Ramadhan, Berdoalah Tanpa Rasa Takut akan Ditolak!

RAMADAN adalah bulannya ahlul munajat, bulan berpesta bagi hamba-hamba Allah yang tak pernah bosan dan letih memanjatkan doa kepada-Nya.

Renungkanlah! Wahai hamba-hamba Allah, satu ayat mulia berikut ini, yang urutannya dalam mushaf alquran berada di antara ayat-ayat yang berbicara tentang Ramadan (ayat 183 s.d. ayat 187, QS. al-Baqarah):

“Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka (katakanlah bahwa) sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan hamba yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala) perintah-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS. Al-Baqarah: 186)

Keberadaan ayat ini di tengah-tengah ayat tentang Ramadhan, mengandung hikmah yang begitu mendalam. Al-Hafizh Ibnu Katsir mengupas hikmah tersebut dalam kitab tafsirnya yang terkenal, beliau mengatakan:

“Firman Allah Taala pada ayat ini perihal motivasi berdoa yang disebutkan di sela-sela ayat tentang hukum-hukum seputar puasa (Ramadan), menyiratkan petunjuk untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa saat menyempurnakan puasa, bahkan saat berbuka…” (Tafsir Ibnu Katsir: I/hal. 471, cet. Daar Ibnu Hazm 1419-H)

Sejarah emas Islam mencatat bahwasanya kemenangan terbesar umat ini pada Perang Badr terjadi di bulan Ramadan, tepatnya 2 tahun setelah hijrah. Dan itu tentu saja tidak lepas dari sebab munajat dan doa kepada Rabbul Aalamiin.

Ali bin Abi Thalib radhiallahuanhu mengisahkan:

“Sungguh aku melihat kami pada malam (perang) Badr, di mana tidak ada satu pun di antara kami melainkan ia tertidur, kecuali Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, beliau salat menghadap pohon dan berdoa (kepada Allah) sampai subuh…” (Hadist Shahih, riwayat Ahmad no. 1161)

Dan kita tahu bahwa keeseokan harinya, Allah menjawab doa tersebut dengan menurunkan ribuan bala tentara Malaikat untuk menolong kaum muslimin yang berjumlah sedikit dan lemah waktu itu. Ini adalah salah satu bukti, betapa dahsyatnya doa di bulan yang suci ini.

Mereka yang dekat dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, sangat memahami betapa Ramadan adalah waktu yang istimewa untuk memanjatkan doa tanpa rasa takut akan ditolak.

Lihatlah bagaimana Aisyah radhiallahuanha meminta doa khusus dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam untuk dibaca saat Lailatul Qadr, beliau radhiallahuanha berkata:

Wahai Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, jikalau aku mendapati satu malam (Ramadan) ternyata adalah Lailatul Qadr, maka doa apa yang aku ucapkan? Maka Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam menjawab; ucapkanlah:

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah. Engkau mencintai maaf, maka maafkanlah aku.” (Sunan Ibnu Majah no. 3850, dishahihkan al-Albani)

[al-hujjah]

INILAH MOZAIK

Haramnya Daging Anjing

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membatasi makanan halal dengan menyebutkan jenis-jenisnya. Sedangkan pada makanan yang haram Allah memberikan batasan-batasan dengan menyebutkan jenis-jenisnya atau kaidah-kaidahnya. Artinya, seluruh makanan dan minuman yang ada di bumi itu asalnya halal kecuali beberapa jenis saja. Allah Ta’ala berfirman, menghalalkan makanan dan minuman secara umum,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِين

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al A’araf: 31).

Lalu Allah ta’ala dalam Al Qur’an dan juga melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam, menyebutkan beberapa jenis dan beberapa kaidah makanan yang diharamkan dalam syariat. 

Dan diantara makanan yang diharamkan dalam syariat adalah daging anjing.

Dalil-dalil haramnya daging anjing

Daging anjing haram dimakan, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Diantaranya dalilnya, dari Aisyah radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خمسٌ فَواسِقُ، يُقتَلنَ في الحرمِ، الفأرةُ، والعَقرَبُ، والحُدَيَّا، والغُرابُ، والكلبُ العَقورُ

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di tanah haram: tikus, kalajengking, burung buas, gagak dan anjing” (HR. Bukhari no. 3314).

Dalam riwayat lain:

خمسٌ فواسقٌ يُقتلْنَ في الحلِّ والحرمِ : الحيةُ ، والغرابُ الأبقعُ ، والفارةُ ، والكلبُ العقورُ ، والحُدَيَّا

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di luar tanah haram maupun di dalamnya: ular, gagak, tikus, anjing, dan burung buas” (HR. Muslim no. 1198).

Dalam hadits disebutkan lafadz al kalbul ‘aquur. Dijelaskan oleh Al Baihaqi rahimahullah:

الكلب العقور فقيل : هو الكلب المعروف ، وقيل : كل ما يفترس ؛ لأن كل مفترس من السباع يسمى كلبا عقورا في اللغة

al kalbul ‘aquur adalah salah satu jenis anjing yang ma’ruf. Sebagian ulama mengatakan: al kabul ‘aquur artinya semua binatang yang bertaring. Karena semua binatang buas yang bertaring disebut kalbun ‘aquur dalam bahasa Arab” (Ma’rifatus Sunan, 7/473).

Karena anjing disebut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai hewan fasiq, maka hukumnya haram memakannya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam kitab Al Irsyad menyebutkan salah satu kaidah makanan haram adalah, “Binatang yang diperintahkan syariat untuk membunuhnya dan dinamai sebagai hewan fasiq” (Al Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, hal. 305-306).

Para ulama juga mengharamkan daging anjing berdalil dengan hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

نهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ عن كلِّ ذي نابٍ من السِّباعِ . وعن كلِّ ذي مِخلَبٍ من الطيرِ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang makan binatang buas yang memiliki taring dan setiap burung buas yang memiliki cakar” (HR. Muslim no. 1934).

Demikian juga mereka berdalil dengan hadits dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثَمنُ الكَلبِ خَبيثٌ

“Hasil penjualan anjing itu kotor” (HR. Muslim no. 1568).

Hadits ini melarang jual-beli anjing. Andaikan daging anjing boleh dimakan maka akan dibolehkan jual-belinya.

Pendapat para ulama tentang keharaman anjing

Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah disebutkan:

يرى جمهور الفقهاء حرمة أكل لحم كلّ ذي نابٍ يفترس به‏,‏ سواء أكانت أهليّةً كالكلب والسّنّور الأهليّ‏,‏ أم وحشيّةً كالأسد والذّئب‏

“Jumhur fuqaha berpendapat haramnya memakan daging semua binatang yang memiliki taring untuk berburu. Baik itu binatang jinak seperti anjing dan kucing, atau binatang liar seperti singa dan serigala”.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan:

وَمِنْ ذَلِكَ الْكَلْبُ: فَإِنَّ أَكْلَهُ حَرَامٌ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ، وَعَنْ مَالِكٍ قَوْلٌ ضَعِيفٌ جِدًّا بِالْكَرَاهَةِ

“Diantara hewan yang haram dimakan adalah anjing. Anjing dilarang untuk dimakan menurut jumhur ulama. Ada pendapat Imam Malik yang memakruhkan namun ini pendapat yang lemah” (Adhwa’ul Bayan, 2/303).

Dalam madzhab Maliki sendiri pendapat yang kuat adalah haramnya daging anjing. Dijelaskan oleh Ad Dasuqi dalam Asy Syarhul Kabir:

الَّذِي حَصَّلَهُ الحطاب فِي الْكَلْبِ قَوْلَانِ: الْحُرْمَةُ, وَالْكَرَاهَةُ, وَصَحَّحَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ التَّحْرِيمَ

“Yang disimpulkan oleh Al Hathab tentang daging anjing (dalam madzhab Maliki) ada dua pendapat: haram dan makruh. Ibnu Abdil Barr merajihkan pendapat haramnya”.

Sehingga haramnya daging anjing adalah pendapat 4 madzhab fikih. Tidak ada keraguan tentang keharamannya. 

Syubhat orang yang menghalalkan anjing

Sebagian orang menghalalkan daging anjing dengan alasan bahwa tidak ada ayat di dalam Al Qur’an yang mengharamkan daging anjing. Menurut mereka sesuatu baru bisa dikatakan haram jika diharamkan oleh Al Qur’an. Adapun jika hanya diharamkan oleh hadits maka tidak berlaku karena dianggap bertentangan dengan Al Qur’an.

Maka kita jawab secara ringkas dengan dua poin:

Pertama, Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al Hasyr: 7).

Jika mereka benar-benar taat dan mengagungkan Al Qur’an, maka hendaknya mereka menaati ayat ini, yang memerintahkan untuk menaati Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan menjauhi apa yang beliau larang. Dan dalam hadits-hadits yang sudah disebutkan di atas, beliau mengharamkan anjing.

Kedua, hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang shahih adalah sumber hukum yang independen, yang bisa menetapkan hukum dengan sendirinya walaupun tidak ditetapkan oleh Al Qur’an. Karena itulah konsekuensi dari iman bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam adalah utusan Allah.

Dari Al Miqdam bin Ma’di Karib radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ألا إنِّي أوتيتُ الكتابَ ومثلَهُ معَهُ ، ألا يوشِكُ رجلٌ ينثَني شبعانَ على أريكتِهِ يقولُ : عليكمُ القُرآنَ ، فما وجدتُمْ فيهِ من حلالٍ فأحلُّوهُ وما وجدتُمْ فيهِ من حرامٍ فحرِّموهُ

Ketahuilah bahwa aku diberikan Al Qur’an dan sesuatu yang semisalnya (As Sunnah) untuk membersamainya. Ketahuilah, akan ada orang yang bersandar dalam keadaan kekenyangan di atas dipannya, lalu ia berkata: “hendaknya kalian berpegang pada Al Qur’an, yang kalian dapati halal di dalamnya maka halalkanlah, yang kalian dapati haram di dalamnya maka haramkanlah””(HR. Abu Daud no. 4604, Ahmad no. 17174, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).

Dalam riwayat lain terdapat tambahan:

ألا وإنَّ ما حرَّمَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مثلُ ما حرَّمَ اللَّهُ

“Ketahuilah apa-apa yang diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu semisal dengan apa yang Allah haramkan” (HR. Ahmad no.17194, dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Al Musnad).

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah setara dalam hukum, dan As Sunnah jika bersendirian (sunnah istiqlaliyyah) juga merupakan hujjah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewanti-wanti akan adanya orang-orang sesat yang hanya mau berdalil dengan Al Qur’an dan tidak mau berdalil dengan As Sunnah. 

Dan ulama ijma sepakat bahwa adalah hujjah walaupun bersendirian. Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Tidak pernah saya mendengar seorang pun, yang menisbatkan diri pada ilmu atau dianggap berilmu, menentang keyakinan bahwa Allah telah mewajibkan untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan menerima hukum dari beliau” (Jima’ul Ilmi, hal. 11).

Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata: “Allah ta’ala telah memerintahkan untuk menaati Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan meneladani beliau secara mutlaq dan mujmal. Tidak diberi tambahan syarat apapun, sebagaimana perintah Allah untuk menaati Kitabullah. Allah tidak berfirman: (taatilah Rasulullah) jika sesuai dengan Kitabullah. Sebagaimana pendapat sebagian orang yang sesat” (Jami’ Al Ulum wal Hikam, 2/190).

Sehingga jelaskan kekeliruan orang-orang yang menghalalkan daging anjing dengan alasan tidak ada ayat di dalam Al Qur’an yang mengharamkan daging anjing. Walhamdulillah.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56518-haramnya-daging-anjing.html

Membebaskan Utang dengan Niat Menjadi Zakat

Ada orang yang punya piutang pada orang lain. Setiap kali menagih, si pengutang begitu sulit dihubungi maupun ditemui. Karena kesulitan tersebut, pemberi pinjaman (kreditur) memutuskan untuk membebaskan pihak debitur (yang memiliki pinjaman). Si pemberi pinjaman (utang) meniatkan hal itu sebagai pembayaran zakat.

Apakah dibolehkan seperti ini?

Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’ (6:210) berkata, “Jika seseorang memiliki piutang pada seseorang yang susah dalam melunasi utang, lantas ia ingin jadikan piutang tersebut lunas dari zakat yang harus ia keluarkan, ada dua pendapat dalam hal ini:

  • Tidak sah, demikian menjadi pendapat madzhab Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Karena zakat masih ada dalam genggaman si pemberi pinjaman. Zakat tersebut barulah dianggap dikeluarkan jika ada qabdh (mengambil dan menyerahkan kembali).
  • Sah, ini adalah pendapat dari Al-Hasan Al-Bashri dan ‘Atha’.”

Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily mengatakan dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii (2:115), “Jika seseorang memiiki piutang pada orang yang susah melunasinya, ia ingin jadikan zakatnya untuk membebaskannya, ia mengatakan, utangmu sudah bebas dengan zakatku, seperti itu tidaklah sah. Karena orang yang punya kewajiban mengeluarkan zakat masih memegang zakat tersebut. Zakat itu dianggap ditunaikan jika ada qabdh (pengambilan dan penyerahan). Akan tetapi, boleh saja pihak yang berutang (debitur) mengatakan pada pemberi pinjaman (kreditur), “Serahkan zakatmu, biar saya bisa melunasi utang padamu.” Jika seperti itu, penunaian zakatnya sah karena sudah ada qabdh. Dalam hal ini, orang yang berutang (debitur) tidak bisa memaksa penyerahan zakat tadi padanya agar ia bisa melunasi utang (pada kreditur). Jika pihak kreditur akhirnya menyerahkan zakatnya, dianggap sah. Seandainya pemilik harta mengatakan kepada yang berutang, “Lunasi utangmu, biar aku bisa membayar zakatku padamu.” Lantas pihak debitur melunasi utangnya, utang itu dianggap lunas. Namun, hal ini bukan jadi paksaan.”

Dalil dari ulama yang menyatakan tidak sah “membebaskan utang dengan niat menjadi zakat” adalah ayat berikut,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya.” (QS. Al-Baqarah: 267).

Tentang ayat di atas, Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Menganggap lunas piutang yang ada pada orang yang susah sebagai zakat berarti mengeluarkan sesuatu yang rendah dari yang dimiliki, itu sama dengan mengeluarkan sesuatu yang khabits (buruk), sehingga hukumnya tidaklah boleh.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 25:84)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau menasihatinya di antaranya,

فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ ، تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ

Jika mereka telah menaati dalam hal itu, beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat dari harta mereka, yakni diambil dari harta orang kaya di antara mereka dan disalurkan pada orang fakir di antara mereka.” (HR. Bukhari, no. 7372; Muslim, no. 19). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa zakat itu diambil dan diserahkan. Kita simpulkan berarti tidak boleh membebaskan utang yang ia wajib bayarkan dengan niat menjadi zakat. Karena membebaskan utang tidak ada di situ mengambil dan menyerahkan. Demikian Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menerangkan hadits ini dalam Islamqa dalam Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 13901. (https://islamqa.info/ar/answers/13901/لا-يجوز-اسقاط-الدين-واعتباره-من-الزكاة)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid memberikan kalimat penutup dengan mengatakan, “Jika engkau memberikan zakatmu pada orang yang membutuhkan dan engkau penuhi hajatnya, insya Allah utang yang ada padanya akan segera selesai setelah itu.” (Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 13901)

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.


Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24375-membebaskan-utang-dengan-niat-menjadi-zakat.html

Satu Bulan Bersama Al-Qur’an (Hari Ke -21)

Allah swt Berfirman :

وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ وَإِلَى ٱللَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ

“Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.” (QS.Luqman:22)

Ayat ini ingin menceritakan beberapa sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang mukmin, antara lain :

1. Berserah diri mutlak kepada Allah swt.

وَمَن يُسۡلِمۡ وَجۡهَهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ

“Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah.”

Sifat utama yang selayaknya dimiliki oleh seorang mukmin adalah kepasrahan mutlak dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah swt. Dia menerima semua ketentuan Allah dan selalu berbaik sangka kepada-Nya.

Sifat ini adalah pembeda antara mukmin dengan mereka yang tidak beriman. Karena seorang mukmin selalu berserah diri bagaimana pun kondisi yang dia hadapi, di kala susah maupun senang dan dikala lapang ataupun sempit. Semua sikap dan langkahnya di niatkan hanya untuk meraih kerelaan-Nya.

2. Selalu berbuat kebaikan.

Berserah diri kepada Allah adalah awal mula dari sifat ikhlas yang mendorong manusia untuk selalu berbuat kebaikan dimanapun ia berada.

Maka dia akan selalu menebar kebaikan dari setiap perbuatan maupun ucapannya. Jiwa yang selalu berserah kepada Allah akan selalu ingin menebar kebaikan kepada sesama hamba Allah.

Poin penting yang perlu kita renungkan adalah bahwa seorang mukmin yang selalu berserah diri kepada Allah dan selalu menebar kebaikan untuk dirinya dan orang lain, maka ia memiliki kekuatan dan kekokohan hati yang membawanya untuk selalu istiqomah di jalan kebaikan. Dia memiliki senjata yang kuat untuk melawan segala rintangan dan rayuan dunia.

فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰۗ

“maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh.”

Apabila dua sifat ini dimiliki seorang mukmin maka ia akan sampai pada derajat orang-orang yang rela kepada Allah dan diridhoi oleh Allah di dunia dan akhirat.

وَإِلَى ٱللَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ

“Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.”

Maka akhir dari kebaikan dan kepasrahan ini adalah surga Allah yang menanti orang-orang mukmin yang sejati. Surga yang menjadi simbol kerelaan Allah swt kepada hamba-Nya.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Ini Amalan-Amalan di Malam Lailatul Qadar

Kita tahu malam Lailatul Qadar adalah malam penuh kemuliaan. Malam tersebut disebutkan dalam ayat yang mulia,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5)

An-Nakha’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 341).

Mujahid, Qatadah, dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar. (Zaad Al-Masiir, 9:191).

Ini sungguh keutamaan lailatul qadar yang luar biasa.

Amalan pada malam Lailatul Qadar

Pertama: Semangat ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, dengan menghidupkan malam-malam yang ada dan membangunkan keluarga, amalan yang diisi adalah memperbanyak membaca Al-Qur’an dan dzikir.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ –

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau kencangkan sarungnya (bersungguh-sungguh dalam ibadah dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk beribadah.” (HR. Bukhari, no. 2024 dan Muslim, no. 1174).

Kedua: Menghadiri shalat Shubuh dan Isya berjamaah

Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’i dalam Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan,

أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ

“Menghidupkan malam lailatul qadar itu bisa dengan melaksanakan shalat Isya’ berjamaah dan bertekad untuk melaksanakan shalat Shubuh secara berjamaah.”

Dikatakan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan,

مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

“Siapa yang menghadiri shalat berjamaah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam Lailatul Qadar tersebut.”

Dalam perkataan Imam Syafi’i yang qadim (yang lama),

مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ وَ الصُّبْحَ لَيْلَةَ القَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari malam tersebut.” Semua perkataan di atas diambil dari Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 329.

Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i dan ulama lainnya di atas sejalan dengan hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ قِيَامُ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ

Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim, no. 656 dan Tirmidzi, no. 221).

Catatan: Amalan kedua bisa dilakukan selama tidak dilarang berkumpul-kumpul di masjid seperti masa pandemi saat ini.

Ketiga: Melakukan shalat malam pada malam Lailatul Qadar

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901)

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya’. (Lihat Fath Al-Baari, 4:251)

Keempat: Mengamalkan doa pada malam Lailatul Qadar

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,  “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU’ANNI (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Ibnu Rajab rahimahullah memberi penjelasan menarik,

و إنما أمر بسؤال العفو في ليلة القدر بعد الإجتهاد في الأعمال فيها و في ليالي العشر لأن العارفين يجتهدون في الأعمال ثم لا يرون لأنفسهم عملا صالحا و لا حالا و لا مقالا فيرجعون إلى سؤال العفو كحال المذنب المقصر

“Dianjurkan banyak meminta maaf atau ampunan pada Allah di malam lailatul qadar setelah sebelumnya giat beramal di malam-malam Ramadhan dan juga di sepuluh malam terakhir. Karena orang yang arif (bijak) adalah yang bersungguh-sungguh dalam beramal, namun dia masih menganggap bahwa amalan yang ia lakukan bukanlah amalan, keadaan, atau ucapan yang baik (saleh). Oleh karenanya, ia banyak meminta ampun pada Allah seperti orang yang penuh kekurangan karena dosa.”

Yahya bin Mu’adz pernah berkata,

ليس بعارف من لم يكن غاية أمله من الله العفو

“Bukanlah orang yang arif (bijak) jika ia tidak pernah mengharap ampunan (pemaafan) dari Allah.” (Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 362-363).

Moga kita mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadar dan dimudahkan beramal saleh di dalamnya.


Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24368-ini-amalan-amalan-di-malam-lailatul-qadar.html

Umur Anak Muda Tidak Panjang, Namun Dosa Terus Jalan

Umur anak muda tidak panjang, namun dosa dan maksiat terus jalan. Kapan mau taubat?

Umur terbatas

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang pundaknya, lalu berkata,

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Hiduplah kalian di dunia seakan-akan seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara.”

Ibnu ‘Umar lantas berkata,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Jika engkau berada di petang hari, janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari, janganlah tunggu sampai datang petang. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah pula waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416)

Jangan sampai waktu sia-sia

Dalam hadits disebutkan,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 ‘Arif Al Yamani berkata,

إن من إعراض الله عن العبد أن يشغله بما لا ينفعه

“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia.” (Hilyatul Awliya’, 10: 134).

Ingat, waktu amat berharga, tidak mungkin kan kembali setelah berlalu pergi.

الوقت أنفاس لا تعود

“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”

Tanda waktu itu begitu berharga bagi seorang muslim karena kelak akan ditanya, di mana waktu tersebut dihabiskan,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,

اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا

“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

Dosa Anak Muda

Pertama: Durhaka kepada Orang Tua

Dalam ayat disebutkan,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚإِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23)

Kata Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah yang dimaksud dengan ayat di atas, “Janganlah berkata ah, jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu kala kecil.”

Mengenai maksud berkata uff (ah) dalam ayat, dikatakan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah, “Segala bentuk perkataan keras dan perkataan jelek (pada orang tua, pen.)”

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.”

Ka’ab Al-Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,

إِذَا أَمَرَكَ وَالِدُكَ بِشَيْءٍ فَلَمْ تُطِعْهُمَا فَقَدْ عَقَقْتَهُمَا العُقُوْقَ كُلَّهُ

“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birr Al-Walidain, hlm. 8 karya Ibnul Jauziy)

Kedua: Pacaran, Suka Nonton Video Porno, Hingga Onani dan Berzina

Dalam ayat disebutkan,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa Allah melarang zina dan mendekati zina, serta dilarang pula berbagai penyebab yang dapat mengantarkan kepada zina. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:71.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita berada satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Muslim, no. 338)

Adapun melakukan onani berarti tidak bisa menjaga kemaluannya. Dalam ayat diperintahkan,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma’arij: 29-31).

Ketiga: Shalat Masih Bolong-Bolong

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)

Sengsaranya Anak Muda adalah Kalau Jauh dari Agama

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ يَبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِي جَوَّاظٍ سَخَابٍ فِي الأَسْوَاقِ جَيْفَةٌ بِاللَّيْلِ حِمَارٌ بِالنَّهَارِ عَالِمٌ بِالدُّنْيَا جَاهِلٌ بِالآخِرَةِ

“Allah sangat membenci orang ja’dzari (orang sombong), jawwadz (rakus lagi pelit), suka teriak di pasar (bertengkar berebut hak), bangkai di malam hari (tidur sampai pagi), keledai di siang hari (karena yang dipikir hanya makan), pintar masalah dunia, namun bodoh masalah akhirat.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya 72 – Al-Ihsan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiq Shahih Ibnu Hibban menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih  sesuai syarat Muslim).


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Bro and sis, klik link lengkapnya yah di sini:
https://remajaislam.com/1448-umur-anak-muda-tidak-panjang-namun-dosa-terus-jalan.html

14 Dosa Anak Muda di Bulan Ramadhan

Pertama, masih ada yang sering ONANI di malam hari atau ada juga saat siang hari puasa. Ingat, onani itu dosa besar karena bukan menyalurkan syahwat pada tempatnya. Di samping dampak buruk onani itu banyak.

Kedua, habis sahur bablas tidur, tidak shalat Shubuh. Kalau ini sering banget ditemukan. Di antara sebabnya karena makan sahurnya terlalu malam. Kalau makan sahur bisa dekat dengan waktu Shubuh, pasti bisa langsung shalat Shubuh. Ingat meninggalkan shalat itu dosa besar.

Ketiga, masih pacaran. Bahkan ada yang siang hari puasa masih berduaan bareng dengan pacarnya. Puasa bisa jadi sia-sia lantaran ini.

Keempat, lebih mementingkan buka puasa, daripada shalat magrib. Shalat Magrib tidak pernah dipikirkan, yang penting berpikir berbuka dengan berbagai menunya.

Kelima, puasa tetapi tidak shalat. Padahal meninggalkan shalat itu kekafiran. Dikira jika shalat ditinggalkan, tidak berpengaruh pada puasa. Harusnya kita berpuasa, juga harus shalat.

Keenam, gosipin orang dan membicarakan keburukan orang, ini namanya ghibah. Ghibah itu masuk dosa besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebut, ghibah adalah membicarakan kejelekan orang lain saat ia tidak ada.

Ketujuh, tidak patuh pada orang tua. Contoh saja, malas di suruh ke warung sama orangtua, karena sibuk main hape.

Kedelapan, habisin waktu untuk mancing, sampai tidak mengerjakan shalat.

Kesembilan, mendengar musik, sama saja halnya dengan musik islami.

Kesepuluh, mengganggu orang lain saat shalat berjamaah seperti saat shalat tarawih. Contoh, main perang sarung dan main petasan saat tarawih.

Kesebelas, merokok sembunyi-sembunyi. Padahal merokok sendiri sudah dihukumi haram. Apalagi saat sedang puasa merokok. Ini termasuk kelakuan tidak jujur saat puasa.

Kedua belas, kesempatan lebih mendekatkan diri dengan pacar/ mantan dengan cara bangunin makan sahur, suruh shalat, dan lain-lain. Inilah bentuk yang disebut pacaran Islami.

Ketiga belas, jalan-jalan Shubuh dan nongkrong bakda Shubuh, sambil memandang wanita yang tidak halal dilihat.

Keempat belas, main futsal pada malam hari, sampai meninggalkan shalat Isya atau shalat Shubuh.

Muhammad Abduh Tuasikal

RemajaIslam

Dahsyatnya Doa Orang Berpuasa

Kenapa secara khusus Allah memerintahkan berdoa di sela-sela ayat puasa? Sebab berdasarkan Hadits di atas, doa orang yang berpuasa itu tidak akan ditolak.

BERTEMU Ramadhan adalah karunia yang tak ternilai. Sayangnya, kenikmatan yang begitu berharga ini tidak diberikan kepada semua orang. Banyak orang mengidamkan bisa bersua dengan Ramadhan, tapi Allah tak memberikannya. Allah mewafatkannya sebelum Ramadhan tiba. Ada juga yang diuji oleh Allah dengan penyakit sehingga tak sanggup menjalankan ibadah di bulan yang mulia ini.

Bersyukur, hal inilah yang mesti dilakukan setiap orang yang dipertemukan dengan Ramadhan dalam keadaaan sehat. Mensyukuri nikmat Ramadhan tentu tidak cukup hanya dengan gembira dan suka cita. Ramadhan menuntut kita untuk memanfaatkannya. Ketika Ramadhan bisa dimaksimalkan, maka itulah hakikat syukur kita pada kenikmatan yang mulia ini.

Satu hal yang membuat kita miris, Ramadhan yang sangat spesial ini kerap menerima perlakukan yang tidak sebagaimana mestinya. Sadar atau tidak, terkadang detik penuh makna dibulan ini terlewatkan tanpa diisi dengan ibadah.

Fenomena ini tentu saja sangat ironis. Sebab Allah menghadirkan Ramadhan untuk diisi dengan ketaatan. Ramadhan bukan sekedar puasa dari makan dan minum. Dalam Ramadhan banyak ibadah yang mesti kita hadirkan. Salah satunya adalah banyak berdoa dan bermunajat kepada Allah.

Doa Orang yang Berpuasa

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ثلاث لا تُردّ دعوتهم: الصائم حتى يُفطر، والإمام العادل، ودعوة المظلوم

Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak ditolak doanya,  orang berpuasa sampai berbuka, pemimpin yang adil dan orang yang dizalimi.” (Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Sejenak mari kita menoleh ke belakang. Mengingat dan merenungi perjalanan hidup kita sebelas bulan yang telah lewat. Jika kita jujur maka kesimpulannya relatif akan sama. Banyak dosa yang telah kita buat. Tapi istighfar dan taubat yang kita berikan bisa dihitung dengan jari.

Di bulan ini kita berkesampatan menambal dan menutupi kelalaian itu. Dosa yang kita lakukan bisa kita lebur di bulan ini. Tapi tentunya tidak dengan kesantaian atau tidur-tiduran. Yang harus kita lakukan adalah banyak berdoa kepada Allah. Berzikir dan mendekatkan diri kepadanya.

Perintah banyak berdoa di bulan Ramadhan juga sebenarnya sudah disebutkan secara tersirat dalam al-Qur`an. Ketika Allah menyebutkan ayat-ayat tentang puasa, ditengah-tengahnya diselipkan ayat tentang doa. Syaikh Khalid al-Mushlih berkata, di dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa doa orang yang berpuasa itu (sangat) layak diharap untuk dikabulkan doanya.

Kenapa secara khusus Allah memerintahkan berdoa di sela-sela ayat puasa? Sebab berdasarkan Hadits di atas, doa orang yang berpuasa itu tidak akan ditolak. Allah akan mengabulkan dengan tiga cara. Dari Abu Said, Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang Muslim berdoa kecuali Allah akan memberikan salah satu di antara tiga perkara ini: bisa dengan disegerakan mewujudkan permintaannya. Atau bisa juga ditabungkan di akhirat atau Allah memalingkan dia dari musibah yang sepadan dengan doa yang ia minta.” (Riwayat Ahmad)

Ada beberapa alasan kenapa doa orang sedang berpuasa mustajab. Salah satunya, karena orang yang berpuasa sedang menjalankan kewajibannya. Allah sangat suka dan mencintai didekati hamba-Nya melalui ibadah-ibadah yang wajib. Ibnu Mas’ud berkata, “Bawalah kebutuhan-kebutuhanmu dalam ibadah wajib.” (Riwayat Abdurrazzaq dalam al-Musannaf)

Penuhi Syarat dan Ketentuannya

Hadits di atas semakin menguatkan betapa berharganya Ramadhan itu. Saat kita butuh ampunan dan kasih sayang Allah, Allah membuka dan memastikan setiap permohonan akan diterima. Tentunya doa ini akan dikabulkan jika kita memenuhi syarat dan ketentuannya.

Syaikh Assyinqiti menyebutkan, “Allah jelaskan pula di ayat yang lain bahwa Allah mengabulkannya bagi mereka yang di kehendaki. Dalam al-Qur`an Allah berfirman, “(Tidak) hanya kepada-Nya kamu minta tolong (berdoa), jika Dia menghendaki Dia hilangkan apa (bahaya) yang kamu mohonkan kepada-Nya)” (al-An’am {6}: 41)

Siapakah yang dikehendaki untuk dikabulkan doanya? Mereka adalah orang yang memenuhi syarat-syarat terkabulnya doa. Di antara syaratnya adalah yakin, sungguh-sungguh dan tidak terburu-buru. Dalam Hadits disebutkan, “Doa seorang hamba akan tetap dikabulkan selama tidak berdoa untuk hal yang dilarang (berdosa) atau untuk memutus tali silaturahmi dan selama tidak terburu-buru.”

Dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud terburu-buru (dalam doa)?” Beliau menjawab,  “Yaitu perkataan  ‘Aku telah berdoa akan tetapi aku tidak melihat akan dikabulkan.’ Maka dia akan merasa letih kemudian akan meninggalkan doa.” (Riwayat Muslim)

Jangan Bosan Berdoa

Kita sering mendengar bahwa dibulan Ramadhan setan dibelenggu. Betul, tapi yang dibelenggu adalah setan dari kalangan jin. Adapun setan berwujud manusia tetap bebas berkeliaran di bulan Ramadhan. Bahkan kerja mereka di bulan ini jauh lebih ekstra.

Setan apapun bentuknya tetap tidak berubah statusnya. Ia adalah musuh kita yang nyata. Maka kitapun memperlakukannya sebagai musuh. Dalam konteks Ramadhan, misi setan adalah agar kita lalai dan tidak maksimal di bulan ini.

Bagaimana melawan mereka? Caranya adalah dengan berusaha dan berdoa. Agar kita maksimal dalam beribadah maka kita harus memintanya kepada Allah.  Syaikh Al-Utsaimin berkata dalam tasfsirnya, “(hanya kepada Engkau kami beribadah dan dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan)“ dan tidak mungkin seseorang bisa menegakkan ibadah kecuali dengan pertolongan dari Allah.” Itulah salah satu hikmahnya kenapa Allah menggandengakan ibadah dan isti’anah (memohon pertolongan).

Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah. Kita semua tentu ingin Ramadhan ini memang bisa kita penuhi dengan ibadah. Namun sekali lagi mengandalkan diri sendiri tanpa keterlibatan Allah tidaklah mungkin. Kita selalu butuh pertolongan Allah dalam segala hal.

Meminta kepada Allah bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan kita. Doa adalah ibadah. Karenanya Allah senang kepada hamba-Nya yang banyak meminta. Berapapun yang kita minta Allah akan memberikannya. Sebalikanya, Allah akan murka kepada hamba-Nya yang malas berdoa. Bahkan keengganan berdoa telah ditetapkan oleh Allah sebagai tanda ketakaburan seseorang.  Karenanya kita jangan pernah bosan meminta pada Allah. Waliyyadzu Billahi Min Dzalik!!Ahmad Rifai

HIDAYATULLAH


Ramadhan Waktunya Membuktikan Kebenaran Iman dengan Sedekah

SEDEKAH itu adalah bukti, bukti bahwa kita benar-benar percaya akan janji Allah. Bukti kebenaran akan persaksian keimanan kita bahwa dari awal kita percaya bahwa Allah itu sebaik-baik pemberi rezki.

وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki.” (QS: Al-Jumu’ah: 11).

Rasulullah ﷺ menyatakan dalam haditsnya,

وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ

“Sedekah adalah burhan (bukti). “ (H.R Muslim)

Salah satu sifat orang bertakwa hasil didikan Ramadhan adalah, sedekahnya bukan lagi menimbang seberapa banyak yang akan dikeluarkan, bahkan dalam kondisi butuh sekalipun, dia akan merasa bertanggung jawab untuk mengeluarkan hartanya itu, tanpa berfikir panjang. Sebab inilah tolak ukur, dan bukti dari kebenaran akan keimanannya.

Karena itulah sedekah dalam kondisi demikian merupakan posisi sedekah yang terbaik.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ

“Wahai Rasulullah, sedekah yang mana yang lebih besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah pada saat kamu masih sehat disertai pelit (sulit mengeluarkan harta), saat kamu takut fakir, dan saat kamu berangan-angan menjadi kaya. Dan janganlah engkau menunda-nunda sedekah itu hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, “Untuk Si Fulan sekian dan untuk fulan sekian, dan harta itu sudah menjadi hak Si Fulan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1419 dan Muslim no. 1032).

Mengapa sedekah menjadi salah satu tanda dan ciri orang bertakwa. Sebab ternyata sebaliknya, tanda kemunafikan itu adalah sifat kikir dan bakhil. Ciri mereka disebutkan Allah dalam Al-Qur’an.

وَلاَ يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ

“ … dan tidak pula menginfakkan harta mereka melainkan dengan rasa enggan karena terpaksa. ” (QS: At Taubah : 54)

Bukan sekedar begitu, bahkan kata Allah,

وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ

“ … dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). ” (QS: At Taubah : 67)

Pada kondisi hari ini, disaat wabah pandemi Sovid-19 sedang menghantam semua sektor. Maka bukti kebenaran iman kita sesungguhnya sedang di uji, adakah kita benar-benar terbukti beriman pada Allah, atau hanya ungkapan lisan saja. Jika iman kita benar, maka kita akan hadir memberi kontribusi nyata, untuk menghadirkan ketenangan bagi mereka yang terdampak wabah ini.

Jika benar keimanan ini maka kita pasti percaya akan janji Allah dan Rasulnya, Bukankah Rasulullah ﷺ mengatakan,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat. Siapa yang menutupi seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya. (HR. Muslim, no. 2699)

Bahkan, salah satu penghambat datangnya pertolongan Allah. Adalah disebabkan karena tidak tergeraknya hati, untuk menolong orang lain dari kesusahan.

Kualitas Iman

Rendahnya kualitas iman jika hanya sampai batas persaksian saja, tanpa ada bukti rill akan ucapan itu. Sungguh ungkapan itu, tak akan cukup untuk menolong kita di hadapan Allah. Karena itulah Rasulullah ﷺ pada sambungan hadits di atas menyatakan,

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Nasab yang kita miliki, sungguh tidak akan menyelamatkan dari ketertinggalan kita pada kebaikan, kecuali diri ini harus mengejar ketertinggalan itu, berpacu dengan kematian yang sedia mengintai setiap saat.

Bagi mereka yang tak sanggup berpacu dengan ketertinggalannya, hanya bisa berteriak mengibah,

رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ

“Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah…” {QS. Al Munafiqun: 10}

Tapi bagi hamba beriman yang telah membuktikan keimananya lewat sedekah, dalam kondisi susah maupun senang, sembunyi atau terang-terangan. Kesejukan akan senantiasa menemaninya menanti hisab pada hari itu. Karena pada hari itu kata Rasulullah ﷺ.

كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ

“Setiap manusia akan berada di bawah naungan sedekahnya sampai perkara-perkara manusia diputuskan -pada hari kiamat kelak.” (HR. Ahmad)

ظِلُّ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَدَقَتُهُ

“Naungan orang yang beriman pada hari kiamat adalah sedekahnya.” (HR. Ahmad)

Hari ini, keimanan kita sungguh menuntut untuk dibuktikan lewat jalan mulia ini. Betapa banyak kesusahan hidup orang lain yang seharusnya bisa kita selesaikan, bukan karena rasa iba dan kasihan. Tapi sebagai bukti bahwa kita benar beriman dan iman kita memang benar.

Saat ini kita dihadapkan oleh dua kondisi yaitu wabah pandemi dan kemuliaan ramadhan, betapa banyak orang yang hari ini kesusahan untuk sekedar mendapatkan bahan makanan. Tak perlu jauh mencari. Tengoklah tetangga kita, untuk melihat apakah kita memang benar seorang mukmin yang benar akan persaksian imannya. Bukankah Rasulullah ﷺ mengatakan dalam sabdanya yang mulia,

لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ

“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108).

Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 ini, seharusnya lebih menguatkan kita untuk membuktikan keimanan lewat jalan sedekah. Meskipun nampaknya kitapun sangat-sangat butuh bantuan. Namun cukuplah Allah yang menjadi penolong bagi kita, atas setiap kesusahan-kesusahan yang kita rasakan.

Karena Itsar itu sudah menjadi ahlak seorang muslim, akhlak mulia ini adalah puncak tertinggi dari ukhuwah islamiyah, dan merupakan hal yang sangat dicintai oleh Allah Ta’ala dan juga dicintai oleh setiap makhluk.

Maka pada bulan suci Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 ini seharusnya kita lebih termotivasi lagi untuk membuktikan kebenaran iman kita lewat sedekah. Tidak ada tempat terbaik untuk bersedekah kecuali pada bulan suci ramadhan, dimana amalan dilipat-gandakan oleh Allah.

‏إن الله كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذلك فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله له عنده حسنة كاملة فإن هو هم بها فعملها كتبها الله له عنده عشر حسنات إلى سبع مائة ضعف إلى أضعاف كثيرة

“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna.  Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)

Orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat, karenanya sedekah itu termasuk dari kebaikan. Karenanya, guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhal dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 270)

Rasulullah telah mencontohkan, dimana beliau adalah hamba Allah yang paling bersemangat melakukan sedekah di bulan suci Ramadhan. Dalam shahihain, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi ﷺ adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)

Pahala Sedekah

Bergabungnya puasa dan sedekah di bulan suci Ramadhan ini, justru menjadi asbab Surga semakin mudah untuk di raih. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »

Dari ‘Ali, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya di Surga ada kamar yang luarnya bisa dilihat dari dalamnya dan dalamnya bisa dilihat dari luarnya.” Lantas orang Arab Badui ketika mendengar hal itu langsung berdiri dan berkata, “Untuk siapa keistimewaan-keistimewaan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Itu disediakan bagi orang yang berkata yang baik, memberi makan (kepada orang yang butuh), rajin berpuasa, dan melakukan shalat di malam hari ketika manusia terlelap tidur.” (HR. Tirmidzi no. 1984 dan Ahmad 1: 155. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Bahkan beberapa pahala khusus, telah Allah janjikan bagi siapa yang bersedekah di bulan suci Ramadhan ini. Dibanyak hadits telah disebutkan keutamaan itu. Sebagaimana salah satu sabdanya,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192).

Maka mari jadikan Ramadhan sebagai tempat berbagi walau kita pun merasa tidak cukup, sebab menggabungkan puasa dan sedekah adalah kebaikan berbuah Surga. Suatu kali Rasulullah bertanya,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Rasulullah ﷺ bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Saya.” Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar mengatakan, “Saya.” Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan, “Saya.” Maka Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk Surga.” (HR. Muslim, no. 1028).

Mari maksimalkan Ramadhan untuk meraih pahala dari ibadah mulia ini, jadikanlah sedekah dan puasa Ramadhan, sebagai batu loncatan menuju pembuktian kebenaran imani.

Saatnya mengangkat kesusahan orang lain lewat jalan mulia ini, agar Allah mengangkat kesusahan kita di akhirat dan mendapatkan gajaran di sisi Allah ganjaran yang banyak.

جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا

“Sebagai pembalasan dari Rabbmu dan pemberian yang cukup banyak.” (QS. An-Naba’: 36)

Penulis akan menutup tulisan ini dengan sebuah hadits sebagai renungan, Sebuah hadits sohih yang diriwayatkan oleh Imam bukhari dalam kitab sohihnya,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh ﷺ, beliau Nabi ﷺ bersabda, “Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dipinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya itu dia mendapatkan ampunan dari Allâh Azza wa Jalla.

Sebagai renungan bahwa, seorang pezina saja dengan keluasan kasih sayangNya, Allah memasukkan dia kedalam Surga dengan asbab hanya karena memberi minum se-ekor anjing. Lalu bagaimana lagi, jika yang kita beri makan dan minum serta pakaian, adalah seorang hamba Allah yang ketika kita sedang terlelap tidur, bisa saja doanya sedang mengalir menuju langit memohonkan ampunan untuk kita.

Semoga puasa Ramadhan, dan sedekah kita dibulan mulia ini. Dapat mengantarkan kita pada Surga Allah, dengan sambutan hangat para malaikat sembari mengucapkan.

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

“Salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.*/ Naser Muhammad

HIDAYATULLAH



Satu Bulan Bersama Al-Qur’an (Hari Ke-20)

Allah swt Berfirman :

وَإِذَا مَسَّ ٱلۡإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ دَعَانَا لِجَنۢبِهِۦٓ أَوۡ قَاعِدًا أَوۡ قَآئِمٗا فَلَمَّا كَشَفۡنَا عَنۡهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمۡ يَدۡعُنَآ إِلَىٰ ضُرّٖ مَّسَّهُۥۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلۡمُسۡرِفِينَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan.” (QS.Yunus:12)

وَمَا بِكُم مِّن نِّعۡمَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيۡهِ تَجۡـَٔرُونَ – ثُمَّ إِذَا كَشَفَ ٱلضُّرَّ عَنكُمۡ إِذَا فَرِيقٞ مِّنكُم بِرَبِّهِمۡ يُشۡرِكُونَ

“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan bencana dari kamu, malah sebagian kamu mempersekutukan Tuhan dengan (yang lain).” (QS.An-Nahl:53-54)

Ayat-ayat ini sangat penting untuk kita renungkan, khususnya di bulan mulia ini. Agar kita bisa berkaca, bagaimana sikap ketika menghadapi masalah.

Apakah kita termasuk golongan orang-orang yang ketika ditimpa masalah kemudian kembali kepada Allah, menangis, merintih, memohon ampun dan meminta pertolongan dari Allah dengan segala cara. Bangun malam, berdzikir, membaca Al-Qur’an. Namun ketika masalah itu diselesaikan oleh Allah, kita kembali menjadi pembangkang, kembali berkecimpung dengan kemaksiatan dan melupakan Allah swt.

Atau kita termasuk dalam golongan yang kedua. Yang ketika masalah kita diselesaikan oleh Allah swt, iman kita semakin meningkat, rasa syukur kita semakin naik dan amal sholeh kita semakin bertambah.

Umumnya manusia berada pada golongan yang pertama. Mereka mengingat Allah hanya di waktu susah, yaitu di kala tak ada lagi yang bisa membantunya kecuali Allah swt. Sementara disaat senang, mereka melupakan Allah seakan-akan tidak pernah membutuhkan-Nya.

Mukmin sejati ada di golongan kedua. Ketika mereka susah, mereka memohon pertolongan kepada Allah dan ketika masalah telah selesai mereka semakin mendekat kepada Allah. Sehingga kondisi apapun yang ia hadapi tidak akan menjauhkannya dari Allah. Setiap kali bertambah nikmat, syukur nya pun terus bertambah dan amal sholehnya juga meningkat.

Karenanya, ingatlah selalu pesan Rasulullah saw dalam sabda beliau :

إعرف الله في الرخاء يعرفك في الشدة

“Kenali Allah (Ingatlah kepada Allah) dikala engkau senang maka Allah akan Mengingatmu di kala engkau susah.”

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN