Mengapa Negeri Islam tak Kunjung Sejahtera?

ISLAM telah hadir ratusan tahun di negeri ini, tetapi mengapa keadilan dan sejahtera masih juga belum tercipta?

Barangkali karena sebagaimana Stanford Lyman, pernah berkata, kita mungkin terkontaminasi dan gemar melakukan 7 dosa maut (the seven deadly sins) dari modernisasi. Tujuh hal yakni, antara lain, ketidakpedulian, angkara murka, sombong, iri hati, dan rakus tak kenal putus. Kita pun tak lagi sanggup membumikan Islam kita.

Padahal sejatinya, menurut Edward Mortimer, dalam buku klasik Islam and Power, secara keseluruhan Islam lebih menekankan dimensi sosial ketimbang ritual. Islam memandang dirinya sebagai alat untuk mengubah kondisi masyarakat menuju lebih baik. Dari kegelapan kepada cahaya, minal zulumati ila al-nur. Dan tiga kezaliman itu adalah kebodohan akan hukum Allah, pelanggaran, dan penindasan.

Islam meyakini, kemiskinan terwujud hanya bila sistem sosial timpang, yang membuat warga jadi miskin akan solidaritas sosial. Alquran dalam QS Al Fajr:15-20 menyebutkan, kemiskinan dimungkinkan bila orang-orang tidak memuliakan anak yatim, tak ada usaha membela orang miskin, rakus menggunakan sumber alam, serta berlebihan mencintai harta.

Padahal, menurut seorang perawi, Dailami, Rasulullah bersabda,” Bila masyarakat sudah membenci orang-orang miskin, menonjol-nonjolkan kehidupan dunia serta rakus mengumpulkan harta, maka mereka akan ditimpa empat bencana: zaman yang berat, pemimpin yang lalim, penegak hukum yang khianat, dan musuh yang mengancam.”

“Al Islam minhaju taghyiri”– Islam itu agama yang menghendaki perubahan, kata ideolog Fathi Yakan. Sementara pemikir Fazlur Rahman mengatakan, misi Islam ke dunia itu membebaskan mustadafin dan membuat perubahan. [

 

INILAH MOZAIK

Ujian Ramadhan

Ramadhan bulan yang dinanti-nanti kaum Muslimin

Dalam tradisi para sahabat Rasulullah saw, kedatangan bulan Ramadhan selalu membangkitkan rasa suka cita yang mendalam. Bulan itu disambut dengan penuh antusiasme. Itu disebabkan Ramadhan merupakan bulan yang memiliki nilai tambah (barakah) dengan adanya ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain yang dianjurkan.

Semua itu dalam rangka peningkatan kualitas diri, khususnya menjadikan pribadi-pribadi yang bertakwa (QS al-Baqarah: 183).

Kendati demikian, upaya menjadikan pribadi bertakwa itu tak begitu saja diperoleh. Mereka harus melewati ujian yang cukup berat. Karena itu, Ramadhan sering pula disebut bulan ujian karena berisi latihan-latihan menuju peningkatan derajat ketakwaan yang paripurna.

Dengan kata lain, Ramadhan merupakan lahan ujian bagi orang-orang yang beriman, untuk diketahui siapa di antara mereka yang mampu menghadapinya dengan baik, sehingga menghasilkan peningkatan kualitas amal dan perbuatan. Oleh karena itu, bila kita ingin berhasil melewati ujian tersebut, seyogianya bulan ini tidak dibiarkan berlalu tanpa diisi aktivitas yang bermanfaat.

Untuk mencapai peningkatan kualitas, memang harus disertai suatu perjuangan dan usaha keras, terutama dalam peningkatan kemampuan kendali terhadap keinginan dan kecenderungan diri (hawa nafsu). Dan, puasa adalah aksi pengendalian diri. Hanya orang-orang yang berhasil mengendalikan diri saja yang berpeluang melewati ujian Ramadhan dengan baik.

Dalam salah satu hadis qudsi, Rasulullah saw menyampaikan firman Allah SWT, ”Puasa adalah sebuah benteng. Oleh karena itu, jika seseorang di antara kamu berpuasa maka jangan berkata kotor (rafats), jangan berbuat jahil (berperilaku bodoh). Dan, jika seseorang datang memusuhi atau mencaci maki, maka (jangan layani, dan) katakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’,” (HR Bukhari).

Meski bermakna ujian, Ramadhan sesungguhnya memiliki kemudahan dan peluang untuk melewatinya dengan baik. Salah satunya, Rasulullah saw pernah bersabda, ”Apabila Ramadhan tiba, maka pintu-pintu surga dibukakan lebar-lebar, pintu-pintu neraka dikunci rapat-rapat, dan setan-setan dibelenggu erat-erat,” (HR Muslim).

Hadis ini sesungguhnya membawa informasi bahwa Allah memberi peluang dan kemudahan seluas-luasnya kepada setiap orang beriman untuk memperbanyak amal kebajikan, baik ibadah formal maupun sosial. Serta, meninggalkan –atau paling tidak– memperkecil kuantitas dan kualitas kemungkaran dan kejahatan, baik pelanggaran norma-norma Ilahiah maupun hukum dan sosial.

Namun, meski telah ada peluang dan kemudahan, ternyata banyak manusia tak mampu memanfaatkan kesempatan tersebut dengan baik, bahkan menyia-nyiakan. Mereka beranggapan bulan ini tak ubahnya seperti bulan-bulan lain yang akan datang dan pergi setiap tahunnya. Mereka inilah yang tak bakal lulus ujian Ramadhan. Sebaliknya, mereka yang berhasil memanfaatkan peluang dan kemudahan itu dengan baik, derajat takwa menanti sebagaimana dijanjikan Allah SWT.

 

Oleh: Aminullah Elhady

KHZANAH REPUBLIKA

Lima Pesan Kesehatan Bagi Jamaah Haji

Ibadah haji merupakan ibadah yang memerlukan kesiapan fisik yang kuat. Karena itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta jamaah haji Indonesia untuk memperhatikan lima hal selama di tanah suci.

Imbauan kesehatan ini pula yang disampaikan oleh Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Eka Jusup Singka pada acara ‘Sosialisasi Haji Sehat’ di Kota Gorontalo, Ahad (14/4).
“Sekurangnya ada lima hal yang harus diperhatikan dan diterapkan oleh jamaah haji saat di Arab Saudi,” kata Eka Jusup Singka, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Eka Jusup Singka pada acara ‘Sosialisasi Haji Sehat’seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.od, Senin (15/4).

Pertama, ia menyebut selalu membiasakan untuk sarapan terlebih dulu sebelum berangkat ke masjid atau melakukan kegiatan ibadah lainnya. Kedua, mengenakan sandal jika bepergian ke madjid dan dibawa ke dalam masjid.

Selanjutnya, meminum air sesering mungkin, jangan menunggu haus. Berikutnya menggunakan masker setiap kali ke luar ruangan.

“Terakhir, jika sakit pada saat melontar jumroh bisa dibadalkan. Jangan memaksakan diri,” kata Eka.

Acara sosialisasi haji sehat ini terselenggara berkat kerja sama antara Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Pertemuan dihadiri oleh Walikota Gorontalo, Kepala Kanwil Kementerian Agama Gorontalo, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo dan 380 orang jemaah haji Kota Gorontalo.

Wali Kota Gorontalo Marten H Taha menyampaikan program manasik haji terpadu sejak tahun 2014 telah dimasukan ke dalam APBD Kota Gorontalo untuk pembinaan jemaah haji. Kegiatannya tidak hanya untuk bimbingan ibadah saja tapi juga bagi bidang kesehatannya.

“Kami berharap agar jamaah haji dapat menjalankan ibadah haji dengan sempurna dan diberikan kesehatan sampai kembali ke tanah air,” ujarnya.

Dalam laporannya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Nur Albar, mengungkapkan sebanyak 94 persen calon jemaah haji atau sebanyak 400 orang dari total 425 orang jumlah calon jamaah haji asal Kota Gorotanlo sudah melakukan pemeriksaan kesehatan.

“Hasilnya, seluruhnya memenuhi syarat istitaah kesehatan haji,” katanya. N Rr Laeny Sulistyawati

 

IHRAM REPUBLIKA

Berlapang Dada dalam Ikhtilaf Mu’tabar

Dalam ilmu agama terdapat beberapa perbedaan pendapat atau yang disebut dengan ikhtilaf/khilaf. Terdapat beberapa jenis ikhtilaf/khilaf yang harus diketahui agar kita bijak dalam menyikapinya. Sebagian orang ada yang siap belajar akan tetapi tidak siap menerima perbedaan pendapat. Akhirnya ia kaku, ingin menang sendiri dan mencela pendapat yang bersebrangan dengan dia, padahal permasalahan itu adalah masalah ikhtilaf mu’tabar. Secara umum khilaf ada dua jenis:

 

1. Khilaf Tanawwu’ (variasi)

Yaitu khilaf hanya sekedar perbedaan bahasa dan pengungkapan saja. Intinya sama dan maksudnya sama. Contohnya: Tafsir “ash-shiratal mustaqim” dalam al-fatihah, beberapa ahli tafsir menafsirkan bermacam-macam yaitu Al-Quran, Islam, As-sunnah, Al-jama’ah. Ini hakikatnya sama

2. Khilaf Tadhad

Yaitu khilaf yang benar-benar bertentangan dan tidak bisa dikombinasikan lagi. Dalam menyikapi hal ini perlu ilmu juga dan perlu bijaksana. Khilaf jenis ini terbagi menjadi dua yaitu khilaf mu’tabar (teranggap) dan ghairu mu’tabar (tidak teranggap).

 

3. Khilaf Mu’tabar

Yaitu masing-masing pendapat memiliki dalil sesuai dengan cara berdalil yang benar. Ulama yang berdalil dan mengambil pendapat tersebut juga mu’tabar (teranggap) keilmuannya.

Asy-Syathibi menjelaskan bahwa masing-masing bersumber dari Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman yang benar. Beliau rahimahullah berkata,

إنما يعد في الخلاف : الأقوال الصادرة عن أدلة معتبرة في الشريعة

“Yang teranggap (mu’tabar) pada khilaf adalah pendapat yang bersumber dari dalil-dalil yang sesuai dengan syari’at.” [Al-Asybah wan Nadza-ir 1/112]

Menyikapi khilaf jenis ini perlu bijaksana, saling berlapang dada dan tidak kaku serta tidak mencela orang lain yang bersebrangan dengan pendapat dirinya. Terkadang seseorang merasa dialah yang paling benar yang tercermin dengan mencela orang lain dan menyampaikan pendapatnya dengan sombong dan kasar, padahal bisa jadi ia yang belum membaca dan mempelari pendapat ulama lain yang juga memiliki dalil dan hujjah yang kuat juga.

Orang yang terlalu kaku dalam agama bisa jadi adalah orang yang belum belajar banyak dan belum menguasai fiqih dengan baik. Qatadah (seorang tabi’in) berkata,

مَنْ لَمْ يَعْرَفِ الِاخْتِلَافَ لَمْ يَشُمَّ رَائِحَةَ الْفِقْهِ بِأَنْفِهِ

” Orang yang belum mengetahui perbedaan (pendapat ulama), berarti hidungnya belum mencium baunya ilmu fiqih “. [Jami’ Bayanil Ilmi 2/814-815]

 

Contoh Khilaf Mu’tabar:

-Bangkit dari shalat dengan membuka tangan atau mengepalkan tangan

-Shalat tarawih 11 atau 23 rakaat

4. Khilaf Ghairu Mu’tabar

Khilaf yang tidak teranggap, karena salah satu yang bertentangan tidak berdasarkan dalil dan yang berpendapat juga tidak teranggap keilmuannya.

Contohnya:

-Syiah mengatakan mayoritas sahabat Nabi shallallahu alaihi wa salam kafir sedangkan ahlus sunnah menyatakan semua sahabat adalah muslim dan adil
-Nikah tanpa wali, yang benar adalah wali syarat sah nikah

Dari berbagai jenis khilaf ini tentu kita perlu mencari tahu dengan belajar mana yang paling rajih/tepat. Hendaknya kita banyak berdoa memohon kepada Allah agar benar-benar diberi taufik mengetahui mana yang paling benar/rajih dan mengembalikannya kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

AllahTa’ala berfirman,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59)

Demikian semoga bermanfaat

 

Catatan penting:

1. Selama orang tersebut masih muslim, maka walaupun kita berbeda pendapat dengannya, ia masih berhak mendapat persaudaraan dalam Islam seperti dijaga kehormatannya, tidak boleh dicela dan tidak diolok-olok (ini hukum asalnya). Imam Asy-Syafi’i pernah berkata pada Abu Musa,

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” [Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16]

2. Kita tidak boleh memilih-milih pendapat yang sesuai selera kita apabila ada beberapa perbedaan pendapat. Kita harus konsisten sesuai dengan mahzab dan kaidah yang kita pakai.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata,

من تتبع ما اختلف فيه العلماء ، وأخذ بالرخص من أقاويلهم ، تزندق ، أو كاد

“Barangsiapa yang mencari-cari pada perselisihan ulama pendapat yang “ringan”/rukhshah maka ia akan binasa atau hampir binasa” [Ighatsatul Lahfan 1/228]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46130-berlapang-dada-dalam-ikhtilaf-mutabar.html

Tetaplah Menjaga Akhlak Saat Berbeda Pendapat

Ingatlah bahwa orang yg paling sempurna imannya adalah orang yg paling baik akhlaknya (HR. Abu Dawud: 4682).

Syeikh Abdul Aziz bin Baz –rohimahulloh– mengatakan:

“Apabila dalil telah tegak dalam suatu masalah, maka wajib hukumnya mengambil pendapat yang sesuai dengan dalil tersebut, baik dalil dari Kitabullah ataupun dari sunah Rasul –shallallahu alaihi wasallam-, meskipun pendapat itu menyelisihi imam besar, bahkan walaupun menyelisihi sebagian sahabat.

Karena Allah menfirmankan (yang artinya):

Jika kalian berselisih dalam suatu masalah, maka kembalikanlah masalah itu kepada Allah dan RasulNya“.

Allah –subhanah– TIDAK mengatakan: “kembalikanlah kepada orang ini dan orang itu”.

Akan tetapi, sudah seharusnya ada langkah memastikan kabar yang sampai kepada kita, serta menghormati dan menjaga adab terhadap para ulama.

Jika seseorang menemukan pendapat yang lemah dari salah satu imam, atau ulama, atau ahli hadits yang tepercaya; (harusnya dia ingat bahwa) hal itu tidak menurunkan kedudukan mereka.

Harusnya dia menghormati para ulama, menjaga adab terhadap mereka dan mengatakan perkataan yg baik, serta tidak mencela dan merendahkan mereka.

Tapi seharusnya dia menjelaskan yang benar beserta dalilnya, sekaligus mendoakan kebaikan utk ulama tersebut, juga mendoakan agar dirahmati dan diampuni.

Beginilah harusnya akhlak seorang ulama terhadap ulama lainnya, (yaitu) menghormati para ulama karena kedudukan mereka, dan mengerti akan keagungan, keutamaan, dan kemuliaan mereka”.

[Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 26/305].

***

Penulis: Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.

 

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/29414-tetaplah-menjaga-akhlak-saat-berbeda-pendapat.html

10 Teman Iblis

Di neraka nanti ada 10 kelompok teman iblis

Dalam riwayat Imam Bukhari, diceritakan suatu saat ketika sedang duduk, Rasulullah SAW didatangi seseorang. Rasul bertanya kepadanya, “Siapa Anda?” Ia pun menjawab, “Saya Iblis.” Rasul bertanya lagi apa maksud kedatangannya. Iblis menceritakan bahwa kedatangannya atas izin Allah untuk menjawab semua pertanyaan dari Rasulullah.

Kesempatan itu pun digunakan Rasul SAW untuk menanyakan beberapa hal. Salah satunya mengenai teman-teman Iblis dari umat Muhammad yang akan menemaninya di neraka nanti. Iblis menjawab, temannya di neraka nanti ada 10 kelompok.

Yang pertama, kata Iblis, haakimun zaa’ir (hakim yang curang). Maksudnya adalah seorang hakim yang berlaku tidak adil dalam menetapkan hukum. Ia menetapkan tidak semestinya. Tak hanya hakim, dalam hal ini bisa juga para penegak hukum secara umum, seperti polisi, jaksa, pengacara, dan juga setiap individu, karena mereka menjadi hakim dalam keluarganya.

Yang kedua, kata Iblis, adalah ghaniyyun mutakabbir (orang kaya yang sombong). Ia begitu bangga dengan kekayaan dan enggan mendermakan untuk masyarakat yang membutuhkan. Dia merasa semua yang diperolehnya merupakan usahanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Contohnya, seperti Qarun.

Ketiga, kelompok yang menjadi teman Iblis adalah taajirun kha’in (pedagang yang berkhianat). Ia melakukan penipuan, baik dalam hal kualitas barang yang diperdagangkan maupun mengurangi timbangan. Bila membeli sesuatu, ia selalu meminta ditambah, namun saat menjualnya, ia melakukan kecurangan dengan menguranginya.

Di samping itu, ia juga menimbun barang. Membeli di saat murah dan menjualnya di saat harga melambung tinggi. Dengan begitu, ia memperoleh untung besar. Demikian juga pada pengerjaan proyek tertentu, ia membeli barang dengan kualitas rendah untuk meraih keuntungan berlipat (mark up).

Kelompok keempat yang menjadi teman Iblis adalah syaaribu al-khamr (orang yang meminum khamar). Minuman apa pun yang memabukkan, ia termasuk khamar. Misalnya, arak, wine, wisky, atau minuman yang sejenisnya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, peminum khamar (pemabuk) dikatakan tidak beriman jika ia meninggal nanti masih terdapat khamar dalam tubuhnya. Yang kelima, al-fattaan (tukang fitnah). Fitnah lebih berbahaya daripada pembunuhan (al-fitnatu asyaddu min al-qatl), lihat QS al-Baqarah [2]: 191.

Membunuh adalah menghilangkan nyawa lebih cepat, namun fitnah “membunuh” seseorang secara pelan-pelan. Fitnah ini bisa pula “pembunuhan” karakter seseorang. Fitnah itu, di antaranya mengungkap aib seseorang yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan, gosip, gibah, dan lainnya.

Keenam adalah shaahibu ar-riya’ (orang yang suka memamerkan diri). Mereka selalu ingin menunjukkan kehebatan dirinya, menunjukkan amalnya, kekayaannya, dan lainnya. Semuanya itu demi mendapatkan pujian.

Ketujuh, aakilu maal al-yatiim (orang yang memakan harta anak yatim). Mereka memanfaatkan harta anak yatim atau sumbangan untuk anak yatim demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Ini bias dilihat QS al-Maa’un [107]: 1-7.

Kedelapan, al-mutahaawinu bi al-shalah (orang yang meringankan shalat). Mereka memahami perintah shalat adalah kewajiban, namun dengan berbagai alasan akhirnya shalat pun ditinggalkan. Allah juga mengancam Muslim yang melalaikan shalat.

Kesembilan, maani’u az-zakaah (orang yang enggan membayar zakat). Mereka merasa berat untuk mengeluarkan zakat walaupun tujuan zakat untuk membersihkan diri dan hartanya.

Teman iblis yang ke-10 adalah man yuthiilu al-amal (panjang angan-angan). Enggan berbuat, namun selalu menginginkan sesuatu. Ia hanya bisa berandai-andai, tapi tak pernah melakukan hal itu. Wallahu a’lam.

Oleh: Syahruddin el-Fikri

 

MOZAIK  REPUBLIKA

Truffle, Jamur Berkhasiat Favorit Rasulullah Berharga Jutaan

Truffle jamur berkhasiat yang banyak ditemukan di Jazirah Arab

Ada banyak tanaman herbal langka dan berkhasiat yang pernah dikonsumsi Rasulullah SAW. Di antara sekian tanaman langka tersebut adalah al-kam’ah atau al-faqa’. Tanaman jamur ini dikenal dengan istilah truffle. Jamur ini banyak tersebar di Jazirah Arab.

Padahal di masa Rasulullah justru banyak orang yang enggan untuk mengkonsumsinya. At-Thabari meriwayatkan dari Jabir RA, “Itu adalah cacar tanah lalu Rasulullah menjelaskan bahwa al-Kam’ah bukanlah cacar tanah tetapi termasuk jenis al-manna.

Dalam sejumlah kitab tafsir, makna al-manna sebagaimana surah al-Baqarah ayat ke-57, makna kata al-manna adalah tanaman yang muncul dalam musim tertentu terutama musim hujan bercampur petir. Truffle konon dapat ditemukan dekat batang pohon besar. Berbentuk umbi, biasanya dalam satu lokasi bisa mencapai 20 hingga 30 buah.

Orang arab menyebutnya tanaman petir karena al-kam’ah akan tumbuh semakin banyak bila banyak petir. Hujan musim semi disertai petir akan membuatnya tumbuh subur dan berkembang biak.

Namun studi ilmiah menjelaskan jamur ini tidak dapat dibudidayakan. Hal inilah yang menjadikan truffle termasuk salah satu tanaman herbal yang berharga jual tinggi. Truffle hitam bisa dibandrol berkisaran 30 juta per kg dan 120 juta untuk truffle putih.

Truffle merupakan salah satu tanaman obat. Mengutip hadis Bukhari dan Muslim, Rasulullah pernah menyatakan jika truffle airnya dapat menyembuhkan sakit mata.

Dalam Konferensi Internasional Kedokteran Islam di Kuwait terungkap,  al- kam’ah efektif untuk mengatasi trakoma, salah satu penyakit infeksi pada mata. Penyakit ini disebabkan bakteri.

Selain itu ekstrak air Al Kam’ah dapat mencegah terjadinya pembentukan jaringan ikat atau fibrosis pada penyakit trakoma. Bisa jadi, hal itu terjadi akibat netralisasi efek kimiawi racun-racun kuman penyebab trakom dan minimalisasi bertambahnya penumpukan sel.

Al-kam’ah juga kaya akan protein. Kandungan lain yang terkandung dalam jamur ini adalah fosfor, kalium, sodium, kalsium, dan vitamin B12. Sehingga dapat mengobati kuku rapuh, bibir pecah-pecah dan gangguan penglihatan.

Manfaat lain truffle adalah melancarkan pencernaan. Beberapa orang yang menderita alergi, gatal, dan penyakit kulit lain tidak disarankan untuk mengkonsumsi jamur ini secara berlebihan.n Ratna Ajeng Tejomukti

 

MOZAIK REPUBLIKA

Anda Pernah Sakit Hati?

APABILA ada tiga cawan, yang satunya kosong belum terisi, yang satunya lagi terisi setengahnya, adapun yang ketiganya telah penuh terisi, kiranya cawan yang mana diantara ketiganya yang masih bisa menerima sesuatu?

Jawabannya tentu yang masih kosong dan atau yang masih terisi setengahnya. Adapun yang telah penuh maka tidak mungkin lagi bisa menerima sesuatu. Apabila sebuah cawan kita isi dan terus kita isi, maka akankah cawan itu tetap lapang atau bahkan semakin lapang, atau justru cawan itu akan semakin sempit ruangannya?

Kita sepakat bahwa cawan itu akan semakin sempit saja ruangannya seiring dengan semakin bertambahnya isi yang kita masukkan. Tahukah Antum, bahwa ada cawan yang tidak pernah penuh walau terus diisi? Apabila ada cawan yang meski terus diisi tidak akan semakin sempit ruangannya ialah hati.

Hati yang lembut semakin diisi dengan iman dan dengan ilmu yang bermanfaat justru semakin luas dan semakin lapang menghadapi segala sesuatu. Berarti sebaliknya, apabila hati yang lembut ini semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat pasti ia menjadi semakin sesak lagi sempit. Sedangkan sempitnya hati dan sesaknya itulah hakikat sakit hati. Berarti sakit hati akan muncul apabila hati semakin ditinggalkan oleh iman dan ilmu yang bermanfaat. Dan ia akan muncul apabila hati terus dikotori oleh sesuatu yang mengotori iman dan meracuninya.

Sakit hati sebab kebakhilan

Salah satu contoh racun hati dan pengekang hati ialah sifat bakhil. Kebakhilan memicu sakit hati. Sebab kebakhilan ialah sebuah sifat yang menahan pemiliknya untuk berbuat kebaikan, dan mencegah pemiliknya dari menuanikan setiap ketaatan dan kemuliaan. Oleh karena kebakhilan itu sedemikian maka wajar apabila sifat bakhil ini memicu sempitnya hati dan memicu sakit hati.

Wajar apabila bakhil ini menyempitkan dada dan menghilangkan kesabaran. Wajar apabila ia mencegah lapangnya dada dan mengecilkan serta mengerdilkan jiwa dan meneyedikitkan kegembiraan. Sebaliknya ia justru memicu timbulnya banyak gundah dan gulana. Memicu timbulnya kedukaan dan kepenatan. Sehingga tak kuasa lagi ia menunaikan hajat kebutuhannya dan tidak lagi bisa membantu mendapatkan sesuatu yang dicari. Sebab balasan itu setimpal dengan amalan.

Sakit hati sebab kejelekan dan dosa

Di antara perkara yang memicu timbulnya sakit hati ialah banyaknya kejelekan dan dosa-dosa. Perhatikanlah firman Alloh taala berikut ini:

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Alloh itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS az-Zumar: 10)

Pada ayat tersebut Alloh subhanahu wataala menyebutkan, sebagaimana pada beberapa ayat semisal lainnya, bahwasannya Dia azza wajalla akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan atas kebajikan-Nya subhanahu wataala dengan dua balasan sekaligus, yaitu balasan di dunia dan balasan di akhirat.

Ini berarti bahwa perbuatan baik itu berhak mendapatkan balasan yang disegerakan, dan perbuatan jelek pun akan mendapatkan balasan yang disegerakan, dan memang seharusnya demikian. Bila saja tidak didapati balasan atas orang-orang yang berbuat kebajikan selain dari lapangnya dada dari setiap apa yang mendesak hati sehingga hati tetap luas dan gembira serta merasakan kelezatannya terus menerus bergumul dengan Robbnya subhanahu wataala dan terus menerus di dalam ketaatan kepada-Nya azza wajalla, senantiasa berdzikir, menyebut-nyebut kenikmatan-kenikmatan-Nya atas ruh dan jiwanya, atas kecintaannya kepada-Nya, juga senantiasa menyebut-nyebut dengan dzikir kepada Robbnya, juga kegembiaraannya pada dzikirnya, maka cukuplah ini merupakan seagung-agungnya kegembiaraan. Bahkan ini lebih agung dibandingkan kegembiaraan seseorang yang didekatkan kepada penguasa atas kekuasaannya sekalipun.

Dan sedangkan apa yang kejelekan dibalas dengannya, berupa sempitnya dada, membatunya hati, buyarnya kehendak hati, kegelapannya dan terpecah belahnya, kegundahan dan gulananya, kedukaan serta ketakutan dan kekhawatirannya sebagaimana inilah yang didapati oleh setiap yang masih memiliki perasaan dan kehidupan, bahkan mungkin ia mendapatinya lebih sangat lagi, semuanya merupakan hukuman yang disegerakan, merupakan neraka dunia dan jahannam yang telah tiba. Inilah hakikat pemicu sakit hati.

Sedangkan menghadap kepada Alloh subhanahu wataala, kembali kepada-Nya, rela dengan keputusan qodho dan qodar-Nya, penuhnya hati dengan kecintaan kepada-Nya, terbiasa berdzikir menyebut-nyebut-Nya, gembira dan senang dengan mengenal-Nya merupakan pahala yang disegerakan dan surga dunia serta kehidupan yang tidak bisa dinisbatkan kepada sesuatu apapun sampi kepada kehidupan para raja sekalipun. Sehingga hati yang demikia tidak akan pernah dihinggapi sakit dan kesempitan.

Sakit hati sebab berpaling dari mengingat Alloh azza wajalla

Di dalam sebuah ayat Alloh azza wajalla berfirman:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha: 124)

Tentang penghidupan yang sempit dalam ayat ini ada yang menafsirkan artinya ialah adzab kubur. Sedangkan yang lebih tepat maknanya ialah penghidupan yang sempit di dunia serta di alam barzakh sekaligus.

Sesungguhnya orang yang berpaling dari peringatan yang telah diturunkan oleh-Nya subhanahu wataala dia berhak mendapatkan sempitnya dada dan kesulitan dan kepenatan hidup. Dia berhak mendapatkan besarnya rasa takut dan kekhawatiran hidup. Dia juga berhak mendapatkan perasaan rakus yang sangat terhadap dunia dan sangat letih dibuatnya. Bahkan ia akan begitu berduka saat tidak mendapatkan dunia. Seluruh rasa ini ada sebelum ia mendapatkan dunia maupun setelahnya. Sama dan tak berbeda.

Dia juga akan mendapati kepedihan dan penderitaan pada setiap perasaannya sesuai dengan besar dan kecilnya, sangat dan lemahnya. Yaitu setiap kepedihan dan penderitaan yang tak lagi bisa dirasakan oleh hati sebab hati telah terlalu lelap dibuai olehnya dan telah mabuk kepayang dibuatnya. Tidak sesaat pun dia terjaga melainkan pasti ia akan merasakan dan mendapati kepedihan tersebut. Maka iapun segera berusaha menghilangkannya dengan mabuk yang serupa untuk kedua kalinya. Demikianlah ia selama dan seiring waktu-waktu dalam kehidupannya.

Bila demikian keadaannya, adakah kehidupan yang lebih sempit dibandingkan kehidupan yang demikian ini? Duhai adakah hati yang lembut yang masih bisa merasakannya?

Sehingga, hati-hati orang-orang yang suka menyimpang dari syariat Islam yang mulia, meninggalkan sunah Rosululloh, berpaling dari al-Quran, hati orang-oang yang lalai dari Alloh, hati orang-orang ahli maksiat benar-benar berada di dalam jahim sebelum masuk di dalam neraka jahimil akbar, jahim yang lebih besar. Sedangkan hati orang-orang yang baik lagi taat, patuh kepada Alloh dan kepada Rosul-Nya berada di dalam kenikmatan sebelum di dalam kenikmatan yang lebih besar. Alloh subhanahu wataala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada di dalam neraka (jahim). (QS al-Infithor: 13-14)

Bagaimana Terapinya?

Tidak ada terapi membahagiakan hati dan memeliharanya dari sakitnya selain dengan iman dan ilmu yang bermanfaat. Yang paling utama ialah iman dengan tauhid yang baik dan ilmu yang baik.

Tidak ada kegembiraan bagi hati, kelezatan serta kenikmatannya, kebaikan serta kelapangannya, selain dengan menjadikan Alloh azza wajalla sebagai tuhannya, penciptanya, Dia saja satu-satunya. Dia azza wajalla yang diibadahi dengan peribadahan di atas puncak apa yang diinginkannya. Dan Dia azza wajalla yang paling dicinta dari seluruh apa saja yang selain-Nya. Begitulah cara membahagiakan hati dan melindungi diri dari sakit hati. Yaitu dengan mengikhlaskan hidup dengan berbagai rona-ronanya hanya untuk Alloh azza wajalla. Dan dengan mengikhlaskan kematian juga hanya demi Alloh azza wajalla.

“Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan semesta alam.” (QS al-Anam: 162)

Semoga Alloh memelihara kita dari jeleknya hati dan dari sakit hati, dan semoga Dia membimbing hati kita menuju ikhlas kepada-Nya pada kehidupan dan kematian kita. []

Sumber : kitab Syifaul alil, Ighotsatul Lahfan, Madarijus salikin, al-Wabilus Shoyyib dan lainnya, oleh Imam Ibnu Qoyim al-Jauziyah.

 

INILAH MOZAIK

Mengasihi Perempuan

Islam menghormati dan melindungi kaum perempuan

 

“Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik pada perempuan.” Demikian hadis Rasulullah SAW, seperti diriwayatkan Ibnu Majah. Dalam bahasa Arab, perempuan disebut juga “hurmah” atau ciptaan yang mulia, terhormat. Dalam konotasi lain, berarti ‘makhluk yang harus dilindungi.’

Pada zaman jahiliyah, perempuan dianggap sebagai benda yang diwarisi. Kehormatannya seperti tiada harganya. Dan ketika Islam datang, perempuan dimuliakan oleh Islam. Bahkan, mereka dalam Islam berhak menerima hak waris. Memang, satu di antara beberapa fungsi diutusnya Nabi Muhammad SAW ialah mengangkat derajat perempuan ke tingkat yang luhur dan tinggi.

Hak yang paling besar yang diperoleh perempuan setelah datangnya Islam ialah naiknya kedudukan perempuan, sehingga sama dengan laki-laki (QS Al-Ahzab [33]:35). Bahkan, dalam beberapa hal perempuan diangkat sedemikian tingginya, yang menunjukkan kemuliaannya.

Di dalam Alquran, kita temukan surat khusus “An Nisaa,” dan tidak kita temukan surah “Ar Rijal” (laki-laki). Dalam hadis Nabi SAW, juga banyak sekali wejangan beliau yang memerintahkan untuk menghormati dan melindungi perempuan. Beliau juga menganjurkan untuk lebih memperhatikan anak perempuan.

Kekuatan suatu bangsa, dan kejayaan satu negara terletak pada kaum hawa ini. Ada satu ungkapan yang diperdebatkan oleh ulama, apakah ungkapan itu termasuk hadis nabi atau bukan, yang artinya: ”Perempuan adalah tiang negara, jika perempuan itu baik maka negara akan kuat, tetapi jika perempuan rusak, maka hancurlah negara itu.”

Dari ungkapan itu, kita dapat memahami betapa pentingnya menjaga kesucian perempuan.

Rasulullah saw memberikan tuntunan kepada umatnya tentang keluhuran dan kesucian yang luar biasa pada wanita, sehingga kaum Muslimin wajib menjaganya. Tuntunan itu disampaikan Rasulullah saw dalam ungkapan yang sangat lembut sekali: “Menyentuh bara api lebih baik daripada menyentuh perempuan.”

Kata-kata menyentuh perempuan bukan berarti jabat tangan atau memegang tetapi menyentuh di sini berarti berzina hubungan seksual atau memperkosa. Rasulullah saw melihat bahaya memperkosa perempuan lebih besar daripada memegang bara api.

Bahaya yang paling menonjol ialah hancurnya nilai-nilai dan sendi kehidupan serta sendi keimanan, yang telah meletakkan manusia pada derajat yang tinggi.

Selain itu, perkosaan juga membuat dunia internasional akan memandang pelakunya sebagai bangsa yang tidak beradab, tidak bermoral, dan tidak berbudaya.

Dan karena berita kasus perkosaan di Indonesia ini begitu gencar, secara tidak langsung umat Islam pun terkena tudingan dan getahnya sebagai umat yang jumlahnya mayoritas. Citra Islam pun menjadi ikut tercemar. Inilah yang pernah diungkapkan oleh pemikir Islam Muhammad Abduh. Dia pernah berkata, “Cahaya Islam itu pudar oleh akhlak umat Islam.”

Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita bahwa kemakmuran suatu bangsa — salah satunya — ditentukan oleh kemampuan bangsa itu menjaga kesucian keturunan dengan nikah dan menjauhi perzinaan, apalagi perkosaan.

Oleh: Muchtar Adam

 

MOZAIK REPUBLIKA

Silaturahim dalam Islam yang Bukan Musiman

Dalam Islam, silaturahim harus dilakukan kapan saja alias bukan musiman

Aktivitas silaturahim dalam kehidupan sosial terutama menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) akan semakin meningkat. Hal ini menjadi bukti bahwa manusia membutuhkan silaturahim untuk menjalin keharmonisan kehidupan masyarakat dengan berbagai latar belakang yang mengiringinya.

Silaturahim menjelang Pilpres dan Pileg ini biasanya disebut sebagai ‘silaturahim politik’. Setelah Pilpres dan Pileg selesai pula aktivitas silaturahim dan nanti akan kembali ketika menjelang digelarnya pesta demokrasi.

Islam tidak mengenal ‘musiman’ dalam silaturahim. Silaturahim dilakukan kapan saja, tidak menunggu Pilpres atau Pileg.

Dalam QS an-Nisa [4] ayat 36, ditegaskan, setelah diperintahkan untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, kaum muslimin diperintahkan untuk membangun silaturahim dengan sesama manusia (hablum minannas).

Tidak sedikit keutamaan dalam silaturahim. Jika mengetahuinya, seseorang pasti akan senantiasa menjaga tali silaturahimi antar sesama. Dan, akan terus dilakukan secara istikamah, ada ataupun tidak ada pesta demokrasi.

Pertama, merupakan konsekuensi keimanan. silaturahim merupakan tuntutan dari keimanan, orang yang beriman mesti melakukan silaturahim sebagai bukti beriman. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, dipanjangkan umur dan dilapangkan rezeki. Dengan silaturahim umur dan rezeki akan semakin berkah. Meski tidak panjang umur, namun berkualitas dan berisi amal kebajikan. Pun dengan rezeki, meski tidak banyak namun bermanfaat dan bertambah ketaatan kepada-Nya. Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi.”(HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga, selalu terhubung dengan Allah SWT. Dengan silaturahim, seseorang akan merasakan adanya kebersamaan dengan-Nya. Dari Aisyah RA berkata, Nabi SAW bersabda, “Silaturahim itu tergantung di Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata: “Barang siapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barang siapa yang memutuskanku, Allah akan memutuskan hubungan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat, penyebab masuk surga. Dengan silaturahim maka seseorang akan semakin mudah untuk mendapatkan surga-Nya.

Dari Abu Ayyub al-Anshari RA, sesungguhnya seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku amalan yang memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka. Maka, Nabi SAW bersabda: “Engkau menyembah Allah SWT dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahim.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kelima, merupakan bentuk ketaatan kepada Allah. Menyambung silaturrahmi adalah salah satu yang diperintahkan oleh Allah, maka dengan menjalankan perintah-Nya seseorang taat kepada-Nya. (QS ar-Ra’d [13] :21).

Keenam, pahalanya seperti memerdekakan budak. Dari Ummul Mukminin Maimunah binti Harits RA, bahwasanya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan tidak memberi kabar kepada Nabi SAW sebelumnya, tatkala pada hari yang menjadi gilirannya, ia berkata: “Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku?” Beliau bertanya: “Apakah sudah engkau lakukan?” Dia menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar pahalanya untukmu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam QS an-Nisa [4] ayat 36 tersebut, paling tidak ada sembilan kelompok manusia yang seharusnya selalu dijaga, jangan sampai renggang apalagi putus dalam silaturahim, ada ataupun tidak ada pesta demokrasi.

Pertama, orang tua. Melalui orang tua kita terlahir. Orang tua adalah orang yang telah berjasa, sebesar apapun balasan yang kita berikan kepadanya tidak akan pernah dapat membalasnya. Jangan sampai karena beda pilihan silaturrahmi dengan orang tua renggang.

Ibnu Umar melihat seseorang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Lalu, berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi, engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi).

Kedua, kaum kerabat. “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS an-Nur [24]: 22).

Ketiga, anak yatim. Nabi SAW bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.” Lalu, beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta agak merenggangkan keduanya.” (HR Bukhari).

Keempat, orang miskin. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda,“Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang berjihad fi sabilillah.” (HR Muslim).

Kelima, tetangga dekat. Pernah ditanyakan kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang yang selalu bangun malam dan berpuasa, berbuat dan bersedekah, tetapi dia selalu menyakiti tetangganya melalui ucapan.”Rasulullah SAW menjawab, “Tiada kebaikan baginya, dan dia termasuk penghuni neraka.”

Lalu, para sahabat berkata, “Ada wanita lain yang selalu mengerjakan shalat wajib, bersedekah dengan susu yang dikeringkan dan dia tidak pernah menyakiti satu orang pun dari tetangganya.”Maka Rasulullah menjawab, “Dia itu termasuk penghuni surga.” (HR Bukhari).

Keenam, tetangga jauh. Dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari RA, bahwasannya ada seseorang bertanya:”Wahai Rasulullah, beritahukan kepada saya sesuatu amal yang dapat memasukkan saya ke surga. “Rasul menjawab,yaitu kamu menyembah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menghubungkan silaturrahim (yang dekat dan yang jauh).

Ketujuh, teman sejawat. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya (teman sejawat), dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.” (HR Tirmidzi).

Kedelapan, ibnu sabil. Dalam hadis ditegaskan bahwa Allah SWT tidak akan melihat seseorang yang memiliki kelebihan air di jalan lalu dia tidak memberikannya kepada musafir (HR Bukhari).

Kesembilan, hamba sahaya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang memerdekakan budaknya yang Muslim, Allah akan membebaskan setiap anggota tubuhnya dari api neraka sebagai ganti anggota tubuh budak yang telah dimerdekakan, sehingga farjinya dibebaskan dari api neraka sebagai ganti dari farji budak yang dimerdekakan di dunia.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan silaturahim, selain akan mendapatkan keutamaan yang dijanjikan, seseorang akan mendapatkan dukungan (suara) pada saat pesta demokrasi dengan biaya murah karena telah terjalin hubungan silaturrahmi sejak lama, dan menghindarkan kesan ‘jika ada maunya’ datang ke masyarakat. Wallahu a’lam.

 

Pengirim: Imam Nur Suharno, Kepala HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

 

RETIZEN REPUBLIKA