Yaser Abu Al-Naja, ‘Bukan Bocah Palestina Terakhir yang Dibunuh Serdadu Zionis’

JALUR GAZA, Ahad (Al Jazeera): Pada Jumat (29/6) sore, ketika para serdadu Zionis dari sisi lain pagar perbatasan menembakkan gas airmata, peluru berlapis karet dan amunisi tajam, Yaser Abu Al-Naja dan beberapa temannya berlindung di balik tempat sampah jauh dari garis depan demonstrasi di Jalur Gaza.

Ketika Yaser mengintip sebentar dari balik tempat sampah, peluru ledak menghantamnya di kepala. Tempurung kepalanya hancur, ungkap para saksi mata.

Yaser masih berusia 11 tahun. Pembunuhannya pada Jumat lalu menjadikan ia anak Palestina ke-16 yang ditembak mati serdadu Zionis sejak diluncurkannya demonstrasi “Great March of Return” pada 30 Maret.

Beberapa jam kemudian, saat matahari terbenam, ibunda Yaser Samah Abu Al-Naja sedang menjelajah Facebook di telepon genggamnya ketika ia tiba-tiba melihat sebuah foto “anak laki-laki tidak dikenal” dengan kepala diburamkan dan pakaian berlumuran darah.

“Wajahnya tidak terlihat, tapi saya mengenalinya sebagai anak saya dari pakaian yang ia kenakan,” ungkap wanita berusia 30 tahun itu kepada Al Jazeera di rumahnya di timur Khan Younis, selatan Jalur Gaza.

“Tetangga dan salah seorang putri saya duduk bersama saya,” tambahnya. “Saya menoleh ke mereka dengan telepon di tangan saya dan mengatakan: ‘ini putra saya.’”

Hal mengerikan yang ia lihat itu tentu saja membuatnya syok. Ketika menuju Rumah Sakit Eropa, tempat jenazah Yaser berada, Samah berusaha keras untuk menyadarkan pikirannya tentang fakta bahwa anak pertamanya telah ditembak mati.

“Saya tidak pernah menduga anak saya dibunuh,” ujarnya, menangis. “Saya tahu dia pergi setiap Jumat untuk mengikuti demonstrasi, tapi itu didorong oleh rasa ingin tahu dan ia pergi untuk menyaksikan pengunjuk rasa lainnya bersama teman-temannya.”

‘Sinar matahari’

Yaser lahir pada 2006. Ia tumbuh dengan mengalami tiga serangan ‘Israel’ yang menghancurkan daerah kantong yang dikuasai Hamas itu. Rumah keluarganya dihancurkan dua kali selama masa hidupnya yang singkat – sekali tahun 2011 dan pada 2014 – yang membuat ia dan kerabatnya mencari tempat penampungan sementara dengan keluarga-keluarga lainnya.

Mereka yang mengenal Yaser –yang pemakamannya diselenggarakan pada Sabtu (30/6)– menggambarkannya sebagai anak yang sopan, penurut, pintar dan sangat menyukai olahraga, seperti berenang, menunggang kuda dan sepakbola. Pada malam sebelum ia gugur, ia menyaksikan sepakbola Piala Dunia dengan teman-temannya.

“Dia membantu merawat adik-adiknya,” kata sang ibu. “Ia sangat supel dan suka bermain di luar bersama teman-temannya.”

Ia adalah anak laki-laki pertama dalam keluarga. Kelahiran Yaser merupakan sumber utama kebahagiaan bagi orangtua dan istri pertama ayahnya, Naeema. Naeema memiliki sembilan anak perempuan. Kemudian ia menyarankan suaminya, Amjad Abu Al-Najar, lebih dari satu dekade lalu untuk menikahi wanita muda dengan harapan mengandung seorang pewaris laki-laki yang didambakan. Ketika Yaser lahir, wanita 48 tahun itu memperlakukannya seperti anaknya sendiri.

“Dia selalu ada di rumah saya seperti sinar matahari,” kata Naeema. “Kakak-kakak perempuannya, putri-putri saya, sangat dekat dengannya dan sangat mencintainya.”

Naeema mengatakan, pembunuhan Yaser dimaksudkan untuk membalas ayahnya, yang merupakan pemimpin sayap militer Hamas: Brigade Al-Qassam. “Penjajah Zionis hanya mengerti satu bahasa,” katanya. “Entah itu perlawanan bersenjata atau demonstrasi tanpa senjata, respon mereka selalu dengan membunuh.”

Samah sependapat. “Peluru (ditembakkan) ke kepala? Itu disengaja,” ucapnya.

Syok masih tampak jelas di wajah sang ayah, Amjad. Terlepas dari itu ia mengatakan pada Al Jazeera bahwa putranya tidak ada bedanya dengan anak-anak Palestina yang ditargetkan oleh serdadu Zionis.

“Cara dia ditembak … Saya tidak pernah bisa melupakan tempurung kepalanya yang hancur,” katanya. “Penargetan warga sipil oleh serdadu Zionis adalah pelanggaran berat, namun di setiap demonstrasi pada hari Jumat mereka justru semakin berani.”

Juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina Ashraf Al-Qidra mengatakan pada Al Jazeera bahwa usia 16 anak yang tewas pada demonstrasi Jumat antara 10-17 tahun. “Jumlah anak-anak yang terluka sekitar 2.250, termasuk dua kasus yang kaki mereka harus diamputasi,” katanya.

Pada demonstrasi Jumat lalu, Muhammad Al-Hamaydeh (24) asal Rafah juga tewas. Sekitar 415 orang terluka, termasuk tiga petugas medis dan 11 anak-anak. “Keseluruhan, 134 warga Palestina gugur sejak 30 Maret dan 15.200 terluka,” kata Al-Qidra.

Bukan bocah terakhir yang dibunuh

Bagi Samah, demonstrasi memungkinkan orang untuk menuntut hak-hak dasar mereka. “Akan tetapi, respon penjajah Zionis mengarah pada kematian, amputasi dan luka parah,” katanya. “Kami telah mengalami kehilangan besar, seperti kehilangan orangtua, atau kehilangan anak. Sangat sulit bagi saya untuk menanggung kehilangan ini sekarang setelah saya mengalaminya.”

“Yaser tidak akan menjadi anak terakhir yang dibunuh,” tambah Naeema. “Setiap Jumat ada kisah baru dari anak-anak, wanita muda atau pemuda yang terbunuh.”

“Semua itu dilakukan karena tidak ada penghalang bagi penjajah Zionis,” tegasnya.*

 

(Al Jazeera | Sahabat Al-Aqsha)

Warga Aceh Galang Dana Beli Pesawat untuk UAS

Warga Sibreh, Aceh Besar dan Aceh kecewa karena pesawat yang ditumpangi Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam agenda Safari Dakwah ke Aceh kembali mengalami keterlambatan atau penundaan.

UAS berangkat dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, transit di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, untuk menuju Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda Aceh, Senin (02/07/2018).

Terkait itu, warga Aceh pun bertekad untuk menggalang dana guna membeli pesawat pribadi untuk kegiatan dakwah UAS.

Jubir FPI Aceh Tgk Mustafa Husen Woyla mengungkapkan, tidak diragukan lagi sifat kedermawanan Muslim Aceh ketika agama Allah membutuhkannya. RI 001 Dakota RI-001 Seulawah atau Indonesian Airways 001 yang ada di Taman Mini Indonesia Indah dan Blang Padang jadi bukti sejarah yang tak terbantahkan.

Hal ini ungkapnya juga didukung penuh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, sebagai pilot resmi di bidang dirgantara.

“Rencana besar itu bukan karena terjadi keterlambatan Ustadz Abdul Somad ke daerahnya, namun sudah jauh hari wacanakan oleh Abu Sibreh sepulang takziah salah seorang anggota KWPSI di warkong Wim 69, Samahani. Saya pikir ini momen yang paling tepat kembali kita bantu dakwah Islam agar tidak hambatan. Bayangkan ribuan warga larut dalam kekecewaan,” terang Abu Sibreh atau Lem Faisal, sapaan akrab Tgk H Faisal Ali selaku penanggungjawab Tabligh Akbar di Sibreh, Aceh Besar, yang dijadwalkan diisi UAS, sebagaimana rilis dari Tgk Mustafa kepada hidayatullah.com semalam.

Menurutnya, pesawat pribadi untuk UAS sudah sebuah tuntutan untuk mempermudah jalannya dakwah dari Sabang sampai Merauke. “Barusan Mawardi Ali Bupati Aceh Besar bersama panitia dikediamannya sudah bersedia membantu dan menggalang dana,” ungkapnya.

Beberapa waktu lalu, di Blang Pidie, tersebab delay-nya penerbangan, tuturnya, UAS terpaksa berangkat dengan pesawat Susi Air.

“Dan di Aceh, saya tidak meragukan sedikitpun rencana mulia itu. Pendahulu kita sudah berbuat, tentunya kita juga mesti berbuat untuk menolong dai ilallah sesuai dengan direncanakan di seluruh Nusantara hatta Asia Tenggara bahkan dunia,” dirincikan oleh Ustadz Fadhil Rahmi selaku tim Tafaquh dan Ketua IKAT Aceh.

Hingga semalam, sudah ada sejumlah ormas Islam yang bersedia jadi panitia penggalangan dana, antara lain; IKAT Aceh, ACT, TASTAFI ACEH, FPI Aceh, GSR Aceh, dan sejumlah ormas lainnya.

Tgk Mustafa menambahkan, Aceh terdiri dari 18 kabupaten, 5 kotamadya, 289 kecamatan, dan 6.497 gampong. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 5.152.887 jiwa. Jika harga jet pribadi seharga Rp 4 miliar, maka per kecataman cuma mengumpulkan Rp 13.840.830. “Sebuah nominal yang sangat kecil bagi Muslim Aceh yang berdarah dermawan ini,” imbuhnya.

“Mari kembali menjadi ‘Nyak Sandang’ generasi baru, kirim infaq terbaik berupa emas, perhiasan, akta tanah, barang berharga, atau kirimkan langsung ke Bank Muamalat, No Rek. 2410033243 a.n KAFALAH IKAT ACEH atau Bank Aceh Syariah, No Rek. 61302200456789
a.n KAFALAH IKAT ACEH.

Simpan bukti pengiriman diantar ke sektariat IKAT Aceh, depan mesjid Lamgugop, Banda Aceh atau hubungi langsung HP/WA Ust Muhammad Fadhil Rahmi +6285210111000.

Laporan Ust Fadhil Rahmi, sebagai pembuka, Abu Sibreh/Lem Faisal selaku wakil MPU Aceh sudah menyerahkan satu juta rupiah,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, setelah sempat delay beberapa jam, akhirnya UAS take off dari Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara ke Bandara SIM, Blang Bintang, Aceh Besar, Senin (02/07/2018) pukul 23.30 WIB.

Meskipun kehadiran UAS ke Masjid Baitul Makmur, Sibreh, Aceh terlambat karena delaypesawat. Namun ribuan warga Aceh Besar dan Banda Aceh masih antusias menunggu dai kondang tersebut di halaman masjid.

Mereka terdiri atas laki laki, perempuan, hingga anak-anak. Mereka memenuhi depan panggung ceramah yang berada dalam kompleks masjid.*

HDAYATULLAH

Rasulullah: Tubuhmu Mempunyai Hak Atas Dirimu

ISLAM datang memberikan perhatian pada persoalan jasmaniah umat manusia. Sejak pertama berada dalam lingkup agama Islam. Rasulullah SAW pernah menyampaikan “tubuhmu mempunyai hak atas dirimu.” (HR. Muslim: 1973)

Hak yang dimaksud di sini adalah hak tubuh apabila lemah dikuatkan, bila lapar diberi makan, bila haus diberi minum, bila kotor dibersihkan, bila lelah diistirahatkan, bila sakit diobati, bahkan sebisa mungkin kita harus melindungi tubuh agar terhindar dari berbagai penyakit.

Islam mendidik umat manusia dengan tiga hal yang berhubungan dengan dimensi jasmaniah, yaitu:

Pertama, kesehatan dan kebebasan dari serangan penyakit. Kita diharuskan bertubuh sehat, sesuai dengan sabda Nadi SAW “Barangsiapa di antara kalian di pagi hari aman di tengah-tengah keluarganya, sehat jasmaninya, memiliki kebutuhan pokok untuk sehari-hari, maka seakan akan dunia telah dikumpulkan untuknya.” (HR. Tirmidzi: 2268)

Kesehatan tubuh kita adalah faktor utama untuk menopang kehidupan yang aman dan tenang. Dan Rasulullah selalu meminta hal ini pada Allah Swt. Karena itu beliau berdoa “Allahummaghfirli Waahdinii Warzuqnii (ya Allah ampunilah aku, berikan aku petunjuk, karuniakan rizqi dan kesehatan padaku)” (HR. Nasai, 5440)

Kedua, ketangkasan dan kemampuan bergerak cepat (dinamis). Hendaknya kita meiliki tubuh yang tangkas, mempu menjalankan semua kewajiban, baik yang dibebankan agama maupun untuk kepentingan dunia. Allah berfirman, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS. Al-Anfal [8]:60). Tubuh yang kuat tentu bisa melakukan banyak hal dalam memenuhi kewajiban duniawi, maupun kewajiban agama.

Ketiga, ketegaran. Kita harus mendidik kaum muda supaya tegar. Karena hidup bukanlah mawar tak berduri. Tetapi adalah angin sepoi-sepoi dan badai, manis dan pahit. Maka kita perlu membekali diri untuk menghadapi hidup apa adanya. Maka kita perlu dilatih agar tegar.

Kepribadian seorang muslim, antara lain: bertubuh sehat, berpikiran tajam, dan memiliki mentalitas membaja. Kita menyambut baik olahraga, cabang-cabangnya, dan segenap olahragawan dari mancanegara. [Chairunnisa Dhiee]

 

INILAH MOZAK

Salam Revival (2 – Habis)

Terbayang tidak di jaman teknologi digital sekarang bila tafsir tersebut yang dipakai? Anda tidak bisa membeli beras secara online, apalagi emas dan perak. Anda tidak bisa makan roti karena gandumnya tidak mungkin diperjual-belikan dari tangan ke tangan dari Amerika.

Maka sejak jaman Imam Abu Hanifah, tafsir yang sudah sesuai jamannya itupun sudah dilakukan. Kalau Anda jual beli gandum satu gudang, maka serah terimanya bukan fisik gandumnya dari tangan ke tangan – tetapi serah terima kunci gudangnya sudah cukup. Dengan kunci yang berpindah tangan, berarti kepemilikan berpindah – pun demikian penggunaannya.

Jadi kalau di jaman ini serah terima barang secara tunai dari tangan ke tangan pakai apa?Sama dengan jamannya Imam Abu Hanifah tersebut, serah terima kunci saja sudah mewakili serah terima kepemilikan barang. Kunci di jaman ini bisa password, bisa dokumen elektronis, bisa apa saja yang mewakili kepemilikan barang.

Nah sama dengan proyek listrik tersebut di atas, kita bisa memilih membiayai proyeknya dengan akad istisna’ – atau menjual produknya dengan akad salam. Apakah listrik bisa dianggap sama dengan benda ribawi seperti emas, perak, gandum, kurma dlsb – yaitu benda yang ditimbang atau ditakar sehingga dia layak untuk menjadi project akad salam?

Akad salam umumnya dahulu digunakan untuk produk-produk pertanian, karena produk –produk pertanian inilah yang ditakar atau ditimbang, dia adalah benda ribawi – oleh karenanya tidak boleh menukar kurma yang baik dengan kurma yang kurang baik dengan jumlah yang berbeda. Bila sejenis – harus sama berat dan dari tangan ke tangan.

 

Kita lihat sekarang di sekitar kita, apa yang ditakar atau ditimbang? Banyak sekali, kita membeli bensin juga ditakar. Bagaimana dengan listrik ? listrik juga ditakar, yaitu dengan ‘takaran’ watt – takaran untuk umat jaman ini yang belum ada di masa lalu. Maka listrik-pun bisa diakad salamkan, demikian pula nantinya dengan pulsa telpon, akses data dlsb.

Pendek kata di jaman modern ini banyak sekali benda ribawi – yang ditimbang atau ditakar dengan berbagai takarannya masing-masing. Benda-benda ini bisa menjadi objek salam, tetapi kita juga harus hati-hati memperdagangkannya agar tidak jatuh ke riba tanpa kita sadari.

Saya berlanggangan transportasi daring yang menyediakan dompet atau wallet. Sering ditawari bisa mengisi dompet senilai Rp 100,000,- dengan hanya perlu membayar Rp 95,000,- Ini riba. Tetapi kalau misalnya PLN jualan listrik per 1 MwH yang harga normalnya adalah Rp 1,470,000,- ; ke kita dijual diskount menjadi Rp 1,000,000,- untuk 1 MwH yang sama , Dia riba atau bukan ?, jawabannya adalah bukan. Lantas apa bedanya ?

Lihat yang transportasi daring Rupiah dengan Rupiah, sedangkan yang dijual PLN adalah MwH dengan Rupiah. Pegangannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi berikut ( saya ambilkan yang diriwayatkan Muslim) :

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (gandum) dengan sya’ir(gandum), kurma dengan kurma, garam dengan garam, maka jumlahnya (takaran atau timbangan) harus sama dan dari tangan ke tangan (tunai). Jika jenis barang berbeda, maka silakan mempertukarkannya sesukamu, namun harus dilakukan dari tangan ke tangan (tunai).” (HR. Muslim)

Maka dengan satu ayat  (QS 2:275) dan satu hadits tersebut , kita sudah bisa merancang produk pembiayaan proyek yang cukup besar – yang bebas riba. Bandingkan hasilnya misalnya dengan pembiayaan konvensional dari kredit bank, pembiayaan salam cenderung lebih murah – karena dananya langsung dari masyarakat atau pengguna, tidak dibebani margin bank yang bahkan lebih besar dari hasil yang diberikan ke pemilik dana yang sesungguhnya yaitu masyarakat.

Kedua dengan pembiayaan jual beli salam, pengembang tidak harus yang bermodal besar, tetapi dia harus pandai berdagang. Ingat Abdurrahman bin Auf menguasai perdagangan tanpa modal ketika dia hijrah ke Madinah.

 

Maka solusi pembiayan project dengan menghidup-hidupkan kembali sunnah jual beli dengan salam tersebut, kini bisa menjadi solusi bangsa ini untuk menghindar dari krisis sepuluh tahunan yang bukan hanya melanda Indonesia, tetapi bisa meluas secara global seperti contoh kasus tersebut di atas.

Well solusi kita ini tentu juga belum sempurna, maka kalau ada yang bisa memperbaiki dipersilahkan menghubungi kami. Namun sebelum bisa disempurnakan, maka kaidah ‘…kalau belum bisa semua, jangan ditinggalkan semua…’ berlaku, artinya kalau solusi ini secara syra’i belum dipandang sempurna – kembalinya bukan ke yang ribawi, tetapi menjadi kewajiban yang melihat keurang sempurnaannya untuk ikut memperbaiki.

Dengan solusi tersebut dunia perlistrikan terbarukan – yang masih ada sekitar 46 project terancam mangkrak, kini bukan hanya ada solusi pembiayaan alternative-nya, tetapi juga solusi yang insyaAllah lebih berkah karena tidak lagi menggunakan sistem ribawi.

Materi yang sama sudah saya sampaikan di acara-acara ESDM, METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia), KADIN, dan insyaAllah juga dijadwalkan untuk disampaikan ke instansi-instansi yang terkait – agar menjadi salah satu solusi dalam mengatasi perbagai masalah permodalan dan ekonomi negeri ini – di tengah menurunnya nilai Rupiah dan menanjaknya tingkat suku bunga perbankan.

Solusi yang sejenis ini bisa juga dikembangkan untuk perbagai sektor perekonomian lainnya yang mengalami kesulitan permodalan, atau kalau toh ada permodalan konvensional dipandang terlalu mahal, terlalu sulit untuk diakses, bercampur riba dlsb. InsyaAlla akad salam yang menopang kemajuan peradaban Islam selama lebih dari 1,000 tahun ini bisa dihidup-hidupkan kembali, sesuai jamannya saat ini.*

Bagi yang ingin tahu lebih lanjut,  bisa bergabung dalam acara Blockchain and Tokenomics Briefing Sabtu 07/07/18 depan, dengan mendaftar melalui : bit.ly/tokenomics

Oleh: Muhaimin Iqbal, Penulis Direktur Gerai Dinar

 

 

HIDAYATULLAH

Salam Revival (1)

MASIH di seputar upaya mengatasi kegalauan sejumlah pihak karena turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang kemudian mentrigger kenaikan suku bunga acuan BI, rentetan berikutnya adalah naiknya suku bunga pinjaman perbankan, melemahnya sektor riil karena menurunnya pasokan modal, hilangnya pekerjaan atau setidaknya tidak bertambahnya lapangan pekerjaan, pendek kata masa depan suram bagi para pencari kerja. Tetapi harus kah ini yang terjadi? Adakah jalan lain agar siklus 10 tahunan ini tidak berulang?

De Ja Vu 20 tahun lalu, ketika rupiah jatuh ke titik nadir sempat sesaat sampai Rp 16,000/US$. Krisis besar tahun 1998 tersebut sifatnya regional, bukan hanya Indonesia yang terkena tetapi juga Asia Tenggara pada umumnya. Thailand dan Malaysia-pun kena tetapi yang paling terpuruk memang Indonesia.

Bahkan krismon tahun 1998 tersebut menjadi salah satu penyebab berakhirnya rezim Orde Baru setelah 32 tahun dengan perkasa berkuasa.

Sepuluh tahun kemudian, krisis itu malah lebih besar skalanya secara global yaitu krisis financial 2008. Pemicunya adalah kegagalan subprime mortgage di Amerika Serikat, namun dampaknya sangat luas. Bukan hanya Amerika Serikat sendiri yang sempat sempoyongan, tetapi juga sejumlah negeri di Eropa. Negeri lain di seluruh dunia bahkan juga kena dampaknya meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Point-nya adalah, sistem keuangan modern yang bertumpu pada produk yang berbasis riba, ternyata memang sangat rentan terhadap krisis. Tidak hanya di negeri berkembang seperti kita, di negara maju sekalipun juga hal ini terjadi. Apakah krisis-krisis ini sifatnya kebetulan?

 

Tidak ada yang kebetulan, krisis-krisis yang melanda sistem keuangan ribawi adalah inherent(terbawa) di dalam sistem itu sendiri. Itulah mengapa Allah melarang riba, bahkan Dia sendiri yang mengabarkan bahwa riba itu dimusnahkan (QS 2:276) dan diperangi (QS 2:279).

Tinggal masalahnya adalah bagaimana menggantikan sistem ribawi yang sudah terlanjur begitu besar, sehingga tidak ada yang luput dari sistem ini – yang tidak terkena langsung-pun terkena debunya ? Mungkinkah karena upaya kita yang kurang keras saja dalam mencarinya ? Allah melarang satu jalan, tetapi Dia pula memberi dua jalan yang diberkahinya dan disuburkan yaitu perdangan atau jual-beli dan sedekah.

Maka dalam kesempatan ini, saya beri contoh langsung dari suatu kasus yang kami terlibat dalam menanganinya, terlibat dalam upaya menggantikan pembiayaan ribawi untuk suatu proyek besar dengan pembiayaan berbasis jual beli. Pemikiran kami sederhana, kalau untuk proyek besar saja bisa, berarti untuk proyek-proyek yang lebih kecil mestinya lebih mudah untuk dikeluarkan dari sistem ribawi.

Contoh kasus yang saya ambil adalah proyek pembangkit listrik mini hydro dengan kapasitas terpasang 4.2 MW yang memerlukan modal Rp 80 Milyar untuk pembangunannya. Bagaimana membiayai proyek semacam ini secara konvensional? umumnya para pengembang menggunakan dana perbankan.

Untuk saat ini pembiayaan perbankan rata-rata hanya akan membiayai 70% dari biaya pembangunan proyek seperri ini, dan suku bunga yang diterapkan adalah sekitar 12 % – ini sebelum BI menaikkan suku bunga acuannya beberapa hari lalu. Kesepakatan pembiayaan baru setelah kenaikan suku bunga acuan tersebut bisa saja berubah  naik.

Dengan tingkat suku bunga tersebut, pengembang perlu membayar sekitar Rp 14 Milyar per tahun untuk 8 tahun setelah 2 tahun masa konstruksi. Pengembang yang tidak bener-bener perkasa juga akan kesulitan untuk punya power plan berikutnya karena setiap proyek seukuran ini dia harus menyediakan modal sendiri sebesar 30%-nya atau Rp24 Milyar setiap proyek.

Dalam proses ini, saya juga mengenal ada sejumlah konglomerat perlistrikan yang telah memiliki power plan ratusan megawatt, sulit untuk berkembang lagi karena tidak lagi punya equity  yang cukup untuk menyediakan 30% dari setiap proyek berikutnya. Walhasil power plan hanya akan didominasi oleh para pemain yang bener-bener kaya, yang uangnya seperti sumur tanpa dasar!  Maka jangan kaget kalau power plan – power plan berikutnya diambil oleh kapitalis negara – yaitu seperti negeri China.

 

Bagaimana kalau proyek tersebut kita gantikan dengan sistem perdagangan atau jual beli?, Mungkinkah? Pasti mungkin karena yang haram (riba) bisa, masak yang halal (jual-beli) tidak bisa ? Padahal Allah jelas-jelas menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS 2:275). Ayatnya jelas, tafsirnya juga jelas, yang menjadi challenge adalah bagaimana membumikan ayat ini untuk proyek riil tersebut di atas.

Maka inilah yang kami lakukan. Pertama adalah jenis perdagangan seperti apa yang bisa menggantikan pembiayaan proyek dengan skala yang cukup besar tersebut di atas?

Kami pilih jual beli secara salam, karena jual beli salam inilah yang telah menopang kemajuan dunia Islam selama lebih dari seribu tahun lamanya. Jadi jual beli salam bukanlah teori semata, salaml adalah best practice yang sudah sangat lama, tidak terganggu oleh krisis per sepuluh tahunan tersebut di atas.

Mengapa salam? Mengapa bukan istishna’ karena yang dibiayai kan project pembangkit listrik? Inilah diperlukan ulama  yang juga pedagang seperti jamannya Imam Abu Hanifah, yang sangat memahami ilmu fiqih tetapi juga sangat mengetahui seluk beluk dunia perdagangan.

Sebab hingga kini masih banyak para pelaku ekonomi  yang memahami jual beli tunai dari tangan ke tangan itu harus bener-bener barangnya diserah terimakan dari tangan ke tangan secara fisik dan harfiah. (BERSAMBUNG)

Oleh: Muhaimin Iqbal

 

HIDAYATULAH.com

 

Televisi Digugu lan Ditiru

Digugu lan ditiru. Dalam bahasa Jawa digugu dapat dimaknai sebagai dipercaya, dituruti. Sementara ditiru adalah dicontoh atau diteladani. Dua kata ini umum dikenal sebagai akronim untuk guru. Namun, dengan tidak mengurangi rasa hormat pada pahlawan tanpa tanda jasa, istilah tersebut kali ini saya gunakan untuk ‘tokoh’ lain, yakni televisi.

Ya, televisi. Salah satu media yang rasanya paling banyak diakses oleh masyarakat abad 20. Berbeda dari radio dan majalah, perangkat elektronik ini mampu menyajikan konten bergerak yang bisa dilihat dan didengar. Dua keunggulan berdaya tarik tinggi sekaligus berefek kuat dalam mempengaruhi pola pikir dan perilaku penonton. Kelebihan radio adalah memancing imajinasi pendengar melalui suara, namun televisi lebih jauh lagi. Melalui mata dan telinga, tayangannya dapat menembus alam bawah sadar manusia hingga menggerakan ke aksi nyata.

Efek televisi tidak pandang bulu. Dapat mempengaruhi siapa saja yang menjangkaunya. Dari kakek-nenek, ayah-ibu, paman-bibi, kakak, sampai anak-anak. Kategori yang terakhir adalah yang terentan. Mereka generasi paling mudah terpengaruh.

Umumnya setiap anak belajar dengan cara mengamati dan mendengar. Secara alamiah mereka menjadikan setiap gerakan, kata-kata, atau emosi yang mereka tangkap oleh mata maupun telinga sebagai sarana belajar. Sayangnya, tanpa benar-benar tersaring. Itu mendorong mereka cenderung menganggap apa yang dilihat di televisi sebagai kewajaran dan gambaran dunia sebenarnya. Bisa digugu dan ditiru.

Termasuk konten-konten negatif. Anda mungkin masih ingat. Sempat ramai diberitakan seorang siswa kelas tiga SD yang menjadi korban kekerasan teman sebayanya diduga kuat karena pengaruh tayangan televisi. Kasus ini terjadi pada 2006. Korban bernama RZ, dikabarkan dibanting oleh temannya dengan posisi kepala di bawah menghadap lantai. Ia kemudian meninggal setelah dirawat di rumah sakit.

Tudingan pun langsung mengarah ke salah satu program populer saat itu: Smack Down. Ia semacam pertandingan gulat bebas yang menampilkan sederet aksi ekstrem pegulat dalam merobohkan lawannya. Aksi dalam tayangan ini sebenarnya dibuat-buat dan didramatisisasi. Namun toh, penggemarnya tetap banyak, termasuk anak-anak yang tentu belum paham betul bahwa itu adalah rekaan dan menganggapnya sebagai hal wajar untuk ditiru.

Kecaman kemudian dilayangkan pada stasiun televisi swasta yang menayangkannya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) aktif meminta penghentian tayangan tersebut. Apalagi, menurut lembaga ini, sudah ada tujuh anak yang dilaporkan menjadi korban kekerasan diduga terkait dampak Smack Down. Dua di antaranya meninggal. Akhirnya tayangan itu dihentikan juga.

Tayangan ramah anak memang terus menjadi pekerjaan rumah bagi industri pertelevisian. Stasiun televisi masih terkesan pilih kasih mengedepankan tayangan-tayangan ‘ramah rating’ seperti program komedi (yang kerap menonjolkan kekerasan verbal hingga fisik), program musik pagi, drama FTV, reality show, mistis dan horor, hingga acara gosip. Porsinya sering terlihat berlebihan. Kualitasnya pun perlu dipertanyakan. Beberapa di antaranya tayang pada jam-jam umumnya anak sedang berada di rumah.

Padahal dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Pasal 14 ayat 1 terkait perlindungan terhadap anak disebutkan kalau lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran. Ayat 2 melengkapi dengan menyebut lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.

Sekilas, stasiun televisi seperti memiliki hak penuh untuk menyiarkan apapun dan kapanpun isi siarannya. Apalagi isi siaran yang mereka tampilkan gratis, masyarakat tak harus membayar. Namun, patut diingat, frekuensi yang digunakan untuk siarannya adalah milik publik. Sehingga penggunaanya tetap harus melindungi kepentingan masyarakat. Termasuk hak anak-anak untuk tumbuh dengan sehat melalui situasi sosialnya yang mendukung proses belajar dan berkembang mereka.

Beruntung, kesadaran lembaga penyiaran untuk meningkatkan tayangan ramah anak masih ada dan terus tumbuh. Menurut hasil kajian terakhir Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), presentase peningkatan program acara berkategori “Aman” dikonsumsi anak pada Mei 2018 sudah mencapai 60 persen. Jauh lebih baik dari kondisi pada Mei 2014 yang hanya 39 persen dan Mei 2009 sebesar 31 persen.

Angka tersebut terlihat menggembirakan, meski menurut saya belum memuaskan. Faktanya, masih ada sejumlah program-program televisi yang butuh perhatian serius soal kualitas tayangannya. Itu terindikasi dari masih banyaknya laporan-laporan mengenai tayangan bermasalah. Termasuk saat bulan suci Ramadhan kemarin.

Melindungi hak anak mendapat tayangan berkualitas butuh peran semua pihak. Orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara memiliki kewajiban sama. Orang tua dan keluarga memang menjadi gerbang pertama perlindungan anak dengan mendampingi dan mengawasi setiap tontonannya. Namun, pemerintah dan lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab tidak kalah besar. Pemerintah dalam hal ini KPI harus selalu melek tayangan ‘bandel’ dan tidak takut memberikan sanksi tegas sesuai kewenangannya.

Masyarakat pun harus tetap bersifat kritis. Jangan menelan mentah-mentah setiap sajian yang dihidangkan televisi. Laporkan ke pihak berwenang tayangan-tayangan yang dinilai mengganggu hati nurani.

Lembaga penyiaran juga harus terus berusaha menyeimbangkan fungsi-fungsi utamanya. Jangan mudah terbuai dengan rating dan laba semata sehingga mengorbankan masa depan anak. Karena televisi bukan media penghibur dan pemberi informasi saja. Ia ikut berfungsi sebagai pendidik publik. Ikut bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai kebaikan dan informasi yang mencerahkan. Bukan malah menjadi ‘guru’ yang menyesatkan.

Oleh: Yudha Manggala P Putra,  jurnalis Republika.co.id

Awas! Jangan Sampai Suul Khatimah

DISEBUTKAN oleh Imam Asy-Syathibi dalam Al-Itisham (1:169-170), Abdul Haqq Al-Isybili rahimahullah berkata, “Sesungguhnya suul khatimah (akhir hidup yang jelek) tidak mungkin menimpa orang yang secara lahir dan batin baik dalam agamanya. Tidak pernah didengar dan diketahui orang seperti itu punya akhir hidup yang jelek. Walhamdulillah.

Akhir hidup yang jelek itu ada bagi orang yang rusak dalam akidahnya, terus menerus melakukan dosa besar atau menganggap remeh dosa. Begitu pula suul khatimah bisa terjadi pada orang yang asalnya berada di atas sunnah (ajaran Rasul shallallahu alaihi wa sallam) lantas keadaannya melenceng jauh dari jalan tersebut. Inilah amalan yang menyebabkan akhir hidup seseorang itu jelek. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian.”

Ulama tabiin, Mujahid rahimahullah berkata, “Barangsiapa mati, maka akan datang di hadapan dirinya orang yang satu majelis (setipe) dengannya. Jika ia biasa duduk di majelis yang selalu menghabiskan waktu dalam kesia-siaan, maka itulah yang akan menjadi teman dia tatkala sakratul maut. Sebaliknya jika di kehidupannya ia selalu duduk bersama ahli dzikir (yang senantiasa mengingat Allah), maka itulah yang menjadi teman yang akan menemaninya saat sakratul maut.” (At-Tadzkirah, Al-Qurthubi, Maktabah Asy-Syamilah, 1:38)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya dosa, maksiat, dan syahwat adalah sebab yang dapat menggelincirkan manusia saat kematiaanya, ditambah lagi dengan godaan setan. Jika maksiat dan godaan setan terkumpul, ditambah lagi dengan lemahnya iman, maka sungguh amat mudah berada dalam suul khatimah (akhir hidup yang jelek).” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir, 9:184)

[Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Surga bagi yang Dipuji Kala Meninggal Dunia

DARI Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata, “Mereka lewat mengusung jenazah, lalu mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wajib.” Kemudian mereka lewat dengan mengusung jenazah yang lain, lalu mereka membicarakan kejelekannya. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wajib.” Umar bin Al-Khattab lantas bertanya, “Apakah yang wajib itu?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Yang kalian puji kebaikannya, maka wajib baginya surga. Dan yang kalian sebutkan kejelekannya, wajib baginya neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari, no. 1367 dan Muslim, no. 949)

Dari Abul Aswad radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku datang di Madinah lalu duduk menghampiri Umar bin Al-Khattab. Kemudian lewatlah jenazah kepada mereka, lalu jenazah tersebut dipuji kebaikannya. Maka Umar berkata, “Wajib.” Kemudian lewat lagi yang lain, maka ia dipuji kebaikannya, maka Umar berkata, Wajib.” Lalu lewatlah yang ketiga, maka ia disebutkan kejelekannya. Kemudian Umar berkata, “Wajib.”

Aku pun bertanya, “Apakah yang wajib, wahai Amirul Mukminin.” Umar menjawab, “Aku mengatakan seperti yang dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Muslim mana saja yang disaksikan kebaikan (dipuji kebaikannya) oleh empat orang, Allah pasti memasukkannya ke surga.” Lalu berkata, “Bagaimana kalau tiga orang?” Beliau menjawab, “Dan tiga orang juga sama.” Lalu kami berkata, “Bagaimana kalau dua orang?” Beliau menjawab, “Dan dua orang juga sama.” Kemudian kami tidak bertanya pada beliau tentang satu orang.” (HR. Ahmad, 1:84. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Imam Nawawi rahimahullah membawakan dua hadits di atas dalam Bab “Pujian Orang-Orang kepada Orang yang Meninggal Dunia” dalam kitabnya Riyadh Ash-Shalihin.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa pujian yang dimaksud adalah pujian dari ahlul fadhel atau kalangan orang shalih yang punya keutamaan. Pujian mereka pasti sesuai kenyataan yang ada dari orang yang meninggal dunia. Sehingga dinyatakan dalam hadits, dialah yang dijamin surga.

Ada juga pemahaman lainnya. Yang dimaksud adalah pujian secara umum dan mutlak. Yaitu setiap muslim yang mati, Allah beri ilham kepada orang-orang dan mayoritasnya untuk memberikan pujian kepadanya, itu tanda bahwa ia adalah penduduk surga, baik pujian tersebut benar ada padanya atau tidak. Jika memang tidak ada padanya, maka tidak dipastikan mendapatkan hukuman. Namun ia berada di bawah kehendak Allah. Jadi, jika Allah mengilhamkan pada orang-orang untuk memujinya, maka itu tanda bahwa Allah menghendaki padanya mendapatkan ampunan. Itu sudah menunjukkan faedah dari memujinya. Demikian penjelasan dari Imam Nawawi dari Syarh Shahih Muslim, 7:20.

Kalau dalam hadits disebutkan empat orang yang memuji kebaikannya, bagaimana kalau yang jadi saksi dan memuji kebaikannya adalah ribuan orang. Bahkan di sini adalah orang-orang shalih dan orang-berilmu yang memberikan sanjungan.

 

INILAH MOZAIK

Sebab Terpenting Husnul Khatimah

PERTAMA: Kontinu dalam menjalankan ketakwaan dan ketaatan, terutama dalam merealisasikan tauhid dan tidak berbuat syirik

Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (yang dibawa mati, pen.), dan Allah akan mengampuni dosa di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)

Kedua: Memperbanyak doa kepada Allah agar diberi husnul khatimah
Ketiga: Terus memperbaiki diri

Di antara sebab suul khatimah adalah:
– Memiliki akidah yang rusak.
– Melenceng dari sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
– Terus menerus dalam melakukan dosa besar dan menganggap remeh dosa.
– Teman bergaul yang jelek.

Moga Allah memberikan kita kemudahan berada dalam akhir hidup yang baik (husnul khatimah) dan dijauhkan dari akhir hidup yang jelek (suul khatimah).

 

INILAH MOZAIK

3 Macam Level Syahid Menurut Imam Nawawi

IMAM Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa syahid itu ada tiga macam:

1. Syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.

2. Syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini ialah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.

3. Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Wallahu alam. (Syarh Shahih Muslim, 2:142-143).

 

Jadi Imam Nawawi menggolongkan mati syahid karena tenggelam, juga karena hamil atau melahirkan adalah dengan mati syahid akhirat, di mana mereka tetap dimandikan dan dishalatkan. Beda halnya dengan mati syahid karena mati di medan perang.

Ibnu Hajar rahimahullah membagi mati syahid menjadi dua macam:

1. Syahid dunia dan syahid akhirat, adalah mati ketika di medan perang karena menghadap musuh di depan.
2. Syahid akhirat, yaitu seperti yang disebutkan dalam hadits di atas (yang mati tenggelam dan semacamnya, pen.). Mereka akan mendapatkan pahala sejenis seperti yang mati syahid. Namun untuk hukum di dunia (seperti tidak dimandikan, pen.) tidak berlaku bagi syahid jenis ini. (Fath Al-Bari, 6:44)

 

INILAH MOZAIK