Youtuber M Kece Tuduh Nabi Muhammad Dekat dengan Jin? Ini Tafsir Surah al-Jin Ayat 19

Seorang orientalis di abad ke-19, yang juga seorang yang tak percaya akan akan kenabian Muhammad.  Adalah Theodore Noldeke  berusaha membuktikan dengan sungguh yang  diyakini umat Islam selama ini beribu tahun sesuatu yang keliru. Al-Qur’an bukan suatu yang orisinal. Al-Qur’an adalah duplikasi Muhammad.

Muhammad  bukanlah seorang yang ummi (tak pandai baca dan tulis). Ia berdusta. Muhammad itu akrab dengan tradisi menulis—sebagai derajat orang yang  berilmu. Dari situ, Muhammad  menduplikasi ajaran pelbagai agama terdahulu. Islam bukanlah produk  asli Muhammad. Sejatinya itu produk yang duplikasi dari Kristen dan Yahudi.

Yang tak kalah bikin heboh, Ali Shina—seorang warga Kanada asal Iran. Memilih Kanada, pasca terjadi revolusi Iran 1979. Ia menulis buku Understanding  Muhammad; a Psichobiography. Sebuah buku yang menceritakan secara kritis Nabi Muhammad. Misalnya, pada saat Muhammad  berumur  40  tahun, ia melihat terjadi keanehan pada diri Muhammad. Pengalaman aneh.

Muhammad mengaku melihat sosok seperti hantu. Saat melihat sosok itu, ia pun mengalami  kontraksi pada otot.  Muhammad juga mengalami sakit perut dan kejang-kejang. Imbasnya, bibir  bergerak diluar kontrol. Dan detakan jantung berdebar kuat. Muhammad pun lari, ke rumah menemui Aisyah. Dalam keadaan ini, Muhammad menyebutkan Q.S. at Taubah/9:29. Perintah untuk memerangi non muslim.

Pada lain waktu, “Islam bukanlah agama perdamaian,” tulis Ayaan Hirsi Ali dalam buku, Heretic: Why Islam Needs  a Reformation Now. Islam katanya adalah agama yang penuh dendam. Islam ibarat burung yang dikurung dalam sangkar puluhan tahun. Suatu waktu, burung itu lepas. Dan berniat balas dendam. Itulah Islam. Agama ganas, dan sumber malapetaka.

Itulah tuduhan dan kritik yang dilontarkan terhadap Nabi Muhammad. Tuduhan yang kadang menimbulkan reaksi di tengah umat. Mungkin, masih banyak lagi tuduhan yang menggemparkan lain. Semisal karikatur Nabi Muhammad di Prancis. Salman Rusdhie dengan ayat-ayat setannya. Tuduhan semacam ini akan selalu ada.

Tuduhan M Kece pada Nabi dan Al-Qur’an

Di Indonesia, belakangan muncul sosok kontroversi. Seorang Youtuber. MuhammadKece namanya. Akun ini berisi konten yang mengkritik pelbagai ajaran Islam. Bila tak ingin menyebut menghina dan mencemooh. Berikut saya kutipkan transkip perkataan M Kece terhadap sosok baginda Nabi dan Al-Qur’an;

“Muhammad sendiri tidak masuk surga, ia sendiri di kerumunin jin, dekat dengan jin. Al-Qur’an itu kitab karangan manusia. Kitab dongeng manusia. Jangan jadi marketing  Arab. Tidak ada apa-apanya Muhammad bin Abdullah itu. Katanya Muhammad utusan Allah, tidak ada satu pun wahyu yang turun pada Muhammad,”.  

“Muhammad dengan jin, yang membuat kece dikejam (M Kece di Kecam MUI). Ini ayat jelas di dalam Al-Qur’an. Muhammad dengan jin. Rupanya ini Al-Quran diterjemahkan makanya MUI mengecam. Muhammad dekat dengan Jin enggak terima. Di mana ayatnya Muhammad dekat allah,” itulah segelintir perkataan M Kece terkait sosok baginda Nabi dan Al-Qur’an.

Mengulik Tafsir Q.S. al Jin/72;19

Adapun ayat yang disebutkan M Kece, yang menuduh baginda Nabi dekat dan berkerumun dengan jin adalah firman Allah Q.S al-Jinn/72;19. Allah berfirman;

وَأَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كَادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَدًا

Artinya; Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.

Kemudian benarkah klaim tersebut bahwa ayat ini menyatakan Muhammad dikerumuni jin, dekat dengan jin, dan bersahabat dengan jin atau lebih ekstrem lagi Muhammad diperintah jin? Sebagaimana dituduhkan M Kece.

Sebelum kita menjawab, terlebih dahulu kita lihat asumsi dasar M Kece mengatakan stetmen tersebut. Ia mengeluarkan pendapat itu setelah membaca Al-Qur’an terjemahan. Yang ia baca hasil terjemahan. Seharusnya ia lebih mendalami pelbagai kata dalam bahasa Arab. Pasalnya saban kata tersebut memiliki keterbatasan ketika diterjemahkan, terlebih pada bahasa Indonesia.

Kedua, setiap ayat dalam Al-Qur’an yang turun kepada Nabi, tak bisa kita tafsirkan begitu saja. Bila demikian yang dilakukan akan mengalami distorsi kontek. Dalam penafsiran ayat Al-Qur’an itu sendiri ada asbabun nuzul. Harus mengetahui ilmu gramatika bahasa Arab, dan pelbagai ilmu alat lain. Bila tidak, akan mengalami kerancuan. Misalnya, Q.S at Taubah/9;73;

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Artinya: Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.

Dan juga firman Allah dalam at Taubah/9;5;

فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ

Artinya: Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian.

Bayangkan saja bila ayat ini dibaca tanpa melihat konteks dan sebab ayat ini turun, niscaya Islam akan dianggap agama cinta perang. Tak tahu belas kasih. Tak punya nurani. Islam  akan dianggap agama teroris. Pemahaman seperti ini akan lahir, sebab tak membaca ayat secara keseluruhan. Tak memahami konteks dan penafsiran ayat.

Ketiga, sejatinya bagaimana tafsir ayat yang disinggung oleh youtuber M Kece tersebut? Apa benar tuduhan bahwa Muhammad dekat dengan jin dan bersahabat bersama jin?

Ibnu Katsir dalam kitab Tafsīr Ibnu Katsir mengatakan terdapat pelbagai penafsiran ulama terkait Q.S al-Jin/72;19 ini. Pertama,  sebagaimana bersumber dari Al-Aufi, yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa jin-jin itu mendengar Nabi, hampir saja mereka menindihnya karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’annya.

Para jin berdesak-desakan di antara sesamanya untuk mendekat kepada Nabi, sedangkan Rasulullah sendiri tidak mengetahui keberadaan mereka, hingga datanglah kepada beliau Malaikat Jibril yang mewahyukan kepadanya firman Allah: Katakanlah, “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an). (al-Jin/72:1) Yakni mereka mendengarkan bacaan Al-Qur’annya. Ini menurut suatu pendapat yang diriwayatkan dari Az-Zubair ibnu Awwam.

الَ الْعَوْفِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ يَقُولُ لَمَّا سَمِعُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتْلُو الْقُرْآنَ كَادُوا يَرْكَبُونَهُ مِنَ الْحِرْصِ لَمَّا سَمِعُوهُ يَتْلُو الْقُرْآنَ وَدَنَوْا مِنْهُ، فَلَمْ يَعْلَمْ بِهِمْ حَتَّى أَتَاهُ الرَّسُولُ فَجَعَلَ يُقْرِئُهُ قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ هَذَا قَوْلٌ

Artinya: sesunggunnya Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menceritakan ketika jin-jin itu mendengar Nabi membaca Al-Qur’an, hampir saja mereka menindihnya karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’annya. Mereka berdesak-desakan di antara sesamanya untuk mendekat kepada Nabi, sedangkan Nabi sendiri tidak mengetahui keberadaan mereka, hingga datanglah kepada beliau Malaikat Jibril yang mewahyukan kepadanya firman Allah subhanahu wa ta’ala: Katakanlah, “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Al-Qur’an). (Al-Jin: 1) Yakni mereka mendengarkan bacaan Al-Qur’annya.

Pendapat kedua, Ibnu Jarir mengatakan tafsir ayat ini adalah kekaguman para jin terhadap Nabi dan sahabat. Mereka kagum melihat ketaatan mereka. Ketika Nabi Muhammad berdiri menyembah Allah dalam shalat, hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (al-Jin/72:19), ketika  para jin melihat Nabi sedang mengerjakan shalat bersama para sahabatnya, maka mereka ikut rukuk dan sujud bersama baginda Nabi. Ibnu Katsir menjelaskan;

عَجِبُوا مِنْ طَوَاعِيَةِ أَصْحَابِهِ لَهُ قَالَ: فَقَالُوا لِقَوْمِهِمْ لَمَّا قامَ عَبْدُ اللَّهِ يَدْعُوهُ كادُوا يَكُونُونَ عَلَيْهِ لِبَداً

Artinya: Para jin ini kagum, kagum dengan ketaatan para sahabat kepada nabi,  Lalu jin  berkata kepada kaumnya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (shalat), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (Al-Jin: 19).

Tafsir ketiga,pendapat ini mengatakan Q.S al Jin/72:19 ini tak terlepas dari ayat selanjutnya (Q.S al Jin/72:20). Yang menjelaskan bahwa manusia dan jin saling desak-mendesak berebutan untuk memadamkan kalimah ini (anjuran untuk tidak menyekutukan Allah).  tetapi Allah memenangkan atas orang-orang yang menentangnya. Ini merupakan pendapat ketiga yang lebih kuat.

وَقَالَ الْحَسَنُ: لَمَّا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيَدْعُو النَّاسَ إِلَى رَبِّهِمْ كَادَتِ الْعَرَبُ تَلْبُدُ عَلَيْهِ جَمِيعًا

Artinya: Hasan mengatakan bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit mengucapkan kalimah, “Tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah,” dan menyeru manusia untuk menyembah Tuhan mereka, hampir saja orang-orang Arab desak-mendesak mengerumuninya.

Sementara itu Imam Asy Syaukani dalam kitab Tafsir Fathul Qadir, menjelaskan secara detail tafsir Q.S al Jin/72:19.  Terutama terkait kata, Libada, banyak penafsiran terkait maksud term ayat ini. Salah satunya yang diungkapkan oleh Hasan, Qatadah, dan Ibnu Zaid bahwa makna Libada, maksudnya adalah tatkala hamba Allah—Muhammad—, berdiri untuk mendakwahkan Islam, desak mendesak berebutan untuk memadamkan dakwah Nabi tersebut, tetapi Allah enggan dan tetap menolongnya, dan menyempurnakan cahaya dakwah Nabi Muhammad.

لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ مُحَمَّدٌ بِالدَّعْوَةِ، تَلَبَّدَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى هَذَا الْأَمْرِ لِيُطْفِئُوهُ، فَأَبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يَنْصُرَهُ، وَيُتِمَّ نُورَهُ

Artinya: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyampaikan dakwahnya, berdesak-desakan atau mengerumuni manusia dan jin untuk memadamkan dakwah Nabi, tetapi Allah enggan dan tetap menolong Nabi dan menyempurnakan cahayanya.

Adapun Ibnu Asyur dalam kitab At Tahrir wa Tanwir mengatakan bahwa Q.S Al Jin/72:19, tak ada kaitannya dengan jin.  Ayat ini secara menjelaskan tentang perilaku kaum musyrik yang tak senang kepada Nabi. Pasalnya, nabi Muhammad mendakwahkan umat manusia untuk tidak menyekutukan Allah.

وَأُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللَّهِ، أَيْ أَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ اقْتِرَابَ الْمُشْرِكِينَ مِنْ أَنْ يَكُونُوا لِبَدًا عَلَى عَبْدِ اللَّهِ لَمَّا قَامَ يَدْعُو رَبَّهُ.

Artinya; telah diwahyukan kepada mu,bahwa sanya tatkala berdiri Hamba Allah artinya mewahyukan Allah kepada ku, maka mendekat kaum musyrik dalam keadaannya berdesak-desak atau mengerumuni hamba Allah tersebut, ketika ia mengajak atau berdakwah kepada Tuhannya.

Demikianlah Tafsir  Q.S al Jin/72;19. Dari keterangan para ulaa tafsir tak ada yang mengindikasikan Nabi bersahabat dengan jin. Tak juga Nabi memanggil jin. Tak pula seperti yang dituduhkan M. Kece. Menurut ulama tafsir, pendapat yang kuat ayat ini menjelaskan bahwa manusia durhaka dan jin berkumpul dan berkerumun ingin memadamkan dakwah Islam yang dibawa baginda Nabi. Mereka tak senang terhadap dakwah Rasulullah.

Terakhir, saya percaya, bahwa apa yang dilakukan oleh M. Kece bukanlah representasi umat Kristen. Itu hanya oknum yang mencoba menggangu kerukunan umat beragama. Untuk itu, seyogianya umat Islam, agar tak merespons secara berlebihan. Hendaknya direspons dengan elegan dan  menjawab tuduhan tersebut sebagai penerangan bagi mereka yang meragukan Islam, Al-Qur’an dan Nabi Muhammad.

BINCANG SYARIAH

Hukum Membuat Video Tiktok di Kuburan

Sempat viral di media sosial mengenai seorang remaja yang membuat video tiktok di area kuburan. Dia sedang asyik sendiri membuat video tiktok padahal teman-temannya yang lain sedang membaca zikir untuk para ahli kubur. Sebenarnya, bagaimana hukum membuat video tiktok di kuburan ini?

Ketika kita berjalan di dekat kuburan atau berada di area kuburan, maka kita sepantasnya khidmah dengan penuh kekhusyukan. Kita dianjurkan untuk mengingat kematian, mengingat kehidupan akhirat dan juga mendokan para jenazah saat melintasi atau berada di area kuburan.

Disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Baihaqi dalam kita Syu’abul Iman dari Anas bin Malik, Nabi Saw bersabda;

وَكُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ ثُمَّ بَدَا لِي فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُرِقُّ الْقَلْبَ وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ وَتُذَكِّرُ الآخِرَةَ فَزُورُوا وَلا تَقُولُوا هُجْرًا

Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur. Kemudian sekarang menjadi jelas bagiku, maka hendaklah kalian melakukan ziarah kubur. Hal ini karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat. Berziarhalah namun jangan kalian mengatakan perkataan hujr (perkataan tidak layak saat ziarah).

Hadis ini berisi anjuran agar mengingat akhirat saat ziarah kubur sehingga hati bisa lembut dan mata bisa menangis. Juga saat saat ziarah dan berada di area kuburan dilarang untuk mengeluarkan kata-kata yang tidak layak atau melakukan perbuatan yang bisa menghilangkan kekhusyukan. Menurut para ulama, melakukan hal-hal yang tidak pantas di area kuburan, seperti makan, ketawa, banyak bicara, hukumnya adalah makruh.

Jika makan di area kuburan saja makruh, tentu membuat video tiktok lebih makruh lagi. Ini karena membuat video tiktok, apalagi sambil joget dan ketawa, sangat tidak pantas dilakukan di area kuburan, baik menurut pandangan manusia terlebih dalam pandangan agama.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Hasyiyatus Shawi ‘ala Syarhis Shaghir berikut;

والاعتبار  أي الاتعاظ وإظهار الخشوع عندها  أي القبور ، ويكره الأكل والشرب والضحك وكثرة الكلام

Hendaknya mengambil pelajaran, mengingatkan diri sendiri dan menampakkan kekhusyukan saat berada di area kuburan. Dan dimakruhkan makan, minum, ketawa dan banyak bicara.

Juga disebutkan dalam kitab Bariqah Mahmudiyah berikut;

وَ يُكْرَهُ الْأَكْلُ عِنْدَ الْمَقَابِرِ وَالضَّحِكُ أَيْضًا عِنْدَهَا لِأَنَّ مِثْلَ هَذِهِ مَحَلُّ اعْتِبَارٍ وَتَذَكُّرِ الْآخِرَةِ وَالْأَكْلُ وَالضَّحِكُ مُنَافٍ لَهُمَا

Dimakruhkan makan di area kuburan dan juga tertawa. Hal ini karena tempat seperti di area kuburan merupakan tempat mengambil pelajaran dan mengingat akhirat. Sementara makan dan minum menghilangkan keduanya.

BINCANG SYARAIAH

Empat Golongan yang Terhalang Masuk Surga

SETIAP manusia di akhirat nanti menginginkan masuk ke dalam Surga. Karena di dalamnya terdapat banyak kenikmatan yang tidak pernah habis dan bersifat kekal. Di dalamnya juga ada air yang selalu jernih tidak berubah rasa dan baunya.

Ada pula sungai susu karena airnya terdiri atas air susu yang juga tidak berubah rasanya. Kemudian, ada juga sungai arak (khamar), yaitu airnya terdiri atas khamar yang sangat lezat rasanya, tapi tidak memabukkan. Selanjutnya, ada pula sungai madu, yang airnya terdiri atas madu yang disaring.

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِيْ وُعِدَ الْمُتَّقُوْنَ ۗفِيْهَآ اَنْهٰرٌ مِّنْ مَّاۤءٍ غَيْرِ اٰسِنٍۚ وَاَنْهٰرٌ مِّنْ لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهٗ ۚوَاَنْهٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشّٰرِبِيْنَ ەۚ وَاَنْهٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۗوَلَهُمْ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ وَمَغْفِرَةٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ ۗ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِى النَّارِ وَسُقُوْا مَاۤءً حَمِيْمًا فَقَطَّعَ اَمْعَاۤءَهُمْ ١٥

“Perumpamaan taman Surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai madu yang murni. Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka. Samakah mereka dengan orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga ususnya terpotong-potong?” (QS : Muhammad :15).

Namun tidak semua golongan manusia yang bisa memasuki Surga nya Allah. Jauh hari Rasulullah telah memberikan khabar tentang hal ini seperti dalam sabdahnya :

ثَـلاَثَـةٌ لَا يَدْخُـلُـوْنَ الْـجَـنَّةَ الْـعَـاقُّ لِـوَالِـدَيـْهِ وَ الْـدَيُـْوثُ وَرَ جُـلَـةُ الـنِّـسَـاء.

Empat golongan manusia yang tidak akan masuk Surga ; orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, dayyuts, laki-laki seperti wanita. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baihaki dishahihkan oleh Asy-Syaikh dari Abdullah bin Umar.

Dari Ammar bin Yasir Rasulullah ﷺ bersabda :

ثَـلاَثَـةٌ  قَــدْ حَـرَّمَ اللهٌ عـَـلَـيْـهِـمٌ الْـجَـنَّةَ مٌـدْمِنٌ الْـخَـمْرِ وَالْـعَـاقُّ لِـوَالِـدَيـْهِ و الْـدَيٌـْوثُ الْـذِيْ يُـقِـرُّالْـخُبْثُ فِـيْ أَهْـلِهِ.

“Tiga golongan manusia yang Allah mengharamkannya masuk Surga; orang pecandu khamar, orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, suami yang membiarkan kekejian (perbuatan seorang) kepada ahlinya.” (HR. An-Nasa’i)

Golongan Pertama. Berdasarkan dua hadis di atas, maka golongan yang pertama terhalang masuk Surga adalah orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya. Dalam al-qur’an Allah berfirman :

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ٢٣ وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ ٢٤

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”  (QS:Al-Isra’:23-24)

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗ…… ٨

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (QS: al-ankabut :8).

Dua ayat dalam al-Qur’an diatas cukup menjadi dasar seorang anak wajib untuk berbuat baik, berbakti dan tidak durhaka kepada ibu-bapaknya. Rasullah mengingatkan dalam hadisnya “Ridha Allah itu terletak pada ridho orang tua, dan murka Allah juga terletak pada murka orang tua.”

Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda, tatkala ada seorang lelaki yang memohon izin berangkat untuk berjihad di jalan Allah bersama beliau, lalu Rasulullah bertanya, “Apakah orang tuamu masih hidup?” lelaki itu menjawab ; “Iya, dia masih hidup. Kemudian beliau bersabda lagi, “kalau begitu, berjihadlah dahulu dalam berbakti kepada keduanya!”

Agama Islam mengharamkan perbuatan seorang anak yang mendurhakai orang tuanya. Durhaka kepada ibu-bapa merupakan salah satu dari golongan dosa- dosa besar.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

لأَاُخْـبِـرُكٌـمْ بـأَكْـبَـرِ الْـكَـبَـائِـرِ الِاشْــراكُ بـاللهِ وَعُـقُـوْقُ الـوَالِـدَيْـنِ

“Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa-dosa yang paling besar? Yaitu mempersekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang dua.”

Dalam hadis lain keduanya meriwayatkan juga hadist Rasulullah ﷺ:

لأَ يَـدْ خُـلُ الْـجَـنَّ مَـنَّـانُ ولاَ عَـاقُ وَلَا مُـدْ مِـنُ خَــمْـرِ

“Tidak akan masuk Surga orang manna (mengungkit ungkit pemberian), durhaka kepada ibu-bapak dan peminum khamar. Diriwayatkan juga oleh Al-Hakim hadist Ali bin Abi Thalib dengan sanad yang hasan, Rasulullah bersabda: “Allah melaknat orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.”

Berdasarkan dalil-dalil di atas sangat pantas seorang anak durhaka kepada ibu-bapaknya terhalang untuk masuk kedalam Surga.

Golongan kedua adalah dayyuts. Yaitu suami yang tidak mempunyai rasa cemburu terhadap keluarganya, atau orang tidak mempunyai rasa cemburu kepada keluarganya dan yang mengizinkan para lelaki asing menemui mahram-nya, sedangkan dia melihat mereka.

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad atau dikenal dengan Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Dosa-dosa Besar terjemahan kitab Al-Khabair menulis perkataan Mushannif dia berkata; ”Seorang yang memperkirakan istrinya berbuat seorang, lalu dia berpura-pura tidak mengetahuinya karena  cintanya kepada Istrinya, atau karena ia punya hutang, atau karena maskawinnya yang besar, atau karena ia mempunyai anak yang masih kecil-kecil, dan jika istrinya itu mengajukan kepada sang hakim akan memutuskan istrinya lebih berhak mengurus anak-anaknya, sehingga ia tidak bisa mengambil tindakan prilaku istrinya, maka tidak ada sama sekali kebaikan pada, pada orang yang tidak lagi memiliki rasa kecemburuan.”

Dr. Mustafa Murad dalam bukunya Pedoman Hidup Seorang Muslim terjemehan dari Minhajul Mukmin juga menyebutkan,  orang yang menduga bahwa istrinya telah berbuat keji, namun dia tidak peduli karena saking cintanya, atau posisinya yang lemah karena mempunyai hutang padanya, atau merasa dahulu telah mengeluarkan maskawin/mahar yang banyak, atau dia mempunyai tanggungan anak sehingga takut kalau dilaporkan kepada hakim dan dituntut kewajiban  untuk menafkahi mereka, padahal dia sendiri berada dibawah tanggungan istrinya tersebut, maka tidak ada satupun kebaikan dalam diri orang yang tidak punya rasa cemburu.

Golongan Ketiga. Peminum khamar, meski tidak sampai mabuk. Meminum khamar atau alkohol atau yang minuman yang memabukan lainya dilarang oleh Allah dan Rasullah dalam agama Islam walaupun tidak mabuk.

Bahkan Rasulullah ﷺ menyebutkan peminum bahkan sampai kepada penjual khamar  dilaknat Allah. Dalam surah al-Maidah ayat 90 disebutkan meminum khabar, judi, mengundi nasib merupakan perbuatan syetan dan wajib dijauhi oleh orang beriman.

Nabi Muhammad ﷺ juga melarang perilaku ini dengan sabdanya yang artinya: “Allah melaknat peminum khamer dan penjualnya.” (HR:  Hakim).

Orang yang tidak menjauhi perbuatan ini, berarti dia telah durhaka kepada Allah dan rasulnya, maka di akhirat dia berhak untuk mendapatkan adzab dan akan diberi minum dengan thinatul khabal. ”Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.” (QS: An-Nisa :14).

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Musim, Abu Daud dan Tarmizi ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Apa itu thinatul khabal?  Rasulullah bersabda, “Keringat atau air persan penghuni Neraka.”

Sedangkan hukuman di dunia bagi peminum khabar yaitu didera sebanyak 80 kali sesuai dengan yang dicontohkan Nabi sebagaimana ditulis oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim.

Golongan keempat. Laki-laki seperti wanita atau sebaliknya. Dalam ajaran Islam, tidak boleh seseorang untuk meniru cara berpakaian atau penampilan seperti lawan jenisnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah ﷺ melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari no. 5885).

Dalam hadis lain disebutkan, “Allah melaknat perempuan yang mengenakan pakaian laki-laki dan laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan.”Larangan tersebut tak hanya berkaitan dengan persoalan busana, melainkan juga cara berjalan dan berbicara.

Pada dasarnya setiap manusia diciptakan dalam kondisi yang sempurna. Allah SWT berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ ٤

“Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS: at-Tin: 4).

Maknanya, bagaimana kondisi manusia diciptakan hakikatnya adalah bentuk yang paling baik menurut Allah SWT. Jika Yang Maha Pencipta berfirman demikian, maka kita sebagai makhluk sungguh tak elok mencap wujud diri kita belumlah sempurna dan pantas diubah-ubah.

Allah Ta’ala juga menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai pasangan yang saling melengkapi. Keduanya ada perbedaan fisik, psikis dan pemikiran sehingga bisa saling melengkapi.Ingatlah firman-Nya dalam Surah al-Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…”

Sehingga bisa dikatakan, penciptaan laki-laki dan perempuan adalah sebuah fitrah yang tidak bisa diubah. Soal mengubah ciptaan Allah ini, Nabi ﷺ dengan sangat tegas melarangnya.

Nabi ﷺ bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَاْلمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتــَّخِصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحَسَنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ, مَالِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ وَهُوَ فِي كِتــَابِ اللهِ – أخرجه البخاري ومسلم –

“Allah melaknat para perempuan pembuat tato dan yang meminta ditato, para wanita yang mengerok alisnya dan perempuan yang meratakan gigi untuk mempercantik diri, yang merubah ciptaan Allah. Buat apa aku tidak melaknat orang yang Rasulullah laknat, padahal dia (hokum melaknat para pelaku) terdapat dalam kitabullah.” (HR: Bukhari dan Muslim).*/Deri Adlis

HIDAYATULLAH

Tips untuk Mualaf Agar Khusyuk Saat Sholat

Sangat penting membiasakan diri mendengarkan Alquran setiap hari.

Untuk seorang yang baru masuk Islam, sholat dalam bahasa Arab mungkin tampak sedikit rumit pada awalnya. Seperti diketahui, sholat adalah pertemuan antara seorang hamba dengan Tuhan. Seorang mualaf yang dulunya Kristen atau Yahudi sebelumnya terbiasa melakukan ibadah dalam bahasanya sendiri.

Dilansir dari About Islam, Sabtu (21/8), Allah SWT memang tahu semua yang ada di hati setiap orang, Dia mengenali setiap doa dan permohonan. Namun, karena Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, seorang Muslim harus menggunakan bahasa Arab.

Sebagai seorang Muslim baru sekarang, hal pertama yang mungkin muncul di benak seorang mualaf adalah bagaimana berkomunikasi dengan Tuhan dalam bahasa yang tidak dikuasai? Bagaimana cara memiliki ketaqwaan (khusyuk) selama sholat dan memiliki perhatian penuh kepada Tuhan saat membaca dalam bahasa yang tidak diketahui?

Dalam Islam, fakta bahwa semua Muslim berdoa dengan cara yang sama, mengucapkan kata-kata yang sama memberikan keindahan yang nyata, yakni kesatuan Islam. Persatuan yang dapat dilihat saat umat Islam berdoa di ka’bah.

Tidak peduli dari mana mereka berasal atau bahasa apa yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, ketika mereka berkumpul bersama untuk menyembah Tuhan, mereka semua mengucapkan “Allahu Akbar” dan membaca kata-kata yang sama dari Quran, dan mereka semua membungkuk dan sujud bersama.  

Maka karena fakta ini, wajib atas setiap Muslim melakukan sholat mereka dalam bahasa Arab dengan kata-kata dan gerakan yang diajarkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Seorang mualaf, Timea Aya Csanyi membagikan tipsnya untuk mengatasi masalah yang biasa dihadapi orang-orang yang baru memeluk Islam.

Perbanyak mendengar bacaan Alquran

Menurutnya, sangat penting membiasakan diri untuk mendengarkan Alquran setiap hari, atau beberapa video Youtube dalam bahasa Arab;  Meski belum memahami bacaannya, setidaknya Anda akan lebih mengenal bunyi bahasa Arabnya.

Mintalah pengawasan orang lain

Timea menyebut, upaya lain yang bisa dilakukan adalam dengan meminta salah satu teman Muslim Arab atau siapa pun yang memiliki pengucapan bahasa Arab yang benar untuk mengklarifikasi kata-kata yang Anda ucapkan dalam sholat. Pastikan beri perhatian khusus pada huruf dan suara yang tidak ada dalam bahasa Inggris.

Pakai alat bantu

Sebelum berdiri untuk sholat, bisa juga mengambil selembar kertas besar dan tulis secara fonetis dalam bahasa kalian apa yang harus diucapkan pada bagian-bagian tertentu dari sholat dengan huruf besar yang dapat dibaca dalam posisi berdiri. Letakkan di depan saat sholat dan baca saja. Lakukan itu lima kali sehari selama beberapa hari dan Anda akan menghafalnya dengan sangat mudah dengan sedikit usaha.

Sholat berjamaah

Menurutnya, sangat penting juga untuk sholat dengan orang lain. Jika memungkinkan, perlu juga mencoba sholat dengan Muslim lain atau bahkan lebih baik dalam kelompok yang sudah berdoa tanpa kesulitan.

Dengan cara ini Anda akan menikmati semangat kelompok Islam. Seorang mualaf akan mendapatkan lebih banyak pahala untuk sholat berjamaah dan pada saat yang sama, secara bertahap menghafal apa yang mereka katakan.

Belajar lewat video

Jika seorang mualaf tidak dapat berdoa bersama orang lain, maka putarlah video atau program apa pun yang mengajarkan bagaimana melakukan shalat dan ikuti instruksi mereka. Perlu juga memastikan sebelum memilih cara ini atau berdoa dengan seseorang, Anda telah membaca beberapa kali apa yang harus diucapkan dengan tepat di setiap bagian selama sholat.

Hal ini karena, seperti lagu-lagu yang biasa didengarkan, kadang-kadang Anda mungkin berpikir penyanyi itu mengatakan suatu kata, tetapi setelah memeriksa liriknya Anda menyadari mereka menyanyikan sesuatu yang benar-benar berbeda. 

Cara lain yang menurutnya harus dilakukan adalah tetap berteman dengan Muslim yang saleh, menghadiri sholat berjamaah bersama mereka pada hari Jumat dan hari-hari lainnya selama seminggu sebanyak mungkin untuk memperkuat iman. Saat Anda berdoa, atau benar-benar melakukan sesuatu, ingatlah Tuhan selalu mengawasi Anda.

KHAZANAH REPUBLIKA

Alasan Mengapa Muslim Penting Harus Senantiasa Sehat?

Kesehatan bagi Muslim sangat mendukung aktivitas ibadah

Agama Islam adalah satu-satunya agama yang menaruh perhatian kepada kesehatan raga persis seperti perhatian kepada jiwa dan roh. 

Meskipun telah berusaha mengangkat jiwa manusia ke tingkat yang tinggi , Islam tetap tidak menelantarkan tubuh dengan tidak memberinya perhatian khusus untuknya.  

“Tidak hanya itu, Islam juga berusaha melindungi dan memeliharanya dari keletihan dan penyakit,” kata  tulis Dr dr Muhammad Washfi dalam bukunya “Menguak Rahasia Ilmu kedokteran dalam Alquran.”   

Menurutnya, satu dari banyak bentuk kebahagiaan orang mukmin adalah segala yang terkait dengan eksistensi mereka dan bisa memelihara tubuh mereka. Dan ini telah dijelaskan secara lengkap dan sempurna oleh Islam. 

“Tujuannya supaya jiwanya sampai pada kesempurnaan mutlak yang telah disyariatkan Allah SWT,” katanya. Dalam surat Ash Shaf ayat 8 Allah SWT berfirman:  

 وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ “….Dan Allah telah menyempurnakan cahayanya meskipun orang-orang kafir benci.”

Orang sakit tidak punya kemampuan untuk melaksanakan kewajiban kemanusiaan yang diwajibkan agamanya. Dan penyakit akan membuatnya tidak maksimal dalam menjauhkan diri dari pikiran pikiran jahat dan bisikan bisikan nafsu. “Penyebabnya adalah hubungan erat antara jasad dan roh,” katanya. 

Seperti yang telah dipahami bahwa penyakit memberi pengaruh pada organ saraf seseorang, pikiran, pemahaman, perasaan, dan aktivitas. Dan dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara penyakit tubuh, gangguan kejiwaan maupun gangguan mental.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Childfree dalam Islam

Istilah Childfree belakangan viral di media sosial. Pasalnya, salah satu selebgram memutuskan untuk menjalani childfree. Childfree adalah istilah yang memiliki pengertian, kesepakatan sepasang suami dan istri untuk hidup tanpa memiliki anak setelah menikah. Lantas, bagaimana hukum childfree dalam Islam?

Tak bisa dipungkiri, childfree merupakan istilah yang baru bagi sebagian orang. Meski demikian, di Indonesia sendiri, terdapat juga komunitas childfree. Dan banyak juga praktisi childfree ini. Bila kita menelusuri terdapat pelbagai alasan para pasangan suami dan istri memutuskan tidak ingin memiliki anak.

Yulaika Ramadhani dalam laporan reportase di Tirto.id yang berjudul Mereka Memutuskan Tidak Punya Anak, terdapat beragam alasan.  Dengan mengutip pendapat Susannah Rigg, ia menulis terdapat pelbagai hal yang melatarbelakangi keputusan ini berkaitan dengan kesehatan, latar belakang keluarga, pertimbangan gaya hidup, alasan finansial, sampai alasan terkait emosional atau ‘maternal instinct’.

Selain itu ada juga yang memiliki alasan childfree, seperti yang ditulis oleh Ustadz Ahong, pasangan suami istri memiliki pandangan banyak anak yang disayangi—selain anak biologis. Misalnya, anak yatim piatu korban Covid atau korban bencana alam lainnya.

Tentu ada juga yang memilih tidak  memiliki anak karena takut anaknya telantar. Tidak terawat. Sebab suami dan istri sibuk dengan karier dan pekerjaan masing-masing. Hal itu akan mengakibatkan anak kekurangan perhatian dari orang tua. Dan besar tanpa ada kasih dan sayang orang tua. Tentu ini akan memengaruhi mental dan psikologis anak.

Tentu masih banyak lagi alasan pasangan childfree, namun  terlepas dari alasan itu semua, Syekh Syauqi Ibrahim Alam dari Dar Ifta Mesir, mengeluarkan fatwa nomor 4713, 5 Februari 2019, mengatakan sebuah fatwa yang di antara poinnya. Pertama, dalam Islam tidak ada keterangan Al-Qur’an atau Hadis yang mewajibkan pasangan suami istri untuk punya anak. Berikut kutipan teksnya;

ولم يوجب الشرع على كل من تزوَّج أن ينجب أولادًا، لكنه حثَّ عمومَ المسلمين على النكاح والتكاثر، واكتفى بالترغيب في ذلك مع بيان أنها مسؤوليةٌ على كل من الوالدَيْن

Artinya; Syariat tidak mewajibkan setiap orang yang menikah untuk memiliki anak, tetapi kebanyakan kaum muslimin pada umumnya untuk menikah dan memperbanyak anak.  Dan keputusan itu tercukupi dengan dorongan untuk melakukannya dengan penjelasan sebagai tanggung jawab orang tua (suami-istri).

Kedua, adanya kesepakatan suami dan istri tidak memiliki anak. Pasalnya, menjadi orang tua bukanlah hal yang sepele. Terdapat tanggung jawab besar. Orang tua bertugas menyayangi anak, membesarkan, memberikan perhatian, dan mendidik anak. Kesepakatan suami istri tidak mempunyai anak merupakan hal yang dibolehkan dalam agama. Terlebih bila ada alasan jelas semisal adanya penyakit, khawatir tidak dapat menjaga, menyayangi dan mendidik anak dengan baik.

وإذا غلب على ظن الزوجَيْنِ أنهما غيرُ قادرَيْنِ على هذه المسؤولية، أو قَرَّرا عدمَ الإنجاب لمصلحةٍ معينةٍ: كأن يكون في الإنجاب خطورة مثلًا على صحَّة الزوجة، أو خَافَا فسادَ الزمان على الذريَّة، فاتفقا على عدم الإنجاب، فلا حَرَجَ في ذلك عليهما؛ لأنه لم يرِدْ في كتاب الله تعالى نصٌّ يُحرِّم منعَ الإنجاب أو تقليلَه

Artinya: Jika pasangan berpikir kemungkinan besar mereka tidak mampu untuk tanggung jawab ini, atau mereka memutuskan untuk tidak memiliki anak untuk kepentingan tertentu, seperti jika melahirkan anak berbahaya bagi kesehatan istri, atau mereka takut kehancuran zaman—perubahan iklim sebab angka kelahiran, dan keduanya setuju untuk tidak memiliki anak, maka tidak ada yang salah/dosa dengan itu bagi mereka itu, Pasalnya tidak ada nash dalam Al-Qur’an yang melarang mencegah atau mengurangi kelahiran anak.

Ketiga, ketidakinginan punya anak ini, menurut Syekh Ibrahim Alam, dianalogikan dengan kasus azal atau pemutusan sanggama sebelum mencapai orgasme sehingga sperma suami keluar diluar lubang vagina istri. Azal ini  terjadi di era Nabi Muhammad dan para sahabat;

واتفاقهما على منع الإنجاب في هذه الحالة يُقاس على العزل, وقد اتفق جمهور العلماء على أنَّ العزلَ مباحٌ في حالة اتفاق الزوجين على ذلك

Artinya; Dan sepakat suami dan istri untuk mencegah kelahiran (chidfree)  pada keadan ini diqiyaskan pada azal, dan terkait azal, para ulama sepakat bahwa sesungguhnya hukumnya adalah boleh,apabila ada kesepakatan suami dan istri.

Lebih lanjut, Mufti Mesir ini juga mengatakan childfree  merupakan hak suami dan istri. Mereka boleh memutuskan untuk punya anak atau bukan. Hal itu adalah urusan individual. Dan harus dilingdungi. Akan tetapi, childfree itu harus atas kesepakatan kedua, tidak boleh salah satu.

عدمُ الإنجابِ هو حقٌّ للزوجين معًا، ويجوز لهما الاتفاقُ عليه إذا كان في ذلك مصلحة تخصُّهما، ولا يجوز لأحدهما دون موافقة الآخر، وهذا الجواز على المستوى الفردي

Artinya: tidak punya anak merupakan hak suami dan istri secara bersamaan. Dan boleh bagi keduanya untuk sepakat childfree jika itu untuk kepentingan mereka, dan tidak boleh bagi salah satu dari mereka tanpa persetujuan yang lain, dan kebolehan ini merupakan hak/urusan individu

Sementara di sisi lain, ada juga yang menjelaskan bahwa hukum childfree dalam Islam hukumnya haram. Alasannya pun beragam. Ada yang menyebutkan tujuan menikah salah satunya untuk memiliki anak. Ada juga yang mengutarakan, anak adalah investasi berharga bagi orang tua. Oleh karena itu keputusan tak punya anak, merupakan sesuatu hal yang terlarang.

Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin terkait pentingnya anak. Hal ini juga yang menjadi hujjah sebagian ulama yang menyatakan childfree dalam Islam merupakan sesuatu yang terlarang. Imam Ghazali berkata ;

وفى التواصل الى الولد قربة من اربعة وجوه هي الاصل فى الترغيب فيه عند امن من غوائل الشهوة حتى لم يحب احد ان يلقي الله عزبا الاول موافقة الله بالسعي فى تحصيل الولد الثانى طلب محبة الرسول صلى الله عليه وسلم في تكثير من به مباهته الثالث طلب التبرك بدعاء ولد الصالح بعده الرابع طلب الشفاعة بموت الولد الصغير اذا مات قبله

Artinya; pada usaha untuk memiliki keturunan  merupakan ibadah dalam empat sisi. Yang menjadi alasan dasar dianjurkannya menikah ketika seseorang aman dari gangguan syahwat/hawa nafsu sehingga tidak ada seseorang yang senang bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak menikah.

Pertama, menggapai ridha Allah dengan memiliki keturunan. Kedua, mencari cinta kasih Nabi Muhamad sebab memperbanyak umatnya yang dibanggakan. Ketiga, berharap mendapatkan berkah dari doa anak saleh setelah orang tuanya meninggal. Keempat, menuntut syafaat dari anak sebab meninggalnya anak kecil yang mendahuluinya.

Demikian penjelasan hukum childfree dalam Islam. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Childfree dalam Padangan Islam

Saudaraku yang semoga disayangi Allah Ta’ala. Sebelum Engkau memutuskan untuk melakukan “Childfree” yaitu memutuskan tidak punya anak dalam pernikahan, kami ajak Anda merenung. Salah satunya adalah renungkan kalimat berikut,

“Kita tidak ada di dunia,  jika orang tua kita memutuskan childfree.”

Ya, kalimat di atas untuk memberikan renungan bagi mereka yang memutuskan untuk melakukan childfree. Benar, salah satu dampak memutuskan childfree yaitu tidak mempunyai anak dalam pernikahan.

Apabila kita berbicara masalah hak asasi dan hak memilih, memang benar, setiap orang berhak untuk memutuskan tidak punya anak, baik untuk sementara maupun selamanya dengan alasan apapun. Karena hidup itu adalah pilihan. Bahkan apabila ada orang memilih tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, kita tidak bisa memaksa mereka untuk beriman. Tidak ada paksaan dalam agama ini.

Allah Ta’ala berfirman,

لَاۤ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ ۗ

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).” (QS. Al-Baqarah [2]: 256)

Akan tetapi, kita adalah muslim yang beriman, tentu kita berusaha menjalankan syariat Islam yang Allah Ta’ala turunkan dan Allah Ta’ala hanya ridha dengan agama Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ

“Sesungguhnya agama yang diridai dan diterima di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19)

Patut kita camkan bahwa Allah Ta’ala yang lebih mengetahui bagaimana cara manusia hidup berbahagia dengan kebahagiaan hakiki, bukan kebahagiaan semu semata. Konsep kehidupan selain dari konsep Islam yang Allah Ta’ala turunkan hanyalah membawa kepada kesengsaraan yang terlihat seolah-olah kebahagiaan. Allah Ta’ala yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta sehingga Allah Ta’ala yang paling tahu konsep dan cara untuk berbahagia.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ ۗ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Katakanlah, “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah?” (QS. Al-Baqarah: 140)

Tentu saja konsep childfree ini tidak sesuai dengan ajaran Islam, sangat banyak sekali poin-poinnya, di antaranya:

Pertama, mempunyai anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan orang tua adalah memiliki anak. Betapa banyak pasangan mandul yang sampai saat ini berusaha memiliki anak. Mereka bahkan rela mengorbankan apa saja untuk berobat agar memiliki anak. Pasangan yang mandul ini tentu saja sedih hidup mereka belum dikarunai anak.

Anak-anak adalah permata hati dan kebahagiaan bagi mereka yang masih berada dalah fitrah.

Allah Ta’ala berfirman,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Para Nabi ada yang belum dikaruniai anak sampai mereka berumur tua. seperti Nabi Ibrahim dan Zakaria ‘alaihimassalam. Mereka tentu sedih jika tidak mempunyai anak dan yang meneruskan generasi dan gen mereka di muka bumi. Mereka pun berdoa kepada Allah Ta’ala agar dikaruniai anak dan Allah Ta’ala mengabulkan doa mereka.

Perhatikan doa Nabi Zakaria ‘alaihissalam berikut ini,

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْداً وَأَنتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَْ

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ

“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia menyeru Tuhannya, “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan do’anya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.” (QS. Al-Anbiya’: 89-90)

Kedua, memiliki anak dan mendidik dengan baik termasuk sunnah.

عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ no. 1784)

Ketiga, terlalu banyak dalil perintah agar kita memiliki dan memperbanyak keturunan.

Salah satunya bahwa jumlah keturunan yang banyak adalah karunia. Sehingga Kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam diperingatkan tentang karunia mereka, yaitu jumlah yang banyak padahal dahulunya sedikit,

وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ

“Dan ingatlah di waktu dahulu kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al-A’raf: 86)

Keempat, anak mendatangkan rizki dengan izin Allah Ta’ala.

Yaitu dengan menjemput rizki dan tidak bermalas-malasan. Allah Ta’ala menyebut memberi rizki anak DAN baru kemudian orang tuanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra’: 31)

Kelima, anak-anak adalah harapan kita ketika sudah tua. Bisa jadi ketika kita tua renta kelak akan berpenyakitan seperti terkena stroke (semoga Allah Ta’ala menjaga kita). Dalam keadaan seperti ini, yang paling ikhlas merawat kita adalah anak-anak kita.

Terlebih anak tersebut adalah anak yang shalih yang berusaha berbakti mencari ridha orang tua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ

“Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Keenam, anak-anak adalah amal jariyah paling berharga yang akan mendoakan kita ketika kita sudah meninggal kelak. Anak-anaklah yang paling mengingat kita dan mendoakan kita di saat orang lain melupakan kita.

Bisa jadi orang tua akan terkaget-kaget di akhirat, karena dia mendapat kedudukan tinggi. Dia bertanya-tanya, ternyata karena doa anak-anaknya, bukan orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga.” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu.” (HR. Ahmad, Ibnu Katsir berkata, isnadnya shahih)

Tentu masih banyak poin pembahasan lainnya.

Demikian, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68365-childfree-dalam-padangan-islam.html

Antara Luasnya Islam dan Sempitnya Kotak Kecil

ISLAM adalah agama yang indah dan luas selama kita tidak terperangkap dalam kotak kecil.

Jika kita sudah terperangkap dalam kotak kecil maka hilanglah indahnya Islam dan berubah menjadi agama kebencian dan gelap.

Pada akhirnya kita semua dalam beragama ini dihadapkan pada dua pilihan;

Pertama, terperangkap dan terkurung dalam kotak kecil.

Kedua,  keluar dari kotak kecil menuju luasnya Islam.

Saya sendiri pernah terperangkap dalam kotak kecil dan alhamdulillah kemudian Allah sadarkan dan selamatkan saya sehingga saya sudah putuskan untuk keluar dari kotak kecil tersebut, dan sekarang fokus maju ke depan dan tidak akan mundur lagi ke belakang.

Siapa saja yang berada dalam kotak kecil itu beranggapan bahwa kebenaran mutlak hanyak milik kelompoknya saja, sedangkan yang selainnya adalah tersesat, berbahaya dan manusia harus diselamatkan darinya.

Siapa saja yang berada dalam kotak kecil itu selalu berprasangka buruk dan berpandangan buruk terhadap siapa saja yang dianggap berbeda dengannya dan yang pasti dianggap sebagai orang-orang tersesat dan menyesatkan serta berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin.

Kotak kecil itu adalah siapa saja yang kerjaannya dan misinya menanamkan kebencian dan menuduh sesat sesama Ahlus Sunnah Wal Jamaah, menjatuhkan, menghancurkan dan pembunuhan karakter siapa saja yang dianggap beda dengannya karena tidak siap untuk berbeda dan tidak lapang dada menyikapi perbedaan padahal terhadap saudaranya sendiri sesama Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Sesama orang Islam itu seharusnya rukun dan damai, karena antara perbedaan dan persamaan diantara kelompok Islam itu lebih banyak samanya daripada bedanya.

Berikut ini permasalahan prinsip yang kita semua sama di dalamnya:

Tuhannya sama, Allah.

Nabinya sama, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam.

Kiblatnya sama, Ka’bah.

Kitabnya sama, Al-Qur’an.

Rukun Islamnya sama, ada lima; Dua kalimat syahadat, shalat, zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi yang mampu.

Rukun imannya sama, ada enam; Iman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir dan takdir.

Pemahaman tentang definisi keimanan juga sama, yaitu mengimani semua yang wajib diimani dengan ucapan lisan, keyakinan hati dan pengamalan dengan anggota tubuh. Iman bisa bertambah dengan ketaatan kepada Allah dan bisa berkurang dengan kedurhakaan kepada Allah.

Sahabat Nabinya sama, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dan semua sahabat lainnya, Radhiyallahu ‘Anhum.

Imam madzhabnya sama, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal Rahimahumullah.

Kitab haditsnya sama, Bukhari, Muslim, dll.

Dan persamaan-persamaan lainnya..

Perbedaan yang ada itu kebanyakan bukan dalam hal yang prinsip, tapi sayang kadang di paksakan untuk menjadi seakan hal itu adalah permasalahan yang prinsip.

Banyak membaca dan terus belajar akan membuka wawasan, juga jangan lupa banyak berdoa memohon petunjuk kepada Allah.

Harapan saya sederhana saja, jangan mudah vonis sesat terhadap sesama muslim!

Masihkah Anda memilih untuk tetap berada dalam kotak kecil..?!

Hamba Allah yang selalu berharap petunjuk, ampunan dan kasih sayangNya.*

Oleh: Abdullah Sholeh Hadrami/@AbdullahHadrami

HIDAYATULLAH

Uzlah di Akhir Zaman

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

“Bersegeralah kalian melakukan amal shalih sebelum datangnya berbagai fitnah yang seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada waktu pagi seorang masih beriman, tetapi di sore hari sudah menjadi kafir; dan pada waktu sore hari seseorang masih beriman, kemudian di pagi harinya sudah menjadi kafir.” [HR. Muslim no. 169, Tirmidzi no. 2121, dan Ahmad no. 7687.]

Ahmad Thomson menyebutkan tiga macam pola dasar pengelompokan sosial. Pertama, masyarakat pedalaman sederhana yang hidup selaras dengan alam namun tidak mengikuti syari’at kenabian dalam peribadatan. Kedua, masyarakat Islam yang selaras dengan alam dan mengikuti syari’at kenabian. Ketiga, masyarakat kafir yang hidup tidak selaras dengan alam semesta dan sengaja menolak syariat Sang Pencipta.

Masyarakat pertama perlahan semakin menghilang seiring laju perkembangan teknologi dan informasi, walaupun eksistensi mereka akan tetap ada namun mayoritas kita tidak berada di kelas itu.

Adapun jenis kelompok kedua, gambaran yang paling ideal terjadi pada generasi terbaik umat Islam; sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Mereka bisa selaras fitrahnya dengan lingkungan dan pada saat yang sama juga menjadikan keselerasannya dengan alam semesta dalam bingkai ibadah kepada pencipta alam semesta. Pada kehidupan mereka terdapat sistem hidup yang mengandung kecukupan dan keberkahan, materil dan non materil..

Kelompok kedua ini menjadikan dunia sebagai ladang menanam amal untuk memetik kebahagiaan yang sesungguhnya di akhirat. Karenanya mereka tidak mengeksplorasi alam semesta dengan semangat ketamakan dan eksploitasi, melainkan agar sarana menegakkan agama ini makin mudah dan efektif.

Mereka tidak merusak hutan atau menambang isi bumi secara brutal yang di kemudian hari menyisakan persoalan bagi anak cucu mereka. Sebaliknya langit dan bumi mendatangkan keberkahan dalam semua yang mereka lakukan. Syariat kenabian yang mereka jadikan sebagai dasar pijak dan petunjuk arah, telah membuat tujuan dari semua yang mereka lakukan menjadi terang dan jelas. Karenanya mereka kaya dan makmur dengan sebenar-benarnya. Dunia telah mengikutinya, bahkan berada dalam genggaman tangannya. Sementara hatinya tetap bebas untuk tunduk dalam kendali syariat pencipta dunia itu.

Kepada kelompok kedua ini Allah jadikan Iblis tak berdaya untuk menggodanya. Badai api fitnah pun padam tak kuat untuk menyala. Bahkan Allah jadikan musuh-musuh mereka lumpuh tak berdaya.

Sebagian tertunduk lesu tanda menyerah kalah dan sebagiaannya ’terpaksa’ masuk dalam barisan mereka karena pribadi mereka terlalu mulia untuk ditentang. Demikianlah kemuliaan yang Allah anugerahkan kepada kelompok manusia yang hatinya selaras dengan semesta dan jiwanya tunduk kepada syariat Sang Pencipta.

Adapun masyarakat ketiga, inilah jenis masyarakat yang paling mendominasi dunia; masyarakat yang bermusuhan dengan alam semesta dengan beragam aktivitas eksploitasi alam -juga manusianya- secara liar, dimana semua itu dilakukan untuk memenuhi nafsu mereka dan dalam rangka menentang syari’at pencipta mereka. Inilah masyarakat kafir yang kehidupan mereka tunduk di bawah kendali Iblis melalui sistem Dajjal dan kaki tangannya.

Inilah era di mana kita hidup, era yang tanpa sadar menyeret kaum Muslimin untuk masuk dalam pusaran permainan mereka untuk selanjutnya mustahil bisa keluar darinya. Pola hidup masyarakat kelas ini telah menjadi sesuatu yang sistemik, berlaku secara global dan menjangkau seluruh bidang kehidupan manusia. Politik, sosial, ekonomi, budaya, militer, pemikiran dan peradaban, semuanya berada dalam kendali sistem kufur ini.

Inilah zaman yang oleh nabi disebut sebagai zaman fitnah, zaman yang semua sistem kenabian telah dijurkirbalikkan, norma dan nilai kebenaran dirusak tanpa ada yang tersisa. Sangat berat hidup di era ini; era dajjal, era dimana seluruh masyarakat dunia telah buta, yang karenanya si mata satu merasa pantas menjadi raja. Lantas, apa yang dapat kita perbuat?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Sebaik-baik manusia pada masa terjadinya kekacauan adalah seorang laki-laki yang memegang tali kendali kudanya di belakang musuh Allah. Ia membuat mereka gentar dan mereka juga membuatnya gentar. Atau seorang laki-laki yang mengasingkan diri di daerah pedalaman, dengan menunaikan hak Allah atas dirinya.” [HR. Al-Hakim dan Abu ‘Amru Al-Dani. Dinyatakan shahih oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 698]

Pilihan pertama sangat cocok untuk penduduk negeri yang Allah karuniakan ibadah jihad. Adapun bagi kaum Muslimin yang berada di wilayah ‘damai’, maka pilihan kedua adalah solusi terbaik; ‘uzlah dengan tetap menunaikan hak Allah atas dirinya. Uzlah yang hak Allah tetap terpenuhi adalah ‘uzlah berjamaah’, membentuk komunitas yang memiliki kesamaan tujuan; menegakkan agama ini hingga bisa mewujudkan masyarakat yang selaras dengan alam semesta dan tetap tunduk kepada syari’at Allah swt. Wallahu a’lam bish shawab.*

Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani

HIDAYATULLAH

Andaikan Kaum Kristen Tak Pakai Kata “Allah”

BAGAIMANA jika kaum Kristen di Indonesia tidak lagi menggunakan kata ‘Allah’ dalam Bibel dan ritual mereka, seperti diserukan sejumlah kelompok Kristen di Indonesia? Jawabnya: tidak apa-apa. Sebab, kaum Kristen Barat, yang menjadi sumber agama Kristen di Indonesia, juga tidak menggunakan kata ‘Allah’. Lagi pula, kata ‘Allah’ juga tidak dikenal dalam teks asal kitab kaum Kristen, yang berbahasa Ibrani dan Yunani kuno.

Juga, hingga kini, kaum Kristen pun terus berdebat tentang siapa nama Tuhan mereka yang sebenarnya. Sebelumnya telah dipahami, bagaimana perdebatan seputar nama “YHWH”; apakah itu nama atau sebutan Tuhan. Sebagian Kristen mengklaim, YHWH adalah nama Tuhan, tetapi tidak diketahui dengan pasti bagaimana menyebutnya, sehingga lebih aman dibaca ‘Adonai’. Dalam Bibel bahasa Indonesia, YHWH diterjemahkan dengan ‘TUHAN’, dalam sebagian Bibel edidi bahasa Inggris diterjemahkan menjadi ‘the LORD’. Dalam bahasa Arab, YHWH dialihbahasakan menjadi ‘al-Rabb’. Pandangan jenis ini dianut oleh Kristen mainstream yang diwakili oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Tetapi, ada sebagian Kristen yang secara tegas menyatakan, YHWH adalah nama Tuhan yang bisa dibaca dengan ‘Jehovah’ atau ‘Yahweh’. Di Indonesia, pandangan jenis ini diwakili oleh sejumlah kelompok yang menolak penggunaan kata Allah, seperti Beit Yeshua Hamasiakh. Dalam bahasa Inggris ada juga Bibel yang secara tegas menyebutkan ‘YHWH’ dengan ‘Yahweh’, seperti The New Jerusalem Bible menulis Keluaran 3:15: “God further said to Moses, “You are to tell the Israelites, “Yahweh the God of your ancestors, the God of Abraham, the God of Isaac and the God of Jacob, has sent me to you.”

Membaca ayat tersebut, dipahami, bahwa Yahweh memang nama Tuhan Israel. Yahweh adalah nama diri, yakni ungkapan “Yahweh the God of your ancestors…”. Dalam Bibel versi LAI, ayat Bibel ini ditulis: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…”. Maknanya, “TUHAN” adalah Allah-nya nenek moyang bangsa Israel. Padahal, “TUHAN” disitu bukan nama diri, tapi sebutan untuk menyebut ‘Tuhan itu’ (the LORD).

Akan tetapi, kita akan menemukan kejanggalan, jika membaca sejumlah ayat Bibel lain yang menyandingkan kata Yahweh dan God (dalam edisi Inggris), juga kata TUHAN dan Allah dalam Bibel versi Indonesia. Misalnya, The New Jerusalem Bible menulis ayat Kejadian 2:8 sebagai berikut: “Yahweh God planted a garden in Eden…” Dalam versi LAI, ayat itu ditulis: “Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden…”
Jadi, pada Keluaran 3:15 tertulis “Yahweh the God….” atau dalam edisi Indonesia: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…” (ada tanda koma setelah TUHAN). Lebih jelas lagi, bisa disimak teks Ulangan 6:4 yang berbunyi: “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” (Bandingkan dengan teks Keluaran 6:4 versi Kitab Suci: Indonesian Literal Translation: “Dengarkanlah hai Israel, YAHWEH Elohim kita, YAHWEH itu Esa.”)

Sementara itu, dalam Kejadian 2:8 dan banyak ayat Bibel lainnya, tertulis “Yahweh God…” dan “TUHAN Allah” tanpa tanda koma lagi. Bentuk “TUHAN Allah” menyiratkan, bahwa “TUHAN” – yang merupakan terjemah dari tetragram “YHWH” bukan lagi nama Tuhan. Jurtru, ‘Allah’ di situ, seolah-olah merupakan nama Tuhan.

Yahweh bukan kata Benda

Persoalan penggunaan nama Yahweh sebagai nama Tuhan dalam Kristen ternyata juga dipersoalkan kalangan Kristen sendiri. Ada kalangan Kristen yang berpendapat bahwa “YHWH” sebenarnya bukan nama Tuhan. Ensiklopedi Perjanjian Baru, misalnya, menulis tentang Yahweh sebagai berikut:

“Inilah nama Ibrani yang berasal dari kata hâwah: “datang, menjadi, ada”, menurut etimologi popular yang terdapat dalam kisah pewahyuan. Nama yang diberikan Allah kepada diri-Nya pada waktu penampakan yang dikenal dengan nama “di semak bernyala” (Kel. 3:14). Diperdebatkan, apakah makna kata itu aktif (“dia yang ada” – sebagaimana diterjemahkan oleh Septuaginta) atau kausatif (“dia yang membuat ada”). Bagaimana pun juga, ini bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri. Istilah ini tidak mengungkapkan identitas Allah melainkan menunjukkan Allah dalam aktivitas-Nya yang setia dan selalu ada bagi umat-Nya. Menurut para ahli bahasa, kata ini berhubungan dengan bentuk Yau yang di Babel menunjukkanAllah yang disembah manusia yang bernama demikian; begitulah ibu Musa bernama Yô-kèbèd: “kemuliaan-Yô”.(Xavier Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 591-592).

Perlu digarisbawahi, menurut penulis Ensiklopedi Perjanjian Baru tersebut, YHWH “bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri.” Pandangan bahwa YHWH bukan kata benda, dijelaskan oleh The New Jerusalem Bible: “Clearly, however, it is part of the Hebr. verb ‘to be’ in an archaic form. Some see it as a causative form of the verb: ‘ he causes to be’, ‘he brings into existence’. But it is much more probably a form of the present indicative, meaning ‘he is’.” (The New Jerusalem Bible, foot note Keluaran 3:14, hal. 85).

Shabir Ally dalam bukunya, “Yahweh, Jehovah or Allah, Which is God’s Real Name?” memberikan komentar terhadap penjelasan The New Jerusalem Bible tersebut: “If Yahweh means ‘he is’, how can that be the name of God? When, for example, a Muslim says, “I believe in Allah as He is, “clearly in that statement God’s name is not ‘he is’. God’s name in that statement is ‘Allah’. Notice that if you say that God’s name is Yahweh, you are in effect saying that God’s name is he is. That does not make any sense, Does it?” (hal. 20).

Lebih jauh, kata YHWH muncul dalam statemen Tuhan kepada Musa dalam Keluaran 3:14; saat Musa bertanya tentang nama-Nya, lalu Tuhan menjawab yang dalam bahasa Ibrani ditulis: “ehyeh esher ehyeh.” (I am what I am). Jawaban ini mengindikasikan seolah-olah Tuhan enggan memberikan nama-Nya kepada Musa. Untuk itulah, dimasukkan kata Yahweh yang maknanya “he is”. Karena itulah, simpulnya, “the name of Yahweh is derived through human effort, not expressly revealed by God.”

Pada sisi lain, adalah menarik mencermati penjelasan tentang Yahweh dalam berbagai versi teks Bibel.

Pertama, versi King James Version, Keluaran 6:2-3: “And God spoke unto Moses, and said unto him, I am the LORD. And I appeared unto Abraham, unto Isaac, and unto Jacob, by the name of God Almighty, but by my name JE-HO-VAH was I not known to them.”

Kedua, versi The New Jerusalem Bible, Keluaran 6:2-3: “God spoke to Moses and said to him, ‘I am Yahweh’. To Abraham, to Isaac and Jacob I appeared as El Shaddai, but I did not make my name Yahweh known to them.”

Ketiga, versi Kitab Suci Indonesian Literal Translation, Keluaran 6:2-3: “Dan berfirmanlah Elohim kepada Musa, “Akulah YAHWEH. Dan Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, kepada Ishak dan kepada Yakub, sebagai El-Shadday, dan nama-Ku YAHWEH; bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?”

Keempat, versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), Keluaran 6:1-2: “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”

Kelima, versi Lembaga Alkitab Indonesia (1968), Keluaran 6:1-2: “Arakian, maka berfirmanlah Allah kepada Musa, firmannja: Akulah Tuhan! Maka Aku telah menyatakan diriku kepada Ibrahim, Ishak dan Jakub seperti Allah jang Mahakuasa, tetapi tiada diketahuinja akan Daku dengan namaku Tuhan.”

****

Bisa dicermati, terjemah Keluaran 6:2-3 versi Indonesian Literal Translation yang menyebutkan “bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?” seperti menyimpang jauh dari teks-teks lain. Teks Kitab Keluaran ini menjelaskan bahwa nama ‘Yahweh/Jehovah/TUHAN/Tuhan’ belum diketahui oleh Ibrahim,Isak dan Yakub. Sementara itu, Kitab Kejadian 26:25, sudah menyebutkan, bahwa Ishak sudah kenal nama Yahweh. The New Jerusalem Bible menulis: “There he built an altar and invoked the name of Yahweh.” King James Version menyamarkan nama Yahweh: “And he builded an altar there, and called upon the name of the LORD.” Bibel versi LAI menulis ayat ini: “Sesudah itu Ishak mendirikan Mezbah di situ dan memanggil nama TUHAN.” Sedangkan Kitab Suci Indonesian Literal Translation menulisnya: “Dan dia mendirikan mezbah di sana, dan memanggil Nama YAHWEH.”

Jadi, menurut Kejadian 26:25 tersebut, Ishak sudah mengenal dan menyebut nama Yahweh. Sementara dalam Keluaran 6:1-2 dijelaskan, bahwa nama Yahweh belum dikenal oleh Abraham, Ishak, dan Yakub. Bibel versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), menulis: “… Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”

Adalah juga menarik memperhatikan terjemahan teks Keluaran 6:1-2 versi Lembaga Alkitab Indonesia edisi tahun 1968, yang ternyata menerjemahkan tetragram ‘YHWH’ dengan ‘Tuhan’, bukan ‘TUHAN’. Ini menunjukkan adanya diskusi dan perkembangan soal nama Tuhan yang terus berubah dalam tradisi Kristen. Cara penerjemahan LAI terhadap YHWH itulah yang menuai kritik dari kelompok pendukung nama Yahweh, karena menimbulkan kerancuan makna.

Misalnya, terjemahan LAI untuk Matius 4:4 adalah: “Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Dalam kasus ini, YHWH diterjemahkan menjadi Allah, bukan TUHAN. Menurut Rev. Yakub Sulistyo, penggunaan kata ‘Allah’ oleh LAI adalah bentuk penyalahgunaan kata Allah dan bisa menimbulkan konflik dengan orang Muslim. Yakob Sulistyo menulis:

“Dengan umat Kristen memakai kata “ALLAH, atau Allah, atau allah” maka muncul istilah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh, serta Bunda Allah bagi kalangan Katolik. Dan ini menyakiti hati umat Islam dan menimbulkan rasa tidak suka, karena nama Tuhannya dipakai oleh umat Kristen dan Katolik…. Jadi kebingungan masalah nama ALLAH dan YHWH (YAHWEH) adalah karena orang Nasrani di Indonesia tidak mampu membedakan antara SEBUTAN (GENERIC NAME) dan NAMA PRIBADI (PERSONAL NAME).” (Lihat, Rev. Yakub Sulistyo, ‘Allah’ dalam Kekristenan Apakah Salah, 2009, hal. 18-19. NB. Huruf kapital sesuai buku aslinya).

Kalangan Kristen pendukung penggunaan kata ‘Allah’ beralasan, bahwa kaum Kristen di Arab sudah menggunakan kata ‘Allah’ jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Nabi oleh Allah SWT. Herlianto menulis:

“Di kalangan orang Arab pengikut Yesus, penggunaan nama ‘Allah’ sudah terjadi sejak awal kekristenan. Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin Uskup bernama ‘Abd Allah’, Inkripsi Zabad (512) diawali ‘Bism, al-llah’ (dengan nama Allah, band. Ezra 5:1, demikian juga Inkripsi ‘Umm al-Jimmal’ (abad ke-6) menyebut ‘Allahu ghufran’ (Allah yang mengampuni)… Nama ‘Allah’ bukanlah kata ‘Islam’ melainkan kata ‘Arab’ sebab sudah digunakan sejak keturunan Semitik suku Arab yang menyebut ‘El’ Semitik dalam dialek mereka, dan juga digunakan orang Arab yang beragama Yahudi dan Kristen jauh sebelum kehadiran Islam… Kalau mau jujur, nama Ilah/Allah sebenarnya bukan merupakan terjemahan El/Elohim Ibrani dan Elah/Elaha dalam bahasa Aram, melainkan merupakan dialek (logat) yang berkembang dalam suku-suku turunan mereka. Jadi, transliterasi nama El/Elohim/Eloah menjadi Ilah/Allah justru lebih dekat dibandingkan istilah Yunani Theos dan Inggris God.” (Herlianto, Nama Allah, Nama Tuhan Yang Dipermasalahkan, Mitra Pustaka, 2006, hal. 26-27).

Bagaimana pandangan Islam terhadap klaim kaum Kristen soal kata ‘Allah’ tersebut?

Islam mengakui, kata ‘Allah’ – sebagai nama Tuhan — sudah digunakan oleh kaum musyrik Arab dan kaum Kristen. Tetapi, setelah diutusnya Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dan diturunkannya al-Quran sebagai wahyu terakhir, maka Allah telah mengenalkan namanya secara resmi dalam bahasa Arab, yaitu ALLAH: “Innaniy ana-Allahu Laa-ilaaha illaa Ana, fa’budniy wa-aqimish-shalaata lidzikriy.” (Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkan shalat untuk mengingat-Ku). (QS Thaha:14).

Tak hanya itu, Al-Quran juga mengkoreksi penggunaan dan pemaknaan kata Allah yang keliru oleh kaum Kristen, sehingga Allah diserikatkan dengan makhluk-Nya, seperti Nabi Isa a.s. yang oleh kaum Kristen diangkat sebagai Tuhan. “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang menyatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga.” (QS 5:73).

Logika Islam sangat mudah: Jika ingin tahu nama Tuhan yang sebenarnya, sifat-sifat-Nya, dan cara yang benar dalam menyembah-Nya, maka – logisnya — hanya Tuhan itu sendiri yang dapat menjelaskannya. Tidak usah bingung, tidak perlu repot-repot dan tanpa berbelit-belit. Nama Tuhan itu adalah ALLAH. Pakai huruf kecil atau kapital, nama Tuhan yang sah adalah ALLAH. Tuhan sudah memilih nama-Nya yang resmi. Nama itu sudah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang diutus kepada seluruh manusia, bukan hanya untuk Bani Israil saja (QS 34:28).

Maka, dalam pandangan Islam, amat sangat tidak patut, jika kata ALLAH – nama Tuhan Yang Maha Suci — digunakan secara sembarangan dan diberi sifat-sifat yang tidak sesuai dengan sifat yang dikenalkan oleh Allah SWT itu sendiri. Karena itulah, kaum Muslim sangat takut melakukan dosa syirik atau pun mengarang-ngarang nama Tuhan atau mereka-reka cara-cara ibadah kepada Allah SWT.

Seperti dijelaskan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia baru menggunakan kata Allah pada abad ke-17. Seyogyanya kaum Kristen tidak perlu melanjutkan ambisi kaum penjajah untuk mengelabui kaum Muslim agar berpindah agama melalui penggunaan kata Allah yang tidak sepatutnya.

Karena itu, menyimak kebingungan dan polemik penggunaan kata Allah di kalangan kaum Kristen di Indonesia yang tiada ujung, tampaknya akan lebih baik ANDAIKAN kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia, meninggalkan kata ‘Allah’ dan menyebut Tuhan mereka sebagaimana induk dan asal agama Kristen di Barat, yaitu God, Lord, Yahweh, Elohim, atau TUHAN. InsyaAllah itu akan lebih baik dan tidak membingungkan di antara kaum Kristen dan umat beragama lainnya. Wallahu a’lam./Bojonegoro, 30 Januari 2013.*

Oleh: Dr. Adian Husaini

Penulis Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com

HIDAYATULLAH