Hikmah Pembelahan Dada Nabi Muhammad Menurut Ramadhan Al-Buthi

Rabiul Awwal adalah bulan bahagia sekaligus sendu, bagi mereka yang mengetahui kisah di dalamnya. Sedari kecil Nabi Saw sudah dibekali dengan pelbagai ciri-ciri yang mengarahkan kearah mana ia akan berjalan (Irhas; peristiwa besar sebelum kenabian). Banyak kisah yang menyebutkan terkait Irhas Nabi Muhammad Saw. Salah satunya ialah kisah pembelahan dada Nabi Muhammad Saw oleh malaikat Jibril.

Pengisahan pembelahan dada Nabi Muhammad dari beberapa riwayat ini tujuannya ialah membuang bagian setan dari diri Nabi Muhammad Saw yang “ma’sum”, terjaga dari segala hal buruk. Sangat tidak masuk diakal jika hikmah dari pembelahan dada tersebut memang untuk membersihkan bagian buruk manusia yang melekat pada manusia terpilih seperti Nabi Muhammad Saw.

Kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad Saw

Dikisahkan, Nabi Muhammad kecil yang waktu itu sedang menggembala kambing dengan saudara sepersusuannya didatangi oleh dua laki-laki yang berpakaian putih yang membawa bejana emas yang penuh dengan air salju. Nabi Muhammad kecil dibawa oleh dua laki-laki tadi. Nabi Saw ditidurkan miring, dua laki-laki tadi membelah dada Nabi dan mengeluarkan gumpalan daging hitam dan membuangnya. Kemudian dua laki-laki tersebut membasuh dada serta hati Nabi dengan air salju dari bejana emas yang mereka bawa.

Sontak kejadian tersebut membuat saudara sepersusuannya panik dan melaporkannya kepada ibunya, Halimah al-Sa’diyah. Halimah yang mendengar kejadian tersebut keluar bersama suaminya mencari Nabi Muhammad kecil dan ia menemukannya dalam keadaan pucat pasi. Di mana selanjutnya, seperti yang maklum diketahui kejadian tersebut membuat Halimah yang sebelumnya ngotot ingin terus merawat Nabi Muhammad hendak memulangkannya pada ibunya.

Pendapat Ramadhan Al-Buthi Terkait Hikmah Pembelahan Dada Nabi Saw

Seperti yang telah penulis singgung di awal, peristiwa pembelahan dada Nabi Saw yang konon bertujuan membersihkan bagian keburukan dari diri Nabi Saw tersebut agak sedikit “janggal di telinga”. Masa, Nabi Muhammad Saw yang notabene bersifat “ma’sum” serta apalagi predikat “afdhal al-makhluqat”, makhluk terbaik pilihan Allah yang disematkan pada Nabi tidak cukup untuk membuat diri Nabi “istighna”, tidak butuh dari hal yang semacam itu.

Dr, Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi dalam kitabnya “Fiqh al-Sirah an-Nabawiyah” mengomentari peristiwa pembelahan dada Nabi Saw sebagai berikut:

وليست الحكمة من هذه الحادثة_والله أعلم_ استئصال غدة الشر من جسم رسول الله صلى الله عليه وسلم, إذ لو كان الشر منبعه غدة في الجسم أو علقة في بعض أنحائه,لأمكن أن يصبح الشرير خيرا بعملية جراحية, ولكن يبدو أن الحكمة هي إعلان أمر الرسول صم وتهييئه للعصمة والوحي منذ صغره بوسائل مادية, ليكون ذلك أقرب إلى إيمان الناس به وتصديقهم برسالته.. إنها إذن عملية تطهير معنوي, ولكنها اتخذت هذا الشكل المادي الحسي, ليكون فيه ذلك الاعلان الالهي بين أسماع الناس وأبصارهم.

“Hikmah dari kejadian ini (pembelahan dada Nabi Saw)_ wallahu a’lam_ bukanlah menghilangkan bagian keburukan dari diri Rasulullah Saw. Karena jika sumber dari keburukan tersebut ialah bagian atau daging tertentu dalam tubuh, maka setiap orang buruk akan dapat menjadi baik dengan melakukan operasi bedah. Akan tetapi yang tampak ialah bahwa hikmah yang terkandung dalam kejadian tersebut merupakan “i’lan”, pengumuman perihal persiapan Nabi Saw sebagai rasul dan mempersiapkannya juga dalam kemaksuman dan penerimaan wahyu dimulai dari masa kecilnya dengan perantara-perantara kejadian materi, fisik. Dan juga supaya hal tersebut menjadi sesuatu yang menjembatani agar risalah Nabi Saw kelak lebih mudah untuk diimani dan dipercayai oleh masyarakat. Kejadian pembelahan dada tersebut merupakan praktik pembersihan secara maknawi akan tetapi diberi bentuk fisik dengan kejadian yang ada dengan tujuan hal tersebut merupakan pengumuman dari Tuhan untuk umat manusia”.

Demikian, semoga di bulan Rabiul Awwal ini kita dapat merayakan kelahiran Nabi Muhammad Saw dan mendapatkan keberkahannya. Wallahu a’lam

BINCANG SYARIAH

Hakikat Maulid Nabi Muhammad

Beberapa hari lagi umat Islam akan menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabiul Awal yang jatuh pada 18 Oktober ini. Lantas mengapa setiap Muslim perlu merayakannya?

Hari Kelahiran Nabi SAW adalah hari kehormatan dan merupakan peristiwa besar bagi umat Muslim serta dapat pula diambil hikmahnya. Setiap Muslim perlu mengambil pelajaran maupun hikmah dari peringatan Maulid Nabi SAW ini.

Anggota Pusat Fatwa Internasional Al-Azhar, Syekh Abdul Qadir al-Tawil, menjelaskan, pertanyaan mengenai hukum merayakan Maulid Nabi selalu diulang. Padahal sebetulnya sudah ada dalil yang menunjukkan bolehnya memperingati Maulid Nabi SAW.

Dari Abu Qatadah al-Anshari, dia berkata, Nabi ditanya tentang puasa di hari Senin. Beliau SAW menjawab, “Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus menjadi Rasul, atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR Muslim)

Terlepas dari hal itu, al-Taweel menambahkan, hal yang tepat dalam memperingati Maulid Nabi SAW adalah menghidupkan malam dengan Alquran dan berzikir. Dia mengatakan, Rasulullah SAW biasa merayakan hari lahirnya dengan berpuasa setiap Senin. Selain itu Nabi SAW juga merayakan puasa Asyura untuk merayakan pembebasan Musa AS dari Firaun.

Dalam rangka menyambut Maulid Nabi SAW, mungkin ada baiknya jika kita mengingat kembali tentang sisi kehidupan Nabi SAW. Nabi Muhammad juga manusia biasa yang sebetulnya juga memiliki sisi yang humoris. Ini sebagaimana sebuah kisah yang memuat sisi humor Nabi Muhammad, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.

Suatu ketika, seorang nenek mendatangi Nabi dan berkata, “Wahai Nabi, mohonkanlah kepada Allah SWT supaya aku dimasukkan ke surga.” Lalu Nabi menjawab,” Wahai ibunya si fulan, di surga tidak ada orang tua renta seperti engkau.” Lalu nenek tersebut berpaling sambil menangis.

Kemudian Nabi SAW berkata kepada sahabat, “Sampaikanlah (kepada nenek tersebut) bahwa dia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua renta. Karena Allah SWT berfirman, ‘Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung, lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan’ (QS Al-Waqi’ah ayat 35-36). Artinya, ketika dia masuk surga, Allah akan mengembalikan kemudaan dan kecantikannya.” (HR Tirmidzi)

Sumber: https://www.elbalad.news/4987153

IHRAM

Segera Lengkapi Vaksinasi, Insya Allah Jamaah Umrah Segera Bisa Berangkat

Ibadah Umrah asal Indonesia sangat mendambakan diperbolehkanya segera untuk berangkat ke Tanah Suci Makkah, karena telah 2 tahun jamaah tidak ada yang diberangkatkan, rasa rindu untuk melaksanakan umrah dan berkunjung ke makam Rasulullah telah membuncah dihati para jamaah.

Keinginan jamaah untuk segera berangkat umrah terus diupayakan oleh pemerintah, berbagai pendekatan telah dilaksanakan, dan Insya Allah dalam waktu tidak lama lagi, jamaah asal Indonesia bisa berangkat ke tanah suci Makkah, namun demikian, untuk bisa berangkat jamaah wajib menenuhi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Salah satu persyaratan yang wajib adalah telah divaksin secara lengkap.

“Kami berharap berharap para jamaah yang telah tertunda keberangkatannya harus memastikan telah divaksinasi lengkap, dari 4 jenis vaksin yang direkomendasikan dari Arab Saudi,” ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP Amphuri), Firman M Nur seperti dikutip dari laman detikcom, Sabtu (9/10/2021).

Dari catatan detikcom, bulan Mei lalu General Authority of Civil Aviation (GACA) Arab Saudi sempat menyatakan ada 4 vaksin yang diterima Arab Saudi yakni Pfizer, Moderna, AstraZeneca, dan Johnson & Johnson. Namun kabarnya Sinopharm dan Sinovac sudah mendapatkan persetujuan dengan catatan mereka menggunakan dosis booster (penguat) dari Pfizer, AstraZeneca, Johnson&Johnson, atau Moderna.

Terkait hal ini, Firman mengatakan, jika jamaah sudah mendapatkan vaksin jenis Sinopharm, pihaknya meminta ada kepastian dari pemerintah Arab Saudi dan Indonesia apakah jamaah diperbolehkan berangkat.

“Kita akan menunggu keputusan akhir dari teknis pelaksanaan tersebut sebagaimana disampaikan oleh menlu, kemungkinan bagi jamaah yang berangkat dan baru mendapatkan vaksinasi Sinopharm kita harap tersedia booster sehingga persyaratan bisa terpenuhi,” ujarnya.

Bagaimana jika jamaah tidak bisa divaksinasi? Soal ini Firman mengatakan pemerintah Arab Saudi telah memberikan solusi yaitu jamaah menyetor hasil tes PCR negatif dan mengikuti karantina.

“Selama di tanah suci dimulai dengan karantina selama 5 hari sebagaimana disampaikan Menlu,” ujarnya.

“Semoga informasi ini menjadi berita terbaik bagi kita semua, sehingga jamaah umroh bisa berangkat dalam waktu dekat ketika kebijakan teknis sudah dipastikan oleh kedua belah pihak,” tutupnya.

ISLAM KAFFAH

Brigjen Nurwakhid: Terorisme Musuh Agama dan Negara, Bukan Islamofobia

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid menegaskan bahwa aksi radikalisme dan terorisme adalah musuh agama dan negara, bukan Islamofobia. Penegasan itu disampaikan untuk menanggapi cuitan seorang politisi yang meminta Densus 88 dibubarkan karena menggunakan narasi Islamofobia dalam pemberantasan terorisme.

“Radikalisme dan terorisme musuh agama dan negara karena tindakan radikal terorisme bertentangan dengan prinsip dan nilai agama yang universal dan luhur. Malah penganut radikalisme dan terorisme telah memecah belah umat beragama dan memunculkan Islamofobia,” tegas Nurwakhid di Bogor, Jumat (8/10/2021).

Dianggap musuh negara, menurutnya, karena tindakan dan perbuatan maupun ideologinya bertentangan dengan janji konstitusi yang sudah menjadi kesepakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Mereka bertentangan dengan konsensus nasional, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 45,” jelas Nurwakhid.

Ia berkeyakinan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia terutama umat Islam yang moderat selalu mendukung Densus 88 Anti Teror dan BNPT, TNI, Polri dan perangkatnya dalam membantu menanggulangi radikalisme dan terorisme.

“Kami yakin, lebih 87,8 persen masyarakat Indonesia khususnya seluruh muslim moderat mendukung Densus 88 Anti Teror dan BNPT, TNI, Polri dan semua perangkatnya dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme. Kalaupun ada tokoh, oknum pejabat publik maupun politisi menuduh hal tersebut maka tidak berdasar dan tidak realistis,” ungkap mantan Kabagops Densus 88 ini.

Menurutnya, akar masalah radikalisme dan terorisme adalah ideologi keagamaan yang menyimpang atau pemahaman yang terdistorsi.  Selain itu salah satu faktor pemicu munculnya niat atau motif radikalisme adalah politisasi agama atau menggunakan doktrin agama yang dipolitisir untuk kepentingan politik.

“Yang jelas saya tidak sepakat kalau ada yang mengatakan adanya upaya Islamofobia di Indonesia,” katanya.

Ia mengungkapkan pemerintah telah berjuang keras melawan Islamofobia, seperti halnya ketika negara menetapkan separatis KKB sebagai kelompok teroris. Menurutnya, demokrasi Indonesia mengedepankan supremasi hukum, sehingga penetapan separatis KKB sebagai teroris sudah sesuai unsur tindak pidana terorisme sebagaimana UU Nomor 5 Tahun 2018.

Nurwakhid menjelaskan, terorisme oleh PBB dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa dan kejahatan kemanusian. Ketika KKB terlabeli terorisme, maka menjadikan kelompok tersebut sebagai musuh bersama. Dengan demikian akan meminimalisir atau mencegah pihak-pihak asing ikut campur atau intervensi urusan dalam negeri Indonesia tersebut.

“Itu menunjukan kepedulian negara untuk menghilangkan stigma negatif bahwa seolah-olah terorisme hanya diidentikan dengan agama Islam saja. Perlu diingat, mayoritas agama kelompok teroris  separatis KKB tersebut adalah non-muslim, bukan Islam,” kata Nurwakhid.

Dengan alasan itu, tegasnya,  maka pernyataan bahwa adanya upaya menyebarluaskan Islamofobia di Indonesia adalah fitnah dan tidak mendasar.

ISLAM KAFFAH

Nabi Lebih Mulia daripada Wali

Keutamaan para Nabi Dibandingkan Seluruh Manusia

Telah diketahui secara pasti tentang keutamaan para nabi dibandingkan seluruh manusia. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memilih mereka untuk menyampaikan risalah kepada umatnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا جَاءتْهُمْ آيَةٌ قَالُواْ لَن نُّؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتَى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللّهِ اللّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

Apabila suatu datang kepada mereka, mereka berkata, ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah.’ Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (QS. Al-An’am: 124)

Ath-Thabari rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat ini,

“Aku (Allah) mengetahui kepada siapa tugas kerasulan diberikan, siapa manusia yang terpilih untuk (mendapatkan) tugas tersebut. Maka kalian wahai orang-orang musyrik, tidak bisa mencari-cari cara (mengusahakan) agar kalian menjadi seorang nabi (rasul). Karena pemilihan manusia yang menjadi rasul itu adalah hak yang mengutus (yaitu Allah, pent.), bukan hak orang yang diutus. Dan Allah ketika memberikan risalah itu lebih mengetahui kepada siapa tugas itu diberikan.” (Tafsir Ath-Thabari, 12: 96)

Dari penjelasan Ath-Thabari rahimahullah di atas, kita bisa mengetahui bahwa kerasulan itu adalah murni anugerah dari Allah Ta’ala. Bukan hasil usaha manusia, di mana ada metode atau cara tertentu yang bisa ditempuh atau diusahakan agar bisa diangkat menjadi rasul.

Allah Ta’ala juga mengatakan setelah menyebutkan sejumlah nabi,

وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ

Dan Ismail, Alyasa’, Yunus, dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” (QS. Al-An’am: 86)

Wali Lebih Mulia daripada Nabi?

Sebagian orang memiliki keyakinan bahwa wali atau derajat kewalian itu lebih mulia daripada nabi atau derajat kenabian. Bagaimana mungkin keyakinan ini bisa dibenarkan, sementara seseorang itu tidaklah mungkin menjadi wali kecuali dengan mengikuti ajaran rasul?! Sehingga, bagaimana mungkin wali lebih mulia daripada nabi?!

Sebetulnya masalah ini sudah sangat jelas, tidak memerlukan penjelasan detail dan terperinci. Akan tetapi sayangnya, umat Islam mendapatkan musibah dengan adanya kelompok tertentu yang mengatakan bahwa derajat kewalian itu lebih utama atau lebih mulia daripada derajat kenabian.

Para ulama sendiri telah sepakat (ijma’) bahwa derajat nabi itu lebih mulia daripada derajat wali. Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

“Tidak ada perselisihan di antara kaum muslimin bahwa para nabi itu lebih tinggi kedudukan dan derajat, lebih memiliki keutamaan, dan lebih mulia dibandingkan dengan selain mereka (selain para nabi, pent.). Siapa saja yang menyelisihi kesepakatan ini, berarti dia bukan muslim.” (Al-Muhalla, 1: 45)

Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata, “Kami tidak melebihkan keutamaan seorang wali pun dibandingkan dengan keutamaan Nabi ‘alaihis salaam. Kami katakan, ‘Seorang nabi itu lebih utama daripada seluruh wali.’” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 83)

Abul ‘Abbas Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Nabi itu lebih utama daripada wali. Ini adalah perkara yang bisa dipastikan (kebenarannya), baik secara akal maupun naql (dalil). Yang berpendapat berkebalikan dari ini adalah kafir. Karena ini adalah perkara agama yang bisa diketahui secara pasti.” (Al-Mufhim, 6: 217)

Abu ‘Abdillah Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Nabi itu lebih utama daripada wali.” (Tafsir Al-Qurthubi, 11: 17)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata dalam konteks menjelaskan kenabian Khidhr, “Hendaknya meyakini Khidhr ini sebagai seorang nabi. Hal ini untuk menutup pintu klaim orang yang menyimpang (ahlul bathil) yang mengklaim, ‘Wali itu lebih utama daripada nabi.’” (Fathul Baari, 1: 220)

Asal-Usul Keyakinan Wali Lebih Utama daripada Nabi

Adapun kaum sufi yang ekstrim, mereka berkeyakinan bahwa wali itu lebih mulia daripada nabi. Kedudukan kenabian itu sedikit di atas kerasulan, namun di bawah kewalian. Sehingga derajat wali itu lebih tinggi daripada derajat nabi.

Mereka yang mengklaim bahwa kewalian itu lebih utama daripada kenabian, mereka membuat syubhat (kerancuan berpikir) di tengah-tengah masyarakat dengan mengatakan, “Kewalian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu lebih utama daripada (status) kenabian beliau.” Kemudian mengatakan, “Kita bersekutu dengan beliau dalam status kewalian, yang itu lebih tinggi dari kerasulan.”

Tentu saja ini adalah kesesatan. Karena kewalian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak bisa disamai oleh satu pun manusia, para nabi sekalipun. Lebih-lebih disamai oleh manusia yang bukan nabi, apalagi seperti orang-orang sufi ekstrim ini.

Dan asal usul keyakinan ini adalah anggapan mereka bahwa wali itu mengambil ilmu langsung dari akal tanpa perantara. Wali mendapatkan ilmu (wahyu) langsung dari Allah tanpa perantara. Sedangkan nabi mendapatkan ilmu (wahyu) melalui perantara malaikat.  Sehingga mereka berkeyakinan bahwa wali itu lebih mulia daripada nabi. Tentu saja, keyakinan ini adalah di antara penyimpangan yang nyata.

Semoga Allah Ta’ala melindungi kaum muslimin dari aqidah yang menyimpang semacam ini.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

 Artikel: www.muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Al-Mabaahits Al-‘Aqdiyyah Al-Muta’alliqah bil Imaan bir Rusul karya Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najarhal. 97-100. Kutipan-kutipan dalam artikel di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.

Sumber: https://muslim.or.id/69481-nabi-lebih-mulia-daripada-wali.html

Penjelasan Menolong Agama Allah yang Diungkap Alquran

Dalam Alquran Surat Muhammad Ayat 7, Allah berfirman: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad: 7)

Tafsir Kementerian Agama menerangkan, ayat ini mengandung makna, wahai orang-orang yang beriman, yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengamalkan tuntunan-Nya. Jika kamu menolong agama Allah dengan berjihad memperjuangkan kebenaran di jalan Allah, niscaya Dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan, dan niscaya Dia akan menolongmu menghadapi berbagai kesulitan serta meneguhkan kedudukanmu, sehingga kamu dapat mengalahkan musuh-musuhmu. Itulah janji Allah untuk mendorong mereka yang beriman agar tidak segan dalam berjihad di jalan Allah.

Melalui ayat ini, Allah menyeru orang Mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya. Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya sehingga agama Allah itu tegak dan kokoh.

IHRAM

Dusta yang Ditoleransi

Ada beberapa situasi yang di dalamnya seorang Muslim ditoleransi bila sampai berdusta.

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Mungkinkah seorang Muslim itu pembohong?” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak!” Sayyid Sabiq dalam sebuah kitabnya menjelaskan perihal hadis tersebut. Menurutnya, jawaban Nabi SAW itu menegaskan, iman dan kebiasaan berbohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Muslim.

Sebab, Islam tidak akan tumbuh dan kokoh dalam pribadi yang tidak jujur. Rasul SAW juga pernah bersabda, “Jauhilah kebohongan. Sungguh, kebohongan mengantarkan kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan kepada neraka. Seseorang yang biasa berbohong, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pembohong” (HR Bukhari-Muslim).

Akan tetapi, ada beberapa situasi yang di dalamnya seorang Muslim ditoleransi bila sampai berdusta. Sebab, kebohongan yang dilakukannya boleh jadi menimbulkan maslahat. Berikut ini adalah tiga konteks yang dimaksud, sebagaimana dinukil dari sebuah hadis.

Siasat Perang

Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Syihab, disebutkan bahwa Rasulullah SAW menoleransi kebohongan yang dilakukan Muslimin dalam perang. Maksudnya, pertempuran yang di dalamnya umat Islam berjuang membela agama Allah SWT.

Dalam situasi demikian, mereka diperbolehkan berdusta untuk mengelabui musuh. Termasuk dalam hal ini, penerapan strategi atau siasat perang yang dapat memperdaya lawan di medan pertempuran.

Tentunya, kebohongan ini tidak sama dengan pelanggaran terhadap suatu perjanjian damai yang telah dibuat antara Muslimin dan musuh. Adapun contoh dusta yang dibolehkan itu ialah, mengecat rambut para prajurit Muslim yang sudah tua. Dengan begitu, uban pada kepala mereka akan tersamarkan. Dan, musuh akan mengira mereka sebagai pasukan muda.

Mendamaikan

Dalam hadis yang diriwayatkan Ummu Kultsum binti Uqbah Abi Mu’ith, Nabi SAW diketahui pernah bersabda tentang sebuah kebohongan yang ditoleransi. Dusta tersebut ialah yang dilakukan untuk mendamaikan dua orang atau kubu Muslimin yang sedang bertikai. Cara itu bisa ditempuh apabila sudah tidak ada jalan lain lagi untuk mendamaikan mereka.

Sebagai contoh, seorang penengah dapat mengatakan kepada seseorang bahwa fulan telah berkata sangat baik tentang dirinya. Kemudian, ia menjumpai si fulan dan menyampaikan bahwa orang tadi sebenarnya melihat pada dan mengagumi sifat-sifat baiknya. Berkata baik dan melebih-lebihkan kebaikan itu, walaupun berbohong, diperbolehkan untuk menyambung kembali silaturahim yang terputus.

Suami-Istri

Dalam hadis yang sama, Rasul SAW juga menoleransi perkataan dusta dari seorang suami kepada istrinya. Begitu pula sebaliknya. Seorang istri boleh berbohong kepada sang suami. Itu selama tujuannya maslahat.

Sebagai contoh, ketika seorang suami mencicipi masakan buatan istrinya. Sang suami tetap memuji-muji masakan itu walaupun, pada faktanya, sajian itu tidaklah enak. Atau, seorang istri menyanjung penampilan suaminya meskipun pakaian yang dikenakannya tidak bagus.

Kebolehan berbohong itu menjadi haram kalau berkaitan dengan tunainya hak dan kewajiban serta fungsi suami dan istri dalam rumah tangga. Misal, tidak boleh suami berdusta dengan mengatakan kepada istri dan anaknya, “Saya tidak punya uang.” Padahal, ia hanya ingin menggunakan semua uangnya untuk maksiat.


OLEH HASANUL RIZQA

KHAZANAH REPUBLIKA

Sapuhi: Alhamdulillah Akhirnya Umroh Dibuka Lagi

Wasekjen Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Adji Mubarok mengaku bersyukur atas informasi yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengenai persiapan teknis yang tengah dilakukan Kerajaan Arab Saudi bagi jamaah umroh Indonesia. Menurutnya, kabar dari Menlu itu sudah ditunggu umat Islam di Indonesia.

“Alhamdulillah, momen yang kami tunggu-tunggu akhirnya sampai di garis finis,” kata Adji, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (9/10).

Adji mengatakan, umat Islam di Indonesia sudah lama merindukan ibadah di Makkah dan Madinah untuk umroh maupun haji. Ia menyebut, kabar yang disampaikan pemerintah seakan melepas kerinduan kepada Tanah Suci.

Adji memastikan asosiasinya siap membantu pemerintah dalam hal teknis demi menyegerakan terselenggaranya kembali ibadah umroh. Apalagi, selama ini sudah banyak jamaah umroh yang batal diberangkatkan karena pandemi Covid-19 dan mereka ingin segera beribadah ke Tanah Suci.

“Kami selaku asosiasi siap mengawal ini semua agar semua sesuai dengan peraturan yang berlaku dan protokol kesehatan tentunya,” katanya.

Adji berharap, kabar gembira ini bisa kembali membangkitkan bisnis travel haji umroh yang sudah tiarap hampir dua tahun lamanya. Ia menyebut, persiapan sudah mulai dilakukan oleh para pelaku bisnis travel umroh, mulai dari berbenah kantor hingga membuka kembali pendaftaran jamaah umroh. Bahkan, para provider visa pun sudah bersiap mengurus izin atau kontrak mereka dengan muasasah.

“Insya Allah semua persiapan sudah dipersiapkan oleh tiap travel umroh-haji. Semoga dalam beberapa hari kedepan Insya Allah sistem pengajuan visa bisa kembali on dan umroh bisa segera dimulai. Aamiin,” katanya.

Pada Sabtu sore, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi melalui kanal Youtube Kemenlu menyampaikan nota diplomatik Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta. Dalam nota diplomatik itu, Kedutan dikabarkan telah menerima informasi dari pihak berkompeten di kerajaan Saudi Arabia perihal pengaturan dimulainya kembali pelaksanaan umroh bagi jamaah asal Indonesia

“Komite khusus di kerajaan Arab Saudi saat ini sedang bekerja guna meminimalisir segala hambatan yang menghalangi kemungkinan jamaah umroh Indonesia untuk melakukan ibadah umroh,” katanya.

Retno menuturkan, dalam nota diplomatik tersebut juga disebutkan bahwa kedua pihak dalam tahap akhir pembahasan mengenai pertukaran link teknik dengan Indonesia yang menjelaskan informasi para pengunjung berkaitan berkaitan dengan vaksin dan akan memfasilitasi proses masuknya jamaah.

“Nota diplomatik juga menyebutkan mempertimbangkan masa periode karantina selama lima hari bagi jamaah umrah yang tidak memenuhi standar kesehatan yang dipersyaratkan,” katanya.

Retno memastikan, kabar baik ini akan langsung ditindaklanjuti secara lebih detail. Mengenai teknis pelaksanaannya, Kementerian Luar Negeri akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, serta otoritas terkait.

“Saya sendiri telah melakukan koordinasi baik dengan menteri kesehatan dan menteri Agama,” katanya.

IHRAM

Salah Kaprah: Jika Suami Meninggal, Semua Hartanya Jadi Milik Istri

Di antara salah kaprah yang tersebar di masyarakat seputar hukum waris adalah adanya anggapan bahwa jika suami meninggal, maka hartanya jadi milik istri. Ini adalah anggapan yang keliru. Kita akan bahas kekeliruan ini secara ringkas.

Wajib menerapkan hukum waris dalam Islam

Sebelum kita membahasnya, harus dipahami terlebih dahulu bahwa setiap Muslim wajib menerapkan hukum waris yang ada dalam Islam. Dalam Al Qur’an Al Karim, Allah ta’ala menyebutkan aturan waris secara panjang lebar dalam empat ayat di surat An Nisa ayat 11 sampai 13 dan ayat 176. Diantaranya, Allah ta’ala berfirman:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (An Nisa: 11).

Allah ta’ala menetapkan aturan waris dalam ayat-ayat ini dengan cukup rinci dan detail. Maka setiap orang yang masih memiliki iman tidak mungkin mengabaikan dan meninggalkan hukum yang Allah tetapkan ini.

Sangat disayangkan, di zaman ini sedikit sekali kaum Muslimin yang perhatian terhadap hukum waris dan banyak yang meninggalkan aturan syari’at dalam pembagian harta warisan. Padahal aturan ini merupakan ketetapan Allah, dan Allah ancam orang-orang yang melanggarnya. Allah ta’ala berfirman setelah menjelaskan aturan-aturan waris:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (An Nisa: 13-14).

Maka wajib bagi semua kaum Muslimin untuk kembali kepada aturan syari’at dan menerapkan aturan syari’at dalam pembagian harta warisan.

Jika Suami Meninggal, Semua Hartanya Jadi Milik Istri?

Ini adalah salah kaprah yang banyak diyakini oleh masyarakat. Yaitu ketika seorang suami meninggal, seluruh harta warisannya menjadi milik istrinya. Padahal jatah warisan istri telah Allah tentukan dalam Al Qur’an:

وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ

“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan” (An Nisa: 12).

Maka, istri mendapatkan harta warisan 1/4 atau 1/8 dari peninggalan suaminya. Bukan seluruhnya.

Ini adalah aturan waris yang Allah tetapkan langsung dalam Al Qur’an, tidak boleh dilanggar karena alasan adat, tidak enak, sungkan, atau alasan lainnya. Ingat, dalam Al Qur’an Allah ta’ala mengancam dengan keras orang-orang yang tidak mau menerapkan hukum waris.

Mungkin ada yang bertanya “Jika istri hanya dapat 1/4 atau 1/8 apa tidak kasihan? Bagaimana nafkah dia?”.

Jawabannya:

  1. Ketetapan ini adalah hukum Allah yang sudah paling adil dan tidak ada kezaliman sama sekali.
  2. Istri jika ia miskin dan anak-anaknya mampu menafkahi, maka anak-anaknya lah yang wajib menafkahi. Jika istri masih punya ayah yang mampu menafkahi, maka ayahnya yang wajib menafkahi. Jika tidak ada ayah, maka para kerabatnya yang wajib menafkahi. Maka selalu ada orang yang bertanggung-jawab atas nafkahnya. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian” (Al Baqarah: 233).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan ayat “dan ahli waris pun berkewajiban demikian”, beliau berkata :

فدل على وجوب نفقة الأقارب المعسرين, على القريب الوارث الموسر

“Ayat ini menunjukkan kerabat yang berkemampuan wajib menafkahi kerabat yang kurang mampu” (Tafsir As Sa’di).

Jika ada yang bertanya, “Bagaimana jika para anak merelakan jatah warisnya untuk sang ibu (istri dari mayit) tersebut?”.

Jawabannya, boleh saja jika memang semua ahli warisnya ridha tanpa paksaan. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta menjelaskan:

وإذا تنازل بعض الورثة عن نصيبه لآخر وهو بالغ رشيد جاز

“Jika sebagian ahli waris tanazul (merelakan sebagian hartanya) untuk ahli waris yang lain, sedangkan ia adalah orang yang baligh dan berakal, hukumnya boleh” (Fatawa Al Lajnah no.12881).

Dengan tetap meyakini bahwa aturan waris yang Allah tetapkan adalah yang paling adil dan paling terbaik. Dan andaikan sang anak tidak merelakan bagiannya untuk sang ibu, ia pun tidak tercela. Karena memang itu adalah hak dia, yang telah ditentukan oleh Allah ta’ala.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/69433-salah-kaprah-jika-suami-meninggal-semua-hartanya-jadi-milik-istri.html

Komentar Khulafaur Rasyidin tentang Maulid Nabi Muhammad Saw

Hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. merupakan hari bahagia bagi alam semesta. Kelahiran kekasih Allah, alasan terciptanya dunia. Beliau merupakan pembawa risalah yang membimbing manusia mengenal serta menyembah Allah SWT. Pada momentum yang berbahagia ini, penulis ingin mengajak pembaca mengetahui komentar para sahabat nabi Saw. perihal maulid nabi, khususnya para Khulafaur Rasyidin. al-Imam Ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H) dalam karyanya an-Ni’matu al-Kubra ‘ala al-‘Aalam fi Maulid Sayyid Waladi Adam mengompikasikan sejumlah komentar khulafur rasyidin dan para sahabat Nabi Muhammad Saw. yang lainterkait keutamaan mengagungkan saat kelahiran nabi

Abu Bakar as-Shiddiq,

قَالَ أَبُو بَكْر الصِّدّيْقِ رضي الله عنه: مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَي قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ رَفِيْقِي فِي الْجَنَّةِ

Abu Bakar as-Shiddiq Ra. berkata “barang siapa mengeluarkan infak satu dirham (satuan mata uang di daerah Arab di masa kekaisaran Utsmaniyah) dalam rangka pembacaan maulid nabi Muhammad Saw. maka ia adalah teman (kekasih) ku di surga.”

Umar bin Khattab Ra.,

قَالَ عُمَرُ رضي الله عنه مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَحْيَا الْإِسْلَامَ

Umar Ra. berkata “barang siapa mengagungkan maulid nabi Muhammad Saw. maka ia sungguh telah menghidupkan islam.”

Utsman bin Affan Ra., 

قَالَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ مَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا عَلَي قِرَاءَةِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَأنَّمَا شَهِدَ غَزْوَةَ بَدْرٍ وَحُنَيْن

“barang siapa mengeluarkan infak satu dirham dalam rangka pembacaan maulid nabi Muhammad Saw. maka seakan-akan ia mati syahid di perang Badar dan Hunain.”

Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah,

قَالَ عَلِيٌّ رضي الله عنه وَكَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ سَبَبًا لِقِرَائَتِهِ لَايَخْرُجُ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا بِالْإِيْمَانِ وَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Ali Ra. berkata “barang siapa mengagungkan maulid nabi Muhammad Saw. dan hal itu menjadi sebab pembacaan maulid nabi maka ia tidak akan keluar dari dunia (meninggal) melainkan membawa iman serta akan masuk ke surga  tanpa hisab.”

Wallahu ‘alam

BINCANG SYARIAH