Istigfar Membersihkan Komplikasi Jiwa Terungkap dalam Alquran dan Sains

MEMBACA istigfar merupakan salah satu bentuk kepasrahan seorang Muslim. Ini sekaligus mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala ketika sedang terjadi sesuatu dalam diri, termasuk saat jiwa merasa tidak tenang.

“Membaca istigfar dapat membuat hati lebih tenang, dan sebagai pengingat agar kita selalu berserah diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala,” kata Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin kepada MNC Portal beberapa waktu lalu.

Ternyata Alquran dan sains telah menerangkan bahwa istighfar dapat menyembuhkan komplikasi jiwa manusia. Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian oleh para ilmuan.

Seperti dikutip dari ‘Buku Pintar Sains dalam Alquran Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah’ karya Dr Nadiah Thayyarah, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surah Ali Imran:

وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فَٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُوا۟ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلَّا ٱللَّهُ

Wallazina iza fa’alu fahisyatan au zalamu anfusahum zakarullāha fastagfaru lizunubihim, wa may yagfiruz-zunuba illallah

Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?” (QS Ali Imran: 135)

Selain ayat Alquran tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam juga mengatakan bahwa dengan membaca istigfar maka Allah Azza wa jalla akan memberi jalan keluar dari kesempitan serta kemudahan lainnya ketika jiwa seorang Muslim sedang dilanda kesakitan.

“Siapa yang terbiasa beristighfar, maka Allah akan memberinya jalan keluar dari kesempitannya dan kelapangan dari kesedihannya, serta memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (HR Abu Dawud)

Sementara para ahli jiwa mengatakan orang-orang yang menderita komplikasi kejiwaan biasanya diakibatkan tekanan batin sejak anak-anak, atau akibat peristiwa traumatik yang mereka alami.

Saat beranjak dewasa, perasaan tertekan itu makin besar hingga menyebabkan komplikasi kejiwaan, bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Oleh karena itu, dalam ilmu psikologi modern sangat sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, yakni tentang istihfar dan faedahnya dalam menghilangkan tekanan jiwa manusia. Hal ini merupakan mukjizat nabawi di bidang ilmu kejiwaan.

Saat seseorang mengakui kesalahan dan dosanya lalu memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sungguh-sungguh, maka perbuatan itu akan menimbulkan ketenangan batin, sehingga tidak lagi merasa bersalah dan berdosa.

Wallahu a’lam bishawab.

Dengarkan Murrotal Al-Qur’an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

MUSLIM OKEZONE

Amalan Sunah Zikir Pagi, Sabtu (12/6/2021)

Zikir pagi amalan ibadah mengawali hari setelah sholat subuh. Zikir pagi sangat dianjurkan untuk menambah keimanan dan pahala. Zikir pagi bisa dibaca usai sholat subuh pada Sabtu (12/6/2021).

Ustaz Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam bukunya “Kumpulan Doa dari Al Quran dan As Sunnah yang Shahih” memberikan panduan untuk zikir pagi, sebagai berikut.

BACAAN DZIKIR PAGI 

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Audzubillahiminasyaitonirojim bismillahirohmanirohim

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”

1.MEMBACA AYAT KURSI 1X 

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ 

الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

Allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyụm, lā ta`khużuhụ sinatuw wa lā na`ụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa’u ‘indahū illā bi`iżnih, ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai`im min ‘ilmihī illā bimā syā`, wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya`ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm.”

“Allah tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang (berada) dihadapan mereka, dan dibelakang mereka dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari Ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” Al-Baqarah: 255) (Dibaca pagi 1x) [1]

2. Membaca Surat Al-Ikhlas (Dibaca Pagi 3x) 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Qul huwal laahu ahad Allah hus-samad lam yalid wa lam yoolad wa lam yakul-lahu kufuwan ahad 

“Katakanlah, Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah (Rabb) yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.’” (QS. Al-Ikhlash: 1-4).

3.Membaca Surat Al-Falaq (Dibaca Pagi 3x) 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

Qul a’uzuu bi rabbil-falaq min sharri ma khalaq wa min sharri ghasiqin iza waqab wa min sharrin-naffaa-thaati fil ‘uqad

“Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Rabb Yang meng yang dengki apabila dia dengki.”‘ (QS. Al-Falaq: 1-5). (Dibaca pagi 3x).

4.Membaca Surat An-Naas (Dibaca Pagi 3x) 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ

Qul a’uzu birabbin naas malikin naas Ilaahin naas min sharril was waasil khannaas Al lazee yuwas wisu fee sudoorin naas minal jinnati wan naas

”Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan (Ilah) manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada-dada manusia. Dari golongan jin dan manusia.’” (QS. An-Naas: 1-6) (Dibaca pagi 3x)

5.Membaca (Dibaca Pagi 1x)

Ketika pagi, Rasulullah SAW membaca: 

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.

Ash-bahnaa wa ash-bahal mulku lillah walhamdulillah, laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodir. Robbi as-aluka khoiro maa fii hadzal yaum wa khoiro maa ba’dahu, wa a’udzu bika min syarri maa fii hadzal yaum wa syarri maa ba’dahu. Robbi a’udzu bika minal kasali wa su-il kibar. Robbi a’udzu bika min ‘adzabin fin naari wa ‘adzabin fil qobri.

”Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Rabb, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di Neraka dan siksaan di kubur.” (Dibaca pagi 1x)

6.Membaca (Dibaca Pagi 1x)

Ketika pagi, Rasulullah SAW membaca 

اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ

Allahumma bika ash-bahnaa wa bika amsaynaa wa bika nahyaa wa bika namuutu wa ilaikan nusyuur.

“Ya Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan kehendak-Mu kami hidup dan dengan rahmat dan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu kebangkitan (bagi semua makhluk).” (Dibaca pagi 1x)

7.Membaca Sayyidul Istighfar (Dibaca Pagi 1x) 

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

Allahumma anta robbii laa ilaha illa anta, kholaqtanii wa anaa ‘abduka wa anaa ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mas-tatho’tu. A’udzu bika min syarri maa shona’tu. Abu-u laka bi ni’matika ‘alayya wa abu-u bi dzambii. Fagh-firlii fainnahu laa yagh-firudz dzunuuba illa anta.

“Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Engkau, Engkau-lah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan (apa) yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu (yang diberikan) kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.” (Dibaca pagi 1x)

8.Membaca (Dibaca Pagi hari 3x) 

اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ

Allaahumma ‘aafinii fii badanii, allaahumma ‘aafinii fii sam’ii, allaahumma ‘aafinii fii bashorii, laa ilaaha illaa anta. Allaahumma innii a’uudzu bika minal kufri wal faqr, wa a’uudzu bika min ‘adzaabil qobr, laa ilaaha illaa anta.

“Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit dan dari apa yang tidak aku inginkan). Ya Allah, selamatkanlah pendengaranku (dari penyakit dan maksiat atau dari apa yang tidak aku inginkan). Ya Allah, selamatkanlah penglihatanku, tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” (Dibaca pagi 3x)

9.Membaca (Dibaca Pagi 1x) 

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ

Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fid dunyaa wal aakhiroh. Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fii diinii wa dun-yaya wa ahlii wa maalii. Allahumas-tur ‘awrootii wa aamin row’aatii. Allahummahfazh-nii mim bayni yadayya wa min kholfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii wa a’udzu bi ‘azhomatik an ughtala min tahtii.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tentramkan-lah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri dan dari atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku (aku berlindung dari dibenamkan ke dalam bumi).”(Dibaca pagi 1x)

10.Membaca (Dibaca Pagi 1x) 

اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

Allahumma ‘aalimal ghoybi wasy syahaadah faathiros samaawaati wal ardh. Robba kulli syai-in wa maliikah. Asyhadu alla ilaha illa anta. A’udzu bika min syarri nafsii wa min syarrisy syaythooni wa syirkihi, wa an aqtarifa ‘alaa nafsii suu-an aw ajurruhu ilaa muslim.

“Ya Allah Yang Mahamengetahui yang ghaib dan yang nyata, wahai Rabb Pencipta langit dan bumi, Rabb atas segala sesuatu dan Yang Merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, syaitan dan ajakannya menyekutukan Allah (aku berlindung kepada-Mu) dari berbuat kejelekan atas diriku atau mendorong seorang muslim kepadanya.”

11.Membaca (Dibaca Pagi 3x)

بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim.

“Dengan Menyebut Nama Allah, yang dengan Nama-Nya tidak ada satupun yang membahayakan, baik di bumi maupun dilangit. Dia-lah Yang Mahamendengar dan Maha mengetahui.” (Dibaca pagi3x) [11]

12.Membaca (Dibaca Pagi 3x) 

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا

Rodhiitu billaahi robbaa wa bil-islaami diinaa, wa bi-muhammadin shallallaahu ‘alaihi wa sallama nabiyya.

“Aku rela (ridha) Allah sebagai Rabb-ku (untukku dan orang lain), Islam sebagai agamaku dan Muhammad صلي الله عليه وسلم sebagai Nabiku (yang diutus oleh Allah).” (Dibaca 3x)

13.Membaca (Dibaca Pagi 1x) 

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

Yaa Hayyu Yaa Qoyyum, bi-rohmatika as-taghiits, wa ash-lih lii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ain.

“Wahai Rabb Yang Maha hidup, Wahai Rabb Yang Maha berdiri sendiri (tidak butuh segala sesuatu) dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan (urusanku) kepada diriku sendiri meskipun hanya sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).” (Dibaca pagi 1x)

14.Membaca (Dibaca Pagi 1x) 

أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Ash-bahnaa ‘ala fithrotil islaam wa ‘alaa kalimatil ikhlaash, wa ‘alaa diini nabiyyinaa Muhammadin shallallahu ‘alaihi wa sallam, wa ‘alaa millati abiina Ibraahiima haniifam muslimaaw wa maa kaana minal musyrikin

“Di waktu pagi kami berada diatas fitrah agama Islam, kalimat ikhlas, agama Nabi kami Muhammad صلي الله عليه وسلم dan agama ayah kami, Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim dan tidak tergolong orang-orang musyrik.” (Dibaca pagi 1x)

15.Membaca (Dibaca 10x atau 1x) 

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.

Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.

“Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 10x atau dibaca 1x pada pagi).

MUSLIM OKEZONE

Mengapa Jaga Rahasia Jadi Sunnah yang Terlupakan?

Menjaga rahasia sesama merupakan salah satu perbuatan yang mulia

Nabi Muhammad SAW menjanjikan surga kepada umatnya yang mampu menghidupkan sunnah-sunnahnya mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. 

عَنْْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ. ثُمَّ قَالَ لِي: يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي، وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai, anakku! Jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari di hatimu tidak ada sifat khianat pada seorangpun, maka perbuatlah.” Kemudian beliau SAW berkata kepadaku lagi: “Wahai, anakku! Itu termasuk sunnahku. Dan barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang telah mencintaiku, maka aku bersamanya di surga.”

Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitabnya Nasaihul ‘Ibad, menuliskan bahwa Ali bin Abi Thalib RA pernah mengatakan, “Siapa yang tidak ada sunnatullah dalam dirinya, maksudnya aturan-aturan Allah SWT (sunnah rasul-Nya) aturan-aturan Rasul dan sunnah para walinya, yaitu contoh amal ibadah mereka, (maka tidak ada mempunyai sedikit pun di tangannya) maksudnya ia tidak mempunyai sedikit pun sesuatu yang berharga.” Lalu Ali pernah ditanya apa yang dimaksud dengan sunnatullah itu. Ali menjawab:  

من لم يكن عنده سنة الله وسنة رسوله وسنة اوليائه فليس فى يده شيء : قيل له ما سنة الله؟  قال: كتمان السر وقيل ما سنة الرسول؟  المدراة بين الناس وقيل ما سنة اوليائه؟  قال: احتمال الاذی عن الناس وكانوا من قبلنا يتواصون بثلاث خصال: ويكاتبون بها من عمل لأخرته كفاه الله امر دينه ودنياه ومن احسن سريرته احسن الله علانيته ومن اصلح ما بينه وبين الله اصلح الله ما بينه وبين الناس  

“Menyembunyikan rahasia. Rahasia, adalah sesuatu yang harus disembunyikan, agar orang lain tidak mengerti. Menyembunyikan rahasia orang lain adalah wajib. Ali ditanya lagi, “Apa yang dimaksud dengan sunnah Rasul itu?” Ali menjawab: “Bersikap ramah kepada sesama manusia.” Tentang sifat ramah, sebagaimana disebutkan dalam syair: 

“Berbuatlah terhadap mereka selagi engkau berada di rumah mereka dan buatlah hati mereka puas, selama engkau berada di bumi mereka.”

Ali RA, lalu ditanya lagi apa yang dimaksud dengan sunnah para wali itu? Ali menjawab: “Sabar dalam menghadapi perlakuan yang menyakiti hati.”  

Dalam kaitan ini orang-orang sebelum kami juga biasa saling mengingatkan, yaitu saling menasihati satu kepada yang lainnya dan berkirim surat dengan tiga hal berikut:  

Pertama, siapa yang beramal sesuatu dari amalan yang baik untuk kepentingan akhiratnya, maka Allah akan memelihara urusan agama dan dunianya.  

Kedua, siapa yang membina batinnya atau isi hatinya, maka Allah akan memperbaiki lahirnya karena keadaan zahir orang menunjukkan isi batinnya. 

Ketiga, dan siapa yang memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah SWT dengan berbuat amal yang ikhlas, terbebas dari riya, ujub dan sum’ah maka Allah akan menjamin kebaikan hubungan antara dia dan sesama manusia.  “Karena orang yang dicintai Allah itu juga akan dicintai makhluk-Nya,” katanya.

Menurut Syekh Nawawi riya berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang lain. Riya berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Sudah Luruskah Orientasi Hidup Kita?

SAAT ini kebanyakan umat Islam telah mengalami penyimpangan orientasi hidup dari apa yang dicita-citakan generasi terdahulu. Umat Islam telah menjadikan harta sebagai standar kebahagiaan Muslim. Cukup jelas buktinya dengan melihat kecenderungannya yang sangat tinggi pada dunia. Dengan berbagai alasan yang seakan-akan kebaikan, dia memilih orientasi hidup dengan mengejar dunia.

“Kalau saya kaya, saya bisa beribadah dengan tenang dan bisa menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam. Saya bisa membahagiakan orangtua dan bisa banyak bersedekah,” begitu kira-kira kalimat khayalan yang kerap memenuhi benak kebanyakan umat Islam saat ini.

Padahal sudah banyak sekali contoh bahwa hal tersebut adalah amal angan-angan yang belum tentu dia lakukan pada saat kaya nanti.

Cobalah simak kisah Tsa’labah bin Haathib yang bercita-cita ingin kaya lalu minta didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di dalam pikirannya, “Ketika kaya nanti ingin lebih rajin beribadah.”

Namun, ketika keinginan kaya itu menjadi kenyataan Tsa’labah bukanlah tambah taat, tapi justru lupa ibadah kepada Allah karena sibuk mengurusi kambing yang semakin banyak.

Zaman sekarang, kejadian ini juga banyak dijumpai dengan berbagai macam fakta yang berbeda tapi pada intinya sama yakni menjadikan dunia sebagai tujuan dan standar kebahagiaan. Sadar ataupun tidak banyak para orangtua dari kaum Muslimin yang mengarahkan anak-anaknya sejak kecil untu bercita-cita menjadi jadi pilot, dokter, guru,  dan lain sebagainya.

Menjadi pilot, dokter ataupun guru sama sekali tidak ada nilai di sisi Allah kalau tidak ada niat karena Allah atau untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Aktifitas tersebut hanyalah aktifitas dunia belaka, tak ubahnya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang non Muslim.

Orientasi Hidup Menjadi Mukmin Mulia

Kemuliaan seorang Muslim dinilai dari takwanya (keterikatannya terhadap hukum syara’) bukan yang lain. Sehingga siapapun bisa mulia tanpa memandang kaya-miskin, tanpa memandang level profesi dan tanpa memandang nasab asalkan dia terikat dalam setiap aktifitasnya terhadap hukum syara’ (melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan). Si miskin dia bisa sabar dan taat dengan kemiskinannya, sedangkan si kaya dia bisa syukur dan taat dengan kekayaannya. Semuanya bernilai pahala di sisi Allah. Kadar ketaqwaannyalah yang membedakan di antara keduanya.

Sebanyak apapun prestasi yang diraih jika tidak berdasarkan iman, melanggar syara’ dan tujuannya salah, maka di sisi Allah tiada nilai. Setinggi apapun prestasi orang non Muslim, maka tiada nilai di sisi Allah. Setinggi apapun prestasi Muslim jika melanggar syara’ dan salah tujuan, maka juga tidak mempunyai nilai di sisi Allah.

Sehingga hari-hari kaum Muslimin senantiasa dikelilingi kemuliaan saat dia terikat dengan hukum syara’. Mulai dari hal kecil hingga yang besar. Dia Makan tidak hanya sekadar makan, tapi untuk menguatkan ibadah, menguatkan shalat, belajar, membantu orangtua dan bekerja untuk menafkahi istri. Membeli baju, tidak untuk gaya-gayaan atau pamer karena sama sekali tidak ada nilai di sisi Allah, tapi untuk menutupi auratnya sehingga tiada kerugiaan dia bekerja dan membelanjakan hartanya karena semua demi tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Menuntut ilmu dalam rangka memenuhi perintah Allah adalah ketika dilakukan dengan penuh keikhlasan, mengharap ridha Allah, mensyukuri terhadap nikmat akal, mencari kebahagiaan di akhirat, menghidupkan agama, menghilangkan kebodohan, dan melestarikan Islam. Sehingga aktifitas menuntut ilmunya bernilai pahala di sisi Allah. Keluarnya keringat dan lelahnya  dinilai pahala di sisi Allah dan termasuk orang dimudahkan jalannya ke surga oleh Allah.

Boleh menuntut ilmu dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan di masyarakat yang dengannya digunakan dalam rangka amar makruf nahi munkar, menjalankan kebenaran dan menegakkan agama Allah. Begitupun juga orang bekerja, jika hanya untuk menumpuk-numpuk kekayaan tiada nilai di sisi Allah. Hanya mendapatkan rasa lelah dan tumpukan uang.

Di zaman tabi’in Khalifah Umar bin Abdul Aziz sibuk membukukan hadits demi menjaga dari kepentingan dari pemalsuan hadits. Semangat ini tidak akan diperoleh bagi yang tujuan hidupnya hanya berorientasi kepada dunia dan standar kebahagiaannya ketika mendapatkan kesenangan-kesenangan dunia.

Bisa dipastikan orang yang mempunyai tujuan dunia tersebut jika hidup di zaman para sahabat maka akan menjadi orang munafik yang takut untuk berjuang untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Dunia yakni harta, tahta, dan keluarga mereka tinggalkan ketika ada perintah hijrah dari Allah. Karena bagi mereka dunia diletakkan di tangan tidak sampai masuk ke hati.

Tentu saat ini, perjuangan untuk kemuliaan Islam bisa saja berbeda dengan generasi terdahulu. Karena kebanyakan negeri-negeri kaum Muslimin mengalami kemunduran berfikir yang sangat jauh dari Islam. Mereka diserang pemikirannya agar jauh dari Islam, bahkan kaum Muslimin sendiri tanpa sadar sudah menyerang agamanya sendiri. Mereka diserang pemikiran dengan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) kapitalisme.

Sehingga tolak ukurnya, kesenangan dan kesuksesannya mendapatkan tumpukan materi tanpa peduli agama membolehkan atau melarangnya. Inilah yang terjadi juga pada kaum Muslimin dulu pada saat perang Uhud. Mereka tidak tunduk kepada perintah Rasulullah dan menginginkan dunia (harta) yakni rampasan perang.

Sepatutnya bagi umat Islam untuk mengokohkan keimanan dan menjadikan akhirat sebagai orientasi hidup di atas segala-galanya. Dunia yang sementara jangan sampai menjadi penyakit dirinya. Sehingga apapun profesinya umat bisa melakukan perang pemikiran terhadap para musuh-musuh kaum Muslimin demi kemuliaan Islam dan kaum Muslimin.

Kesimpulannya, orang beriman yang berjuang (memiliki cita-cita) untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslimin dalam kehidupannya di dunia, tapi tidak terikat dengan hukum syara’ melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya (takwa) dalam segala aktifitasnya serta cinta dunia, maka tak ubahnya hanya mengulang kegagalan-kegagalan pada perang Uhud di masa modern.

*/Herman Anas, alumnus Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep Madura. Tulisan diambil dari Al-Qalam no 32/2013

HIDAYATULLAH

Hukum Melihat Aurat Diri Sendiri

Dalam keadaan tertentu, kita sering melihat aurat diri sendiri, seperti melihat paha dan bagian-bagian aurat lainnya. Sebenarnya, bagaimana hukum melihat aurat diri sendiri, apakah dilarang?

Sudah maklum bahwa kita dilarang melihat aurat orang lain, baik laki-laki maupun perempuan. Batasan aurat laki-laki yang tidak boleh kita lihat adalah antara pusar dan lututnya. Sementara aurat perempuan adalah semua anggota tubuhnya kecuali bagian wajah dan telapak tangannya.

Adapun mengenai hukum melihat aurat diri sendiri, jika tidak ada kebutuhan khusus dan keperluan tertentu, maka hukumnya boleh namun makruh. Karena itu, meski boleh, namun kita sebaiknya tidak melihat aurat diri sendiri jika memang tidak ada kebutuhan tertentu.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaih Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut;

فائدة يجوز له أن ينظر إلى عورته في غير الصلاة ولكن يكره ذلك من غير حاجة أما في الصلاة فلا يجوز فلو رأى عورة نفسه في صلاته من كمه أو من طوق قميصه بطلت صلاته

Faidah; Boleh bagi seseorang melihat auratnya sendiri di luar shalat. Meski boleh, namun hal itu dimakruhkan tanpa ada keperluan. Adapun jika di dalam shalat, maka tidak boleh melihat aurat diri sendiri. Jika seseorang melihat auratnya dari lengan bajunya atau krah gamisnya, maka shalatnya menjadi batal.

Sementara jika ada kebutuhan khusus dan keperluan tertentu, maka tidak makruh melihat aurat diri sendiri. Misalnya, kita melihat aurat diri sendiri karena kita hendak mengobati luka yang ada di bagian aurat, atau kita melihat aurat diri sendiri pada saat kita mandi, dan lain sebagainya. Jika memang ada kebutuhan untuk melihat aurat, maka tidak makruh bagi kita untuk melihat aurat diri kita sendiri.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasysyaful Qina’ berikut;

يجوز كشفها لحاجة  كتخل  واستنجاء  وغسل  ولا يحرم عليه نظر عورته حيث جاز كشفها لتداو ونحوه مما تقدم

Boleh membuka aurat karena ada kebutuhan seperti hendak buang hajat, istinja’, dan mandi. Dan tidak haram bagi seseorang melihat aurat dirinya sendiri jika membuka aurat dibolehkan, seperti hendak berobat dan lain sebagainya.

BINCANG SYARIAH

Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag. 7): Memahami tentang Haid, Nifas dan Istihadah

Berilmu sebelum beramal merupakan kaidah yang semestinya menjadi pedoman bagi ummat islam dalam menjalankan pelbagai syariat yang telah ditetapkan Allah Ta’ala. Tidak terkecuali ibadah yang sangat agung seperti halnya salat. Oleh karenanya, pelbagai hukum yang berkaitan dengan salat adalah hal yang wajib untuk diketahui, termasuk di antaranya adalah haid, nifas dan istihadah yang senantiasa dialami oleh setiap wanita.

Haid

Haid dan hikmahnya

Darah yang secara alami keluar dari rahim seorang wanita yang sudah balig dalam waktu tertentu merupakan definisi haid [1]. Allah Ta’ala menciptakan darah dan menetapkannya bagi kaum wanita sebagai makanan bagi janinnya melalui tali pusar sehingga wanita hamil tidak mengalami haid. Apabila seorang wanita melahirkan, maka sisa-sisa makanan janin tersebut akan keluar dalam bentuk darah nifas. Kemudian Allah Ta’ala mengubah sebagian darah wanita tersebut menjadi susu yang dikonsumsi oleh bayinya. Setelah melahirkan dan menyusui, aktivitas darah itu akan kembali lagi seperti semula yang keluar setiap bulannya baik dalam waktu enam atau tujuh hari sesuai dengan ketetapan Allah Ta’ala [2].

Warna darah haid

Terdapat empat warna darah haid yang perlu difahami oleh wanita muslimah, yaitu: hitam, merah, kekuning-kuningan dan keruh [3]. Sebagaimana hadis Fatimah binti Abi Hubaisyi Radhiallahu’anha, “Bahwasanya dia pernah mengalami istihadah, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya, ‘Jika darah haid, sesungguhnya ia berwarna hitam yang sudah dikenal. Oleh Karena itu, tinggalkanlah salat. Jika berwarna lain, berwudulah, karena sesungguhnya ia hanya (semacam) keringat.’” [4].

Warna kekuning-kuningan dan keruh tidak termasuk dalam kategori haid, terkecuali pada saat berlangsungnya masa haid. Namun apabila masa haid telah berakhir, hal tersebut tidak lagi termasuk darah haid meski keluar berulang kali [5].

al-Allamah Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah kemudian menguatkan pendapat bahwa warna kekuning-kuningan dan warna keruh setelah bersuci tidak termasuk dalam kategori darah haid sama sekali, tapi cairan tersebut sama seperti air kencing yang dapat membatalkan wudu dengan syarat keluarnya tidak pada saat berlangsungnya masa haid.

Baca Juga: Fatwa Ulama: Berhenti Nifas Sebelum 40 Hari

Masa haid dan lamanya

Usia seorang yang mengalami haid

Para ulama Rahimahumullah berbeda pendapat tentang batas usia serta waktu mulai dan berhentinya haid bagi seorang wanita. Adapun pendapat yang lebih kuat adalah condong kepada pendapat ad-Darimi Rahimahullah yang mengungkapkan bahwa seberapa pun didapatkan ukuran darah itu, bagaimanapun keadaannya dan berapa pun usia wanita yang mengalaminya tetap dikategorikan sebagai haid [6]. Dengan kata lain, kapan pun seorang wanita melihat darah yang umumnya dikenali sebagai darah haid, maka itu adalah haid [7].

Masa berlangsungnya haid

Sebagaimana pendapat tentang usia, berkaitan dengan batasan minimal dan maksimal haid juga terdapat perbedaan pendapat dari para ulama Rahimahumullah. Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menguatkan pendapat bahwa tidak ada batasan masa haid dan masa suci antara dua waktu haid. Beliau menegaskan bahwa setiap darah yang merupakan kebiasaan sebagai darah haid maka itu adalah haid. Namun apabila darah tersebut keluar secara terus-menerus, yang demikian itu bukanlah haid [8].

Hal-hal terlarang karena haid

Hal-hal yang dilarang karena sedang haid, diantaranya:

1. salat [9], dengan catatan bahwa tidak perlu mengqada salat setelah bersuci dari haid, kecuali puasa [10];

2. puasa [11];

3. tawaf di Baitullah [12];

4. menyentuh mushaf Al-Quran [13];

5. duduk dan berdiam di masjid [14];

6. berhubungan badan [15];

7. talak [16];

8. menjalani ‘iddah dengan hitungan bulan [17].

Hal-hal yang dibolehkan saat haid

Hal-hal yang dibolehkan saat haid, diantaranya:

1. pergaulan suami-istri kecuali berhubungan badan [18];

2. mendatangi tempat pelaksanaan Idul Fitri dan Idul Adha serta mendengarkan khutbah, kalimat-kalimat yang baik dan seruan kaum muslimin [19];

3. melaksanakan amal ibadah seperti zikir, doa, dan haji, serta umroh (kecuali tawaf di Baitullah) [20].

Nifas

Darah yang keluar dari rahim yang disebabkan oleh kelahiran, baik yang keluar bersama bayi baik satu, dua, atau tiga hari sebelum atau setelahnya sampai batas waktu tertentu merupakan definisi dari nifas [21]. Batas minimum nifas adalah tidak terbatas, sedangkan batas maksimumnya adalah empat puluh hari [22].

Pada dasarnya, nifas merupakan darah haid itu sendiri yang sebelumnya tertahan karena kehamilan sehingga hukumnya adalah sama dengan hukum haid kecuali dalam beberapa keadaan, diantaranya:

1. ‘Iddah; nifas tidak dapat dijadikan sebagai hitungan ‘iddah, sedangkan haid bisa.

2. Masa al-i’laa (sumpah). Bisa dipergunakan hitungan masa haid, tetapi tidak masa nifas.

3. Balig; seseorang bisa dinilai balig dengan haid, namun tidak dengan nifas sebab usia balig lebih dulu datang sebelum nifas [23].

Istihadah

Mengalirnya darah secara terus menerus di luar waktu haid yang disebabkan oleh sakit dan gangguan dari (sejenis) keringat mulut yang terdapat di bagian bawah rahim yang biasa disebut “al-‘adzil” [24].

Perbedaan darah haid dan istihadah

Tiga perbedaan umum antara darah istihadah dan darah haid, yaitu:

1. Darah haid adalah hitam dan kental dan memiliki bau anyir. Adapun darah istihadah adalah merah yang tidak memiliki bau.

2. Darah haid keluar dari dalam rahim. Adapun darah istihadah keluar dari bagian bawah rahim berupa keringat.

3. Darah haid adalah darah alami yang keluar pada waktu-waktu tertentu. Adapun darah istihadah merupakan darah penyakit yang tidak terikat pada waktu tertentu [25].

Keadaan wanita istihadah

Terdapat tiga keadaan wanita yang mengalami istihadah, diantaranya:

1. Masa haidnya diketahui sebelum dia mengalami istihadah. Dalam keadaan demikian, masa yang diketahui itu termasuk sebagai waktu haid dan berlaku baginya hukum haid. Adapun darah yang keluar setelah itu merupakan istihadah [26].

2. Wanita yang istihadah tidak mempunyai waktu haid yang rutin sebelum istihadah itu datang, akan tetapi ia bisa membedakan antara darah haid dengan darah istihadah (27).

3. Wanita yang tidak memiliki waktu-waktu haid yang pasti serta tidak dapat membedakan antara darah haid dan darah istihadah. Maka hendaklah ia menghitung hari haidhnya seperti hari haid pada umumnya wanita (6-7 hari) yang dimulai dari pertama kali dia mengetahui keluarnya darah, dan selebihnya dihitung sebagai istihadah (28).

Ketentuan hukum bagi wanita istihadah

Hukum taklifi bagi seorang wanita istihadah sama dengan wanita yang suci sebagaimana umumnya seperti salat, puasa, i’tikaf, menyentuh musfah dan sebagainya, kecuali dalam beberapa hal berikut:

1. Tidak diwajibkan baginya mandi besar [29].

2. Wajib berwudu ketika ingin salat dengan mencuci bekas darah dari rahimnya dan menahannya dengan kain (pembalut) [30].

Kesimpulan

Pengetahuan dan ilmu tentang perkara haid, nifas dan istihadah merupakan fardu ‘ain bagi setiap hamba Allah Ta’ala khususnya kaum wanita muslimah sebagai wujud dari upaya dalam menggapai kesempurnaan ibadah salat. Maka kepada setiap wanita muslimah hendaklah mengetahui perihal ini. Begitu pula kepada kaum pria muslim agar dapat membimbing istri, anak, dan keluargnya kepada kemurnian dan kesempurnaan ibadah kepada Allah Ta’ala.

Wallahu’alam.

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/66515-menuju-kesempurnaan-ibadah-shalat-bag-7.html

Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag. 6): Hal yang Berkaitan dengan Mandi

Mandi atau al-ghusl merupakan bagian dari taharah yang wajib dipahami oleh setiap muslim. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan mandi amat penting diketahui sebelum mempelajari perkara salat. Sebab salat tidak akan sah apabila seorang muslim masih berhadas. Sedangkan seorang muslim apabila berhadas besar diwajibkan baginya mandi sebelum melaksanakan salat.

Dalam pembahasan tema menuju kesempurnaan salat bagian 6 ini, akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan mandi mulai dari sebab, syarat, tata cara dan hal lainnya seputar al-ghusl.

Meskipun sub judul kali ini pada umumnya adalah tentang mandi yang berkaitan dengan salat. Namun, sangat layak kiranya bagi kita untuk mengetahui tentang hukum mandi secara komprehensif.

Sebab Wajibnya Mandi

Seorang muslim diwajibkan untuk mandi apabila terjadi padanya hal-hal berikut:

1. keluarnya mani [1];
2. jima’ (bersetubuh) [2];
3. masuknya orang kafir ke agama Islam [3];
4. kematian seorang muslim selain orang yang mati syahid dalam peperangan [4];
5. haid [5];
6. nifas [6].

Yang Tidak Boleh Dikerjakan ketika Junub

Orang yang junub baik disebabkan oleh jima’ maupun bermimpi dan semisalnya tidak diperbolehkan melakukan berbagai jenis ibadah berikut sebelum dia bersuci (mandi), yaitu:

1. salat [7];
2. tawaf di Baitullah [8];
3. menyentuh mushaf Al-Quran [9];
4. membaca Al-Quran [10];
5. berdiam di dalam masjid [11].

Syarat Sahnya Mandi

Bersucinya seseorang dalam bentuk al-gushl tidak akan sah apabila tidak memenuhi syarat berikut, yaitu:

1. berniat;
2. Islam;
3. berakal;
4. mumayyiz (baligh);
5. menggunakan air yang suci dan mubah;
6. mengalirkan air ke seluruh permukaan tubuh (kulit); dan
7. adanya sebab yang mengharuskannya mandi [12].

Tata Cara Mandi yang Sempurna

Islam telah mengatur setiap ajarannya merujuk kepada tatacara yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, termasuk diantaranya adalah mandi. Berikut dipaparkan tatacara mandi yang sempurna.

1. berniat di dalam hati [13];
2. menyebut nama Allah Ta’ala dengan membaca “bismillah” [14].
3. membasuh kedua telapak tangan tiga kali [15].
4. mencuci kemaluan dengan tangan kiri serta membersihkan kotoran yang terdapat padanya [16].
5. meletakkan tangan kiri dan mengusapkannya ke tanah yang suci seraya menggosok-gosokkannya secara baik kemudian membasuhnya [17].
6. berwudu secara sempurna seperti layaknya wudhu untuk salat [18].
7. memasukkkan jari-jari ke dalam air, lalu menyela-nyela rambutnya sehingga menyentuh kuit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke kepala sebanyak tiga genggam dengan menggunakan kedua tangannya [19];
8. mengguyurkan air ke kulit kepala dan seluruh bagian tubuh [20];
9. berpindah ke tempat yang lain lalu membasuh kedua kakinya [21].

Mandi yang disunnahkan

Selain hukum wajib, ada pula mandi yang disunnahkan dimana seorang muslim dianjurkan untuk melakukannya dalam rangka mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tentunya berbuah pahala. Adapun sunnah mandi adalah sebagai berikut:

1. Mandi hari Jumat [22];
2. mandi ketika hendak ihram [23];
3. mandi ketika memasuki kota Makkah [24];
4. mandi pada setiap kali melakukan hubungan badan [25];
5. mandi setelah memandikan jenazah [26];
6. mandi setelah mengubur orang musyrik [27];
7. mandi bagi wanita yang mengalami istihadhah setiap akan salat atau pada saat menjamak antara dua salat [28];
8. mandi setelah siuman dari pingsan [29];
9. mandi setelah berbekam [30];
10. mandi orang kafir ketika masuk Islam [31];
11. mandi pada dua hari raya [32];
12. mandi hari Arafah [33].

Dengan mengetahui hukum syariat seputar mandi, kiranya kita dapat menjadikan taharah ini sebagai ladang ibadah yang diniatkan lillahi taala. Hal yang sebelumnya merupakan perkara rutin yang kita lakukan pada akhirnya akan berbuah pahala di sisi Allah Ta’ala karena diniatkan untuk ibadah. Wallahu a’lam bis-shawab.

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/61532-menuju-kesempurnaan-ibadah-shalat-bag-6-hal-yang-berkaitan-dengan-mandi.html

Akhlak Rasulullah yang Memaafkan Orang yang Mencaci Makinya

Ketika Rasulullah saw. mengetahui perilaku suku Quraisy yang merendahkannya, maka beliau hijrah ke Thaif bersama Zaid bin Haritsah pada tahun ke-10 setelah kenabian. Dalam hal ini, beliau menemui suku Tsaqif dan meminta pertolongan mereka untuk perlindungan masyarakat Islam. Namun, mereka menolak permintaan Rasulullah saw. tersebut secara keji dan jahat. Bahkan mereka meyuruh orang-orang pandir dan para budak untuk mencaci maki Rasulullah saw. dan melemparinya batu (‘Umar ‘Abd al-Jabbar, Khulashah Nur al-Yaqin fi Sirah Sayyid al-Mursalin, Juz I: 41).

Perbuatan jahat mereka tersebut menyebabkan urat keting Rasulullah saw. terluka dan mengalirkan darah. Sedangkan Zaid bin Haritsah terluka di bagian kepala karena melindungi Rasulullah saw. agar tidak terkena lemparan batu-batu tersebut. Akhirnya, malaikat Jibril menemui Rasulullah saw. seraya berkata: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku agar menaatimu (untuk membalas) mengenai perlakuan jahat kaummu terhadapmu” (hlm. 41-42).

Namun, Rasulullah saw. menjawab: “Ya Allah, semoga Engkau Memberikan petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” Mendengar doa Rasulullah saw. tersebut, malaikat Jibril berkata: “Maha Benar Zat yang telah Memberimu nama ar-Ra’uf ar-Rahim (penyantun lagi penyayang)” (hlm. 42).

Menurut Imam al-Jazuli dalam Dala’il al-KhairatRasulullah saw. memiliki 201 nama, di mana salah satunya adalah Ra’uf Rahim (sangat belas kasihan lagi penyayang). Nama Ra’uf Rahim ini disebutkan secara jelas dalam al-Qur’an, yaitu: “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman” (at-Taubah (9): 128).

Keberadaan at-Taubah (9): 128 ini, menurut Imam Ibnu ‘Abbas ra., menunjukkan bahwa Allah Menamai Rasulullah saw. dengan dua nama sekaligus dari Nama-nama Terbaik-Nya (al-asma’ al-khusna), yaitu Ra’uf dan Rahim (Syekh Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir al-Munir, 2009, VI: 94).

Imam al-Hasan bin al-Mufadhdhal menyebutkan bahwa tidak ada satu pun para nabi di muka bumi ini yang memiliki dua nama sekaligus dari Nama-nama Terbaik Allah selain Rasulullah saw. Sebab, Allah Memberikan dua nama  sekaligus dari Nama-nama Terbaik-Nya tersebut hanya kepada Rasulullah saw. semata, di mana Allah sendiri adalah Tuhan yang sangat Belas Kasih dan Penyayang kepada seluruh manusia (Syekh Ahmad ash-Shawi, Tafsir ash-Shawi, II: 176). Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa: “Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia” (al-Baqarah (2): 143).

Adapun makna Ra’uf lebih khusus daripada RahimRa’uf bermakna sangat belas kasih kepada orang-orang yang lemah, susah, menderita, dan tertindas. Sedangkan kata rahim umum kepada siapa saja, yaitu kasih-sayang kepada semua orang, baik dalam keadaan susah dan lemah maupun dalam keadaan bahagia dan jaya (at-Tafsir al-Munir, hlm. 93).

Akhirnya, wahai para teroris, alangkah indahnya hidup ini jika kalian semua meniru keindahan akhlak dan kasih-sayang Rasulullah saw.―yang memandang manusia dengan penuh cinta dan kasih-sayang, bukan dengan kebencian dan permusuhan. Orang yang mencaci maki Rasulullah pun dimaafkan. Wa Allah A‘lam wa A‘la wa Ahkam…

BINCANG SYARIAH

Mengapa Kekayaan itu Penting di Tangan Muslim yang Saleh?

Kekayaan yang hakiki menurut Islam adalah yang menunjang kesalehan

Setiap orang tentu punya keinginan untuk menjadi kaya. Sebab dengan begitu, segala kebutuhan dan keinginan di dunia bisa terpenuhi. Dengan menjadi kaya, orang menjadi lebih mudah untuk mengulurkan tangannya. Membantu kaum fakir miskin maupun kelompok lain yang sedang mengalami kesusahan. 

Lantas, apa sebetulnya makna kaya dalam Islam? Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menyampaikan kaya adalah orang yang secara harta memiliki lebih dari kebutuhannya. Tetapi secara makna batin, kaya adalah orang yang mensyukuri dan bukan soal berapa banyak harta.

“Secara makna batin, kaya itu merasa cukup dengan menjaga ‘iffah (menahan diri) dan kehormatan diri. Dan kalau dari definisi kepemilikan, kaya adalah (harta) yang lebih dari kebutuhan,” jelasnya kepada Republika.co.id.  

Kiai Cholil memaparkan, yang harus dikejar seorang Muslim ialah kekayaan hati dan kekayaan harta. Kaya hati tentu dengan banyak bersyukur dan qanaah, yang berarti menerima pemberian Allah SWT dan mengembalikan kepada-Nya dengan cara mensyukuri apa yang diterimanya.

“Harta yang dikumpulkan tentu dengan cara yang halal dan baik. Lalu harta yang dimiliki itu dizakatkan, diinfakkan, diwakafkan, disedekahkan. Itu yang baik bagi seorang Muslim,” jelasnya. 

Karena itu, Kiai Cholil menyampaikan, Muslim tidak dilarang untuk menjadi kaya, asalkan dengan cara yang baik dalam memperolehnya serta mengelola kekayaan dengan baik. Kesukaan Islam terhadap Muslim yang kaya, menurutnya, tercermin melalui zakat. 

“Ajaran tentang zakat itu hanya bisa dilakukan oleh orang kaya, orang miskin tidak bisa berzakat. Jadi sebenarnya Islam lebih suka orang kaya, karena tangan yang memberi lebih baik daripada yang menerimanya,” jelasnya.

Dalam konteks itulah, yang tidak diperbolehkan yaitu menjadi kaya dengan kesombongan. Sedangkan yang diperlukan adalah kaya dan zuhud, menjalani kehidupan dengan kesederhanaan. 

“Jadi sebenarnya lebih bagus orang kaya yang dermawan, hidupnya sederhana, itu yang diinginkan Rasulullah SAW, sehingga dia bisa berzakat, berinfak, bersedekah, untuk kebaikan,” katanya. 

Untuk menjadi kaya sesuai ajaran Islam, Kiai Cholil mengungkapkan, tentu harus bekerja keras dengan sebaik-baiknya dan bersabar. Dengan demikian, bisa menjadi Muslim kaya yang senang berbagi sesuai tuntunan Islam. “Orang kaya itu pebisnis, maka kita diminta untuk berbisnis karena 90 persen jalan rezeki itu dari bisnis,” imbuhnya.

Sementara itu, pengajar di Ma’had Daarussunnah Bekasi, Ustadz Muhammad Azizan Syahrial Lc menjelaskan, makna kaya bagi seorang Muslim tercermin dalam hadits riwayat Bukhar dan Muslim. Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Abu Hurairah: 

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ، ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: «ﻟَﻴْﺲَ اﻟﻐﻨﻰ ﻋَﻦْ ﻛَﺜْﺮَﺓِ اﻟﻌَﺮَﺽِ، ﻭَﻟَﻜِﻦَّ اﻟﻐِﻨَﻰ ﻏِﻨَﻰ اﻟﻨَّﻔْﺲِ

“Bukanlah kekayaan itu terletak pada banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan (yang hakiki) itu adalah kekayaan hati (qanaah).” 

Ustadz Azizan menjelaskan, Imam Syafi’i pernah mengatakan bahwa bila seorang Muslim memiliki hati yang qanaah, maka dia dan raja dunia itu sama. Dengan catatan, punya hati yang qanaah. Kaya atau miskin bagi seorang Muslim sebetulnya tidak ada bedanya. Sebab, tolok ukurnya bukanlah kemiskinan atau kekayaan, tetapi sejauh mana menjadi Muslim yang memanfaatkan segala sesuatu yang Allah SWT takdirkan kepada dirinya. 

“Bila miskin, dia bersabar. Bila kaya, dia bersyukur. Jadi kekayaan seperti apa yang harus dicari seorang Muslim? Dia tidak harus mencari kekayaan. Tidak ada satu pun perintah di dalam Alquran dan hadits agar kita menjadi orang kaya. Artinya, kekayaan atau kemiskinan itu karunia Allah SWT,” ungkapnya.

Allah SWT, memberikan karunia kepada siapapun yang Dia kehendaki. Bila seorang Muslim diberi kekayaan, maka ia harus mengatur kekayaan itu dengan baik dan harus memanfaatkan kekayaan yang Allah SWT berikan padanya itu dengan baik, sebagaimana yang dilakukan Sahabat Nabi SAW, Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. 

Kehidupan para Sahabat Nabi Muhammad SAW seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf itu tidak pernah mengincar kekayaan. Mereka hanya berusaha dan Allah SWT beri karunia berupa kekayaan. Karena, Nabi SAW meski tidak pernah mengajarkan untuk menjadi kaya, beliau berharap ada umatnya yang kaya dan berkah hartanya agar bisa menyalurkan harta kepada saudara-saudaranya yang membutuhkan sesuai tuntunan Islam. “Jadi, apakah Rasulullah mengajak umatnya untuk menjadi kaya? Tidak, tetapi Nabi SAW pernah mendoakan Anas bin Malik agar memiliki banyak harta,” terang Ustadz Azizan. 

Dalam hadits Mmttafaqun alaih, Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, perbanyaklah hartanya (Anas bin Malik), dan anak-anaknya, serta berkahilah apa yang telah Engkau berikan kepadanya.” 

Dari hadits itu, diketahui tentang pentingnya menyertai kekayaan dengan keberkahan. “Jadi kembali lagi, tolok ukurnya bukan tentang kekayaan, tetapi sejauh mana hartanya diberkahi Allah SWT,” imbuhnya. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Surat yang Dibaca Rasulullah Saat Sholat Maghrib

Rasulullah Saw terkadang membaca surat-surat pendek saat sholat Magrib

Ayat dan surat yang dibaca Rasulullah dalam sholat berbeda-beda. Hal ini bergantung pada sholat lima waktu yang Rasulullah kerjakan.

Dikutip dari buku Sifat Shalat Nabi karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, “Dalam sholat Maghrib Rasulullah Saw terkadang membaca surat-surat pendek yang termasuk dalam kelompok surat-surat al-Mufashshal” (HR Bukhari dan Muslim).

Hingga “Apabila mereka sholat bersama beliau, kemudian salam, lalu salah seorang di antara mereka keluar, ia masih bisa melihat bekas tancapan anak panahnya” (HR An-Nasai dan Ahmad).

“Pernah dalam perjalanan safar beliau membaca Wat tiini waz zaituun (at-Tin) (QS. 95: delapan ayat) pada rakaat kedua” (HR. Ath-Thayalisi dan Ahmad).

Terkadang beliau membaca surat-surat panjang yang termasuk kelompok surat-surat al-Mufashshal atau surat yang sedang dari kelompok tersebut, dan “Terkadang beliau membaca Alladziina kafaruu wa shadduu an sabiilillaah (QS. Muhammad) (HR Ibnu Khuzaimah ath-Thabrani dan al-Maqdisi).

“Terkadang beliau membaca surat ath-Thur (QS. 52: 49 ayat)” (HR Bukhari dan Muslim).

“Terkadang beliau membaca surat al-Mursalat (QS. 77: 50 ayat), beliau membacanya pada sholat terakhir yang beliau lakukan” (HR Bukhari dan Muslim).

“Terkadang beliau membaca salah satu dari dua surat yang panjang” surat al-A’raf (QS. 7: 206), (untuk dua rakaat)” (HR Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah)

Dan “Terkadang beliau membaca surat al-Anfal (QS. 8: 75 ayat) untuk dua rakaat” (HR Ath-thabrani).

Adapun bacaan dalam sholat sunnah setelah sholat maghrib (Badiyah Maghrib), “beliau membaca surat al-Kafirun dan surat al-ikhlas” (HR Ahmad, al-Maqdisi, an-Nasai).

KHAZANAH REPUBLIKA