rambutnya kusut dan kotor, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, Ya Rabb, ya Rabb. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ia kenyang dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.” (HR. Muslim)

Ketika menjelaskan hadits ini, para ulama menerangkan bahwa laki-laki tersebut telah memenuhi empat hal yang semestinya membuat doanya terkabul yakni ia seorang musafir, ia lelah, ia menengadahkan dua tangan dan sangat berharap kepada Allah. Namun karena ia menggunakan barang haram, doanya tertolak. Sebab makanan haram, minuman haram dan pakaian haram adalah penghalang terkabulnya doa.

Para orangtua muslim, mari kita menjaga diri dari makanan dan hal-hal yang haram. Kita jaga pula anak-anak kita dari makanan dan hal-hal yang haram. Dengan demikian, semoga tak ada penghalang antara doa kita dan ijabah Allah. Semoga tak ada penghalang terkabulnya doa kita untuk kebaikan anak-anak kita. [bersamadakwah]

 

INILAH MOZAIK

Ibrahim Call (2)

Current Impact on Ibrahim Call

Dalam dunia property dan hospitalities misalnya, siapa yang mengelola hotel-hotel besar yang mengelilingi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi? Nama-nama besar jaringan perhotelan dunia yang datang dari negeri-negeri kapitalis ribawi. Sebut saja satu nama jaringan hotel besar dunia ? Anda cari hotelnya di Makkah atau Madinah insyaallah akan ketemu tidak jauh – jauh dari sekeliling Masjidil Haram ataupun Masjid Nabawi.

Di dunia perhotelan global, mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk membuka jaringannya di dua kota yang tidak pernah mengenal musim sepi ini. Bila di perhotelan di belahan dunia lain ada dikenal dua musim yaitu High Season (HS) and Low Season (LS), di kota Makkah dan Madinah juga mengenal dua musim – tetapi dua musim ini adalah Very High Season (VHS) and Very Very High Season(VVHS) – yaitu musim di luar Haji dan Ramadhan dan musim Haji dan Ramadhan..

Lantas siapa yang mengisi barang-barang yang diperdagangkan di Makkah dan Madinah? Mulai dari kain ihram, sajadah, sandal jepit sampai oleh-oleh yang diborong oleh para Jama’ah Haji Indonesia ke kampungnya masing-masing?

Mayoritas barang dagangan ini datang dari negeri kapitalis komunis yaitu China.

Bagaimana dengan bahan makanan yang ada di sana, berbagai mesin dan teknologi yang ada? Lagi-lagi mayoritasnya bukan dari negeri-negeri yang penduduknya berduyun-duyun ke dua kota suci ini.

Bukan salah mereka dari negeri kapitalis ribawi maupun kapitalis komunis yang mengambil manfaat dari pasar yang tumbuh begitu besar dan sangat terkonsentrasi ini, tetapi salah kita sendiri – yang gagal untuk secara comprehensive  menjadi ‘mereka’ yang memperoleh berbagai manfaat yang disebut di ayat ke dua (QS 22:28).

Kita hanya mau berdagang secara pasif, yaitu sebagai pembeli dari barang dan jasa yang mereka sediakan – tetapi kita tidak berdagang secara aktif yang justru menyediakan produk barang dan jasa yang diperlukan oleh para jema’ah haji itu sendiri. Kita menjadi pasar, dan belum menjadi pemasar – kita yang ‘dinikmati’ dan belum menjadi ‘yang menikmati berbagai manfaat’ yang diijinkan oleh Allah tersebut.

Padahal mengambil manfaat  terkait dengan duniawi bukan hanya diperbolehkan di ayat tersebut, hal yang senada juga ada di ayat lainnya yaitu Surat Al-Baqarah 198 : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam…”

Diijinkannya kita mengambil manfaat yang sifatnya duniawi ini selain agar kebutuhan umat sedapat mungkin diurus oleh umat ini sendiri, juga menjadi hikmah tersendiri. Yaitu agar menjadi insentif bagi kita untuk mau menyelesaikan tantangan-tantangan besar yang selalu muncul dalam kaitan dengan urusan berhaji ini di setiap jamannya masing-masing.

Kini hampir 1,500 tahun sesudah disyariatkannya berhaji dalam Islam, challenge-nya bukan lagi masalah perjalanan – karena kita bisa naik apa saja yang membuat manusia dari segala penjuru bisa sampai ke tempat ini dengan nyaman dan cepat. Tetapi challenge baru muncul sesuai dengan jamannya, kini saudara-saudara kita di kabupaten yang kaya di Sulawesi Tengah misalnya – perlu antri hingga 35 tahun untuk bisa memenuhi seruan tersebut.

Allah Yang Maha Tahu dan Maha Teliti tentu sudah mengetahui jauh sebelumnya dan telah memperhitungkannya, bahwa berbagai challenge ini akan bermunculan sesuai dengan jamannya masing-masing. Kita yang hidup di jaman ini tidak ada lagi masalah transportasi, juga biaya terjangkau oleh begitu banyak manusia di seluruh penjuru dunia untuk sampai ke tempat ini – tetapi challenge capacity-lah yang kini sangat perlu inovasi tersendiri.

Di era innovative disruption ini, peluang untuk melakukan terobosan dalam segala bidang memang terbuka untuk menyelesaikan masalah-masalah besar kehidupan – tidak terkecuali untuk masalah haji ini. Umat Islam Indonesia yang telah berhasil melakukan innovative disruption sekaliber Go-Jek dan Buka Lapak, mengapa tidak melahirkan innovative disruption– yang memungkinkan kita semua bisa pergi berhaji tanpa harus menunggu berpuluh tahun seperti saudara kita di Sulawesi Tengah?

Dan innovative disruption dalam hal pengelolaan capacity berhaji ini boleh diambil keuntungan atau manfaatnya yang bersifat duniawi juga selain manfaat untuk agama dan akhirat kita. Selain do’a yang sangat mashur – do’a sapu jagad untuk meminta kebaikan di dunia dan di akhirat sekaligus yang kita semua hafal, do’a ini ada contohnya yang lebih detil – untuk menjaga keseimbangan antara agama, dunia dan akhirat kita.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Ya Allah, perbaikilah agamaku sebagai benteng urusanku, perbaikilah duniaku yang menjadi tempat kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat kembaliku. Dan jadikanlah kehidupan ini memberi nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan, dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan.” (HR. Muslim no. 2720.)

Lantas apa hubungannya antara ayat-ayat dan do’a yang dicontohkan dalam hadits tersebut dengan problem kapasitas peribadatan jema’ah haji saat ini? Umat inilah yang tahu problem ini, betapa penantian 35 tahun untuk bisa pergi berhaji sungguh tidak mudah untuk bisa diterima yang justru terjadi di jaman modern ini. Di sisi lain masalah kapasitas untuk pengadaan akomodasi, tranportasi dlsb. tentu juga tidak mudah untuk bisa diatasi.

Problem besar juga berarti peluang besar bagi yang bisa mengatasinya, hanya saja peluang ini juga harus dilihat dari tiga sisi yang dicontohkan dalam do’a yang sahih tersebut. Dan inilah peluang kita untuk bisa mengatasi masalah besar jaman kita yang terkait dengan panggilan haji yang sudah dikumandangkan hampir 4,000 tahun lalu itu.

Peluang kita untuk ber-inovasi menyelesaikan urusan besar umat ini untuk merespon panggilan Ibrahim yang telah diteruskanNya hingga sampai ke anak cucu kita di jaman ini hingga akhir jaman nanti. Andakah yang akan bisa memberikan innovative solution agar orang-orang bisa berbondong-bondong dari seluruh penjuru dunia untuk bisa merespon Seruan Ibrahim ‘Alaihi Salam, agar semua kita bisa ‘berjalan kaki’ atau ‘ naik unta yang kurus’ sampai rumah Allah, dan agar kita bisa menyaksikan berbagai manfaat yang banyak bagi ‘mereka’ yang berarti juga kita sendiri?*

Oleh: Muhaimin Iqbal, Penulis adalah Direktur Gerai Dinar

 

HIDAYATULLAH

Ibrahim Call (1)

KETIKA sekitar 4.000 tahun lalu Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam diperintahkan untuk memanggil manusia untuk melaksanakan haji, dia bertanya kepada Allah “Ya Tuhanku, bagaimana saya bisa menyampaikan pesan ini kepada manusia, sedang suaraku tidak akan sampai kepada mereka ?”, dijawab oleh Allah “Panggillah mereka, Kami yang akan menyampaikannya !”. Maka Ibrahim-pun memanggil “Wahai manusia, Tuhanmu telah membangun rumah maka datanglah untuk beribadah kepadaNya”. Di jaman ini, dialog yang diceritakan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir tersebut seharusnya dapat menginspirasi berbagai inovasi dan solusi.

Diceritakan pula dalam kitab tafsir tersebut bahwa Allah menurunkan tinggi gunung-gunung agar seruan tersebut sampai, bukan hanya sampai kepada manusia yang hidup saat panggilan tersebut dikumandangkan tetapi juga pada seluruh manusia yang hidup hingga kini dan hingga akhir jaman nanti.

Seruan tersebut telah sampai ke kita bahkan ketika ayah ibu kita belum bertemu satu sama lain, ketika kakek-nenek kitapun belum menikah – ketika kita masih berupa sesuatu yang belum bisa disebut!

Point-nya adalah panggilan tersebut telah sampai ke kita, tinggal apakah kita mampu meresponse-nya secara comprehensive  atau tidak. Comprehensive  responses ini penting sekali sepanjang jaman, karena sepanjang jaman ada permasalahannya tersendiri untuk memenuhi panggilan tersebut.

Hingga 2,500 tahun setelah seruan tersebut disampaikan – yaitu jaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam hidup bersama para sahabatnya, challenge untuk comprehensive  responses itu antara lain berupa beratnya perjalanan menuju dan pulang balik dari Makkah. Hingga lebih dari 1,000 tahun sesudah itu-pun perjalanan haji masih sungguh tidak mudah, bahkan hingga awal abad 20-pun perjalanan untuk pergi haji itu tetap tidak mudah.

Anda yang sudah beruntung mengunjungi tanah suci, pasti bisa membayangkan betapa beratnya perjalanan ke sana, seandainya Anda harus menempuhnya dengan berjalan kaki atau naik unta yang kurus. Dan ini yang antara lain  disampaikan Allah dalam dua rangkaian ayat berikut :

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS 22:27).

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan…” (QS 22:28).

Perhatikan kata ‘mereka’ yang saya tebalkan, siapa yang dimaksud Allah dengan ‘mereka’ ini ? Mereka yang disebut di ayat pertama adalah orang-orang yang mau bersusah payah menempuh perjalanan memenuhi panggilan nabi Ibrahim tersebut – untuk menempuh perjalanan haji. Mereka di ayat kedua – yaitu yang menyaksikan maupun yang menerima berbagai manfaat juga adalah orang-orang yang sama, yaitu orang-orang yang bersusah payah pergi berhaji di ayat yang pertama tersebut.

Kini setelah hampir 4. 000 tahun panggilan dikumandangkan, atau hampir 1.500 tahun setelah ditetapkannya syariat tata cara yang baku untuk pergi berhaji, kita justru tidak mampu untuk secara comprehensive  menjadi ‘mereka’ yang disebut khususnya di ayat kedua, yaitu ‘mereka’ yang menerima atau menikmati perbagai manfaat dari syariat berhaji ini.

Abul Ala Maududi menjelaskan tafsir ayat ini sebagai berbagai manfaat yang sifatnya duniawi maupun manfaat untuk agama ini. Karena kita ‘lupa’ adanya  manfaat duniawi yang terkait berhaji ini, maka manfaat terbesar justru dinikmati oleh orang lain di luar Islam yang cara hidupnya bertentangan dengan syariat Islam.>>>

Oleh: Muhaimin Iqbal

 

HIDAYATULLAH

Hikmah Surat Ar Rohman

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt, Dzat Yang Maha Menciptakan segalanya dan Menguasai segalanya dengan sempurna. Tiada satupun yang lepas dari genggaman-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Surat Ar Rohman adalah satu-satunya surat yang mengulang kalimat yang sama sebanyak 31 kali. Kalimat tersebut berbunyi, “Fabiayyi aalaa-i Robbikumaa tukadzibaan”, yang artinya “Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang engkau dustakan”.

Setiap membaca kalimat ini seharusnya membuat kita merasa dicelupkan ke dalam samudera karunia Allah yang teramat luas tanpa batas sehingga tak pernah bisa kita menghitungnya. Jika kita menafakuri karunia Allah, maka sebenarnya kita akan sulit menemukan ketidaknikmatan karena ternyata sejauh mata memandang yang kita temukan adalah berbagai kenikmatan dari Allah Swt.

Karunia Allah yang begitu banyak dan luas terbentang di sekitar ini adalah kemudahan dari Allah agar kita mudah bersyukur. Tidak melulu memikirkan apa yang belum ada sedangkan yang sudah ada tidak kita perhatikan. Nikmati dan syukuri apa yang ada. Karena sikap bersyukur adalah jalan pengundang datangnya karunia Allah yang belum ada pada diri kita.

Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrohim [14]: 7)

Daripada sibuk memikirkan karunia yang belum kita miliki, apalagi sibuk dalam iri dengki karena melihat keberuntungan yang diperoleh orang lain, selain hanya menguras energi kita secara sia-sia, juga bisa menjerumuskan kita kepada kufur nikmat. Lebih baik kita sibuk menikmati dan mensyukuri karunia Allah yang sudah ada di tangan kita. Semakin kita bersyukur, semakin kita bahagia dan semakin bertambahlah karunia Allah untuk kita. Aamiin yaa Robbal aalamiin.

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

 

INILAH MOZAIK

Jenis-Jenis Prasangka

Rasulullah SAW senantiasa mendidik dan mengarahkan para sahabat agar berbaik sangka.

Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis prasangka.

Menurut Syekh al-Mishri, ada empat macam prasangka yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, prasangka yang diharamkan. Prasangka yang termasuk kategori haram itu adalah berprasangka buruk terhadap Allah serta berprasangka buruk terhadap kaum Muslimin yang adil.

Kedua, prasangka yang diperbolehkan. ”Prasangka yang diperbolehkan adalah yang terlitas dalam hati seorang Muslim kepada saudaranya karena adanya hal yang mencurigakan,” papar Syekh al-Mishri. Ketiga, prasangka yang dianjurkan. Menurut dia, prasangka jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama Muslim.

Keempat prasangka yang diperintahkan. Menurut Syekh al-Mishri, prasangka yang diperintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah dan hukum yang belum ada nashnya. ”Dalam hal ibadah, kita cukup berdasarkan prasangka yang kuat, seperti menerima kesaksian dari saksi yang adil, mencari arah kiblat, menaksir kerusakan-kerusakan, dan denda pidana yang tidak ada nash yang menentukan jumlah atau kadarnya,” ungkapnya.

Sufyan ats-Tsauri menjelaskan ada dua jenis prasangka, yakni berdosa dan tidak berdosa.  Prasangka yang berdosa, tutur ats-Tasuri,  jika seseorang berprasangka dan mengucapkannya kepada orang lain.  Sedangkan,  yang tak berdosa adalah  prasangka yang tidak diucapkan atau disebarkan kepada orang lain.

Rasulullah SAW senantiasa mendidik dan mengarahkan para sahabat agar berbaik sangka (ber-husnuzh-zhann) terhadap Allah SWT  dan manusia di sekitar mereka, agar hati mereka tetap bersatu. Tiga hari menjelang wafat, Rasulullah SAW bersabda, ”Janganlah seseorang meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah SWT.” (HR Muslim, hadis sahih).

Berbaik sangka kepada Allah SWT merupakan kenikmatan yang paling agung. Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik. ”Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.”

”Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ahmad bin Abbas an-Numri berkata, ”Sungguh aku berharap kepada Allah hingga seolah aku melihat betapa indahnya balasan Allah atas kebaikan prasangkaku.” Syekh al-Mishri, mengungkapkan, kebersihan hati seorang Mukmin adalah salah satu hal yang penting diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hati yang bersih akan memudahkan umat untuk menjalin ukhuwah Islamiyah. Salah satu cara memelihara jalinan ukhuwah Islamiyah adalah dengan berbaik sangka kepada saudara-saudara sesama Muslim.

Sumber : Dialog Jumat Republiak

Inilah 7 Pintu Neraka yang Dijaga Malaikat Malik

ALLAH menjanjikan balasan neraka bagi siapa saja yang membangkang terhadap syariat-Nya. Dan neraka adalah tempat penyiksaan paling dahsyat bagi mahluk Allah yang mendustakan ajaran Rasul-Nya.

Tidak ada yang bisa menggambarkan kepedihan siksa neraka ini. Apa pun jenis siksa yang dibuat manusia di dunia, tidak bisa melebihi pedihnya siksa neraka.

Kata Neraka sering disebutkan dalam kitab suci Alquran dan jumlahnya sangat banyak sekali. Dalam bahasa Arab disebut naar (an-Nar).

Siapapun orang yang dimasukkan ke dalam neraka, dia tidak akan bisa keluar darinya, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. Pintu neraka berdiri kokoh dan tertutup rapat. Itulah penjara bagi orang-orang yang menganggap remeh berita tentang pengadilan akhirat.

Ada juga orang-orang yang terakhir kali masuk surga, setelah mereka disiksa sesuai dengan dosa-dosanya yang telah mereka perbuat.

Didalam Alquran disebutkan bahan bakar neraka adalah dari manusia dan batu (ada yang mengartikan berhala). Pintu gerbang neraka dipimpin oleh Malaikat Malik, yang memiliki 19 malaikat penyiksa di dalam neraka, salah satunya yang disebut namanya dalam Alquran adalah Zabaniah.

Meskipun neraka sering digambarkan sebagai tempat penyiksaan yang teramat panas, tetapi ada jenis penyiksaan yang teramat sangat dingin. Disebutkan di dalam Alquran: “Inilah ( azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. (Sad [38]: 57)”

Siksaan di dalam neraka yang paling ringan adalah diberikan sandal api yang bisa membuat otak mereka mendidih. “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihlah otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam panci. Dia mengira tiada seorangpun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dialah orang yang mendapat siksaan paling ringan.” (HR. Bukhari – Muslim)

Neraka tempat penyiksaan itu kemudian banyak disebut orang dengan nama Jahannam. Jahannam itu memiliki tujuh pintu, setiap pintu (tingkat), telah ditetapkan untuk golongan tertentu dari para makhluk-Nya. Pintu (tingkat) neraka yang disebutkan di dalam Alquran adalah:

1. Hawiyah

Neraka yang diperuntukkan pada orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, yaitu mereka yang selama hidup di dunia mengerjakan kebaikan bercampur dengan keburukan. Orang muslim laki dan perempuan yang tindak tanduknya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, seperti para wanita muslim yang tidak menggunakan jilbab, atau pria muslim yang sering memakai sutra dan emas, mencari rezeki dengan cara tidak halal, memakan riba dan sebagainya, Hawiyah adalah sebagai tempat tinggalnya. (Surah Al – Qari’ah ).

2. Jahiim

Neraka sebagai tempat penyiksaan orang-orang musyrik atau orang yang menyekutukan Allah. Mereka akan disiksa oleh para sesembahan mereka. Dalam ajaran Islam syirik adalah sebagai salah satu dosa paling besar menurut Allah, karena syirik berarti menganggap bahwa ada makhluk yang lebih hebat dan berkuasa sehebat Allah dan bisa pula menganggap bahwa ada Tuhan selain Allah. (Surah Asy – Syu’ara ‘ dan Surah As – Saffat.)

3. Saqar

Neraka untuk orang munafik, yaitu orang yang mendustakan perintah Allah dan rasul. Mereka mengetahui bahwa Allah sudah menentukan hukum Islam melalui lisan Muhammad, tetapi mereka meremehkan syariat Islam. (Surah Al-Muddathir).

4. Lazhaa

Neraka yang disediakan untuk orang yang suka mengumpulkan harta, serakah dan menghina orang miskin. Bagi mereka yang tidak mau bersedekah, membayar zakat, atau bahkan memasang muka masam apabila ada orang miskin datang meminta bantuan. (Surah Al-Ma’arij).

5. Huthamah

Neraka yang disediakan untuk orang yang gemar mengumpulkan harta berupa emas, perak atau platina, mereka yang serakah tidak mau mengeluarkan zakat harta dan menghina orang miskin . Di neraka ini harta yang mereka kumpulkan akan dibawa dan dibakar untuk diminumkan sebagai siksaan kepada manusia kolektor harta. (Surah AlHumazah).

6. Sa’iir

Neraka yang diisi oleh orang-orang kafir dan orang yang memakan harta anak yatim . (Surah Al – Ahzab, Surah An – Nisa ‘, Surah Al – Fath dan Surah Luqman)

7. Wail

Neraka yang disediakan untuk para pengusaha atau pedagang yang licik, dengan cara mengurangi berat timbangan, mencalokan barang dagangan untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat. Barang dagangan mereka akan dibakar dan dimasukkan kedalam perut mereka sebagai azab dosa-dosa mereka. (Surah Al-Tatfif dan Surah AtTur) .

Neraka ini dipegang (ditahan) oleh tujuh puluh ribu tali, dan setiap talinya dipegang oleh tujuh puluh ribu malaikat.

Penghuni neraka terbanyak disebutkan di dalam salah satu hadis, bahwa penghuni neraka yang terbanyak adalah dari kalangan perempuan.” …

Orang-orang ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka, maka ketika saya berdiri di dekat pintu neraka tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang perempuan.

Shalat yang tak Diterima

Shalat adalah amal ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah SWT. Shalat merupakan ibadah yang istimewa dan paling penting dibandingkan ibadah lainnya. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS an- Nisa: 103).

Selain itu, shalat memiliki beberapa keistimewaan lain, yaitu waktu yang sangat tepat untuk mengakrabkan diri dengan Sang Khalik. Dalam Islam, shalat memiliki kedudukan yang tinggi sebagai rukun dan tiang agama. Rasulullah SAW bersabda, “Pangkal segala urusan ada lah Islam. Tiangnya adalah shalat. Puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR ath-Thabrani).

Dalam sebuah riwayat, Abu Hurairah RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Bagaimana pendapat kalian andaikan ada sebuah sungai diambang pintu salah seorang di antara kalian, dia bisa mandi di sungai itu lima kali setiap harinya, adalah sedikit pun kotoran yang masih tersisa?’ Lalu para sahabat menjawab: ‘Tidak ada kotoran yang tersisa.’ Beliau bersabda: ‘Demi kian lah itu perumpamaan shalat lima waktu, yang dengan shalat itu Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (Muttafaq Alaih).

Shalat juga merupakan ibadah yang dapat menghidarkan manusia dari perbuatan keji dan mungkar. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).” (al-Ankabut: 45).

Selain itu, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa memelihara shalat, ia memiliki cahaya, bukti, dan selamat pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak memelihara shalat, ia tidak memeliki cahaya, bukti, dan tidak selamat. Di hari kiamat ia bersama dengan Qarun, Fir’aun, Hman, dan Ubay bin Khallaf.” (HR Ahmad, Thabrani, dan Innu Hibban).

Segelintir keistimewaan shalat tersebut, membuat siapa pun yang melalaikannya akan merasa sangat merugi, mengingat surga yang dijanjikan Allah kepada siapa saja yang melaksanakannya. Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang wanita mendirikan shalat lima waktu, memelihara kemaluannya, dan menanti suaminya maka ia akan masuk surga dari pintu manapun yang dikehendakinya.” (Ibnu Hibban).

Sebagai seorang istri sudah sepatutnya berkewajiban untuk taat dan patuh kepada suaminya dalam perkara yang baik. Dalam Islam, seorang suami yang baik memang menempati posisi yang lebih tinggi dibandingkan wanita karena suami adalah seorang pemimpin keluarga dan memiliki beban dan tanggung jawab yang besar.

Rasulullah bersabda, “Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk bersujud kepada manusia lain. Seandainya pantas bagi seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadapnya (istri).” (HR Ahmad). Tingginya kedudukan seorang suami, mengharuskan istri meng hindari bangkitnya amarah sang suami.

Selain dapat mengurangi keharmonisan rumah tangga, membangkitkan amarah suami nyatanya juga dapat menghalangi diterimanya shalat yang dilaksanakan sang istri. Hal ini berdasar pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, “Ada tiga manusia yang shalat mereka tidaklah naik melebihi kepala mereka walau sejengkal, yaitu seorang yang mengimami sebuah kaum namun kaum itu membencinya, seorang istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan dua orang saudara yang saling memutuskan tali silahturahmi.” (HR Ibnu Majah).

Meski begitu, para suami juga tidak diperkenankan memperlakukan istri seenaknya. Karena sudah sepatutnya setiap pasangan memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Bila istri melakukan suatu tindakan yang melukai hati suami maka segerakan meminta maaf, begitu pula sebaliknya.

Selain itu, terdapat beberapa perkara lain yang dapat menghalangi diterimanya amalan shalat seorang Muslimah, yaitu mereka yang percaya kepada peramal, paranormal, atau dukun. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dijelaskan, “Siapa mendatangi tukang tenun (dukun) paranormal, kemudian dia membenarkan perkataannya maka tidak di terima shalatnya 40 malam.” (HR Bu khari-Muslim).

REPUBLIKA

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!sholat,maka sholat,tujuan sholat,hikmah sholat Dengan aplikasi ini, Anda juga bisa ngecek Porsi Haji dan Visa Umrah Anda.

Cara Turki Kelola Masjid

Saat perjalanan ke luar negeri, saya selalu menyempatkan pergi ke salah satu Masjid disana. Walaupun di Negara minoritas muslim, misal di Melbourne, ada Masjid Bediuzzaman Said Nursi yang bangunannya berupa rumah satu lantai sederhana tapi terkelola dengan baik.

Namun pengalaman paling berkesan adalah saat beberapa waktu lalu saya berkunjung selama 10 hari ke Istanbul, Turki. Masjid-Masjid disana umumnya memiliki desain yang sama bergaya Kesultanan Utsmani (Ottoman), tanpa dicat, dindingnya berupa susunan batu sehingga  berkesan natural dan klasik.

Masjid-Masjidnya terbuat dari batu-batu khusus, seperti salah satu Masjid yang saya kunjungi, Masjid Sulaimaniyah (The Sulaimaniye Mosque) yang berlokasi di Kota Istanbul, yang merupakan Masjid terbesar di Istanbul. Masjid ini sangat strategis, terletak di atas puncak bukit sehingga kita bisa melihat sebagian wilayah Istanbul dari atas, khususnya selat bosphorus yang membelah wilayah Asia dan Eropa Turki.

Perjalanan kaki yang melelahkan mendaki puncak bukit, menyusuri perumahan warga dan toko-toko, hilang seketika saat tiba di Masjid Sulaimaniyah.

Masjid Sulaimaniyah yang dibangun oleh Sultan Sulaiman Al Qanuni ini juga menandakan betapa besarnya Kesultanan Turki dan berjayanya peradaban Islam masa itu. Wilayah kekuasaan cucu Sultan Muhammad Al Fatih ini sangat luas. Sultan Sulaiman Al Qanuni juga pernah menjalin hubungan dan memberi bantuan untuk Kesultanan Aceh Darussalam.

Masjid Sulaimaniyah mulai dibangun tahun 1550 dan selesai pada 1557. Masjid ini memiliki luas 70.000 meter persegi, lengkap dengan fasilitas sekolah belajar Quran dan Hadits, sekolah kesehatan, sekolah menengah atas, rumah sakit, perpustakaan, dapur umum (Soup Kitchen) yang disebut “imarat”, tempat mandi umum, komplek makam dan universitas.

Pada bagian utara Masjid terdapat makam Sultan Sulaiman dan istrinya Huuram Sultan. Saat ziarah ke makam, saya ditemani oleh teman saya yang juga warga Istanbul. Dia menunjukkan bangunan makam Sultan Sulaiman dan dibagian luar atas makam terdapat kepingan batu hajarul aswad. Teman saya juga menunjukkan makam guru yang sangat dihormati oleh presiden Turki Recep Tayyib Erdogan.

Bahan bangunan Masjid Sulaimaniyah ini terbuat dari bahan-bahan terbaik, seperti marmer dan batu yang dibawa dari berbagai wilayah di Anatolia dan Marmara, serta granit merah khusus dari Mesir. Ada 19 jenis batu berbeda yang digunakan untuk membangun Masjid.

Uniknya, dinding-dinding luar bangunan Masjid tidak dicat, dibiarkan alami dengan susunan batu yang masih terlihat jelas. Konon, batu-batu khusus ini dapat menyesuaikan dengan cuaca di luar Masjid, jika di luar panas maka di dalam masjid akan terasa sejuk. Bahkan saat musim dingin, di Masjid Abu Ayyub Al-Ansari, Istanbul, jika kita shalat di shaf depan, karpet akan terasa hangat karena bagian bawah Masjid dipanaskan.

Menara Masjid diambil dari tempat antik dan bangunan dari Baalbek (Lebanon), Alaiyya (Alanya), Mersin dan Istanbul. Dari besarnya pilar Masjid, tergambar berapa lama waktu, teknologi kapal, transportasi lainnya dan tenaga yang dibutuhkan untuk membawa empat menara yang memiliki tinggi 50 meter dan 76 meter, dengan diameter 26.6 meter.

Tempat wudhu juga unik, karena mulai dari kran sampai bangunan tempat wudhunya masih bergaya arsitektur Kesultanan Utsmani. Jumlah kran wudhu pun tidak banyak, tidak sebanding dengan ukuran bangunan Masjid yang sangat besar dan dapat menampung jamaah yang sangat banyak. Mungkin warga Turki terbiasa berwudhu di rumahnya atau sering menjaga wudhu. Tempat wudhu wanita berada di ruangan yang sangat privat.

Sebelum memasuki dalam masjid yang memiliki ruang shalat seluas 3.500 meter persegi dengan dua lantai ini, jamaah terlebih dahulu diharuskan melepas alas kaki dan mengambil plastik tipis yang disediakan oleh pengurus Masjid sebagai tempat menyimpan alas kaki.

Alas kaki dibawa ke dalam Masjid, di dalam sepanjang dinding Masjid sudah tersedia tempat-tempat menyimpan alas kaki, bahkan disekeliling tiang Masjid. Jika alas kaki kita hilang maka akan diganti dengan alas kaki yang baru yang disediakan oleh petugas. Jamaah rata-rata tetap menggunakan kaos kaki saat shalat.

Wisatawan non muslim diperbolehkan masuk kedalam Masjid namun sampai di dalam ada pembatasnya. Mereka wajib memakai pakaian yang menutup aurat dan disediakan kerudung (bukan jubah). Hanya sedikit jumlah shaf perempuan yang tersedia dan ruangannya tertutup seperti berada dalam kamar, hampir tidak terlihat.

Yang menarik, di dekat batas tempat wisatawan boleh masuk ke dalam Masjid dan memotret, ada relawan dan berbagi brosur tentang profil Masjid Sulaimaniyah dalam bahasa Inggris, buku pengenalan Islam berbahasa Inggris dan buku mini Alquran (terjemahannya saja tanpa huruf Arab) dalam berbagai bahasa, Mandarin, Jepang, Inggris, Turki, Belanda.

Semuanya bisa diperoleh dengan gratis. Relawan Masjid bertugas memberi penjelasan tentang sejarah Masjid Sulaimaniyah dan mengenalkan tentang Islam. Salah satu relawan paruh waktu kenalan saya berasal dari Kazakhstan, seorang dokter, menguasai bahasa Turki dan Inggris. Luar biasa, seorang dokter profesional bersedia menyisihkan waktunya mengabdikan diri menjadi relawan Masjid.

Hamparan karpet di dalam Masjid Sulaimaniyah tersusun rapi, bukan karpet per satu shaf tapi karpet yang dijahit khusus sehingga kita tidak akan melihat karpet yang bertumpuk-tumpuk. Dan tidak ada satu sudut pun yang tidak dilapisi karpet. Gantungan lampu yang digunakan juga masih gantungan lampu tradisional  dan masih mempertahankan lampu pijar (warna kuning).

Saya jadi teringat Masjid Salman ITB yang juga masih mempertahankan menggunakan lampu pijar padahal disitu pusatnya ahli teknologi namun karena mereka punya ilmu semua ada pertimbangannya. Cahaya kuning lampu pijar memang baik untuk kenyamanan mata dan menyejukkan suasana, suasana terasa lebih teduh. Kalau di smartphone ada fasilitas “Read Mode” yang akan mengubah cahaya menjadi kekuningan sehingga nyaman di mata atau digunakan pada waktu malam.

Jeda antar shalat sunnah rawatib dan shalat wajib juga tergolong lama. Terlebih waktu shalat subuh yang bisa mencapai jeda 30-45 menit. Sehingga memudahkan jamaah untuk melakukan persiapan yang maksimal dan tidak tergesa-gesa saat hendak menunaikan shalat berjamaah di Masjid dan memperoleh kesempatan yang lebih lama agar bisa shalat sunnah sebelum shubuh yang pahalanya lebih baik dari dunia dan seluruh isinya.

Saat shalat Jumat, ada pengalaman menarik yang saya temui. Meskipun saya belum terlambat hadir dalam shalat dan belum azan, tapi jamaah sudah memadati ruang shalat sampai penuh, nyaris tidak ada tempat lagi.

Namun ada kejadian menarik dan sungguh perbuatan yang mulia, saya melihat ada beberapa warga Turki ada yang rela memberikan shafnya kepada orang lain yang masih berdiri menunggu shaf kosong dan ada yang menggeser sampai bersempit-sempit untuk memberikan shaf kepada saya.

Saat khutbah Jumat berlangsung, saya juga tidak melihat kotak amal melewati shaf kami. Kotak amal disediakan lengkap dengan petugasnya di pintu keluar Masjid, dan kita akan diberikan bukti donasi seperti karcis parkir sejumlah uang yang kita donasikan.

Tata tertib shalat berjamaah di Masjid-Masjid di Istanbul juga sama. Ada lima Masjid yang sempat saya kunjungi dan semuanya memiliki tata tertib yang sama. Misalnya, imam memiliki pakaian khusus untuk meng-imami shalat. Bahkan selesai shalat, imam melayani jamaah jika ada yang ingin belajar baca Quran. Sang imam langsung mengajari di suatu bilik khusus di bagian shaf belakang.

Selesai shalat, muazin memimpin zikir dan Imam memimpin doa dan shalawat bersama. Selesai shalat, makmum dan imam saling bersalaman.

Sungguh indah, saya temui tata tertib yang sama ini di setiap Masjid di Istanbul. Pengalaman mengunjungi Masjid-Masjid di Turki dijamin tidak akan bosan, selalu ada kesan tersendiri apalagi jika Anda menguasai bahasa Turki.

Semoga para pembaca kelak berkesempatan berkunjung ke negeri yang pernah menjadi penguasa Dunia dan menjalin hubungan yang mesra dengan Kesultanan Aceh Darussalam.

 

Oleh: Teuku Farhan – Pengurus Forum Silaturahim Kemakmuran Masjid Serantau (FORSIMAS)

RPUBLIKA

Masjid di Lautan Awan

Dua tahun setelah peresmiannya, sebuah masjid di puncak gunung di Laut Hitam tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Apa yang membedakan Masjid Haci Yusuf Ylmaz kecil di Gunung Kbleda di provinsi Rize dari yang lain di wilayah ini adalah pemandangan hutan yang subur.

Lokasi magis ini memberikan kesempatan bagi penggemar fotografi yang ingin mengambil gambar di luar kebiasaan. Mereka bisa memotret ‘masjid di antara awan’. Masjid Haci Yusuf Yilmaz berada di ketinggian 1.160 meter dari permukaan laut dan dapat diakses melalui jalur yang kini sudah lebih baik.

Jalannya direnovasi selama pembangunan masjid dan dikelilingi jalur pejalan kaki. Ia menjadi jalan setapak yang populer, terutama di kalangan wisatawan Arab yang tertarik pada wilayah Laut Hitam yang subur. Kunjungan ke sana telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Masjid yang terletak di Rize’s Gneysu, kota kelahiran Presiden Recep Tayyip Erdogan ini awalnya dibangun pada abad ke-19 sebagai masjid kayu sederhana. Ia kemudian digantikan oleh struktur beton.

Pemerintah setempat memutuskan menghidupkan kembali ketertarikan pada di daerah itu dengan menanam lebih banyak pohon. Seiring waktu, rekonstruksi masjid pun masuk dalam rencana pengembangan wilayah dengan model sebuah masjid terkenal di distrik Istanbul.

Dibangun di atas lahan seluas 275 meter persegi, masjid ini memiliki kapasitas 200 orang. Dilansir di Daily Sabah, Senin (23/4), Imam masjid, Mstekim Karali mengatakan masjid sangat populer di kalangan pengunjung dari negara-negara Muslim, seperti Arab Saudi dan Malaysia.

“Turis Turki dan asing memilih berkendara ke daerah tersebut dan menghabiskan hari di tempat-tempat wisata di sekitar masjid,” katanya.

Setiap waktu ada saja pelancong dari jauh yang menyambangi masjid. Karali mengatakan pengurus masjid selalu menunggu dan menerima mereka yang terikat pada masjid.

 

REPUBLIKA

Ketika Pergaulan Bebas Menjadi Hal Biasa

PERHATIKANLAH bagaimana Rasulullah telah mewanti-wanti kepada kita sekalian lewat sabda beliau, “Hati-hatilah pada dunia dan hati-hatilah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani Israil adalah karena wanita.” (HR. Muslim)

Kini, di era globalisasi, ketika arus informasi begitu deras mengalir, godaan begitu gampang masuk ke rumah-rumah kita. Cukup dengan membuka surat kabar dan majalah, atau dengan mengklik tombol remote control, godaan pun hadir di tengah-tengah kita tanpa permisi, menampilkan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok memamerkan aurat yang semestinya dijaga.

Lalu, sebagian muslimah ikut-ikutan terbawa oleh propaganda gaya hidup seperti ini. Pakaian kehormatan dilepas, diganti dengan pakaian-pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh, tanpa merasa risih. Godaan pun semakin kencang menerpa, dan pergaulan bebas menjadi hal biasa.

Maka, kita perlu merenungkan dua bait syair yang diucapkan oleh Sufyan Ats-Tsauri:

“Kelezatan-kelezatan yang didapati seseorang dari yang haram, toh akan hilang juga, yang tinggal hanyalah aib dan kehinaan, segala kejahatan akan meninggalkan bekas-bekas buruk, sungguh tak ada kebaikan dalam kelezatan yang berakhir dengan siksaan dalam neraka.”

Seorang ulama yang masyhur, Ibnul Qayyim pun memberikan nasihat yang sangat berharga:

“Allah Subhanahu wa taala telah menjadikan mata itu sebagai cerminan hati. Apabila seorang hamba telah mampu meredam pandangan matanya, berarti hatinya telah mampu meredam gejolak syahwat dan ambisinya. Apabila matanya jelalatan, hatinya juga akan liar mengumbar syahwat” Wallahul Mustaan.

[Ustadz Abu Harun Aminuddin]

INILAH MOZAIK