Awas! Kebaikan Berguguran karena Kesalahan Sendiri

KITA sering berwudu namun dengan cara berlebihan dalam menggunakan airnya.

Kita bersedekah kepada orang yg kita anggap layak diberikan namun kita merendahkan dan menyakiti perasaan dan hatinya. Kita shalat malam, puasa di siang hari, mematuhi Rabbmu namun kita memutuskan tali silaturrahim.

Kita berpuasa dan bersabar menahan lapar dan dahaga namun lisan kita dengan mudah melaknat dan mencela. Kita menggunakan pakaian serba longgar dan berlapis menutupi kepala dan badan kita namun tidak sedikit pun kita menjaga lisan dan sikap untuk lebih menghormati orang lain.

Kita muliakan tamu namun saat dia keluar kita mengghibahinya dan menyebut keburukan-keburukannya. Jangan kumpulkan kebaikan-kebaikan kita di sebuah kantong yang berlubang.

Kita mengumpulkannya dengan susah payah namun dengan mudahnya kebaikan kita berguguran karena perbuatan kita sendiri tanpa kita sadari. Hingga akhirnya rahmat dari kebaikan-kebaikan yang kita lakukan itu hilang tak berbekas, seperti buih diterpa air laut.

Sedangkan kita sendiri tak tahu berapa banyak yang telah terkumpul untuk bekal kita di hari akhir nanti. Semoga ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua atas apa yang kita telah dilakukan sepanjang hari.

Anggaplah orang lain lebih baik dari diri kita sendiri, agar kita selalu menghormati dan menghargainya dan agar kita selalu belajar lebih bersikap mulia kepada sesama.

[Abu Ruwaifi’ Saryanto As-Sulaimi, S.Pd.l]

INILAH MOZAIK

Ya Rabb, Kembalikanlah Kami ke Dunia setelah Mati

AKAN datang suatu masa dimana kita akan merindukan saat-saat ini, saat-saat dimana orang yang telah menemui ajalanya merindukan nafasnya kembali, berharap jantungnya berdetak lagi, berharap nadinya berdenyut lagi.

Karena kelak hampir semuanya meminta dan berangan-angan kembali lagi ke dunia. Berikut 3 golongan yang menginginkan agar dapat kembali ke dunia:

1. Orang kafir ingin kembali lagi ke dunia

Orang-orang kafir berkata kelak ketika telah masuk ke neraka,

“Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Mukminun: 107)

Dan Allah Taala membalas perkataan orang kafir,

“Allah berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS Al-Mukminun: 108)

2. Muslim yang lalai minta dikembalikan ke dunia

Allah Taala berfirman,

“Hingga apabila telah datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku beramal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.

Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS Al Mukminun: 99-100)

Ibnu Katsir Rahimahullah menafsirkan,

“Allah Taala menceritakan keadaan orang kafir dan orang-orang yang meremehkan perintah Allah Taala, ucapan mereka ketika itu adalah permintaan kembali ke dunia agar memperbaiki apa yang mereka rusakkan/lalaikan selama hidup”

3. Penghuni surga yang mati syahid ingin kembali lagi ke dunia

Dari Anas bin Malik radliallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:

“Tidak seorangpun yang masuk surga namun dia suka untuk kembali ke dunia padahal dia hanya mempunyai sedikit harta di bumi, kecuali orang yang mati syahid. Dia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian berperang lalu terbunuh hingga sepuluh kali karena dia melihat keistimewaan karamah (mati syahid).”

 

INILAH MOZAIK

Nasehat yang Dibisikkan Setan kepada Manusia

BERIKUT ini adalah beberapa nasehat setan kepada manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya. Semoga kita tidak termasuk orang yang “membeli” nasehat-nasehatnya yang pasti pada ujungnya akan menyengsarakan kita:

Nasehatnya yang pertama adalah “fokus saja pada kepentingan sendiri, jangan pikirkan orang lain apalagi orang banyak.” Berhati-hatilah. Musuhilah egoisme dan individualisme agar setan tak bangga pada kita dan menganggapnya kita sebagai kelompoknya.

Nasehat kedua adalah “jangan memberikan sesuatu tanpa imbalan.” Pamrih adalah ajaran setan. Tulus ikhlas adalah ajaran para nabi. Mau pilih yang mana?

Nasehat ketiga adalah “makanlah sendirian, jangan mengajak orang lain.” Setan memang tak suka orang yang bershadaqah dan membahagiakan orang lain. Masih tak maukah bershadaqah dan berbagi makanan dengan orang lain?

Nasehat keempat adalah “bersikap kikirlah pada keluarga.” Ada orang yang bakhil sekali pada keluarganya. Ada uang tapi tak dimanfaatkan untuk kebahagiaan bersama. Berhati-hatilah jangan sampai masuk dalam jebakan setan. Gunakan nikmat Allah dengan baik. Jangan bakhil tapi juga jangan berlebih-lebihan.

Nasehat kelima adalah “simpanlah sisa makanan dan pakaian bekasmu, jangan berikah kepada orang lain.” Nah, lihatlah konsistensi setan, mengajari manusia untuk kaya dengan cara bakhil. Masih mau bakhil karena ingin kaya? Itu adalah cara setan.

Nasehat terakhir adalah “tumpuklah harta di atas segalanya.” Perhatian penuh atas urusan duniawi itu adalah ajaran setan. Ajaran para utusan Allah adalah mendahulukan dan memprioritaskan urusan akhirat.

Renungkan dan nilailah diri sendiri, tak usah menilai orang lain dengan menggunakan enam nasehat setan itu.

 

INILAH MOZAIK

Fatwa MUI tentang Larangan Kembang Api dan Petasan

KOMISI Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta dalam rapatnya pada tanggal 13 Ramadhan 1431 H bertepatan dengan tanggal 23 Agustus 2010 M,

Memutuskan:

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridha-Nya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari al-Quran, Sunnah dan pendapat (qaul) yang mutabar, menyempurnakan dan menetapkan fatwa tentang Hukum Petasan dan Kembang Api (Fatwa MUI No. 31 Tahun 2000, penyempurnaan fatwa tanggal 24 Ramadhan 1395/30 Sep.1975), sebagai berikut:

1. Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, Tahun Baru dan Walimah (Resepsi), seperti yang dilakukan oleh umat Islam khususnya warga DKI Jakarta, atau menjadi bagian dalam ritual ziarah di TPU Dobo, adalah suatu tradisi atau kebiasaan buruk yang sama sekali tidak terdapat dalam ajaran Islam, bahkan merupakan suatu perbuatan haram yang sangat bertentangan dan dilarang ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

a. Tradisi membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api adalah bersumber dari kepercayaan umat di luar Islam untuk mengusir setan yang dianggap mengganggu mereka. Hal ini jelas merupakan suatu kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam. Padahal Islam memerintahkan umatnya untuk menghindari kepercayaan yang bertentangan dengan Aqidah Islam, karena hai itu dinilai sebagai langkah setan dalam menjerumuskan umat manusia, sebagaimana difirmankan dalam Qur’an:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (QS. An-Nur[24] : 21)

b. Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api merupakan pemborosan (tabdzir) terhadap harta benda yang diharamkan Allah, sebagaimana difirmankan :

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra [17] : 27)

c. Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api sangat membahayakan jiwa, kesehatan, dan harta benda (rumah, pabrik, dan lain-lain). Padahal agama Islam melarang manusia melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api sangat membahayakan jiwa, kesehatan, dan harta benda (rumah, pabrik, dan lain-lain). Padahal agama Islam melarang manusia melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sebagaimana difirmankan dalam :

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah [2]:195.)

Demikian juga sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:

“(Kamu) tidak boleh membuat bahaya bagi dirimu sendiri dan juga tidak boleh membuat bahaya bagi orang lain”.

d. Membakar, menyalakan atau membunyikan petasan dan kembang api bahayanya (mudharat) lebih besar dari pada manfaatnya (kalau ada manfaatnya). Padahal di antara ciri-ciri orang muslim yang baik adalah orang yang mau meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.

Sebagaimana didasarkan pada makna umum ayat Al-Quran sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.”

Dan hadits Rasulullah SAW:

“Di antara ciri-ciri orang muslim yang baik adalah orang yang mau meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat”.

2. Sehubungan dengan haramnya membakar atau menyalakan petasan dan kembang api, maka haram pula memproduksi, mengedarkan dan memperjualbelikannya. Hal ini didasarkan pada Kaidah Ushul Fiqh:

“Sesuatu yang menjadi sarana, hukumnya mengikuti sesuatu yang menjadi tujuan.”

[Sumber Web MUI DKI JAKARTA]

Esther: Puasa Pengalaman Baruku

Esther anak pertama dari dua bersaudara. Adik laki-lakinya sudah bersyahadat lebih dulu pada 2006. “Orang tua awalnya tidak menerima hal itu. Akhirnya menerima walaupun dengan berat hati,” ungkapnya.

Pada tahun 2016 hidayah mendatangi Esther. Namun, ia menyembunyikan identitas barunya sebagai Muslim dengan pertimbangan orangtua. Kebetulan ia tinggal di kota yang berbeda. “Jadi saya bisa menjalankan kewajiban saya sebagai seorang Muslim, yakni shalat dan puasa tanpa orang tua harus mengetahuinya,” kata dia.

Diungkap Esther, ada satu momen dimana ia berpuasa namun harus pulang ke rumah orang tua. Yang bisa Esther lakukan saat itu adalah mencari alasan agar bisa keluar dari rumah.

“Saya baru kembali setelah berbuka puasa. Agar bisa Shalat dan saya tidak disuruh makan,” kata dia.

Esther sudah dua kali melalui Ramadhan. Saat puasa, ia menjalaninya dengan senang hati. Baginya berpuasa adalah pengalaman yang baru.”Yang menjadi kesedihan saya adalah saat Idul Fitri,ketika umat Islam lainya bersilaturahim dan berkumpul dengan keluarga lalu shalat Ied bersama. Saya justru sendirian. Shalat Id sendiri, di kos juga sendiri karena teman-teman mudik semua,” kata dia.

Namun baginya, hal tersebut hanya sedikit kesusahan yang dialaminya karena memutuskan menjadi Muslim. Lainya, ia merasa meraih kebahagiaan lebih banyak. “Saya sudah bisa belajar menahan emosi. Menahan lapar dan haus. Jadi tahu seperti apa mereka yang menahan haus dan lapar,” kata dia.

Pada Ramadhan tahun ini, orangtuanya sudah mengetahui bahwa Esther sudah menjadi Muslim. Walaupun belum bisa menerima sepenuhnya. “Harapan saya selalu, Allah akan melembutkan hati beliau sehingga bisa menerima Hidayah dari Nya,” doanya.

“Dan juga saya masih diberi kesempatan Allah bertemu bulan suci ini lagi, sehingga saya bisa bermunajat kepada Allah dengan lebih intens dan khusyuk hanya untuk mengharapkan keridhaan, ampunan dan hidayah-Nya agar tetap istiqomah dalam keimanan saya ini sekarang.”

Yang menambah kebahagiaan di bulan suci, Esther sudah bisa membaca Alquran walau belum lancar. Harapanya agar bisa menikmati khatam Alquran.  “Alhamdulillah saya juga berbahagia bisa berkumpul bersama-sama di MCI Jawa Timur, ini menambah semangat saya untuk terus belajar Islam dan banyak saudara-saudara yang saling menguatkan keimanan ini,” kata dia.

 

REPUBLIKA

Hakikat dan Keutamaan Sabar

Salah satu nama Ramadhan adalah syahrush shabr. Bulan kesabaran. Mengapa Ramadhan disebut bulan kesabaran? Karena ibadah utama di bulan ini adalah puasa dan puasa adalah separuh kesabaran.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ

“Puasa itu separuh kesabaran” (HR. Tirmidzi)

Dengan puasa, kaum muslimin dididik untuk bersabar. Menahan lapar dan haus sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Ada makanan, tidak dimakan. Ada minuman, tidak diminum. Padahal makanan itu milik sendiri. Minuman itu milik sendiri. Ia menahan diri tidak mengkonsumsinya.

Demikian pula, istri cantik. Pasangan yang halal. Namun ia menahan diri tidak mencampurinya karena sedang puasa.

Demikian pula menahan diri dari mengumpat, dari marah. Meskipun ia dipancing-pancing orang, dijawabnya “innii shoimun”, sesungguhnya aku sedang berpuasa.

Menahan diri inilah bagian dari pendidikan kesabaran yang Allah canangkan melalui puasa. Dan Allah telah menyediakan banyak keutamaan untuk orang-orang yang sabar.

Keutamaan Sabar

Dalam Al Qur’an, Allah menyebutkan keutamaan-keutamaan orang yang sabar. Sedikitnya ada tiga. Kemudian dalam hadits, Rasulullah juga menjelaskan keutamaan sabar yang luar biasa.

Berikut ini empat keutamaan sabar dalam Al Qur’an dan Sunnah:

1. Pahala Tanpa Batas

Keutamaan sabar yang pertama adalah, pahala tanpa batas dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar : 10)

Puasa yang merupakan separuh kesabaran, juga mendapatkan keistimewaan ini. Tidak seperti amal lain, puasa akan langsung dinilai Allah dan tidak dibatasi pahalanya.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Setiap amal anak Adam dilipatgandakan; sati kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa sampai tujuh ratus kali. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya…” (HR. Muslim, An-Nasai, Ad-Darimi, dan Al-Baihaqi)

2. Mendapatkan Maiyatullah

Keutamaan sabar yang kedua, orang yang sabar akan mendapatkan kebersamaan Allah (maiyatullah). Artinya, seseorang yang telah sabar, ia akan diliputi dan dinaungi Allah SWT dengan rahmat-Nya, perlindungan-Nya, pertolongan-Nya, dan ridho-Nya. Adapun dzat Allah tidak sama dan tidak bersama dengan makhluk-Nya. Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 153)

وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Anfal : 66)

3. Kunci Kebaikan

Bersama syukur, sabar adalah kunci kebaikan. Seseorang selalu baik di sisi Allah tatkala mampu mengkombinasikan sabar dan syukur dalam kehidupannya. Inilah keutamaan sabar yang ketiga.

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, semua urusan baik baginya dan itu tidak ditemukan kecuali pada diri seorang mukmin. Jika mendapat kelapangan dia bersyukur dan itu baik baginya dan jika mendapat kesempitan dia bersabar dan itu baik baginya.” (HR. Muslim)

4. Dicintai Allah

Keutamaan sabar berikutnya, orang yang sabar akan dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali Imran: 146)

Dan kalau seseorang sudah dicintai Allah, ia akan dilindungi olehNya. Ia akan dikasihi olehNya. Ia akan dijaga Allah Azza wa Jalla. Jika ada yang memusuhinya maka Allah yang akan membelanya.

 

Hakikat Sabar

Tidak seperti yang dikira banyak orang bahwa sabar itu menerima segala sesuatu dengan rela atau pasrah tanpa perlawanan. Islam mengajarkan bahwa sabar itu ada pada tiga hal:

1. Sabar dalam ketaatan

Artinya seorang mukmin harus sabar menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun perintah itu berat dan dibenci oleh nafsunya.

Seorang mukmin harus tetap taat pada hal-hal yang telah diwajibkan baginya meskipun banyak hal yang merintangi; mulai dari kemalasan dan faktor intern lain sampai dengan celaan orang, kebencian musuh Islam, dan faktor ekstern lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 153)

2. Sabar dalam meninggalkan larangan

Adakalanya orang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi ia tidak sabar dalam meninggalkan larangan. Shalat dijalankan tetapi judi juga tidak bisa ditinggalkan. Puasa dilakukan tetapi ghibah tetap jalan. Sehingga ada istilah prokem STMJ, Sholat Terus Maksiat Jalan.

Kesabaran juga harus diimplementasikan dalam meninggalkan kemaksiatan dan larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang mampu meninggalkan kemaksiatan, khususnya kemaksiatan emosional, seperti marah, disebut oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang yang kuat, secara hakiki. Sebab ia telah mampu bersabar atas apa yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala.

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah” (Muttafaq ‘alaih)

3. Sabar dalam musibah

Inilah makna sabar yang sudah banyak dimaklumi oleh kebanyakan orang. Meskipun, seringkali orang-orang keliru menggunakan istilah sabar.

Banyak orang mengira, saat seseorang mendapatkan kesulitan lalu ia pasrah tanpa berusaha menghilangkan kesulitan itu atau mencari solusinya dikatakan sabar. Padahal, sabar dalam Islam bersifat proaktif dan progresif, ia tidak statis tetapi telah didahului atau bersamaan dengan ikhtiar maksimal dan upaya untuk senantiasa mencari solusi atas problematika yang dihadapinya.

Saat semua upaya telah dilakukan, saat ikhtiar mencapai batas maksimal, maka saat itulah sabar bertemu dengan tawakal. Ia menyerahkan kepada Allah. Dan sebab itu Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Segala sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik berupa rasa letih, sakit, gelisah, sedih, gangguan, gundah-gulana, maupun duri yang mengenainya (adalah ujian baginya). Dengan ujian itu, Allah mengampuni dosa-dosanya.” (Muttafaq ‘alaih)

Semoga di bulan Ramadhan yang juga dikenal sebagai bulan kesabaran ini kita mampu melatih kesabaran kita dan dikuatkan kesabaran kita oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMADAKWAH

Awas! Puasa tapi Seperti Orang yang Tak Berpuasa

IMAM Ibnul Qoyyim -rahimahullah- berkata:

Orang yang berpuasa itu adalah orang yang anggota badannya berpuasa dari perbuatan dosa. Lidahnya berpuasa dari perkataan bohong, keji dan dusta.

Perutnya berpuasa dari makan dan minum. Dan farjinya dari berhubungan badan. Jika ia berbicara, maka ia tidak berbicara dengan perkataan yang dapat merugikan puasanya.

Jika ia berbuat, maka ia tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak puasanya. Lisannya hanya mengucapannya setiap yang bermanfaat dan baik saja.

Demikian juga amalnya seperti minyak wangi yang mana setiap orang yang duduk bersamanya akan mencium wanginya. Seperti itulah siapa saja yang berteman dengan orang yang berpuasa, ia dapat mengambil manfaat darinya.

Dan selamat dari kedustaan, kebohongan, kemaksiatan dan kedzaliman. Inilah puasa yang disyariatkan, tidak hanya menahan makan dan minum saja.

Maka puasa itu adalah puasanya anggota badan dari dosa. Dan puasanya perut dari makan dan minum.

Seperti halnya makanan dan minuman dapat menghancurkan dan merusaknya, begitu pula dosa dapat melenyapkan pahala dan merusak hasilnya. Sehingga menjadikannya seperti orang yang tidak berpuasa.

[Al Wabilush Sayyib: 32/31]

INILAH MOZAIK

10 Keutamaan Ramadhan Berdasarkan Hadits-Hadits Shahih

Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling istimewa. Disebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai sayyyidusy syuhur. Ini 10 keutamaan Ramadhan berdasarkan hadits-hadits shahih.

1. Bulan yang penuh barakah

Ini keutamaan Ramadhan yang pertama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensabdakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh barakah.

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah…” (HR. Ahmad)

Barakah artinya adalah ziyadatul khair; bertambahnya kebaikan. Di bulan Ramadhan, banyak kebaikan yang bertambah. Banyak kebaikan yang meningkat.

Kita lihat, Ramadhan memang penuh dengan keberkahan. Meningkatnya omset para pedagang dan pengusaha serta THR bagi karyawan dan pegawai mungkin adalah bagian dari keberkahan bulan Ramadhan. Sedangkan meningkatnya ibadah, puasa Ramadhan, shalat tarawih, semakin banyak tilawah dan sedekah adalah bagian dari keberkahan Ramadhan yang lebih besar lagi.

2. Diwajibkannya puasa

Salah satu keutamaan Ramadhan, di bulan ini umat Islam diwajibkan berpuasa. Sehingga Ramadhan juga disebut sebagai syahrush shiyam. Puasa menjadikan Ramadhan istimewa karena ia adalah rukun Islam yang tidak ada di bulan-bulan lainnya.

Lanjutan hadits di atas berbunyi:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa…” (HR. Ahmad)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang yang bertaqwa” (QS. Al Baqarah: 183)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang haq dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa…” (QS. Al Baqarah: 185)

3. Pintu surga dibuka

Pada bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lanjutan hadits di atas:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga…” (HR. Ahmad)

4. Pintu neraka ditutup

Di samping pintu-pintu surga dibuka, pada bulan Ramadhan, pintu-pintu neraka ditutup. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lanjutan hadits di atas:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka…” (HR. Ahmad)

5. Syetan dibelenggu

Di antara keutamaan Ramadhan, syetan-syetan dibelenggu pada bulan ini sebagaimana Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga lanjutan hadits riwayat Imam Ahmad sebelumnya:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta syetan-syetan dibelenggu” (HR. Ahmad)

 

6. Lailatul Qadar

Keutamaan Ramadhan yang tidak kalah luar biasa adalah lailatul qadar. Yakni malam yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan. Lailatul qadar hanya ada di salah satu malam bulan Ramadhan, tidak dijumpai di bulan-bulan lainnya.

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta syetan-syetan dibelenggu. di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang/terjauhkan (dari kebaikan)” (HR. Ahmad)

Dengan adanya lailatul qadar ini, umat Nabi Muhammad bisa mengejar ketertinggalan waktu beramal dari umat-umat sebelumnya. Seperti diketahui, umat terdahulu usianya relatif lebih panjang. Bisa ratusan hingga seribu tahun. Dengan mendapatkan lailatul qadar, amal mereka bisa terkejar karena satu kali lailatul qadar setara dengan 83 tahun. Sepuluh kali mendapatkan lailatul qadar, bisa mengejar 833 tahun amal umat terdahulu.

7. Penghapus dosa

Ibadah dan amal-amal shalih yang dilakukan di bulan Ramadhan merupakan penghapus dosa dari Ramadhan sebelumnya hingga Ramadhan saat ini. Ini salah satu keutamaan Ramadhan, sebagaimana sabda Rasulullah:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

“Sholat lima waktu, antara shalat Jum’at ke Shalat Jum’at dan Ramadhan ke Ramadhan penghapus dosa diantara kesuanya, jika dijauhi dosa-dosa besar” (HR. Muslim)

8. Penghapus dosa yang telah lalu

Bukan hanya penghapus dosa antara Ramadhan satu ke Ramadhan berikutnya, bahkan salah satu keutamaan Ramadhan adalah menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Ini diperoleh jika melakukan puasa Ramadhan dengan dilandasi iman dan mengharap perhitungan pahala dari Allah semata.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaq ‘Alaih)

9. Waktu dikabulkannya doa

Berbeda dengan bulan lainnya, pada bulan Ramadhan banyak waktu mustajabah untuk berdoa. Di antaranya adalah waktu menjelang berbuka. Bahkan sepanjang waktu puasa mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari adalah waktu yang mustajabah untuk berdoa. Berdoa di waktu puasa Ramadhan ini lebih dikabulkan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizholimi” (HR. Tirmidzi; hasan)

10. Pembebasan dari neraka

Salah satu keutamaan Ramadhan adalah setiap harinya Allah membebaskan hambaNya dari neraka. Mereka yang hampir saja masuk neraka, dengan kemurahan Allah di bulan Ramadhan, mereka diampuni oleh Allah dan dibebaskan dari neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar dengan para perawi yang tsiqah)

Demikian 10 Keutamaan Ramadhan yang luar biasa dan semestinya kita syukuri. Sebab umat sebelum Nabi Muhammad tidak mendapatkan keutamaan-keutamaan ini. Dan semoga keutamaan-keutamaan ini memacu kita untuk lebih giat beribadah dan melakukan amal shalih di bulan Ramadhan ini. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

10 Hal yang Membuat Puasa Sia-Sia

Puasa memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah dijelaskan dalam Keutamaan Puasa. Namun, ada 10 hal yang membuat puasa sia-sia. Jangankan keutamaan besar seperti diampuninya dosa yang telah lalu, pahala pun nggak dapat.

1. Tidak Ikhlas

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan tentang banyaknya orang yang puasanya sia-sia:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)

Siapa saja mereka? Yang pertama adalah orang yang mengerjakan puasa namun tidak ikhlas, tidak karena Allah.

Ibadah hanya akan diterima Allah jika ikhlas. Demikian pula puasa. Termasuk keutamaannya, hanya bisa didapatkan kalau didasari iman dan hanya mengharap balasan dari Allah.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaq ‘Alaih)

2. Berkata Keji

Orang yang berkata keji alias rafats, yang secara mudahnya berarti pornografi, puasanya juga bisa sia-sia.

الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ

Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan mengumpat, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa. (Muttafaq ’alaih)

3. Mengumpat dan marah

Sebagaimana hadits di atas, mengumpat juga membuat pahala puasa berkurang bahkan hilang sama sekali. Ia juga bisa membuat puasa menjadi sia-sia.

Demikian pula marah, ia juga bisa membuat puasa menjadi sia-sia. Mengumpat dan marah adalah setali tiga uang.

4. Mencela dan mengajak bertengkar

Jika ada orang yang mencela atau mengajak berkelahi, Rasulullah menuntunkan agar orang yang berpuasa menahan diri. Cukup menjawab bahwa dirinya sedang berpuasa: innii shooim.

Jika ada yang mengajak berkelahi saja kita disuruh menahan diri, bagaimana jika kita yang mencela dan mengajak bertengkar? Pahala puasa bisa melayang. Bahkan puasa menjadi sia-sia.

5. Ghibah

Ghibah alias membicarakan keburukan orang lain juga bisa membuat puasa sia-sia. Ia sejenis dengan berkata keji, mengumpat dan mencela, yakni sama-sama penyakit lisan.

Bahkan ghibah diibaratkan memakan daging saudara sendiri yang telah meninggal. Dan di neraka, siksa untuk orang suka ghibah juga seperti firman Allah ini:

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al Hujurat: 12)

6. Berdusta

Berbohong atau berdusta secara tegas disebutkan oleh Rasulullah sebagai penyebab puasa sia-sia. Allah tidak membutuhkan kepada puasa orang yang berdusta.

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya” (HR. Bukhari)

7. Kesaksian palsu

Memberikan kesaksian palu juga merusak pahala puasa dan menjadikan puasa sia-sia. Ia merupakan bentuk lain dari kebohongan bahkan lebih parah dari sekedar berdusta biasa.

8. Fitnah

Membicarakan keburukan orang lain yang benar-benar terjadi tanpa kehadiran orang tersebut dan jika ia mengetahuinya orang tersebut tidak suka, itu namanya ghibah.

Sedangkan yang lebih besar dosanya dari itu adalah fitnah. Yakni jika seseorang mengatakan keburukan orang lain padahal orang itu tidak melakukannya. Ini juga membuat puasa sia-sia.

9. Korupsi

Jika berdusta, kesaksian palsu dan fitnah adalah kebohongan lisan, maka korupsi termasuk yang disebutkan Rasulullah dalam hadits di atas; wal ‘amala bihi. Korupsi, selain merupakan dosa besar, juga menyebabkan puasa menjadi sia-sia.

10. Maksiat lainnya

Seluruh kemaksiatan bisa menjadi penyebab puasa sia-sia. Karenanya kita perlu waspada dan bermujahadah agar diri kita terhindar dari segala bentuk kemaksiatan yang sebenarnya harus kita jauhi tidak hanya di bulan Ramadhan tapi juga di sepanjang waktu. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

6 Langkah agar Puasa Berkualitas

Puasa Ramadhan adalah ibadah istimewa yang akan dinilai langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Puasa tidak dibatasi oleh pelipatgandaan pahala 10 sampai 700 kali. Pahala puasa bisa tak terbatas sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

Setiap amal anak Adam dilipatgandakan; sati kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa sampai tujuh ratus kali. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya…” (HR. Muslim, An-Nasai, Ad-Darimi, dan Al-Baihaqi)

Dengan demikian, nilai puasa di sisi Allah akan sangat bergantung pada kualitasnya. Semakin puasa berkualitas, semakin tinggi nilainya di sisi Allah. Sebaliknya, puasa yang kualitasnya sekedar menahan lapar dan haus, ia tidak bernilai apa-apa di sisiNya. Persis seperti sabda Nabi:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)

Mengerjakan amal dengan optimal dan berusaha mendapatkan kualitas tertinggi adalah sebuah keharusan. Inilah mengapa Dr. Musthafa Dieb Al-Bugho dan Muhyidin Mistu dalam Al-Wafi saat menjelaskan hadits :

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal” (HR. Muslim)

Beliau berdua mengatakan: Hadits ini merupakan nash (dalil) yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan. Yaitu dengan melakukan suatu perbuatan dengan baik dan maksimal.

Demikian pula dengan puasa. Marilah kita tunaikan puasa kita dengan sebaik-baiknya sehingga ia benar-benar menjadi puasa berkualitas. Bagaimana caranya agar puasa kita berkualitas?

1. Ikhlas

Yang pertama, agar berkualitas, puasa kita harus ikhlas. Tak hanya puasa, bahkan seluruh amal akan ditentukan niat yang menjadi syarat diterimanya amal ini.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya seluruh amal tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang akan mendapat apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari dan Muslim)

Keutamaan puasa Ramadhan berupa ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu juga hanya berikan kepada orang yang puasanya dilandasi keikhlasan.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaq ‘Alaih)

2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa

Agar puasa berkualitas, puasa itu harus sah. Artinya, kita harus meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa yakni:

a. Makan atau minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, itu tidak membatalkan puasanya.

مَنْ نَسِىَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

“Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaknya ia meneruskan puasanya. Karena ia diberi makan dan minum oleh Allah” (HR. Jamaah)

b. Muntah dengan sengaja

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَىْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ

“Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi siapa yang menyengaja muntah hendaklah ia mengqadha” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni, dan Hakim)

c. Mengeluarkan sperma, baik karena mencium istrinya atau hal lain di luar bersetubuh dan mimpi.

Jika bersetubuh ia terkena kafarat, jika karena mimpi maka tidak mempengaruhi puasanya.

d. Meniatkan berbuka. Karena niat merupakan rukun puasa, maka niat berbuka berarti membatalkan puasanya.

3. Meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia

Ikhlas serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa saja tidak cukup untuk membuat puasa kita berkualitas. Hal lain yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia.

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)

Yaitu dengan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antaranya adalah menjaga emosi kita agar tidak marah dan tidak berdusta seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ

“Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan mengumpat, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku sedang berpuasa” (Muttafaq ’alaih)

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya)” (HR. Bukhari)

4. Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat

Sering kita jumpai, ada orang yang berpuasa lalu mengisi siang harinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dengan alasan agar lupa rasa lapar dan haus selama puasa mereka seharian di depan televisi, memperbanyak main game, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini hendaknya ditinggalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas.

من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه

“Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

5. Mempuasakan seluruh organ tubuh, pikiran, dan hati

Inilah yang diistilahkan puasa khusus oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin dan ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qasidin.

Pertama, mempuasakan mata dengan menahannya dari pandangan kepada sesuatu yang tercela dan dibenci syariat serta melalaikan Allah SWT.

النظرة سهم من سهام إبليس مسمومة فمن تركها من خوف الله أثابه جل و عز إيمانا يجد حلاوته في قلبه

“Pandangan itu salah satu anak panah Iblis yang berbisa. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah Azza wa Jalla memberinya keimanan yang manisnya didapati dalam hatinya” (HR. Hakim)

Kedua, mempuasakan lidah dengan memeliharanya dari berbicara tanpa arah, dusta, menggunjing, mengumpat, berkata buruk, berkata kasar, permusuhan dan mendzalimi orang lain, sebagaimana hadits “inni shoo’imun” di atas.

Ketiga, mempuasakan telinga dari mendengarkan segala sesuatu yang haram dan makruh. Karena segala sesuatu yang haram diucapkan adalah haram pula untuk didengarkan.

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan makanan haram” (QS. Al-Maidah : 42)

Keempat, mempuasakan tangan dari mendzalimi orang lain, mengambil sesuatu yang bukan haknya, serta melakukan perbuatan yang dilarang syariat.

Kelima, mempuasakan kaki dari berjalan ke arah yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Keenam, mempuasakan hati dari penyakit-penyakit ruhiyah seperti dengki, iri, marah, kecintaan pada dunia, dan sebagainya.

لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Janganlah kamu saling membenci, saling memutushubungan, saling mendengki, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketujuh, menjaga pikiran dari membayangkan hal-hal yang disenangi syahwat dan dibenci syariat, serta dari tipu daya dan pikiran destruktif lainnya.

6. Memperbanyak amal shalih selama Ramadhan

Di saat kita meninggalkan hal yang haram dan tidak bermanfaat, pada saat yang sama kita memperbanyak amal shalih pada saat berpuasa. Seperti memperbanyak tilawah Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, shalat sunnah, tafakur, mengkaji ilmu-ilmu agama, memperbanyak infaq, dan lain sebagainya.

Rasulullah dan para shahabatnya sangat mengerti tentang keutamaan Ramadhan dan bagaimana memperbaiki kualitas puasa mereka. Karenanya dalam kesempatan istimewa ini mereka memperbanyak amal shalih. Ibnu Abbas menuturkan bagaimana peningkatan amal shalih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya tadarus dan infaq:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawanannya memuncak pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah SAW lebih murah hati melakukan kebaikan dari pada angin yang bertiup” (HR. Bukhari)

Demikianlah 6 langkah agar puasa berkualitas. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga akhirnya mencapai derajat taqwa dan kelak dimasukkan ke dalam surga-Nya. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMADAKWAH