Apakah Bom Bunuh Diri Termasuk Jihad?

Aksi biadab terorisme kembali menyerang bangsa ini. Ledakan bom bunuh diri terjadi pada Minggu (28/3) pagi, di depan Gereja Katedral, Makassar. Nahasnya, tak jarang serangan terorisme biadab ini mengklaim diri sebagai jihad fi sabilillah (jihad pada jalan Allah). Berangkat dari klaim sepihak itu, muncul persoalan, apakah bom diri termasuk jihad?

Dalam Islam seorang muslim dilarang keras untuk bunuh diri. Pasalnya, bunuh diri tergolong dalam dosa besar. Pelakukanya kekal di dalam api neraka. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam  Q.S an-Nisa ayat 29;

وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

wa lā taqtulū anfusakum, innallāha kāna bikum raḥīmā

Artinya; Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Larangan bunuh diri terdapat juga dalam hadis Nabi Muhammad. Sebagaimana diriwayatakan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Nabi bersabda;

وعن ثابت بن الضحاك رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ( مَن قتل نفسه بشيء في الدنيا عذب به يوم القيامة

Artinya: bersumber dari Tsabit bin Dhahak semoga Allah meridhainya,  sesungguhnya Rasullullah bersabda: Barangsiapa membunuh dirinya sendiri di dunia dengan cara apapun, maka Allah akan menghukum/azab  dia pada hari kiamat.

Kemudian tentang klaim bahwa bom bunuh diri tergolong jihad—terlebih membunuh non muslim di daerah muslim—,sejatinya itu merupakan pendapat yang keliru. Pemikiran yang sesat. Pun merupakan keyakinan yang bertolak belakang dengan syariat Islam.

Menurut Mufti Agung Mesir Prof. Dr. Syekh Ali Jum’ah, bahwa jihad dalam Islam mengandung makna yang luas. Dalam Al-Qur’an dan hadis; “Bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu, mengendalikan syahwat, dan menaklukan rayuan setan” pun termasuk jihad.

Namun kenyataannya, makna jihad banyak diselewengkan oleh pelbagai oknum. Motif utamanya demi kepentingan tertentu. Misalnya atas nama jihad, seoramg tega melakukan aksi bejat menyebar teror kepada masayarakat luas. Atas nama jihad fi sabilillah seorang tega meledakkan diri dengan bom bunuh diri, dan melukai dan membunuh orang lain yang tak berdosa. Atau klaim jihad suci, seorang tega membunuh turis non muslim yang berkunjung untuk berwisata. Ini semua bentuk penyelewengan jihad.

Syekh Ali Jum’ah berkata:

فمصطلح “الجهاد في سبيل الله” هو مصطلح إسلامي نبيل له مفهومه الواسع في الإسلام

Artinya:Istilah “jihad di jalan Allah” mengandung pengertian yang luas dalam Islam.

Untuk itu, kata Syekh Guru Besar Universitas Al-Azhar ini, tak sembarang orang bisa menyerukan jihad, terlebih mengeluarkan fatwa kewajiban melaksanakan jihad. Kewajiban menyerukan jihad harus melalui otoritas lembaga yang  sah. Dalam lembaga itu berisi para ulama dan Imam yang terpecaya keilmuwannya (baca; dalam konteks Indonesia, MUI tergolong lembaga kredibel).

Menurut Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughni, perintah dan fatwa jihad seyogianya dikeluarkan oleh Imam (otoritas yang sah dalam urusan agama). Tak sembarang orang bisa mengeluarkan perintah untuk berjihad.

Ibn Qudamah dalam al Mughni, jilid IX, halaman 166 mengatakan;

وأمرُ الجهاد مَوكولٌ إلى الإمام واجتهاده ، ويَلزم الرعيةَ طاعتُه فيما يراه من ذلك

Artinya: untuk perintah (perkara) jihad seyogianya diserahakan kepada Imam dan mujtahid (mufti), dan sejatinya masyarakat memelihara dan mentaati terkait apa yang disampaikan oleh Imam dan mufti tersebut.

Seorang Imam dan Mufti lah yang berhak mengeluarkan perintah jihad, juga disampaikan oleh Syekh Imam Haromain Abul Ma’ali al-Juwaini. Pendapat itu termaktub dalam kitab Ghiyatsul Umam fit Tiyatsi adz Dhulam. Sejatinya, perintah jihad, seorang Imamlah yang berhak mengeluarkannya.

Imam Haramain berkata dalam kitab Ghiyatsul Umam fit Tiyatsi adz Dhulam, halaman 156;

وأما الجهاد فموكول إلى الإمام

Artinya; Ada pun masalah jihad, maka dipercayakan/serahkan kepada Imam.

Dalam Mawahib al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, karya Imam Al-Hatthab al Maliki dikatakan bahwa berangkat ke pertempuran dengan maksud jihad, tetapi tanpa izin kaum muslimin dan penguasa/pemerintah yang sah, maka tindakan itu merupakan

Termaktub dalam Mawahib al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, mengutip perkataan Imam Ahmad Zarruq, ulama besar dari Mazhab Maliki, Imam Khattab berkata:

التوجه للجهاد بغير إذن جماعة المسلمين وسلطانهم فإنه سُلَّم الفتنة، وقلما اشتغل به أحد فأنجح

Artinya: pergi menuju jihad tanpa seizin jamaah kaum muslimin dan penguasa/pemerintah yang berkuasa yang sah, merupakan tangga kekacauan dan, tindakan demikian hanya sedikit sekali yang berhasil.

Bom bunuh diri bukan jihad

Adapun melakukan bom bunuh diri—untuk membunuh non muslim, turis non muslim, atau melakukan serangan teror di negara muslim  dan non muslim—, kata Syekh Ali Jum’ah, tidak termasuk jihad. Bom diri tersebut merupakan perbuatan yang melanggar syariat Islam. Tindakan itu hanya akan menambah kekacauan, mengobarkan dendam, dan perselisihan akut. Pendeka kata, perbuatan bom bunuh diri itu dilarang oleh syariat.

Syekh Ali Jum’ah berkata;

أما ما يروج له هؤلاء فهو “الإرجاف” وليس الجهاد, فهذا كله حرام، وهو نوع من البغي الذي جاء الشرع بصده ودفعه

Artinya; Ada pun yang mereka populerkan dengan “bom bunuh diri” itu bukanlah jihad. Maka ini semuanya (baca; meledakkan non muslim, membunuh turis non muslim, menyerang negara non muslim dengan bom bunuh diri) adalah haram hukumnya. Ini merupakan perbuatan menganiaya/penindasan yang dalam syariat Islam tertolak dan terlarang melakukannya.

Menurut Syekh Ali Jum’ah, jihad adalah ketika sebuah negara ingin diserang oleh musuh dari luar. Adapun bom bunuh diri dan aksi terorisme yang menyerang non muslim di negara muslim, merupakan perbuatan “harabah” (Baca: istilah yang merujuk pada tindakan sekelompok orang menimbulkan kekacauan, penumpahan darah, merampas harta, merusak kehormatan, dan merusak keharmonian agama).

Perbuatan “harabah“ (terorisme), kata Syekh Ali Jum’ah merupakan tindakan penindasan dan menyebabkan kebinasaan di dunia. Untuk itu, pelaku harabah layak disamakan dengan terorisme. Pelaku bom bunuh diri, seyogianya layak mendapatkan hukuman pidana berupa qisas. Sebab tindakan harabah menimbulkan pembunuhan, pencurian, dan zina.

Syekh Ali Jumah berkata;

والحرابة بغي وإفساد في الأرض، والمتلبس بها مستحق لأقصى عقوبات الحدود من القتل والسرقة والزنا

Artinya; Harabah adalah dosa dan perbuatan menimbulkan kerusakan di bumi, dan pelakunya berhak mendapatkan hukuman maksimal berupa hukuman hudud (hukum pidana); pembunuhan, pencurian dan perzinaan.

Demikian penjelasan terkait apakah bom bunuh diri termasuk jihad?

BINCANG SYARIAH

Peran Kedengkian dalam Perbuatan Keji

Orang yang hasad (dengki) berharap kenikmatan yang ada pada orang lain tercabut atau hilang. Entah kenikmatan itu berpindah kepadanya atau tidak, yang penting kenikmatan itu hilang dari orang yang dituju.

Hasad adalah sumber dari berbagai keburukan dan kerusakan di masyarakat. Salah satunya :

1. Orang yang hasud mengerahkan seluruh kemampuan pikiran dan tubuhnya untuk menghancurkan kehidupan orang yang ia tuju. Ia menggabungkan kemampun pribadinya dan mengajak masyarakat untuk membantunya dalam meraih tujun busuk ini.

2. Hasad adalah pendorong bagi banyak kejahatan di muka bumi ini. Jika kita mempelajari sebab-sebab dari berbagai kekejian seperti pembunuhan, pencurian, permusuhan dan berbagai kekejian lainnya, maka akan kita temukan bahwa sebab terbanyak muncul dari sifat hasad.

Karenanya tidak heran bila Hasad itu diperumpamakan seperti api yang bisa membakar orang yang memilikinya dan membahayakan orang di sekitarnya.

3. Hasad adalah termasuk sifat paling berbahaya dan musuh utama dari kebahagiaan. Orang yang memiliki sifat hasad mustahil akan bahagia.

4. Hasad dari sisi maknawi adalah tanda kelemahan dan kehinaan manusia. Hasad juga menjadi tanda kebodohan dan lemahnya iman. Karena orang yang hasad sebenarnya melihat dirinya lebih rendah dibanding orang yang dia maksud, karenanya dia selalu berusaha menjatuhkan orang tersebut.

5. Orang yang hasad menentang hikmah dan ketentuan Allah dalam pembagian rezeki dan kebaikan-kebaikan lainnya. Karenanya dalam sebuah hadist disebutkan :

“Hasad asalnya bermula dadi hati yang buta dan penentangan kepada pemberian Allah Swt.

Keduanya adalah dua sayap kekufuran. Dan dengan sifat hasad ini, anak adam terjebak dalam kerugian abadi dan kehancuran yang selamanya ia tidak akan selamat darinya.”

Masyarakat yang terjangkit virus hasad dan punya pandangan yang sempit akan menjadi masyarakat yang tertinggal. Orang yang dengki terjangkit penyakit kejiwaan yang berbahaya. Bahkan di masa ini telah ditemukan bahwa banyak sekali penyakit tubuh yang berasal dari penyakit jiwa. Dan penyakit ini harus kita sembuhkan dari jiwa-jiwa masyarakat Muslim.

Dan perlu di ingat juga bahwa Sayyidina Ali bin Abi tholib pernah berpesan :

“Sehatnya tubuh bermula dari sedikitnya rasa hasad.”

Karena hasad ini membahayakan orang yang hasud sebelum membahayakan orang yang dimaksud, bahkan tidak jarang sifat buruk ini berujung pada perbuatan menyakiti dan membunuh. Naudzubillah min dzalik !

Semoga Allah menyelamatkan kita dari sifat buruk ini!

KHAZANAH ALQURAN

Perintah Nabi SAW Soal Orang yang Bermimpi Baik dan Buruk

Islam memerinci segala urusan manusia.

Islam memerinci segala urusan manusia, baik yang bersifat indrawi maupun metafisik seperti mimpi. Nabi SAW pun membuatkan perintah anjuran kepada orang-orang yang mengalami mimpi, baik mimpi baik maupun mimpi buruk.

Dalam kitab Mukhtashar Shahih Al-Bukhari karya Nashiruddin Al-Albani dijelaskan sebuah hadits: “An Abi Sa’idin Al-Khudriyyi annahu sami’a An-Nabiyyi SAW yaqulu: idza ra-a ahadukum ru’ya yuhibbuha fa-innama hiya minallahi. Falyahmadillaha alaiha, wal-yuhaddits biha, wa idza ra-a ghaira dzalika mimma yakrahu, fa innama hiya minassyaithaani, fal-yastaidz min syarriha wa la yadzkurha li-ahadin fainnaha laa tadhurruhu,”.

Yang artinya: “Abu Sa’id Al-Khudri mendengar Nabi SAW bersabda: “Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang dia sukai, sesungguhnya mimpi itu dari Allah. Hendaknya dia ucapkan kalimat syukur kepada Allah dan dia bicarakan mimpi tersebut kepada orang lain,”.

“Jika dia melihat mimpi yang selain itu yang dia benci, berarti mimpi itu dari setan. Hendaknya dia meminta perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi itu tersebut kepada seorang pun. Karena sesungguhnya mimpi yang seperti itu tidak membawa bahaya,”.

KHAZANAH REPUBLIKA

Yuk Sadarkan Diri dengan Ingat Kematian!

CUKUPLAH kematian sebagai pelembut hati, pengucur air mata, pemisah dengan keluarga dan sahabat, dan pemutus angan-angan”


Mengingat kematian, mendampingi orang yang menghadapi sakratul maut, mengantar jenazah, mengingat gelap dan beratnya siksa kuburan niscaya akan membangunkan jiwa kita dari tidurnya, menyadari kelalaiannya, membangkitkan semangatnya, menggelorakan nilai perjuangannya dan mengembalikannya segera kepada Allah.

Allah berfirman: “setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.” AL Hasan berkata: “Kematian telah menelanjangi dunia sehingga tidak menyisakan kegembiraan bagi orang yang berakal”

Orang yang banyak mengingat kematian akan ringan baginya semua kesulitan hidup. Orang yang banyak mengingat kematian akan dimuliakan dengan tiga hal: segera bertobat, ketenangan hati dan semangat ibadah.

Suatu hari Ibnu Muthi melihat rumahnya, dia terkesima dengan keindahannya lalu dia menangis seraya berkata: “Kalau tidak karena kematian niscaya aku akan gembira denganmu”.

Ibnu Munkadir berkata tentang seseorang yang sering ziarah kubur: “Orang ini menggerakkan hatinya dengan mengingat kematian.” Karenanya Rasulullah selalu mengajak para sahabat untuk memperbanyak mengingat kematian, dengan mengingat mati akan melapangkan dada, menambah ketinggian frekuensi ibadah.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:”Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan oleh Al Bani di dalam kitab Shahih Al Jami)

Ibnu Umar radhiyallahu anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai orang ke-sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri). [Ustaz Didik Hariyanto]

INILAH MOZAIK

Keunikan Wisata Halal di Jepang

Peningkatan jumlah wisatawan Muslim di Jepang menjadi pemicu tumbuhnya bisnis wisata halal di Jepang. Peningkatan tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan wisata halal atau halal tourism yang memang sedang menjadi tren di industri pariwisata internasional.

Jepang adalah salah satu negara di benua Asia yang menjadi tujuan pilihan bagi wisatawan global. Jepang memiliki keunikan budaya dan pemandangan yang memukau. Terlebih, lanskap metropolitan yang dimiliki Jepang juga sangat menakjubkan.

Peningkatan Wisatawan Muslim

Pada tahun 2013, terjadi peningkatan jumlah wisatawan asing yang menembus angka diatas 10 juta dan diperkirakan 30% nya atau sebanyak 300 ribu adalah wisatawan Muslim. Peningkatan jumlah ini diprediksi akan terus terjadi.

Warga negara Jepang yang beragama Islam sangat sedikit. Menurut Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology Jepang (MEXT), mayoritas agama yang dianut di Jepang adalah Shinto (51.2%), Buddha (43%), dan Kristen (1.0%).

Jika diamati dari letak geografisnya, Jepang adalah negara yang letaknya jauh dari negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam. Meskipun Islam termasuk agama minoritas di Jepang, tapi tidak mengurangi antusias wisatawan muslim untuk berwisata kesana.

Melihat adanya potensi tersebut, pemerintah Jepang berupaya untuk memfasilitasi para wisatawan Muslim dengan menerapkan konsep wisata halal di Jepang sehingga merasa aman dan nyaman pada saat berwisata ke Jepang.

Keberhasilan pemerintah Jepang dalam mengembangkan wisata halal di Jepang bisa dilihat dengan diraihnya penghargaan pada World Halal Tourism Award sebagai World Best Non Organization of Islamic Conference (OIC) Emerging Halal Destination yang didapatkan pada tahun 2016.

Peningkatan wisatawan Muslim di Jepang yang berubah tersebut turut menggerakkan permintaan produk dan fasilitas halal yang juga meningkat di negara Jepang yang nerupakan negara kesatuan berbentuk monarki parlementer.

Maka, terbentuklah Japan Halal Association (JHA) yang memiliki tugas untuk mengawasi dan memberikan sertifikasi halal serta mengkampanyekan penyediaan tempat untuk shalat di tempat-tempat wisata di Jepang.

Pemerintah Jepang juga turut mendorong beberapa perusahaan tur jepang untuk meluncurkan paket tur halal untuk wisatawan Muslim dari berbagai belahan dunia yang berbasis di Tokyo dan Osaka.

Selain itu, Japan National Tourism (JNTO) juga melakukan usaha untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan Muslim dengan menerbitkan buku panduan wisata khusus untuk wisatawan Muslim.

Dalam buku tersebut, tercatat bahwa terdapat 52 restoran yang menawarkan makanan halal. Namun restoran ini masih tersedia di kota-kota besar seperti seperti Tokyo (46%), Osaka (6.6%), Hokkaido (5.7%), dan Kyoto (5%) (Asazuma, 2015).

Fasilitas tempat shalat di Jepang pun turut mengalami peningkatan, meski belum terpenuhi secara maksimal. Ada sekitar 241 tempat shalat yang tersebar di Jepang, termasuk di tempat-tempat strategis.

Tempat-tempat yang dimaksud adalah bandara internasional Kansai dan Narita, stasiun Osaka dan Tokyo, tempat wisata istana Nijo, dan beberapa tempat lainnya seperti kafe dan restoran.

Sayangnya, beberapa tempat shalat belum dilengkapi dengan tempat berwudhu. Dari total 98 masjid di Jepang, hanya 38 persen yang belum memiliki fasilitas wudhu.

Selain makanan, tempat ibadah, dan penginapan, Jepang juga mulai merambah ke halal fashion untuk menarik wisatawan Muslim. Pada Juli 2017, Uniqlo, sebuah perusahaan fashion besar, bekerja sama dengan desainer Jepang bernama Hana Tajima untuk memproduksi pakaian Muslim, jilbab, dan kardigan dengan motif Jepang yang mulai diproduksi.

Pada tahun yang sama, badan sertifikasi halal Jepang mulai mengeluarkan sertifikat halal untuk beberapa merek kosmetik. Produk makanan seperti bumbu masakan, miso, dan saus sukiyaki, juga telah tersertifikasi ke-halal-annya. Tak cukup sampai di situ, Oleh-oleh dari Jepang juga memiliki sertifikasi halal.

Konsep Omotenashi

Salah satu keunikan dari wisata halal di Jepang adalah konsep Omotenashi. Konsep tersebut bisa diartikan sebagai aktivitas menerima pelanggan atau tamu dengan keramahtamahan dan membantu para tamu dengan berbagai cara yang bisa dilakukan.

Konsep Omotenashi adalah sebuah keunikan tersendiri dalam perkembangan wisata halal di Jepang di mana konsep tersebut berhasil membuat kualitas pelayanan terhadap wisatawan meningkat dari waktu ke waktu.

The Japan Productivity Center mendefinisikan Omotenashi sebagai work to provide special service from the heart while valuing the prespective of customers and/or residents.

Omotenashi adalah bentuk pelayanan khas Jepang yang memberikan arti penting tentang touchpoint atau interaksi dengan pelanggan. Konsep tersebut adalah metode asli Jepang dalam memberikan pelayanan berkualitas tinggi dari hati yang berdasarkan komunikasi antara penyedia jasa dan pelanggan yang mana sangat berguna dalam pelaksanaan wisata halal di Jepang.

Omontenashi sering diidentikkan dengan istilah hospitality, tapi akhir-akhir ini kata omotenashi secara internasional dikenal sebagai a form of welcoming yang berakar pada tradisi dan budaya Jepang.

Yoshinobu Sato dan Abdulelah Al-alsheikh dalam Comparative Analysis of the Western Hospitality and the Japanese Omotenashi (2014) menuliskan bahwa omotenashi dan hospitality Barat adalah dua konsep yang berbeda.

Persamaan kedua konsep tersebut hanya ada di level permukaan saja. Setelah meneliti dan membandingkan hospitality yang diterapkan di hotel Ritz-Carlton Hotel & Company dengan pelayanan berbasis omotenashi di Hoshino Resort, Sato dan Al-alsheikh melihat terdapat tiga persamaan pada pelayanan keduanya.

Pertama, menganggap staf hotel dan tamu hotel adalah sederajat, melebihi pelayanan yang berkaitan dengan bisnis. Kedua, memiliki staf yang dapat membaca kebutuhan tamu tepat sebelum tamu mengatakannya. Ketiga, melakukan inspeksi dan

pemeliharaan instalasi secara detail.

Ketiga persamaan dalam dua konsep tersebut hanya ada di level permukaan saja. Sisi dalam konsep Omotenashi memiliki ciri khas yang tidak ditemukan pada konsep hospitality di Barat.

Perbedaan antara keduanya tercermin pada motivasi para stafnya saat melayani tamu hotel. Staf di hotel Ritz-Carlton tak jarang mendapatkan tip besar dari para tamu yang puas dengan pelayanan mereka.

Terlebih lagi, pendidikan yang diterapkan pada staf hotel ini menekankan bahwa kepuasan pelanggan akan menguntungkan baik pihak perusahaan maupun pihak staf.

Perusahaan juga menerapkan berbagai sistem penghargaan yang menjadi mekanisme pendidikan dan motivasi untuk membuat para stafnya menampilkan pelayanan superior.

Ritz-Carlton menerapkan konsep rasionalitas ekonomi dalam membangun pelayanan yang prima kepada tamunya. Sementara itu, budaya memberikan tip kepada staf hotel tidak ada di Jepang.

Meski begitu, pelanggan tetap bisa menikmati pelayanan terbaik dari para stafnya. Sebab, Omotenashi terjadi antara staf  dan pelanggan yang saling terkesan satu sama lain. Motivasi pelayanan prima para staf tidak berdasarkan pada konsep rasionalitas ekonomi.

Pelaksanaan Omotenashi

Omotenashi bermula pada tata cara upacara minum teh yaitu Cha No Yu. Semua orang yang telah menguasai cara membuat dan menyajikan teh pada upacara tersebut sudah mempelajari tata caranya dalam waktu yang cukup panjang dengan arahan seorang guru.

Seseorang mesti mengikuti apa yang diajarkan oleh gurunya dalam kurun waktu tertentu sampai berhasil menguasai bentuk atau kata yakni ketentuan-ketentuan tentang cara melakukan sesuatu.

Setelah berhasil melakukan hal tersebut, tahap berikutnya adalah mengalahkan bentuk tersebut untuk mengekspresikan diri sendiri. Tahap ketiga adalah berpisah dari gurunya untuk menjadi guru dan mengajarkan ilmunya ke orang lain.

Tiga tahap dalam Omotenashi disebut dengan istilah shu/ha/ri. Istilah tersebut juga digunakan untuk menyebut aturan dasar latihan di Jepang, misalnya dalam berbagai cabang seni, seperti seni merangkai bunga yang disebut Ikebana dan seni kaligrafi yang dalam bahasa Jepang disebut Shodo.

Konsep Omotenashi adalah bentuk yang telah mendarah daging pada diri seseorang sebagai hasil bertapa dalam latihan jangka panjang. Hal inilah yang diterapkan oleh para pelaku bisnis pariwisata, termasuk dalam pelaksanaan wisata halal di Jepang.

Pelayanan yang diberikan oleh seseorang adalah bentuk yang telah dipelajari dan diasah selama bertahun-tahun sampai menjadi karakter orang tersebut. Konsep Omotenashi seperti ruh dari industri jasa di Jepang yang menempatkan pelanggan sebagai poin penting.

Dalam konsep Omotenashi, hubungan antara motenasu gawa (tuan rumah/host) dan motenasareru gawa (tamu) lebih dari sekedar hubungan antara tuan rumah dengan tamu.

Tuan rumah memperlakukan seorang tamu sebagai manusia dan menginginkan agar tuan rumah dan tamu sama-sama merasa bahagia dengan berbagi keramahan, kegembiraan, kesenangan, bahkan terkadang kesedihan bersama.

Tuan rumah menganggap tamu seperti keluarga atau teman dan diharapkan hubungan kedua belah pihak dapat terjalin dengan baik dan berlangsung lama. Pihak tuan rumah berusaha untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dari pada yang diharapkan oleh tamu.

Dalam industri pariwisata, termasuk wisata halal di Jepang, konsep inilah yang dipercaya menjadi dasar bagi Jepang untuk terus meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan, termasuk pelayanan bagi wisatawan Muslim.

Kenaikan jumlah wisatawan Muslim di Jepang mendorong pelaku bisnis pariwisata untuk memberikan pelayanan berbasis omotenashi yang sesuai agar wisatawan Muslim sebagai tamu dapat merasakan kebahagiaan, kegembiraan, dan kesenangan selama berada di Jepang.

Saat ini, jumlah wisatawan di Jepang semakin mengalami peningkatan sejak Jepang melakukan promosi wisata Visit Japan ke berbagai negara pada tahun 2003. Selain itu, Adanya peluncuran penerbangan berbiaya rendah ke Jepang, telah mendorong sektor pariwisata di negara tersebut.

Hal tersebut membuat banyak wisatawan Muslim, khususnya wisatwan dari Malaysia menganggap Jepang sebagai tujuan wisata mereka. Jepang juga memiliki beberapa strategi dalam meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan, salah satunya melalui konsep omotenashi.

Bertambahnya jumlah wisatawan Muslim dari tahun ke tahun yang mengunjungi Jepang menjadikan konsep halal tourism menjadi perhatian utama bagi pelaku pariwisata di Jepang.

Keterbatasan dan Kendala

Masalah yang hingga saat ini dihadapi para wisatawan Muslim saat berkunjung ke Jepang adalah sulitnya mencari makanan atau minuman yang sudah memiliki sertifikat halal.

Hal ini disebabkan karena tidak semua tempat makan di Jepang memahami tentang konsep halal. Selain itu, tak banyak ditemui tempat shalat di hotel, restoran, dan tempat umum lain. Tempat penginapan yang ramah Muslim juga masih minim.

Masalah besar lain yang juga dihadapi para wisatawan Muslim di Jepang adalah kendala bahasa. Saat memilih makanan, para wisawatan kesulitan mengetahui komposisi yang tertera pada kemasan karena umumnya ditulis menggunakan bahasa Jepang.

Kendala utama juga terjadi pada saat Bulan Ramadhan di mana para wisatawan Muslim masih kesulitan untuk mencari makanan waktu sahur tiba. Kesulitan yang terjadi tersebut disebabkan oleh kebiasaan di Jepang di mana makanan hanya tersedia saat pagi hari.[]

BINCANG SYARIAH

Pesan Allah: Hati-hati dalam Menerima Informasi

DI abad informasi seperti saat ini, justru terhadap yang namanya informasi kita mesti berhati-hati. Allah Swt berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. Al-Hujurat: 6)

Ayat ini seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir- termasuk ayat yang agung karena mengandung sebuah pelajaran yang penting agar umat tidak mudah terpancing, atau mudah menerima begitu saja berita yang tidak jelas sumbernya, atau berita yang jelas sumbernya tetapi sumber itu dikenal sebagai media penyebar berita palsu, isu murahan atau berita yang menebar fitnah.

Apalagi perintah Allah ini berada di dalam surah Al-Hujurat, surah yang sarat dengan pesan etika, moralitas dan prinsip-prinsip muamalah sehingga Sayyid Quthb mengkategorikannya sebagai surah yang sangat agung lagi padat (surat jalilah dhakhmah), karena memang komitmen seorang muslim dengan adab dan etika agama dalam kehidupannya menunjukkan kualitas akalnya (adabul abdi unwanu aqlihi).

Peringatan dan pesan Allah dalam ayat ini tentu bukan tanpa sebab atau peristiwa yang melatarbelakangi. Terdapat beberapa riwayat tentang sebab turun ayat ini yang pada kesimpulannya turun karena peristiwa berita bohong yang harus diteliti kebenarannya dari seorang Al-Walid bin Uqbah bin Abi Muith tatkala ia diutus oleh Rasulullah untuk mengambil dana zakat dari Suku Bani Al-Musththaliq yang dipimpin waktu itu oleh Al-Harits bin Dhirar seperti dalam riwayat Imam Ahmad. Al-Walid malah menyampaikan laporan kepada Rasulullah bahwa mereka enggan membayar zakat, bahkan berniat membunuhnya, padahal ia tidak pernah sampai ke perkampungan Bani Musththaliq.

Kontan Rasulullah murka dengan berita tersebut dan mengutus Khalid untuk mengklarifikasi kebenarannya, sehingga turunlah ayat ini mengingatkan bahaya berita palsu yang coba disebarkan oleh orang fasik yang hampir berakibat terjadinya permusuhan antar sesama umat Islam saat itu. Yang menjadi catatan disini bahwa peristiwa ini justru terjadi di zaman Rasulullah yang masih sangat kental dan dominan dengan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran. Lantas bagaimana dengan zaman sekarang yang semakin sukar mencari sosok yang jujur dan senantiasa beritikad baik dalam setiap berita dan informasi yang disampaikan?.

Secara bahasa, kata fasiq dan naba yang menjadi kata kunci dalam ayat di atas disebut dalam bentuk nakirah (indifinitive) sehingga menunjukkan seseorang yang dikenal dengan kefasikannya serta menunjukkan segala bentuk berita dan informasi secara umum; berita yang besar atau kecil, yang terkait dengan masalah pribadi atau sosial, apalagi berita yang besar yang melibatkan segolongan kaum atau komunitas tertentu yang berdampak sosial yang buruk.

Sayyid Thanthawi mengemukakan analisa redaksional bahwa kata “in” yang berarti “jika” dalam ayat “jika datang kepadamu orang fasik membawa berita” menunjukkan suatu keraguan sehingga secara prinsip seorang mumin semestinya bersikap ragu dan berhati-hati terlebih dahulu terhadap segala informasi dari seorang yang fasik untuk kemudian melakukan pengecekan akan kebenaran berita tersebut sehingga tidak menerima berita itu begitu saja atas dasar kebodohan (jahalah) yang akan berujung kepada kerugian dan penyesalan. Maka berdasarkan acuan ini, sebagian ulama hadits melarang dan tidak menerima berita dari seseorang yang majhul (tidak diketahui kepribadiannya) karena kemungkinan fasiknya sangat jelas.

Berdasarkan hukumnya, As-Sadi membagikan sumber (media) berita kepada tiga klasifikasi:

Pertama, berita dari seorang yang jujur yang secara hukum harus diterima.

Kedua, berita dari seorang pendusta yang harus ditolak.

Ketiga, berita dari seorang yang fasik yang membutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya.

Di sini, yang harus diwaspadai adalah berita dari seorang yang fasik, seorang yang masih suka melakukan kemaksiatan, tidak komit dengan nilai-nilai Islam dan cenderung mengabaikan aturannya. Lantas bagaimana jika sumber berita itu datang dari media yang cenderung memusuhi Islam dan ingin menyebar benih permusuhan dan perpecahan di tengah umat, tentu lebih prioritas untuk mendapatkan kewaspadaan dan kehati-hatian.

Selain sikap waspada dan tidak mudah percaya begitu saja terhadap sebuah informasi yang datang dari seorang fasik, Allah juga mengingatkan agar tidak menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya tersebut sebelum jelas kedudukannya. Allah swt berfirman:

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaaf: 18).

Sehingga sikap yang terbaik dari seorang mukmin seperti yang pernah dicontohkan oleh para sahabat yang dipelihara oleh Allah saat tersebarnya isu yang mencemarkan nama baik Aisyah ra adalah mereka tetap berbaik sangka terhadap sesama mukmin dan senantiasa berwaspada terhadap orang yang fasik, apalagi terhadap musuh Allah yang jelas memang menginginkan perpecahan dan perselisihan di tubuh umat Islam.

“Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An-Nur: 16).

Dalam sebuah riwayat dari Qatadah disebutkan, “At-Tabayyun minaLlah wal ajalatu Minasy Syaithan”, sikap tabayun merupakan perintah Allah, sementara sikap terburu-buru merupakan arahan syaitan.

Semoga kita mampu menangkap pesan Allah yang cukup agung ini agar terhindar dari penyesalan dan kerugian. Allahu alam. []

sumber: artikel dr.attabiq luthfi

INILAH MOZAIK

Masih Punya Hutang Puasa Di Dua Ramadhan Sebelumnya

Sebentar lagi bulan Ramadhan akan datang. Semoga kita semua mendapatkan kesempatan bertemu bulan Ramadhan hingga bisa turut beribadah. Sebagai umat muslim yang telah aqil dan baligh, maka kita diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa saat bulan Ramadhan. Kewajiban ini diberikan kepada setiap muslim baik lelaki maupun perempuan. Tapi terkadang dalam bulan Ramadhan, utamanya perempuan mengalami menstruasi saat Ramadhan sehingga dilarang berpuasa dan harus menggantinya di hari lain. Tapi seringkali seorang muslimah, ataupun muslim menunda untuk mengqadha puasa sampai tidak sadar sudah masuk ke bulan Ramadhan berikutnya. Lalu, bagaimana qadha seorang muslim yang masih punya hutang puasa di dua Ramadhan sebelumnya?

Kewajiban berpuasa Allah terangkan dalam surat Albaqoroh ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Kembali pada topik utama, bagaimana ketetapan qadha puasa bagi seseorang yang belum membayar hutang puasanya pada dua Ramadhan yang lalu?

Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al-Islam wa Adillatuhu menampilkan beberapa pendapat ulama utamanya dari ulama empat mazhab. Disunnahkan untuk mempercepat qadha Ramadhan agar terbebas dari kewajiban. Dan wajib bertekad untuk mengqadha setiap ibadah yang ditinggalkan dalam waktu yang cepat, tidak menunda-nunda. Artinya, mengqadha puasa jangan sampai terlewat Ramadhan berikutnya.

Ulama Mazhab Syafii mewajibkan seseorang untuk segera melunasi hutang puasanya bagi seseorang yang batal tanpa uzur syar’i. Artinya, ia membatalkan puasa secara sengaja, bukan karena menstruari, sakit, atau dalam perjalanan. Dan makruh hukumnya untuk melakukan sunnah puasa bagi seseorang yang masih memiliki hutang puasa.

Nah, mengenai kasus menundanya seseorang membayar hutang puasa sampai memasuki Ramadhan kedua, mayoritas ulama mengatakan wajib menggantinya disertai membayar fidyah. Sedangkan ulama Mazhab Hanafi tidak mewajibkan untuk membayar fidyah. Adapun ketentuan membayar fidyah adalah dengan memberikan orang miskin makanan pokok sebanyak 1 mud. Jika dikonveksikan sebanyak 6,75 ons. Karena Indonesia memiliki makanan pokok berupa beras, maka caranya adalah dengan memberikan orang fakir atau miskin dengan beras sejumlah 6, 75 ons.

Sedangkan ulama Mazhab Syafii berpendapat, fidyah yang diberikan dikalkulasikan kelipatan tahun ia melewati qadha puasa. Misal, seseorang lalai tidak membayar hutang puasanya sampai bertemu tiga tahun kemudian ia baru ingat dan sadar untuk membayarnya. Artinya ia telah melewatikan tiga kali Ramadhan tanpa membayar hutang puasanya, maka ia membayar satu hari puasa dengan tiga kali fidyah.

Akan tetapi ketentuan qadha tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan pada hari-hari yang terlarang. Seperti puasa pada hari raya atau tidak pada waktu Ramadhan karena sedang melakasanakan puasa yang sifatnya Ada`. Ketentuan pelaksanaan qadha pun harus sesuai jumlahnya. Jika seorang muslim berhutang 29 hari maka ia wajib membayar semuanya.

Melakukan qadha puasa juga disunnahkan untuk terus-menerus tanpa dijeda, inilah yang disepakati mayoritas ahli fikih. Akan tetapi boleh juga untuk tidak melaksanakannya dengan berututan, artinya boleh dijeda. Misal, seseorang memiliki hutang puasa sebanyak 10 hari, lalu ia mencicilnya dengan cara berpuasa tiap dua kali seminggu sampai semuanya terlunasi. Sebab tidak ada dalil yang menunjukkan kewajiban membayar puasa dengan berurutan.

Dalil yang menunjukkan wajibnya qadha puasa termaktub dalam surat Albaqoroh ayat 184:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ

Artinya: Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.

Dalam ayat tersebut, menurut para ulama tidak ada satupun yang menunjukkan kewajiban untuk menqadha puasa dengan berurutan. Ayat ini hanya menunjukkan kewajiban membayar puasa yang ditinggalkan saja.

Akan tetapi jika waktu telah sempit, misal seseorang baru akan membayar hutang puasanya saat bulan Sya’ban ini, hendaklah segera melunaskannya dan dengan cara terus-menerus tanpa jeda. Terutama perempuan yang pada setiap bulan mengalami menstruasi. Hal tersebut dikhawatirkan akan tidak sempat sampai bertemu bulan Ramadhan berikutnya.

Kesimpulannya, ulama berbeda pendapat tentang qadha puasa bagi seseorang yang masih punya hutang puasa pada dua Ramadhan sebelumnya. Akan tetapi mengikuti ulama mayoritas untuk mengqodho dan menunaikan fidyah. Wallahu a’lam bisshowab.

BINCANG MUSLIMAH

Yuk bersihkan penghasilan kita bersama Baznas dan Kitabisa, klik di sini!

Hari Senin Punya Keutamaan karena Tujuh Hal Ini

Menurut sebagian ulama, sebagaimana disebutkan oleh Imam Muhammad bin Abdurrahman Al-Hamadzani dalam kitab Al-Sab’iyat fi Mawa’idzil Bariyat, bahwa Allah memberikan tujuh keistimewaan pada hari Senin. (Baca: Tata Cara Niat Puasa Hari Senin dan Kamis)

Pertama, Nabi Idris naik ke langit pada hari Senin. Ini sebagaimana firman Allah dalam surah Maryam ayat 56-57 berikut;

واذْكُرْ فِي الْكِتابِ إِدْريسَ إِنَّهُ كانَ صِدِّيقاً نَبِيًّا وَ رَفَعْناهُ مَكاناً عَلِيًّا َ

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi.

Kedua, Nabi Musa pergi ke gunung Tursina pada hari Senin.

Ketiga, ayat yang menegaskan ke-Esaan Allah turun pada Senin. Yaitu ayat 51 dalam surah Al-Nahl berikut;

وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَٰهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Allah berfirman: Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.

Keempat, Nabi Muhammad Saw dilahirkan pada hari Senin. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim, bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya tentang puasa hari Senin, beliau kemudian menjawab;

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيْهِ

Hari tersebut merupakan hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau diturunkannya Al-Quran kepadaku pada hari tersebut.

Kelima, pertama kali Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw pada hari Senin sebagai tanda bahwa Nabi Saw telah diangkat menjadi nabi dan rasul.

Keenam, amalan harian manusia disetorkan pada hari Senin. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi berikut;

عْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Amal-amal manusia disetorkan pada setip hari Senin dan Kamis, maka aku menyukai amal perbuatanku disetorkan sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.

Ketujuh, Nabi Saw wafat pada hari Senin. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari bahwa Abu Bakar bertanya kepada Sayidah Aisyah;

فِي أَيِّ يَوْمٍ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟فقالت يَوْمَ الِاثْنَيْنِ

Pada hari apa Rasulullah Saw wafat?Sayidah Aisyah menjawab; Pada hari Senin.

BINCANG SYARIAH

Begitu Anehnya Manusia !

 Pada awal penciptaan langit dan bumi, Allah Swt menyeru kepada keduanya :

فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ

lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. (QS.Fusshilat:11)

Dan pada akhir penciptaan :

إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ – وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ – وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ – وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا وَتَخَلَّتْ – وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ

Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh, dan apabila bumi diratakan, dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh.” (QS.Al-Insyiqaq:1-5)

Wahai manusia…

Berapa kali Tuhanmu memanggilmu di dalam Kitab-Nya atau melalui lisan suci Nabi-Nya ? Sementara engkau terus menerus mengabaikan panggilan itu dan tak pernah menghiraukannya. Apakah engkau lebih perkasa dari langit ?

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. (QS.al-Infithar:6)

Maka sungguh pantas jika Allah menyebut manusia dengan sifat sangat ingkar.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ

Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. (QS.an-Nahl:4)

أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ

Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! (QS.Yasin:77)

Sungguh mengherankan manusia ini !

KHAZANAH ALQURAN

Khutbah Jumat 2021: Keutamaan Malam Nisfu Syakban

erikut ini adalah Khutbah Jumat 2021: Keutamaan Nisfu Syakban.

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ: فَأُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا النَّاسُ ‌اعْبُدُوا ‌رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ)

Hadirin khutah Jumat yang berbahagia

Ungkapan rasa syukur selalu kita ucapkan pada Allah yang telah memberikan kepada kita kesehatan dan kesempatan, sehingga kita bisa berkumpul untuk melaksanakan ibadah salat Jumat. Syukur adalah rasa terima kasih seorang Hamba kepada Tuhannya. Dan lebih dari itu, syukur hakikatnya adalah kesadaran diri.

Salawat kita haturkan keharibaaan nabi yang sangat mulia. Seorang manusia yang memiliki sumbangsih besar pada dunia. Manusia pertama yang memperkenalkan Hak Asasi. Seorang Rasul yang baik akhlak dan perilakunya. Seorang manusia sejati, yang mengajarkan kepada manusia untuk memuliakan manusia. Dialah Baginda Nabi, Muhammad SAW. Akhlak tauladan Rasul tampaknya, sangat penting untuk direnungi manusia modern saat ini.

Dengan lafadz:

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

Sebagai khatib, sudah menjadi sebuah kewajiban bagi kami secara pribadi untuk mengajak kita semua, mari sama-sama kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Hanya dengan Iman dan takwa hidup akan bahagia dunia dan akhirat kelak.

Kami juga tak bosan-bosan mengajak kepada kita untuk selalu menjaga kebersihan, karena kita masih dalam keadaan pandemi Covid 19. Jangan lupa 3 M; Menjaga jarak, Memakai masker, dan Mencuci tangan.

Hadirin pendengar khutbah Jumat 2021 yang berbahagia

Pada Minggu malam, tanggal 28 Maret 2021, kita akan berada pada malam nisfu Syakban (pertengahan bulan Syakban). Bila tak ada aral melintang, sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk menghidupkan malam Nisfu Syakban. Pasalnya, malam tersebut, merupakan malam sangat mulia.

Berangkat dari itu, khatib akan mem akan membawa tema khutbah Jumat 2021 berjudul “Keutamaan Malam Nisfu Syakban”. Terdapat pelbagai hadis nabi yang menjelaskan malam nisfu Syakban;

Nabi Muhammad bersabda:

إذا كانت ليلة النصف من شعبان ينزل الله تبارك وتعالى إلى سماء الدنيا فيغفر لعباده إلا ما كانن من مشرك أو مشاحن لأخيه

Artinya; sesungguhnya Allah ketika malam Nisfu Syakban Turun (menunurunkan rahmatdan ampunan) ke langit dunia, maka ia mengampuni seluruh dosa hambanya, kecuali orang musrik dan orang yang bertikai dengan saudaranya

دَّثَنَا رَاشِدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ رَاشِدٍ الرَّمْلِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، عَنِ ابْنِ لَهِيعَةَ، عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ أَيْمَنَ، عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَرْزَبٍ، عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ»

Ibnu Majah berkata: menceritakan kepada kami, Raasyid bin Sa’id bin Raasyid Ar-Ramliy; Ia berkata:  menceritakan kepada kami, Al-Waliid, dari Ibnu Lahi’ah, dari Adh-Dhahhaaq bin Aiman, dari Adh-Dhahhaaq bin Abdirrahman bin Arzab, dari Abi Musa Al-Asy’ariy, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allahmelihat hambanya pada malam nisfu Sya’ban, kemudian mengampuni semua makhluknya kecuali seorang musyrik atau berselisih/bertikai dengan saudaranya.

Pendengar jamaah khutbah Jumat yang berbahagia

Demikian sekilas hadis yang menjelaskan tentang malam nisfu Syakban. Ibarat flash sale, setiap toko online biasanya memberikan diskon besar pada momentum tertentu, misalnya; tahun baru, hari Natal, ulang tahun, dan sebagainya, Malam Nisfu Syakban sejatinya adalah hadiah dan diskon besar Tuhan kepada hambanya.

Malam nisfu syakban memiliki keutamaan yang sangat besar.  Pertama, bulan nisfu Syakban adalah bulan penuh ampunan. Tertera dalam pelbagai hadis tentang ampunan Allah bagi hambanya yang merayakan dan menghidupkan malam nisfu syakban dengan zikir dan menebar kebajikan.

Demikian itu sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW;

مَنْ أَحْيىَ لَيْلَةَ العِيْدَيْنِ وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوْتُ القُلُوْبُ

Artinya; barang Siapa yang menghidupkan malam hari raya  Idul fitri dan Idul Adha dan juga malam Nisfu Syakban, niscaya tidak akan pernah mati hatinya, padahal banyak hati menjadi mati.

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

Artinya: Apabila datang malam nisfu Syakban, maka dirikanlah shalat pada malamnya dan puasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun (rahmat dan ampunan) pada malam itu setelah matahari tenggelam ke langit dunia.

Kemudian, Allah berkata: Adakah hamba ku yang meminta ampunan pada Ku? Bila ada maka Aku mengampuninya? Kemudian adakah yang meminta rezeki, maka Aku memberinya rezeki? Adakah yang tertimpa musibah maka Aku akan menyelamatkannya? Adakah yang meminta ini dan itu? Aku akan kabulkan, sampai terbit fajar.

Pendengar khutbah jumat yang berbahagia

Itulah keutamaan bulan Syakban yang pertama. Ampunan dan Rahmat Allah akan menyertai orang yang menghidupkan malam nisfu Syakban. Sebagai seorang muslim, seyogianya kita meminta ampunan dan rahmat Allah pada malam itu.

Keutamaan kedua, nisfu syakban bak malam lailatul qadar. Jamak kita tahu, bahwa salah satu keutamaan bulan Ramadhan sebab, adanya satu malam yang lebih baik dari seribu malam. Malam itu bernama lailatul qadr. Malam itu ibarat hadiah besar dari Tuhan bagi manusia. Diskon yang diberikan Allah bagi hamba-Nya yang beribadah dan puasa pada siangnya.

Nah, malam nisfu Syakban sejatinya sama dengan malam lailatul qadr. Pendapat ini  tertera dalam kitab al Ba’is a’la Ingkari al Bid’i  karya Ibn Abi Syamah. kalangan tabi’in, Jalil Abdillah bin Abi Mulaikah, berkata;

أَجْرُ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ كَأَجْرِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Ketiga, keutamaan malam nisfu Syakban selanjutnya adalah malam dikabulkannya doa setiap hamba. Pasalnya pada malam Nisfu Sya’ban, tergolong malam yang dijamin terkabulnya doa seseorang. Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar Ibn al-Khattab, dia berkata;

خَمْسُ لَيَاٍل لَا يَرُدُّ فِيْهِنَّ الدُّعَاءُ: لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ ، وَأَوَلَ لَيْلَةٍ مَنْ رَجَبَ ، وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ، وَلَيْلَتَا الْعِيْدِ

Artinya: Ada lima malam di mana doa tidak akan ditolak, yaitu  malam jum’at, malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Sya’ban, dan dua malam hari raya (Idul fitri dan Idul adlha).

Dan juga pendapat Imam Syafi’i dalam kitab al Umm terkat dikabulkannya doa seorang hamba pada malam nisfu Syakban;

وَقَالَ الإِمَامُ الشَّافِعِيُّ فِي كِتَابِهِ الأُمِّ: وَبَلَغَنَا أَنَّهُ كَانَ يُقَالُ: إِنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسِ لَيَالٍ فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ، وَلَيْلَةِ الأَضْحَى، وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ، وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ مَنْ رَجَب، وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ

Artinya;  berkata Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm;  Kami menerima kabar bahwa ia pernah berkata: sesungguhnya doa seorang hamba dikabulkan pada lima malam, yakni: malam Jumat, malam idul adha, malam idul fitri, malam satu Rajab, dan pad malam Nisfu Syakban.

Saudara pendengar khutbah Jumat yang berbahagia

Demikianlah sebagian keutamaan malam Nisfu Syakban. Sebagai seorang muslim mari kita menghidupkan malam nisfu Syakban dengan memperbanyak amal kebajikan. Para ulama dari kalangan salaf dan khalaf memperbanyak puasa dan amal kebajikan tatkala datang malam nisfu Syakban.

Khutbah Kedua;

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ مَنْ بَعَثَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ هَادِيًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ فَجَزَاهُ اللهُ عَنَّا خَيْرَ مَا جَزَى نَبِيًّا مِنْ أَنْبِيَائِهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ. أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعظيم

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمحَن، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Demikian khutbah jumat tentang keutamaan malam nisfu Syakban.

BINCANG SYARIAH