Mempelajari bahasa Arab lebih mudah dalam menghafalkan, memahami, mengajarkan dan mengamalkan isi Al-Qur’an
SEBAGIAN kelompok mempertanyakan otentisitas Al-Qur’an karena diturunkan dalam bahasa manusia, yaitu bahasa Arab. Menurut mereka, wahyu merupakan transformasi dari alam pesan ke alam kebudayaan. Atau lebih tepatnya dari alam meta bahasa ke alam bahasa.
Bahasa terikat sejarah, sehingga diperlukan pemahaman dan pengakuan tentang historisitas bahasa. Dengan demikian berarti wahyu Allah sudah tidak otentik lagi karena bertranfromasi melalui bahasa Arab yang dipengaruhi sejarah.
Tentu saja pernyataan ini sangat lemah dan tidak berdasar. Pilihan Allah terhadap bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an karena bahasa tersebut memiliki tipologi eksklusif.
Al-Quran mengatakan sendiri:
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (3) وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memahami. Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuz) di sisi Kami adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah. ” (QS: Az Zukhruf: 3-4).
Di antaranya, keluasan dalam bahasa dan terminologinya, konstan dan solid dalam struktur bahasa, keragaman dalam perubahan, dapat diberikan tanda baca, memiliki derivasi dan lain sebagainya.
Bahasa Arab memiliki sistem akar kata yang lengkap dengan arti dasar yang saling berkaitan sehingga dapat menjaga makna kata dan idenya dari perubahan sosial dan penafsiran yang subjektif. Disamping itu telah mengalami dokumentasi leksikal yang final sejak jaman jahiliyah.
Karenanya, aspek historisitas bahasa Arab tidak mempengaruhi kemampuan muslim hari ini untuk memahami makna yang benar terhadap bahasa wahyu ini. Jadi, problem historisitas terhadap bahasa Arab sebagai bahasa wahyu dan kenabian seperti yang terjadi dalam agama lain, sudah tidak terjadi lagi.
Selain itu bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat tua dan terjaga. Semakin tua sebuah bahasa, semakin kaya dengan kosakata, semakin sempurna gramatikalnya dan banyak simbol-simbol makna.
Dengan beberapa tipologi eksklusif ini membuat bahasa Arab sebagai bahasa paling sempurna di antara semua bahasa yang ada. Menurut Ibnu Faris (w. 395), ahli bahasa, ketika Allah Ta’ala memilih bahasa Arab untuk menjelaskan (firman-Nya), menunjukkan bahwa bahasa-bahasa yang lainnya, kemampuan dan tingkatannya di bawah bahasa Arab (as-Shahibi fi Fiqh al-Lughah, 1/4).
Makna Ayat
Dalam Tafsir Muyassar disebutkan, Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad dengan bahasa Arab, agar umat Nabi Muhammad memahami dan merenungkan makna-makna dan hujjah-hujjahnya. Dan sesungguhnya ia di lauhil mahfudz di sisi Allah, benar-benar memiliki kedudukan dan derajat yang tinggi, muhkam (bermakna jelas) tanpa ada perselisihan dan pertentangan padanya (dalam Tafsir Muyassar, 489).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa Arab yang fasih lagi jelas supaya dapat dipahami. Yakni agar kaum Muslimin dapat memahami dan merenungkannya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS: Asy-Syu’ara: 195).
Al-Qur’an itu jelas kemuliaannya di kalangan mala-ul a’la (para malaikat) agar penduduk bumi memuliakan, membesarkan, dan menaatinya.
Firman Allah Swt, “Innahu” yakni sesungguhnya Al-Qur’an itu. Fi Ummil Kitabi, yakni di Lauh Mahfuz, menurut pendapat Ibnu Abbas r.a. dan Mujahid. Ladaina yakni di sisi kami, menurut Qatadah dan lain-lainnya. La’aliyyun, yakni mempunyai kedudukan yang besar, kemuliaan, dan keutamaan, menurut Ibnu Qatadah. Hakimun, yakni muhkam (dikukuhkan) bebas dari kekeliruan dan penyimpangan.
Semuanya ini menonjolkan kemuliaan dan keutamaan Al-Qur’an, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ
فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz), tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.” (QS: Al-Waqi’ah: 77-80)
Dan firman Allah Swt.: Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan. Maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti (‘Abasa: 11-16).
Berdasarkan kedua ayat ini para ulama menyimpulkan dalil, bahwa orang yang berhadas tidak boleh menyentuh mushaf, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis —jika sahih— yang menyebutkan bahwa dikatakan demikian karena para malaikat menghormati semua suhuf (kitab-kitab suci) yang antara lain ialah Al-Qur’an di alam atas, maka penduduk bumi lebih utama lagi untuk menghormatinya.
Mengingat Al-Qur’an diturunkan kepada mereka dan khitab-nya ditujukan kepada mereka, maka mereka lebih berhak untuk menerimanya dengan penuh kehormatan dan kemuliaan serta tunduk patuh kepada ajarannya dengan menerima dan menaatinya, karena firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَاِنَّهٗ فِىۡۤ اُمِّ الۡكِتٰبِ لَدَيۡنَا لَعَلِىٌّ حَكِيۡمٌؕ
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuz) di sisi Kami adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (QS: Az-Zukhruf: 4) (Tafsir Ibnu Katsir, 1676).
Dari penjelasan di atas teranglah bahwa Allah sengaja menurunkan Al-Qur’an yang suci dalam bahasa Arab karena setiap nabi diberi kitab dengan bahasa kaumnya. Disamping itu menggunakan bahasa yang sangat fasih yang menerangkan maksud kandungannya dan mudah dipahami. Ini hanya bisa ditangkap oleh bahasa Arab yang memiliki kekayaan linguistik.
Menurut Imam Suyuthi bahasa Arab memiliki banyak sinonim yang tidak dimiliki bahasa lain. Semua orang yang berilmu mengetahui hal ini (dalam al-Mazhar fi Ulum al-Lughah, 1/254).
Keistimewaan Bahasa Arab
Umat Islam menyakini bahasa Arab lebih istimewa dari bahasa lain karena ia merupakan bahasa Al-Qur’an, pedoman hidup Islam. Bahasa ini digunakan dalam beribadah, ilmu-ilmu dan sastra Islam sejak diutusnya Nabi Muhammad ﷺ.
Banyak ulama yang mengerahkan kemampuannya dalam menyingkap rahasia al-Qur’an. Karena teks al-Qur’an merupakan sumber utama keilmuan bagi seluruh orang Muslim.
Kita tidak akan bisa memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar kecuali dengan bekal bahasa Arab. Menyepelekan dan menggampangkan akan mengakibatkan lemah dalam memahami berbagai permasalahan agama.
Karena itu Imam Syafi’i mewajibkan umat Islam mempelajari bahasa Arab sekuat kemampuannya. Sehingga dia bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Ta’ala dan Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusan-Nya, dan dengannya dia bisa membaca kitabullah … “ (Ar-Risalah, 1/48).
Dengan mempelajari bahasa Arab lebih mudah dalam menghafalkan, memahami, mengajarkan dan mengamalkan isi Al-Qur’an. Dengan modal bahasa Arab akan mudah pula dalam memahami hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menghafalkan, menjelaskan serta mengamalkannya.
Dan yang perlu dipahami, hubungan bahasa Arab dengan agama Islam membuat bahasa ini istimewa dibanding bahasa lain. Hubungannya dengan Al-Qur’an juga menjadikan sebab kuat dan kekalnya bahasa tersebut. Karenanya, sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam menjaga dan mendalami bahasa Arab sesuai kemampuannya.*
Oleh: Bahrul Ulum
HIDAYATULLAH