Menikmati Ramadhan yang Istimewa di Kota Tua Jeddah

Kota Tua Jeddah atau dikenal Al-Balad bisa menjadi destinasi ideal merayakan bulan suci Ramadhan di Arab Saudi. Tempat ini menjadi salah satu landmark atau tempat bersejarah yang paling populer di kota Jeddah.

Penduduk lokal dan non-lokal bisa menikmati jalanan dengan menyusuri gang-gang tua dan menyaksikan sisa-sisa Hijaz tua. Al-Balad merupakan tempat wisata favorit di kota Jeddah.

Menurut sumber dari Komisi Saudi untuk Pariwisata dan Warisan Nasional (SCTH), keberadaan Al-Balad diperkirakan berasal dari zaman sebelum Islam. Beberapa bangunan di sana berusia 400 tahun. Karena itulah, Kota Tua Jeddah terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.

Titik balik dalam sejarah di Jeddah terjadi selama masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan pada 26 Hijriyah/647 Masehi. Kala itu, sahabat Nabi tersebut memerintahkan Jeddah menjadi pelabuhan laut dari kota suci Makkah. Hal itu untuk memfasilitasi perdagangan regional serta menerima jamaah haji dan umrah.

Di Kota Tua Jeddah, ada sejumlah monumen dan bangunan peninggalan bersejarah, seperti tembok Jeddah Tua dan alun-alun terbuka bersejarah, yaitu Al-Mazloom, Al-Sham, Al-Yaman, dan Al-Bahr Haras. Kawasan ini juga merupakan rumah bagi sejumlah masjid bersejarah, di antaranya Masjid Ustman bin Affan, Masjid Al-Syafe’i, Masjid Al-Basha, Masjid Akkash, Masjid Al-Mi’maar dan Masjid Al-Hanafi.

“Ramadhan dan bangunan bersejarah sama-sama menciptakan atmosfer yag cukup,” kata Mohammed Basha, dilansir di Arab News, Jumat (25/5).

Warga bisa berjalan menyusuri jalan kenangan di Al-Balad. Area bersejarah itu merupakan tempat abadi yang bisa dinikmati orang-orang dari semua usia. Seorang Jeddawi (warga Jeddah) bernama Waleed Shalabi mengatakan, Ramadhan di Al-Balad mengingatkannya pada masa kecilnya.

“Adalah suatu keharusan bagi saya mengunjungi Al-Balad di bulan Ramadhan agar saya dapat menghidupkan kembali kenangan itu,” kata Shalabi.

Jeddawi lainnya, Nawal Aburehla, mengatakan baginya Ramadhan di Kota Tua Jeddah telah menjadi sebagian dari hidup mereka dan yang lainnya sebelum mereka telah menjalaninya. “Itu adalah sesuatu yang akan kami berikan kepada generasi mendatang, suasana indah Ramadhan di Jeddah Bersejarah,” kata Aburehla.

Pemilik kafe budaya dan warisan di Kota Tua Jeddah bernama ‘Cafe Magad’, Mazen Al-Saqaf, memuji aktifnya area bersejarah tersebut. Ia mengatakan, umumnya Kota Tua Jeddah sangat istimewa saat Ramadhan. Di samping, dengan festival yang menghidupkan kembali area bersejarah itu, orang-orang di kota itu secara alami menikmati mengunjungi Kota Tua Jeddah pada bulan Ramadhan.

“Penduduk setempat, non-lokal, turis, semua orang mengunjungi ‘Old Jeddah’ di Ramadhan karena keaktifannya,” ujar Al-Saqaf.

Banyak penduduk setempat yang menyimpan kenangan mereka di Kota Tua Jeddah ini. Menurut Fouad Hakeem, tempat itu mengingatkannya tentang masa lalu seperti yang diceritakan oleh kakek mereka. Di Al-Balad, mereka bisa langsung melihat kisah-kisah tersebut.

“Suasana di sini di Al-Balad berbeda dari suasana di utara kota di Jeddah, anda mengalami masa lalu. Di sini, kami masih merasa sangat muda, ketika saya berkumpul dengan teman-teman saya di sini, saya tidak merasa lebih tua. Saya menikmati waktu saya bersama teman-teman saya seperti masa lalu yang baik. Membawa saya kembali ke masa lalu,” kata Hassnaa Abdulwasi.

Warga bernama Zakia Al-Qurashi mengatakan di Kota Tua Jeddah mereka bisa benar-benar menikmati pengalaman Ramadhan. Menurutnya, komunikasi di antara orang-orang, baik itu di pasar tumpah (jalanan), saat berjalan melalui gang-gang, sangat terasa manusiawi. Mereka saling menyapa dan mendoakan satu sama lain akan Ramadhan yang bahagia.

“Tidak seperti jenis komunikasi di luar area bersejarah, di mana komunikasi lebih digital. Di sini, orang-orang masih berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain,” kata Al-Qurashi.

 

REPUBLIKA

Wahai Para Orang Tua, Jangan Musuhi Anakmu

NABI Nuh adalah nabi yang paling panjang usianya. Menurut salah satu riwayat, umur beliau lebih 1.000 tahun. Dalam hidup selama itu, ternyata lebih banyak derita yang dialami ketimbang bahagia. Derita dan bahagia yang dimaksud adalah musibah dan anugerah. Beliau sangat sabar dan tetap bersyukur. Karenanya beliau bergelah ‘abdan syakuura.

Di antara musibah beliau adalah anak beliau yang durhaka kepada beliau. Anaknya mendustakan kerasulan beliau sekitar 1.000 tahunan. Ternyata, kedurhakaan selama itu tak menjadikan Nabi Nuh keras hati dan kehilangan kasih sayang. Saat badai topan terjadi dengan banjir melanda, Nabi Nuh masih terus mengajak anaknya supaya naik ke perahu agar selamat bersama beliau. “Anakku, mari naik bersama kami,” ajak beliau.

Pelajaran yang bisa dipetik adalah bahwa orang tua tidak boleh bosan-bosan mengajak anak menjadi baik dan lebih baik. Setiap ada waktu bermakna masih ada kesempatan untuk berubah. Lebih dari itu, kisah di atas adalah kabar bermuatan perintah “wahai orang tua, jangan musuhi anakmu.”

Pandulah anak dengan cinta, doakan anak dengan tulus dan teruslah memberi perhatian untuk keselamatan dan kebahagiaan anak. Kebahagiaan orang tua seringkali dititipkan Allah dalam kebahagiaan anak. Semoga kita dan anak-anak kita senantiasa diselamatkan dan dibahagiakan Allah.

 

INILAH MOZAIK

Tiga Bentuk Salam Bagi Para Penghuni Surga

PARA penghuni surga berada dalam suasana yang tentram dan damai. Mereka mendapatkan salam dan ucapan selamat didalamnya. Bagaimana bentuk salam di surga? Siapa saja yang memberikan salam kepada para penghuni surga?

1. Salam orang mukmin di antara mereka

Doa mereka di dalamnya ialah, Maha Suci Engkau, ya Tuhan kami, dan salam penghormatan mereka ialah “salam sejahtera”. (Yunus 10)

2. Salam malaikat kepada orang mukmin

“Penjaga-penjaganya berkata kepada mereka, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.”(Az-Zumar 73)

3. Salam Allah kepada hamba-Nya

“(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.”(Yasiin 58).

 

INILAH MOZAIK

10 Ramadan: Hari Kasih Sayang

Umat Islam berada di puncak kekuatan. Bersama 10 ribu pasukan, Rasulullah Muhammad saw. berbondong-bondong menuju kota Mekkah.

Sudah delapan tahun Rasulullah meninggalkan kota kelahirannya itu demi menghindari kejaran kafir Quraisy dan menghimpun kekuatan di Madinah. Kini, kondisi telah berbalik. Jumlah pengikut Nabi jauh lebih banyak ketimbang lawan.

Mendengar kabar kedatangan rombongan, masyarakat Quraisy gentar. Selain kekuatan yang sudah tak lagi imbang, mereka juga digelayuti perasaan takut dan sesal.

Masyarakat Quraisy berpikir, para pemeluk Islam yang dulu pernah dianiayanya itu akan menuntut balas. Yang terluka akan membalas melukai, yang dirampas, akan mengambil hartanya kembali.

Kengerian itu kian menjadi, ketika salah satu dari rombongan, Saad ibn Ubadah berteriak dari gerbang Tanah Haram, “Al yaum, yaum al malhamah! (Hari ini, hari pembalasan).”

Penduduk Mekkah panik, mereka berlarian mengunci pintu-pintu rumah. Sementara salah satu petinggi mereka, Abu Sufyan, dengan perasaan nekat menghampiri Nabi dan rombongan.

“Akankah engkau menuntut balas kepada saudara-saudaramu, Ya Muhammad,” tanya Abu Sufyan kepada Nabi, memelas.

Para sahabat di sekeliling Rasulullah geram. Betapa mereka ingat kezaliman yang dilakukan Abu Sufyan, Abu Lahab, dan para petinggi Quraisy lainnya ketika mereka diketahui telah masuk Islam.

Sebagian dari keluarga mereka disiksa hingga meninggal dunia, harta bendanya disita, serta yang masih bisa bertahan diusir ke luar kota Mekkah.

Akan tetapi, Nabi mengajarkan Islam bukan sebagai agama balas dendam. Namun, sebagai agama kasih sayang.

Rasulullah bersabda, “Inna hadza al yaum laisa yaum al malhamah, walakinna hadza al yaum yaum al marhamah! (Sesungguhnya hari ini bukanlah hari pembantaian, melainkan hari kasih sayang).

Rasulullah pun mencampakkan Abu Sufyan dan meminta para sahabat untuk tidak menyakiti dan merusak apa pun. Nabi bergerak ke arah kakbah, mengeluarkan berhala-berhala dan menghancurkannya. Bilal ibn Rabbah diperintah mengumandangkan azan, salat jamaah dilaksanakan.

Begitulah saat Islam membebaskan kota Mekkah pada 10 Ramadhan 8 H. Hari yang dikenal dengan Fathu Makkah itu, menjelma sebabak penaklukkan dengan tanpa sedikit pun ada kekerasan, kezaliman, dan pertumpahan darah.

Sumber: Disarikan dari Nurul Yaqin Fi Sirati Sayyidil Mursalin karya Syeikh Muhammad ibn Afifi Al Khudari Al Bajuri

METROTVNEWS

Elisabath Janiita Ruru Berjuang Temukan Kebenaran Islam

Tak pernah terbesit dibenaknya untuk menjadi seorang Muslimah. Sejak kecil, Elisabeth Janita Ruru menjalani kehidupan apa adanya: Mengikuti arahan dan bimbingan orang tua, menjalani pendidikan, dan bersosialisasi.

Keluarganya adalah penganut Nasrani yang taat. Mengunjungi gereja sudah menjadi rutinitas akhir pekan. Keluarga pasti berkumpul di saat hari raya keagamaan, seperti Natal. Dia memiliki album rohani dan menjadi pengurus gereja. “Saya kristen taat dan saya tahu sekali apa yang dipelajari di Kristen, Alkitab saya sudah paham sekali isinya. Sehingga semua orang heran ketika saya bisa masuk Islam,” kata dia.

Selain itu, Elizabeth dan keluarganya memiliki pengalaman yang buruk seputar Muslim. Dahulu, anggota keluarganya tewas di tangan seorang Muslim. Sejak itu ke bencian terhadap Muslim muncul.

“Opa saya dulu meninggal dibunuh orang yang kebetulan beragama Islam, memang silsilah keluarga tidak ada yang ingin memeluk Islam bahkan jika sampai ada yang memeluk Islam maka mereka akan dibuang, dihina, dan dijauhi,” ujar dia.

Islamfobia yang berkembang belakangan ini juga menjadi dasar baginya untuk memperkuat kebencian terhadap Islam. Kasus terorisme di berbagai belahan dunia semakin menyempitkan persepsinya tentang Islam serta penganutnya.

Mengenal Islam

Elisabeth pertama kali tertarik dengan Islam ketika melihat sahabatnya di media sosial Path. Dia merupakan sahabat lama SMA yang setelah lama tidak berjumpa ternyata banyak unggahannya yang positif. Terutama pesan-pesan yang Islami. Menurut ibu empat anak ini, teman itu sudah berubah luar biasa.

Dahulu, dia memiliki perilaku yang buruk. Namun, sekarang bisa menjadi lebih baik. Media sosial dia manfaatkan untuk menyebarkan pesan-pesan bermanfaat.

Bagaimana bisa dia berubah? Seperti apa ceritanya? Apa yang membuatnya menjadi insan yang lebih baik? Berbagai pertanyaan tersebut muncul di benaknya.

Setelah ditelusuri, ternyata teman sekolah nya ini berteman baik dengan Umi Pipik, istri almarhum Jeffri Bukhori. “Saya kemudian me-repath ulang unggahan teman saya dan berteman dengan Umik Pipik, Qadarullah pertemanan saya diterima tanpa bertanya saya Kristen atau apa, dia juga senang menjawab pertanyaan saya,” kata dia.

Suatu hari, teman SMA-nya Yosi bersama Umi Pipik dan lainnya mengadakan kegiatan amal. Elisabeth sangat senang dengan kegiatan amal tersebut. Dia mengajak teman-teman kantornya ketika itu untuk ikut serta.

Ketika kegiatan berlangsung, temannya tidak bisa hadir. Elisabeth terpaksa mengantar uang santunan. Sampai lokasi dia terkejut karena ternyata acara amal ini acara Muslim karena hampir semuanya berpakaian menutup aurat.

“Karena saya langsung dari kantor, jadi saya masih mengenakan pakaian kantor dengan rok pendek ketika itu, tetapi perhatian yang saya dapatkan dari mereka justru berbeda,” kata dia.

Elisa merasa minder, tetapi justru dia diperlakukan dengan baik. Mereka tidak melecehkan dengan pandangan mereka karena pakaiannya.

Malah dia diajak duduk, berfoto, dan berkenalan. “Dari situ lunturlah pemikiran saya tentang Islam itu jahat, ternyata tidak, Islam itu baik kok, mereka memperlakukan saya dengan baik, meski sebelumnya mereka tidak mengenal saya,” ujar dia.

Islam bukanlah yang selama ini dia pahami. Sejak itu dia memutuskan untuk mempelajari Islam. Dari acara tersebut, Elisa mulai mencari tahu mengenai Islam lebih banyak. Karena Yosi sangat sibuk, Elisa menghubungi temannya yang lain Dita.

Dita kemudian menjelaskan kepadanya tentang konsep Tuhan dalam Islam. Elisa masih mempertanyakan apakah konsep Tuhan dalam Kristen dan Islam sama.

Dita kemudian menegaskan bahwa Tuhan umat Islam adalah Allah SWT, tidak beranak dan diperanakkan. “Dari situlah saya mendapatkan pemahaman baru ten tang Islam,” tutur dia. Lalu dia semakin mendalami Islam dengan bertanya kepada Yosi yang membenarkan pernyataan Dita.

Bersyahadat

Sebelum memeluk Islam empat tahun lalu, Elisabeth merupakan orang tua tunggal selama 10 tahun. Dia memiliki dua orang anak. Setelah mengenal Islam, dia berkenalan dengan seorang pria yang kini menjadi suaminya, Rio Angga. Lelaki itu bekerja di sebuah klub malam terbesar di Jakarta. Saat itu masuk Ramadhan hari pertama, anehnya meski pria ini bekerja di klub malam dia tetap menjalankan puasa. Ah, mungkin hanya sehari dia berpuasa, setelah itu pasti akan makan dan minum pada siang hari. Begitu keyakinan Elisabeth.

Ternyata Rio berkata bahwa setelah 11 bulan dikasih keleluasaan untuk berbuat maksiat, harusnya satu bulan bisa dijalankan sebaik-baiknya sebagai hamba Allah. Dari situ, Elisa sema kin ingin mencari tahu Islam lebih dalam. Namun, dia tidak ingin belajar Islam dari pria ini karena memiliki hubungan dekat, khawatir tidak netral.

Maka, dia belajar Islam dari orang lain terutama sahabatnya Dita. Setelah Idul Fitri, Elisa menghubungi Dita untuk me minta penjelasan lebih dalam mengenai Allah dan Nabi Muhammad.

Pada malam itu Elisa memutuskan un tuk bersyahadat. Kemudian setelah mualaf, dia masih tinggal dengan dua anak nya yang masih Kristen. Kedua anak nya pun merasa kecewa, karena mereka yang ke gereja selalu bersama ternyata kini berbeda pandangan.

“Mereka berpikir maminya gila, saya dimusuhin, pintu dibanting di hadapan saya, mereka nangis, pasti mereka hancur karena saya masuk Islam.”

Elisa bersyukur ketika hijrah dia di dukung oleh seorang ustaz. Pendakwah itu mengajarkannya bahwa ajaran agama harus diwujudkan dalam akhlak. Lakukata yang berdasarkan agama akan meng hadirkan ketenangan dan kesejukan.

Meski berbeda agama dengan kedua anaknya. Elisa tetap memperlakukan ke duanya dengan baik. Dia tetap mengantarkan kedua anaknya sampai pintu gereja, kemudian pulang dan menjemput kembali.

Dari sana, mereka mempelajari Islam dari perlakuannya. Elisa tidak langsung mengajarkan shalat, memerintahkan membaca buku-buku Islam. Dia hanya memperlihatkan Islam dengan ilmu yang masih minim dengan perlakuan baik.

Suatu ketika, anak pertamanya Safira (16 tahun) yang lama menderita skoliosis masuk ICU dan harus dioperasi. Ketika itu dia bingung untuk menuntun anaknya berdoa karena agama yang berbeda.

Elisa berdoa dan berzikir, dia hanya mengatakan untuk berdoa masing-masing karena tidak sama. Namun, atas hidayah Allah, Safira mengatakan ingin berdoa yang sama dengan ibunya.

Disaksikan dokter dan suster, Safira mengucapkan dua kalimat syahadat. Berbeda dengan anaknya yang kedua, Hasiani (14), anaknya yang lahir prematur ini sangat dekat dengan ibunya, sehingga dia paling memusuhi Elisa saat memilih Islam.

Elisa pun tidak pernah menanyakannya. Karena khawatir dihina anaknya dan merasa saki hati dia tidak pernah memaksa anak keduanya memeluk Islam. Suatu hari dia bertanya kepada ayah nya, yang kini menjadi suami kedua Elisa alasan tidak pernah ditanya untuk memeluk Islam.

Padahal, Hasiani berharap ditanya. Setelah itu anak keduanya bersyahadat dan memeluk Islam atas permintaan sendiri. Ini merupakan tahun ketiga kedua anak nya memeluk Islam dan mereka bersyahadat ulang disaksikan Imam masjid di daerah rumahnya di Rempoa.

Dukungan Suami

Tidak lama setelah menjadi mualaf, Elisa dan Rio menikah. Awalnya setelah merasa gagal berumah tangga, dia tidak ingin menikah lagi. Namun, Islam memiliki sudut pandang lain. Dia melihat dengan berumah tangga maka dapat menjalani Islam lebih sempurna. Dia ingin memiliki keluarga yang utuh dan bisa ibadah bersama.

Namun, saat itu kondisinya suami bekerja di kelab malam sudah 14 tahun lamanya. Pernikahan kedua ini tak mudah dilalui. Dia tidak ingin menyerah dengan kondisi suami. Dia tidak memaksa suami berhenti bekerja atau berhenti minum minuman keras. Agar menjadi rem suami, Elisa selalu menemani suaminya bekerja, mengantar atau menjemputnya.

Bahkan ketika berjilbab dia masih kediskotek menemani suaminya. Pernah sempat berputus asa, akhirnya dia bercerita dengan Umi Pipik karena memiliki latar belakang sama.

Dia mendapat nasihat bahwa meminta kepada manusia, baik suami atau anak untuk berubah itu tidak mudah. Cukup minta kepada Allah dengan shalat. Elisa bersyukur Allah memberi jalan, beberapa hari sebelum Aksi Bela Islam 212, suaminya di PHK. Meski kelab malam lain menawari pekerjaan yang sama, dia menolaknya.

Suaminya memutuskan untuk hijrah. “Alhamdulillah, suami saya bisa meninggalkan dunia, dan dua anaknya dari suami saya masuk Islam,” ujar dia.

 

REPUBLIKA

Risalah Ramadhan 1439 H

Hari Ahad, 20 Mei 2018 ini, alhamdulillah kita telah memasuki hari yang keempat dari bulan suci Ramadhan 1439 H, bulan yang penuh dengan keberkahan, kemuliaan, dan keagungan. Bulan ketika Allah SWT mewajibkan ibadah shaum pada setiap orang yang beriman yang mukalaf agar menjadi Muslim dan mukmin yang muttaqien, sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).

Bulan ketika Allah SWT pertama kali menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW, sebagian besar Alquran pun diturunkan di bulan yang agung ini. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 185: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) ….” (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ramadhan juga adalah bulan yang penuh dengan risalah Ilahiyah yang sangat luar biasa pengaruh positifnya pada kehidupan umat Islam, jika umat Islam melaksanakan ibadah shaumnya dengan benar, sungguh-sungguh, ikhlas karena Allah, dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan, baik dalam Alquran maupun juga dalam hadis-hadis Nabi.

Risalah yang pertama, Ramadhan merupakan bulan pendidikan yang sangat istimewa dalam rangka mendidik umat untuk memiliki akhlak dan karakter yang mulia dalam kehidupannya, seperti karakter jujur dan amanah. Dua karakter ini sangat penting dimiliki oleh orang-orang yang beriman.

Sebab, tanpa dua karakter tersebut, orang-orang yang beriman belum diakui memiliki iman yang sempurna, seperti disampaikan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis sahih: “La imana liman la amanata lahu wala dina liman la ‘ahda lahu,” (tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya). Di dalam Alquran surah al-Anfal (8) ayat 27, Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS al-Anfal [8]: 27).

Risalah yang kedua, bulan Ramadhan adalah bulan kasih sayang terhadap sesama orang-orang yang beriman maupun terhadap sesama umat manusia secara keseluruhan. Kasih sayang adalah merupakan inti utama dalam ajaran Islam. Allah menurunkan Alquran dengan kasih sayang dan cinta-Nya kepada umat manusia agar selamat hidupnya di dunia dan di akhirat (perhatikan QS ar-Rahman (55) ayat 1-4).

Rasulullah SAW pun diutus untuk menebarkan rahmat dan kasih sayang tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada alam semesta secara lebih luas (perhatikan QS al-Anbiya [21] ayat 107). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan: “Jika akan engkau menyembelih binatang, sembelihlah dengan cara yang baik dan dengan pisau yang tajam. Jika engkau akan membunuh seekor binatang maka bunuhlah dengan cara yang baik.”

Dalam hadis sahih yang lain, Rasulullah SAW menyatakan, “Irhamu man fil ardi, yarhamkun man fissama’i,” (sayangilah oleh kamu sekalian makhluk yang ada di muka bumi, pasti akan menyayangi pada kamu sekalian makhluk yang ada di langit).

Islam adalah ajaran yang sangat membenci tindakan kekerasan, pembunuhan, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya, dengan alasan apa pun, apalagi hanya karena berbeda agama dan keyakinan. Peperangan yang pernah terjadi dalam sejarah Islam, seperti Perang Badar dan Perang Uhud, semuanya adalah bersifat defensif (mempertahankan diri) karena ketika itu kaum Muslimin banyak yang dizalimi oleh orang-orang kafir Quraisy.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Hajj [22] ayat 38-39: “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat (38). Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.”

Pelaksanaan zakat fitrah pada akhir bulan Ramadhan yang sebelumnya sangat dianjurkan untuk banyak berinfak dan bersedekah, terutama kepada fakir miskin atau orang-orang yang membutuhkan, adalah salah satu bentuk manifestasi kasih sayang kepada mereka. Bahkan, Nabi SAW menyatakan dalam sebuah hadis sahih: “Bukan umatku orang yang tertidur karena kekenyangan, sementara tetangganya tidak bisa tidur karena kelaparan dan dia biarkan (tidak punya kepedulian).”

Risalah yang ketiga yaitu risalah persatuan dan kesatuan umat. Bulan Ramadhan adalah bulan yang menyatukan hati dan pikiran umat Islam yang berpuasa, sekaligus menyatukan langkah dan gerak dalam membangun umat, bangsa, serta negara. Pembangunan tidak akan pernah berjalan dengan baik dan optimal jika selalu terjadi perpecahan dan pertentangan antara sesama anak bangsa.

Islam adalah ajaran yang sangat membenci tindakan kekerasan, dan pembunuhan.

Energi positif yang dibutuhkan dalam pembangunan sering dikalahkan oleh energi negatif yang bersumber dari hasad, dengki, iri, serta kebencian yang kadang hanya dilandasi karena sikap apriori terhadap orang atau kelompok lainnya yang berbeda di dalam pandangan pemikiran tentang suatu persoalan.

Semangat berjamaah di masjid-masjid setiap waktu shalat, di kompleks perumahan, di kantor tempat bekerja, maupun di kampus tempat belajar, mudah-mudahan memiliki implikasi yang kuat dalam rangka menumbuhkan kembali energi positif untuk menguatkan persatuan dan kesatuan. Perhatikan firman-Nya dalam QS al-Hujurat [49] ayat 10: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan rahmat.”

Risalah keempat yaitu risalah ilmu. Alhamdulillah, kita pun patut bersyukur kepada Allah SWT karena bulan Ramadhan adalah bulan ketika kaum Muslimin memiliki semangat yang tinggi untuk membaca dan mempelajari Alquran dan ilmu-ilmu lainnya yang dibutuhkan dalam kehidupan agar kehidupan ini lebih punya makna dan tujuan yang jelas. Umat Islam adalah umat yang sangat didorong oleh Rasulullah SAW untuk selalu mencintai ilmu, kapan dan di mana pun serta profesi apa pun yang ditekuni dan digelutinya.

Rasulullah SAW bersabda: “Ughdu ‘Aliman au muta’alliman au mustami’an au muhibban, wala takun khamisan fatahlak,” (berangkatlah Anda pagi-pagi untuk mengajarkan ilmu atau mempelajari ilmu atau mendengarkan ilmu atau mencintai ilmu, dan jangan menjadi bagian yang kelima/sama sekali tidak terlibat dalam dunia keilmuan, maka engkau akan mengalami kerusakan dan kehancuran).

Wahyu pertama yang diturunkan pada bulan Ramadhan pun berkaitan dengan semangat mencari dan mendapatkan ilmu, yaitu al-qira’ah(membaca) dan al-kitabah bil qalam (menulis dengan kalam/pena). Tanpa membaca dan menulis (dalam pengertian luas), tidak mungkin ilmu akan berkembang.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah perkembangan ilmu itu harus disertai dengan penguatan nilai-nilai kemanusiaan dan penguatan nilai-nilai akhlakul karimah. Ilmu yang dikembangkan dengan mengabaikan dua hal tersebut maka tidak akan memberikan hal yang positif dalam kehidupan (peradaban yang konstruktif), tetapi justru akan melahirkan peradaban yang merusak (destruktif), seperti peperangan, pembunuhan, penipuan, dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan lainnya, seperti yang terjadi sekarang ini.

Tentu masih banyak risalah-risalah Ramadhan yang lain, yang perlu terus-menerus digali dan dikembangkan serta diimplementasikan dalam kehidupan keseharian kita. Mudah-mudahan Allah SWT melimpahkan keberkahan dan kemuliaan bulan suci Ramadhan bagi kaum Muslimin di mana pun mereka berada. Semoga Allah mengabulkan segala doa dan permohonan kita.

Perhatikan firman-Nya, QS al-Baqarah [2] 186: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Wallaahualam bi ash shawab.

Oleh: KH Didin Hafidhuddin

REPUBLIKA

Agar Setan Terbelenggu

Dalam hadits Nabi SAW dinyatakan apabila bulan puasa tiba, maka terbuka pintu-pintu surga, tertutup pintu-pintu neraka, dan setan-setan terbelenggu,. Namun, kenyataannya masih banyak orang yang berbuat maksiat di Bulan Ramadhan, yang mana sebagian orang menganggap bahwa perbuatan maksiat itu dilakukan karena godaan setan.

Ahli tafsir Indonesia, M Quraish Shihab menjelaskan tentang makna ‘setan terbelenggu’ dalam hadis tersebut. Menurut dia, hadis tersebut dapat dipahami dalam pengertian majazi dan dapat juga secara hakiki.

Dalam pengertian majazi, menurut dia, hadits tersebut mengandung makna bahwa bulan puasa adalah bulan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Di dalamnya Allah melimpahkan ganjaran yang luar biasa serta membuka pintu-pintu ampunan-Nya.

Dengan sedikit amal saja, kata dia, manusia dapat memperoleh ganjaran yang banyak untuk mengantarnya ke surga, sehingga surga dalam bulan puasa itu bagaikan selalu terbuka, sedangkan neraka karena banyaknya pengampunam Allah bagaikan tertutup.

Alumni Al Azhar Mesir ini mengatakan, karena kesadaran manusia begitu tinggi setan-setan bagaikan terbelenggu. Jika hadits tersebut dipahami secara hakiki, maka dapat dikatakan bahwa kedurhakaan muncul akibat godaan setan dan rayuan nafsu.

“Di bulan puasa, memang setan terbelenggu. tapi ada orang-orang yang hawa nafsunya tidak terkendali, mereka itulah yang melakukan kedurhakaan,” ujar Quraish seperti dikutip dalam bukunya berjudul ‘M. Quraish Shihab Menjawab-1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui’, Jumat (18/5).

Dia menambahkan, ulama-ulama telah menjelaskan bahwa ada perbedaan antara godaan setan dan rayuan nafsu. Menurut dia, setan menggoda dengan tujuan merugikan manusia atau paling tidak menjadikannya tidak beruntung.

“Karena itu, setan dapat mengubah dari saat ke saat rayuannya jika dia gagal dalam rayuan pertama. Sehingga bila dia menginginkan sesuatu, dia tidak akan mengubah dan terus mendesak hingga keinginannya tercapai,” jelas Quraish.

Displin

Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), KH Ahmad Satori Ismail menyampaikan, salah satu tujuan puasa Ramadhan untuk mendisiplinkan diri. Sebab untuk mendapatkan keutamaan puasa Ramadhan seorang Muslim harus disiplin dalam menjalankan seluruh aktivitas ibadahnya selama Ramadhan.

KH Satori mengatakan, seorang Muslim ketika berpuasa akan menjauhi segala sesuatu yang dapat membatalkan puasanya. Pikirannya akan selalu siap siaga untuk menjaga diri dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi pahala puasa.

“Ketika pikirannya selalu waspada maka akan menjadi orang yang betul-betul disiplin,” kata KH Satori kepada Republika.co.id, Jumat (18/5).

Di bulan Ramadhan semua amal dilipat gandakan, bahkan yang sunah dilaksanakan seperti melaksanakan yang wajib. Shalat berjamaah dilakukan dengan disiplin. Selain itu, shalat sunah menjadi rajin sehingga akan terbiasa melaksanakan shalat sunah meski Ramadhan telah berlalu.

Saat tiba waktu buka puasa, Muslim disarankan menyegerakan buka puasa. Sahur pun disarankan tepat waktu. Maksudnya agar setelah sahur bisa langsung mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat subuh. “Semua ini harus dilakukan dengan disiplin untuk mendapatkan keutamaan puasa Ramadhan,” ujarnya.

KH Satori juga menerangkan, puasa berkaitan dengan keimanan seseorang. Orang yang imannya kuat puasanya akan lebih baik kualitasnya. Oleh sebab itu di dalam Alquran dikatakan, ya ayyuhalladzina amanu kutiba ‘alaikumush shiyamu kama kutiba ‘alal ladzina min qablikum la’allakum tattaqun.

“Karena ini (puasa Ramadhan) berkaitan dengan keimanan, kalau orang imannya kuat puasanya akan semakin kuat,” ujarnya.

KH Satori juga menceritakan betapa disiplinnya Rasulullah. Menjelang tiba waktunya bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW senantiasa menunggu datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah sangat disiplin sepanjang hari termasuk saat sahur dan buka puasa.

Rasulullah sangat takut sekali waktu di bulan Ramadhan hilang meski hanya satu detik. Maka seluruh waktu dimanfaatkan oleh Rasulullah untuk ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah pun meningkatkan sedekah dan amalnya saat bulan Ramadhan. “Tidak ada waktu kosong kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah,” kata KH Satori.

 

REPUBLIKA

Ramadhan Bulan Madrasah

Berbahagialah orang beriman yang berkesempatan kembali bertemu dengan Ramadhan. Bulan yang penuh berkah, setiap Muslim ditempa dan dididik untuk menjadi insan mulia. Segala puji bagi Allah SWT, kita sudah memasuki hari keenam dari sebulan lamanya jam pelajaran madrasah Ramadhan.

Mereka yang bersungguh-sungguh mengisi waktu Ramadhan dengan berbagai ibadah wajib dan sunah, disertai ilmunya, penuh ikhlas, akan terus naik kelas kemuliaan, meraih prestasi spiritual, dan menikmati lezatnya buah ketakwaan.

Jika direnungi lebih mendalam, ada banyak mata pelajaran penting da lam madrasah Ramadhan. Pertama, pelajaran keikhlasan. Hanya ikhlas yang membawa pada suasana hati riang gembira menjalankan ibadah jasmani yang melelahkan tersebut. Membuat ibadah yang terkesan memberatkan ini sangat ringan dan menyenangkan.

Adakah yang tahu apakah kita sedang beribadah shaum atau tidak? Ha nya kita dan Allah SWT yang mengetahuinya. Tetapi, hebatnya, dengan ju jur kita berusaha sekuat tenaga bertahan dari berbagai godaan untuk berbuka, membatalkan ibadah hingga waktunya tiba. Pelajaran kejujuran yang luar biasa. Ihsan yang nyata, keyakinan diri bahwa Allah SWT selalu bersama kita walau pancaindra ini tak sanggup mengetahuinya.

Mata pelajaran selanjutnya adalah menahan diri dari berbagai hal yang membatalkan dan menghilangkan nilai shaum. Haus dan lapar itu jangan sam pai sia-sia. Menjadi benteng dari api neraka. “Puasa itu bagaimana benteng (yang mencegah) dari api neraka, seperti benteng (perisai) yang (mencegah kalian) dari pembunuhan.” (HR Ahmad).

Shaum merupakan ibadah yang tak ada bandingannya. Sahabat Rasulullah SAW, Abu Umamah al-Bahili RA, berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, suruhlah aku mengerjakan suatu perbuatan yang semoga dengan per buatan itu Allah memberikan manfaatnya kepadaku’, Rasul lalu berkata kepadanya: Kamu mesti shaum, sesungguhnya shaum itu tiada ada yang sebanding dengannya.” (HR an-Nasa’i).

Dari shaum kita belajar tentang keadilan. Adil pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Allah SWT. Adil pada diri sendiri, di kala waktunya tiba berbuka, segeralah berbuka. Di kala waktunya sahur, makan dan minumlah, agar badan ini kuat hingga waktunya berbuka.

Haus dan lapar membuat kita belajar peduli kepada sesama. Lahir kesadaran bahwa ada saudara yang untuk makan malam atau sahur saja, dibuat bingung dan bersedih hati. Hidup serbakekurangan dan menjadi ke wajiban kita untuk membantu mereka.

Sikap merasa cukup dan terdorong untuk menunaikan kewajiban mem bersihkan harta. Selesai menjalankan ibadah shaum sebulan penuh, tibalah waktunya membayar zakat fitrah, infak, dan sedekah. Sungguh Ramadhan merupakan madrasah yang penuh keutamaan di dunia dan akhirat. Hanya orang beriman yang sanggup menunaikan tugas pendidikan diri yang luar biasa tersebut. Wallaahualam.

 

OLEH: Prof Mahmud

REPUBLIKA

Hikmah Sakit

Sebagian dari kita kerap lupa ada banyak hikmah di balik sakit yang belum diketahui. Lebih banyak kita kerap mengeluh dan cepat merasa kesal lantaran ingin segera sembuh.

Dikutip dari buku “Oase Ramadhan Panduan Sehat Selama Ramadhan,”karya Briliantono M Soenarwo, setidaknya ada enam hikmah yang kita peroleh saat sakit.

Pertama, ketika sakit, otomatis seseorang harus beristirahat lebih banyak. Setiap hari, tubuh selalu dibebani dengan berbagi kegiatan yang menyita tenaga. Saat sakit, tubuh diberikan kesmpatan untuk beristirahat dan terlepas dari beban berat untuk sementara waktu.

Segudang aktivitas sehari-hari membuat seeorang tidak punya waktu untuk berkumpul bersama keluarga atau teman-teman. Ketika seseorang sakit, ini dapat mempererat tali silaturahim karena keluarga atau teman akan datang menjenguk. Disinilah silaturahim terbentuk kembali.

Melalui sakit, seseorang mendapat pelajaran berharga untuk menghargai arti sehat itu. Kalau kita sehat, apapun yang dilakukan atau di makan akan terasa enak, lain halnya jika sakit, semua serba tidak nikmat. Senantiasa lah menjaga kesehatan.

Doa orang sakit di ijabah Allah SWT Kondisi spiritual orang sakit berada di titik tertinggi. Sedangkan psikologisnya ada di titik terendah. Ia tidak memiliki sandaran lain kecuali Allah. Harapan kesembuhan hanya ada berada pada Allah. Itulah yang membuat doa orang sakit mustajab.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah Saw menyuruh kita meminta doa kepada orang sakit yang kita jenguk, karena doa orang yang sedang sakit seperti doanya para malaikat.

Orang yang sakit dekat dengan Allah. Saat seseorang sakit, ia akan tidak berdaya dan memohon iba serta pertolongan Allah untuk diberi kesmbuhan. Inilah yang mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya melalui doa.

Hikmah terakhir dari sakit ialah menghapus dosa. Setiap hari pasti ada saja dosa yang kita lakukan baik yang disengaja ataupun tidak. Tetapi, saat seseorang sakit, Allah akan menghapus dan merontokan dosa-dosa yang pernah diperbuat. Itu adalah bentuk kasih sayang Allah terhadap hambanya.

Menyembuhkan

Setiap bulan Ramadhan, zakat dan sedekah menjadi hal yang rutin dilakukan. Keduanya memilik nilai lebih bagi umat Muslim, terutama memungkinkan siapapun yang melakukannya mendapat pahala berlipat ganda. Tapi, di samping itu, zakat dan sedekah ternyata berpengaruh baik terhadap kesehatan dan memanjangkan umur.

Head of Corporation and Communication Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Dompet Dhuafa (LKC DD), Dhihram Tenrisau menjelaskan, pengaruh ini sudah disampaikan oleh Rasulullah SAW. “Dalam HR Thabrani tertulis, ‘Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersedekah dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana’,” ujarnya melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (24/5).

Selanjutnya, temuan pengaruh antara zakat dan sedekah dengan kesehatan juga diperkuat oleh penelitian dua profesor dari Harvard, Michael Norton dan Elizabeth Dunn. Mereka melakukan studi dengan membandingkan orang-orang yang membagikan hartanya kepada orang lain dengan orang-orang yang hanya membelanjakan hartanya untuk diri sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan, para sampel penelitian yang membagikan hartanya pada orang lain terbukti lebih bahagia. Efek psikologis ini membuat fisik dan mental mereka lebih sehat sekaligus memberikan dampak panjang umur.

Dhihram menjelaskan, efek ini disebabkan karena nucleus accumbens atau wilayah di otak. Jadi, ketika peserta menyumbangkan uangnya, dalam hal ini zakat dan sedekah, aktivitas di nucleus accumbens mengalami peningkatan. “Wilayah otak ini diaktifkan oleh dopamine, yakni yang mempromosikan keinginan, dan serotonin atau yang mendorong rasa nyaman dan senang,” ucapnya.

Selain itu, perilaku zakat dan sedekah ini melepaskan hormon endorfin dan oksitosin. Kedua hormon tersebut memberikan pengaruh pada kebahagiaan, kekebalan tubuh, serta membantu proses persalinan pada seseorang.

Bagi kesehatan jiwa sendiri, para pakar psikologi dan neurosains sepakat, kebiasaan memberi akan berkontribusi besar dalam membangkitkan perasaan bersyukur seseorang. Seperti yang diketahui, orang yang selalu bersyukur cenderung memiliki mentalitas kuat dalam menjalani hidupnya.

Penelitian lainnya dari Ashley Williams juga menemukan, perilaku menyisihkan sebagian harta untuk orang lain dapat mencegah penyakit jantung dan menurunkan tekanan darah.

Lebih dari itu, bersedekah juga ternyata dapat menyembuhkan penyakit kronis dan sulit disembuhkan. Dalam buku karya seorang profesor dari Universitas Stony Brook, Stephen Post, bertajuk Why Good Things Happen to Good People, disampaikan bahwa kebiasaan bersedekah ataupun berzakat telah terbukti meningkatkan manfaat kesehatan pada penderita penyakit kronis termasuk HIV.

 

REPUBLIKA

Berdagang dengan Allah

Rasulullah SAW terbiasa mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya untuk senantiasa bersabar atas segala sesuatu yang menimpa mereka. Termasuk dalam masalah lapar sekalipun. Mereka senantiasa mengencangkan ikat pinggang. Bila tidak ada sama sekali yang dimakan, maka mereka pun akan berpuasa. Itulah yang dicontohkan Rasul SAW kepada sahabat-sahabatnya.

Suatu hari, seusai mendengarkan nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya di Masjid Nabawi Madinah, maka pulanglah Ali bin Abi Thalib ke rumahnya. Sesampai di rumahnya, ia menemui istrinya, Fatimah, putri Rasulullah SAW, yang sedang duduk memintal benang.

“Wahai perempuan yang mulia, adakah suatu makanan yang dapat dimakan oleh suamimu ini? tanya Ali.

Fatimah pun menjawab, “Demi Allah, aku tidak mempunyai sesuatu pun. Tetapi, aku punya uang enam dirham yang akan kugunakan untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein.”

“Tolong, berikanlah uang tersebut kepadaku,” ujar Ali. Kemudian Fatimah memberikan uang itu kepada Ali bin Abi Thalib.

Setelah itu, Ali pun segera keluar membawa uang enam dirham itu untuk membeli makanan buat Hasan dan Husein. Dalam perjalanan, Ali melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri di dekat pohon kurma, dengan pakaian yang sangat kumal. Rupanya ia seorang pengemis. Melihat ada yang mendekat, pengemis itu pun meminta kepada Ali.

“Wahai tuan, siapakah yang hendak mengutangi Allah dengan piutang yang baik? ujar laki-laki tersebut seraya mengutip ayat Alquran surah Al-Baqarah [2] ayat 245.

“Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang lebih banyak. Dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan (rezeki), dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Maka secara spontan Ali pun memberikan semua yang dimilikinya itu tanpa sisa. Setelah itu, ia pun segera kembali ke rumahnya dengan hati yang sangat lapang dan penuh kepuasan.

Namun, ketika Fatimah menyaksikan suaminya yang pulang tanpa membawa apa pun, maka menangislah putri Rasulullah SAW ini. Menyaksikan hal itu, Ali pun bertanya, “Wahai perempuan yang mulia, mengapa engkau menangis?

Fatimah menjawab, “Wahai putra paman Rasulullah SAW, kulihat engkau tidak membawa apa-apa dari uang yang aku berikan tadi. Mengapa bisa demikian? Bagaimana makanan Hasan dan Husein?

Ali pun kemudian menyampaikan kejadian yang sesungguhnya. “Wahai perempuan yang mulia, sesungguhnya uang itu telah aku pinjamkan kepada Allah,” jelas Ali.

Mendengar hal itu, maka Fatimah pun tersenyum seraya berkata, Engkau benar wahai suamiku. Maka selesailah untuk sementara persoalan yang mereka hadapi. Namun, bagaimana dengan hari esok?

Ali pun kemudian berpamitan pada Fatimah. Ia bermaksud menemui Rasulullah SAW. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan seorang Arab dusun yang sedang menuntun seekor unta betina.

Orang Arab dusun tersebut berkata kepada Ali. “Hai Bapak Hasan, belilah unta ini dariku.” Ali menjawab,”Aku tidak memiliki uang.”

Gampang saja. Beli saja unta ini, dan nanti engkau bisa membayarnya setelah laku, kata Arab dusun itu. “Berapa engkau akan menjual unta ini? tanya Ali.

“Seratus dirham,” jawabnya.

“Baiklah. Kalau begitu aku membelinya,”kata Ali.

 

Setelah semuanya disepakati, berpisahlah Ali dengan orang Arab dusun tersebut. Ali lalu membawa unta betina itu untuk dijual. Saat menuntun unta tersebut, tiba-tiba datanglah orang Arab dusun lainnya. Ia bertanya kepada Ali. “Wahai bapak Hasan, apakah engkau akan menjual unta ini.” Ali pun mengiyakannya.

Berapa engkau akan menjualnya? tanya Arab dusun itu.

Seratus enam puluh dirham, kata Ali. (Dalam riwayat lain disebutkan, jumlahnya hingga tiga ratus dirham).

Baiklah, aku beli unta itu, jawab Arab dusun tersebut. Maka ia pun membayar harga unta itu kepada Ali bin Abi Thalib.

Setelah itu, Ali kemudian mencari Arab dusun yang pertama. Dan saat bertemu, ia serahkan harga unta yang dibelinya itu dengan harga seratus dirham.

Selanjutnya, Ali pun pulang dan bertemu dengan istri tercinta, Sayyidah Fatimah az-Zahra. Ali kemudian memberikan semua uang yang didapatkannya hari itu kepada Fatimah. Istrinya heran melihat dirham yang demikian banyak itu. Ia pun bertanya kepada Ali dari mana sumber dana yang didapatkan itu.

Inilah hasil kita berdagang dengan Allah, kata Ali. Maka tersenyumlah Fatimah. Ali kemudian menceritakan peristiwa yang dialaminya hari itu kepada Fatimah. Mereka bertanya-tanya, siapakah gerangan kedua orang Arab dusun itu? Ali kemudian mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu.

Rasul menjelaskan bahwa orang yang menjual unta itu adalah malaikat Jibril, dan yang membelinya adalah malaikat Mikail. Sedangkan unta itu adalah tunggangan Fatimah di hari kiamat.

 

Disarikan dari buku Permata Kisah Teladan Umat,

REPUBLIKA