Doa Nabi Muhammad Agar Hujan Reda

Nabi Muhammad pernah berdoa agar hujan diturunkan ke tempat lain.

Hujan merupakan sebuah berkah bagi umat manusia. Apalagi ketika kekeringan melanda suatu daerah selama berbulan-bulan. Tentu kedatangan hujan sangat dinanti-nanti.

Tapi, bagaimana jika hujan terus-menerus turun sehingga kita kewalahan untuk menampung berkah dari Allah ini? Apalagi hingga di beberapa tempat menjadi banjir.

Atau ketika hujan datang tanpa henti menjadi hambatan untuk aktivitas kita. Rasulullah SAW ternyata tidak melarang kita untuk berdoa agar hujan pindah ke lokasi lain.

Dalam sebuah hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad mengajarkan doa agar hujan berhenti.

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِوَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Allaahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa, allahumma ‘alal aakaami wadh dhiroobi, wa buthuunil audiyati, wa manaabitisy syajarati.”

“Ya Allah berilah hujan di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya Allah berilah hujan ke dataran tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.”

Meski demikian, menurut Nabi Muhammad SAW waktu hujan merupakan waktu yang mustajab. Imam Syafi’i telah meriwayatkan dalam kitab al-Umm dengan sanad yang mursal, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Carilah doa yang dikabulkan, yaitu ketika bertemunya dua pasukan, waktu ikamah, serta ketika turunnya hujan.”

KHAZANAH REPUBLIKA


Mereka itu Semua Sama Pemakan Riba!

DARI Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, beliau berkata,

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (peminjam), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama (dalam melakukan yang haram).” (HR. Muslim, no. 1598)

Ada kaedah umum dalam memahami riba disebutkan oleh para ulama, “Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.”

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al-Mughni, 6:436)

Baca juga
Al-Mahdi akan Keluar di Generasi Penghujung Umatku
8 Penyebab Jin Campur Tangan Urusan Manusia
Yakinlah Rezeki Itu Datang Tepat Waktu
Jika tambahan bukan prasyarat awal, hanya kerelaan dari pihak peminjam saat mengembalikan utang, tidaklah masalah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Raafi bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah meminjam dari seseorang unta yang masih kecil. Lalu ada unta zakat yang diajukan sebagai ganti. Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas menyuruh Abu Raafi untuk mengganti unta muda yang tadi dipinjam. Abu Raafi menjawab, “Tidak ada unta sebagai gantian kecuali unta yang terbaik (yang umurnya lebih baik, -pen).” Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian menjawab,

“Berikan saja unta terbaik tersebut kepadanya. Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi utangnya.” (HR. Bukhari, no. 2392 dan Muslim, no. 1600)

INILAH MOZAIK

Kenapa Harus Berutang Demi Kendaraan Mewah?

ADA beberapa prinsip hidup yang mesti kita pegang agar hidup kita bahagia dan tidak sengsara. Karena kadang kita salah dalam menyikapi hidup, salah dalam menyikapi harta dan dunia.

Prinsip keempat, jangan sampai terjerumus dalam utang riba karena hanya mengundang derita.

Dari Jabir radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Kata beliau, Semuanya sama dalam dosa. (HR. Muslim, no. 1598).

Apa itu riba? Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, yang dimaksud riba adalah, Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama. (Al-Mughni, 6: 436)

Hakikatnya di tengah-tengah kita
Kita itu hanya ingin banyak gaya
Kalau tidak mampu punya rumah sendiri, kenapa malu untuk mengontrak rumah?
Kalau tidak mampu punya office sendiri, kenapa malu untuk menyewa?
Kalau tidak mampu punya motor baru, kenapa malu punya motor second tahun 90-an?
Kalau tidak mampu punya mobil, kenapa memaksa, padahal hanya ingin menyaingi tetangga?

Harusnya kita malu, ingin kaya dan hidup mewah, namun semuanya dari utang. Kecukupan dan sabar yang bisa membuat kita selamat dari gaya hidup yang hanya banyak gaya saat ini. Coba renungkan hadits berikut.

Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata padaku, Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)? Betul, jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir? Betul, Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas). (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syuaib Al-Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).

Kalau dua sifat kita miliki yaitu sabar dan rasa cukup (qanaah) niscaya tidak ada derita dengan utang riba. Hanya Allah yang memberi taufik. [Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Kurangilah Utang, Bahagia Hidupmu!

ADA beberapa prinsip hidup yang mesti kita pegang agar hidup kita bahagia dan tidak sengsara. Karena kadang kita salah dalam menyikapi hidup, salah dalam menyikapi harta dan dunia.

Prinsip pertama, dalam hal dunia hendaklah kita memperhatikan orang yang berada di bawah kita (yang lebih menderita), bukan terus memandang yang di atas yang punya rumah mewah, mobil mewah dan tabungan yang milyaran. Kalau kita memandang terus ke atas, maka kita akan sulit puas, terus merasa serba kekurangan, hingga kurang bersyukur dan meremehkan nikmat yang Allah karuniakan.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu. (HR. Muslim, no. 2963).

Prinsip kedua, hendaklah pahami bahwa kaya yang hakiki bukanlah kaya harta. Karena kalau kaya harta jadi standar bahagia, kita tak akan pernah puas. Kaya yang hakiki adalah jika seseorang selalu merasa cukup dengan nikmat yang Allah berikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina) adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari, no. 6446 dan Muslim, no. 1051).

Kata para ulama, Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah ghina (kaya hati), namun malah fakir (hati yang miskin) (Lihat Fath Al-Bari, 11: 272).

Prinsip ketiga, kurangi banyak berutang pasti kita akan berbahagia.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham. (HR. Ibnu Majah, no. 2414. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Juga kata Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya. (HR. Tirmidzi, no. 1078 dan Ibnu Majah, no. 2413. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

INILAH MOZAIK

Awas! Jadi Penipu Karena Utang

PASTI sebagian kita pernah mengalami hal ini saat menghadapi orang yang berutang pada kita. Saat kita menagih utang, padahal ia mampu untuk melunasi, namun selalu dijawab, Iya, nanti-nanti, bulan depan saja yah.

Ada yang ditelepon ketika ditagih, malah ia menyuruh anaknya yang culun untuk menjawab bahwa bapaknya tidak berada di rumah. Padahal sebenarnya bapaknya ada di rumah, namun karena ingin menghindari hutang, maka ia bohong seperti itu. Ia selalu mengundur terus padahal ia termasuk orang yang mampu untuk lunasi sesegera mungkin. Bahkan ada yang saking kurang ajarnya, tidak mau melunasi utangnya sama sekali. Itulah dapat kita kata bahwa ada yang jadi pembohong gara-gara utang.

Dari Urwah, dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berdoa di dalam shalat: Allahumma inni audzu bika minal matsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang). Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu alaihi wa sallam, Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lantas bersabda, Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari. (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).

Maksud doa di atas adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam meminta perlindung pada Allah dari dosa dan utang. Demikian kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 5: 79.

Ibnu Hajar Al Asqolani menerangkan, Yang dimaksud dengan meminta perlindungan dari utang yaitu jangan sampai hidup sulit gara-gara terlilit utang. Atau maksudnya pula, meminta perlindungan pada Allah dari keadaan tidak mampu melunasi utang.

Kata Ibnu Hajar pula, dalam Hasyiyah Ibnul Munir disebutkan bahwa hadits meminta perlindungan dari utang tidaklah bertolak belakang dengan hadits yang membicarakan tentang bolehnya berutang. Sedangkan yang dimaksud dengan meminta perlindungan adalah dari kesusahan saat berutang. Namun jika yang berutang itu mudah melunasinya, maka ia berarti telah dilindungi oleh Allah dari kesulitan dan ia pun melakukan sesuatu yang sifatnya boleh (mubah). Lihat Fathul Bari, 5: 61.

Al Muhallab mengatakan, Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah doa Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat mengantarkan pada dusta. (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 12: 37).

Hanya Allah yang memberi taufik dan moga Allah membebaskan kita dari kesulitan saat berutang.

[Referensi: Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, Maktabah Syamilah; Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani; Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi; rumaysho]

INILAH MOZAIK

Bagaimana Wanita Istihadah Bersuci?

Wanita Istihadah dan Cara Bersucinya?

Wanita yang mengalami Istihadah, mendapatkan keringanan dalam bersuci. Mengingat darah tersebut sering keluar, sehingga sangat menyusahkan bila diwajibkan berwudhu dan membersihkan diri setiap kali darah itu keluar.

Sementara Islam adalah agama yang  memberikan kemudahan kepada penganutnya. Allah ‘azza wa jala berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج

Dia (Tuhanmu) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesempitan. (QS. al Haj: 78).

Dari ayat ini kemudian para ulama menyimpulkan sebuah kaidah fikih,

المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

“Sebuah kesulitan akan menjadi sebab datangnya kemudahan dan keringanan.”

Cara Bersuci Wanita Istihadah

Cara berwudhu untuk wanita mustahadoh adalah dengan melakukan dia hal berikut :

[1] Cukup berwudhu setiap masuk waktu sholat.

[2] Membasuh kemaluan dan bagian tubuh yang terkena darah. Kemudian mengenakan pembalut, agar tidak menyebar semampunya.

Pertama, berwudhu setiap masuk waktu sholat.

Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Fatimah bintu Abu Hubaisy, saat bertanya kepada Nabi perihal istihadah yang beliau alami,

ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الْوَقْتُ

“Berwudhulah kamu setiap kali shalat hingga waktu itu tiba.”

(HR. Bukhori no. 226)

Maksudnya, setiap kali masuk waktu sholat. Karena lam dalam kalimat likulli untuk menunjukkan waktu (lit tauqit).  Seperti dalam firman Allah ta’ala,

أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Dirikanlah shalat diwaktu telah tergelincirnya matahari, sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. al Isra’: 78). (Lihat: Syarah Abi Dawud 2/86, karya al ‘Aini).

Ketentuan ini berlaku apabila hadast tersebut keluar setelah berwudhu. Adapun bila tidak keluar, maka boleh  menggunakan wudhu sholat sebelumnya untuk sholat berikutnya.

Al Mardawi rahimahullah dalam kitab al Inshaf menjelaskan,

مراده بقوله: “وتتوضأ لوقت كل صلاة ” إذا خرج شيء بعد الوضوء ؛ فأما إذا لم يخرج شيء فلا تتوضأ على الصحيح من المذهب.

“Berwudhu setiap masuk waktu sholat.”,  maksudnya adalah, apabila setelah wudhu tersebut keluar sesuatu (hadast). Adapun bila tidak keluar, maka tidak wajib wudhu kembali menurut pendapat yang shahih dalam mazhab  (hambali).” (al Inshof fi Ma’rifati ar Rajih min al Khilaf, 1/286).

Kedua, membasuh kemaluan dan bagian tubuh yang terkena darah. Kemudian mengenakan pembalut.

Landasannya adalah hadis Aisyah radhiyallahu’anha yang mebceritakan tentang Fatimah bintu Abu Hubaisy, saat bertanya kepada Nabi perihal istihadah yang beliau alami, apakah menyebabkan tidak sholat. Nabi menjawab,

لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيَْس بِحَيْض فَدَعِي اَلصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

“Tidak, itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haid. Bila haidmu datang tinggalkanlah shalat. Dan bila darah itu berlanjut (dari jadwal haidmu), maka bersihkanlah dirimu dari darah itu, lalu shalatlah.” (Muttafaqun ‘alaih).

al Harowi rahimahullah menerangkan,

( فاغسلي عنك الدم ) أي أثر دم الاستحاضة واغتسلي مرة واحدة ، ولعل الاكتفاء بغسل الدم دون غسل انقطاع الحيض

“Bersihkanlah dirimu dari darah itu, maksudnya dari bekas darah istihadah, dengan sekali basuhan. Barangkali maksudnya adalah membasuh bagian yang terkena darah saja, bukan mandi seperti mandi karena berhenti dari haid.” (Mirqoh al Matafih Syarh Misykah al Mashobih, 2/499).

Apakah harus membasuh kemaluan atau mengganti pembalut setiap masuk waktu sholat berikutnya?

Selama ia sudah berusaha maksimal dalam membersihkan najis kemudian menjaga najis supaya tidak menyebar dengan mengenakan pembalut, maka tidak harus diulang. Kalaupun ingin mengulangi, itu sebatas anjuran.
Kecuali bila ada keteledoran, maka ia diharuskan mengulang. Inilah pendapat yang dipegang oleh ulama Hanabilah dan yang kami pilih dalam masalah ini, wallahua’lam.

Dalam kitab Matholib Ulin Nuha, diterangkan,

ولا يلزم إعادة غسل , ولا إعادة تعصيب لكل صلاة حيث لا تفريط في الشد ; لأن الحدث مع غلبته وقوته لا يمكن التحرز منه

“Tidak harus membasuh ulang, juga tidak harus mengganti pembalut setiap kali sholat, selama tidak teledor dalam mengenakan pembalut (sehingga hadast benar-benar terjaga, pent). Mengingat hadast tersebut sering keluar, maka tidak mungkin untuk dihindari.”

Kemudian diterangkan,

فإن فرّط في الشد , وخرج الدم بعد الوضوء لزمت إعادته ; لأنه حدث أمكن التحرز منه

“Namun bila ia teledor dalam mengenakan pembalut, dan darah (istihadoh) keluar setelah wudhu, maka wajib mengulang wudhu dan mencuci kemaluan kembali. Karena ia (dihukumi kondisi) berhadas yang mungkin dihindari.” (Matholib Ulin Nuha 1/263).

Dalilnya adalah perkataan Aisyah radhiyallahu’anha,

اعْتَكَفَتْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ مِنْ أَزْوَاجِهِ فَكَانَتْ تَرَى الدَّمَ وَالصُّفْرَةَ وَالطَّسْتُ تَحْتَهَا وَهِيَ تُصَلِّي
” Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah beri’tikaf bersama salah seorang isteri beliau. Ia melihat ada darah dan cairan berwarna kekuningan. Lalu di bawahnya diletakkan baskom sementara ia tetap mengerjakan shalat.” (HR. Bukhori).

Beliau melakukan ini tentu setelah berusaha maksimal. Dan Nabi tidak melarangnya.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah (no. 53090) diterangkan,

وفي هذا يسر على المرأة، وعليه فلا حرج عليك أن تأخذي به، لأن الله يقول: وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ [سورة الحـج: 78].

“Pendapat ini memberi kemudahkan bagi para wanita. Oleh karenanya tidak masalah Anda mengikuti pendapat ini. Karena Allah berfirman, “Dia (Tuhanmu) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesusahan. (QS. al Haj: 78).”

Kapan Wudhunya Batal?

Wudhunya batal dikarenakan dua sebab  berikut :

[1] Keluar dari waktu shalat.

[2] Keluar hadats lain selain darah Istihadah.

Misalkan dia berwudhu untuk sholat Subuh.  Maka ketika terbit matahari, otomatis wudhunya batal karena telah keluar dari waktu subuh. Oleh karena itu apabila ingin sholat dhuha, wajib beruwudhu kembali.

Hal ini berdasarkan hadis,

ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ حَتَّى يَجِيءَ ذَلِكَ الْوَقْتُ

“Berwudhulah kamu setiap masuk waktu shalat hingga waktu itu tiba.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Pada hadis ini dijelaskan bahwa keabsahan wudhu wanita mustahadoh dikaitkan dengan waktu sholat. Sehingga apabila telah keluar dari waktu sholat, maka wudhu batal.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin saat ditanya apakah boleh bagi wanita yang mengalami uzur karena hadast yang sering keluar, menggunakan wudhu subuh untuk sholat dhuha. Beliau menjawab,

لا يصح ذلك، لأن صلاة الضحى مؤقتة، فلابد من الوضوء لها بعد دخول وقتها، لأن هذه المرأة كالمستحاضة، وقد أمر النبي صلى الله عليه وسلم ، المستحاضة أن تتوضأ لكل صلاة ،

“Seperti itu tidak boleh. Karena waktu sholat dhuha itu sendiri (sudah keluar dari waktu subuh). Ia harus berwudhu kembali untuk sholat dhuha setelah masuk waktunya. Kondisk wanita ini seperti wanita mustahadoh. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan wanita mustahadoh untuk berwudhu setiap masuk waktu shalat.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail al ‘Utsaimin no. 241, 11/286)

Kemudian keluar hadats lain selain darah Istihadah. Seperti (mohon maaf) keluar gas kentut, maka wudhunya batal. Meskipun ia masih di dalam waktu sholat yang sama. Karena kentut adalah hadats normal yang menyebabkan batalnya wudhu. Sehingga ia dikembalikan ke hukum normal.

Keringanan Ini Juga Berlaku Untuk Hadas Daa-im Lainnya

Hadast Daa-im adalah keadaan berhadats yang terus-menerus atau sulit dihindari. Seperti tetesan air seni  (sulasul baul), cairan keputihan atau cairan madzi, yang sering keluar. Bagi mereka yang mengalami keadaan seperti ini, ia mendapatkan keringanan dalam hal wudhunya, seperti keringanan yang didapat wanita mustahadoh.

Syaikh Abdulaziz Alu Syaikh (Musti kerajaan Saudi Arabia) menerangkan,

وقد أخذ العلماء من هذا الحديث أن أصحاب الأعذار ممن حدثهم دائم لهم نفس حكم المستحاضة من جهة الوضوء لوقت كل صلاة، مع التحفظ لئلا يصيب اليدين أو الثوب أو البقعة التي يصلي عليها شيء من النجاسة.

“Dari hadis ini (hadis tentang Fatimah bintu Abu Hubaisy di atas, pent), para ulama menyimpulkan bahwa orang-orang yang beruzur, karena mengalami hadast daa-im,  mendapatkan hukum yang sama seperti wanita mustahadoh. Maksudnya dalam hal wudhu setiap kali masuk waktu sholat dan mengenakan pembalut (atau yang sejenis) supaya najis tersebut tidak mengenai tangan, baju atau tempat sholat.”
(http://www.mufti.af.org.sa/node/2960)

Wallahua’lam bis showab.

Madinah An Nabawiyah
Ahmad Anshori

Read more https://konsultasisyariah.com/27730-bagaimana-wanita-istihadah-bersuci.html

Doa Anda Belum Terkabul? Ini Salah Satu Penyebabnya

Dalam ajaran Islam, kaum Muslimin dianjurkan untuk selalu berdoa kepada Allah. Bahkan, doa itu bisa dilakukan setiap hari seperti ketika di antara azan dan iqomah atau setelah shalat.

Namun, ada juga doa yang belum dikabulkan olah Allah. Mengenai hal ini, Ibnul Qayyim Al Jauziyyah menerangkan, salah satu penyebab gagalnya doa adalah sifat tergesa-gesa. Ini terjadi ketika hamba sedang menanti terkabulnya doa.

“Hamba yang berdoa itu terlalu terburu-buru. Ia merasa diijabahnya lambat atau terlalu lama datangnya. Akhirnya, dia meninggalkan doa sama sekali,” tulis Ibnul Qayyim dalam kitabnya yang berjudul Terapi Penyakit Hati.

Ibnul Qayyim menerangkan orang seperti ini diumpamakan seperti petani yang menanam biji-bijian. Semula ia memberi perhatian penuh kepada tanamannya dan selalu menyiramnya.

Tetapi, setelah melihat hasil panennya lamban dan tak sempurna, ia tidak seperti yang diharapkan. Maka, ia meninggalkan dan mengabaikan tanamannya. Hasilnya tentu bukan panen yang indah tetapi kegagalan total.

Dalam Shahih Bukhari, Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasullullah yang berbunyi:

“Akan dikabulkan bagi seseorang di antara kalian selama tidak tergesa-gesa, (apalagi) mengatakan, ‘Aku telah berdoa namun belum juga dikabulkan’.”

Dalam Shahih Muslim, disebutkan sabda Nabi:

“Akan tetap terkabul bagi seorang hamba selama tidak berdoa untuk perbuatan dosa atau untuk memutus silatuturahim dan selama tidak tergesa-gesa.”

Sahabat-sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan tergesa-gesa itu?”

Nabi menjawab, “Orang yang berkata, ‘Aku telah berdoa, namun aku tidak melihat ijabat untukku.’ Ia cemas karenanya, lalu ia meninggalkan doanya.”

Sementara, Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah bersabda:

“Seorang hamba akan selalu baik selama ia tidak tergesa-gesa dalam berdoa’. Mereka bertanya, ‘Bagaimana seseorang tergesa-gesa? Rasulullah menjawab, ‘Orang tersebut berkata, ‘Aku telah berdoa kepada Tuhan, namun Dia belum menjawab doaku.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Waktu-Waktu Mustajab untuk Berdoa

Doa merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dalam Islam. Doa juga memiliki waktu-waktu yang ijabah atau waktu di mana Allah mengabulkan doa hambaNya tersebut.

Menurut Ibnu Qayyim Al Jauziah dalam kitabnya Terapi Penyakit Hati, ada waktu-waktu ijabah untuk berdoa. Yaitu:

1. Sepertiga terakhir dari malam hari

Nabi Muhammad bersabda: “Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman : “Barang siapa yang menyeru-Ku, akan Aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, Aku perkenankan permintaanya. Dan barang siapa meminta ampunan kepada-Ku, Aku ampuni dia.” (HR Bukhari dan Muslim).

2. Waktu azan (dikumandangkan)

Nabi Muhammad bersabda: “Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR Abu Daud)

3. Di antara azan dan iqomah

Nabi Muhammad bersabda: “Sungguh berdo’a antara adzan dan iqomah tidak tertolak, maka pergunakanlah untuk berdo’a.” (HR Ahmad).

4. Setelah shalat fardu

Dalam hadis disebutkan: “Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, “Shalat apa yang paling afdhal?” “Shalat di tengah malam”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ditanya kembali, “Doa apa yang paling didengar?” “Doa di dubur shalat wajib (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya)

5. Waktu imam naik mimbar hingga selesai shalat pada hari itu

Dalam hadis disebutkan: “Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “ ’Abdullah bin  ‘Umar bertanya padaku, ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyebut suatu hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai waktu mustajabnya do’a di hari Jum’at?” Abu Burdah menjawab, “Iya betul, aku pernah mendengar dari ayahku (Abu Musa), ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Waktu tersebut adalah antara imam duduk ketika khutbah hingga imam menunaikan shalat Jum’at.” (HR Muslim)

6. Pada jam-jam terakhir setelah selesai shalat Ashar

Dalam hadis disebutkan: “(Waktu siang) di hari Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang muslim memohon pada Allah ‘azza wa jalla sesuatu (di suatu waktu di hari Jum’at) pasti Allah ‘azza wa jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.” (HR Abu Daud)

KHAZANAH REPUBLIKA

Agar Bekerja Jadi Ibadah

SAUDARAKU, Islam adalah agama sempurna. Petunjuk yang mengarahkan pada keselamatan sejati bagi siapa saja yang menggenggamnya sekuat tenaga. Petunjuk menuju kebahagiaan hakiki bagi siapa pun yang menjalankannya secara istiqamah.

Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada salat, zakat, saum, dan haji semata, melainkan setiap aspek hidup bisa menjadi ibadah. Dengan catatan, dilaksanakan secara ikhlas hanya mengharap rida Allah Taala, dan berada dalam koridor sunah Rasulullah saw.

Allah Swt berfirman, Dan, katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS at-Taubah [9]: 105)

Dalam ayat-Nya yang lain, Allah berfirman, Apabila telah ditunaikan salat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS al-Jumuah [62]: 10)

Nabi Muhammad adalah manusia paling mulia, suri teladan bagi kita semua. Namun, meski beliau memiliki kedudukan sedemikian mulia di tengah manusia dan di hadapan Allah, namun Nabi tetap bekerja. Bahkan kita bisa membaca dari lembar demi lembar sejarah, beliau adalah sosok mandiri sedari belia.

Nabi pernah bekerja sebagai penggembala yang menggembalakan ternak milik orang lain. Beliau juga pernah bekerja sebagai pedagang yang mendagangkan barang-barang milik orang lain. Gelar al-Amiin, orang yang tepercaya pun beliau diberikan masyarakat di Kota Mekkah, salah satunya adalah karena interaksi dalam urusan perniagaan.

Rasulullah saw berfirman, Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia menggembalakan kambing. Para sahabat bertanya: Termasuk engkau juga? Maka Beliau menjawab: Ya, aku pun menggembalakannya dengan upah beberapa Qirath untuk penduduk Makkah. (HR. Bukhari)

Demikian pula dengan para nabi dan rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad, mereka adalah orang-orang mulia yang tidak berpangku tangan dalam menjemput rezeki Allah Swt. Para nabi dan rasul pun memiliki pekerjaannya masing-masing sebagai lahan ibadah mereka kepada Allah.

Nabi Adam misalnya, beliau adalah seorang petani. Nabi Nuh sebagai tukang kayu. Nabi Ibrahim berkebun. Nabi Yusuf merupakan pegawai negara. Nabi Daud sebagai pandai besi. Masya Allah, para nabi nan mulia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Lantas pekerjaan apa yang paling utama? Apakah yang paling besar pendapatannya, yang paling besar omzetnya, yang paling rapi penampilannya? Saat ini tidak sedikit manusia yang keliru memahami pekerjaan yang paling baik. Biasanya materi, uang menjadi patokannya. Semakin besar uang yang didapat dari suatu pekerjaan, maka pekerjaan tersebutlah yang paling baik. Padahal tidak demikian.

Rasulullah pernah ditanya, Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik? Beliau bersabda, Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi). (HR. Ahmad)

Dalam hadits ini sangat terang bahwa suatu pekerjaan yang utama hendaknya tidak diukur dengan besar-kecilnya materi yang didapat. Karena dalam hadis ini pertanyaannya menggunakan kata thayyib atau baik, berkah. Semakin berkah suatu pekerjaan, maka semakin utama pekerjaan tersebut. Maka, kita pun bisa memahami bahwa dalam bekerja itu yang kita kejar adalah berkahnya, bukan sedikit atau banyaknya.

Rasulullah juga bersabda, Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya. (HR. Bukhari)

Berbahagialah bagi siapa pun yang diberi kesempatan untuk bekerja. Kesempatan dalam arti potensi yang dimiliki oleh diri kita, sehingga kita bisa mengerjakan sesuatu sebagai ikhtiar menjemput rezeki Allah. Dan, bekerja yang bisa bernilai ibadah adalah dambaan kita semua agar tidak hanya kebutuhan duniawi yang bisa kita raih, melainkan juga kebahagiaan di akhirat pun diraih. Insya Allah! [*]

INILAH MOZAIK

Kapan Wanita Nifas Mulai Sholat?

Mau tanya ust, yg mnjd tolak ukur mulai wajib sholat lagi bagi wanita yg mengalami nifas itu selama darah itu berhenti atau ada batas waktu maksimal nya ya..? Trmksh atas penjelasannya pak ust…

Hamba Allah, di Bantul.

Jawaban:

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du..

Tolak ukur wanita yang nifas wajib melaksanakan sholat kembali tergantung pada dua kondisi berikut :

[1]. Jika darah nifas berhenti sebelum batas waktu maksimum keluarnya darah nifas. Maka dengan berhentinya darah nifas dan munculnya tanda suci, dia menjadi wajib shalat kembali.

Karena tidak ada batasan waktu minimum untuk keluarnya darah nifas.

Tanda sucinya adalah : keringnya kemaluan atau keluar cairan bening.

[2]. Jika darah nifas keluar melebihi waktu maksimum, maka melebihi waktu maksimum keluarnya darah nifas itu adalah tanda dia wajib sholat kembali.

Kemudian darah yang keluar setelah itu dihukumi sebagai darah istihadhoh. Tentang darah istihadhoh bisa anda pelajari pada artikel berikutnya.

Berapa Batas Waktu Maksimumnya?

Batasan waktu maksimum keluarnya darah nifas adalah empat puluh hari, menurut mayoritas ulama (jumhur). Sehingga darah masih keluar melebihi empat puluh hari, tak lagi dihukumi darah nifas, tetapi sebagai darah istihadhoh.

Imam Abu Isa at Tirmidzi rahimahullah menukil adanya ijmak sahabat dalam hal ini,

أجمع أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أن النفساء تقعد عن الصلاة أربعين يوماً، إلا أن ترى الطهر قبل ذلك، فتغتسل وتصلي

Pada ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersepakat bahwa wanita yang mengalami nifas, diizinkan tidak melakukan sholat selama empat puluh hari. Kecuali jika dia suci sebelum itu, maka dia langsung mandi besar kemudian sholat.

Abu ‘Ubaid rahimahullah mengomentari

وعلى هذا جماعة الناس

Pendapat ini dipegang oleh sejumlah ulama.

(Dikutip dari fatwa Islamway.net)

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Read more https://konsultasisyariah.com/36011-kapan-wanita-nifas-mulai-sholat.html