Seruan Tuhannya Manusia untuk Seluruh Manusia (Bag. 2)

Seruan pertama: seruan untuk beribadah hanya kepada-Nya

Seruan pertama adalah seruan Allah Ta’ala kepada seluruh manusia untuk beribadah kepada-Nya. Inilah kunci kesuksesan dan kebahagiaan seorang hamba. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 21).

Allah Ta’ala yang telah menciptakan manusia dari tiada menjadi ada. Allah Ta’ala juga yang telah menciptakan manusia sebelum kita. Allah Ta’ala menyeru kita untuk beribadah hanya kepada-Nya. Hakikat ibadah adalah mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan membenarkan berita dari-Nya. Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk melakukan sesuatu yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56).

Maksud ayat ini adalah Allah Ta’ala menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dengan khusyuk dan ikhlas, sampai seakan-akan mereka melihat-Nya. Jika mereka tak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat mereka. Allah Ta’ala lah yang telah memberikan manusia beragam kenikmatan. Allah Ta’ala menciptakan manusia setelah sebelumnya tidak ada. Allah Ta’ala menciptakan orang-orang sebelum mereka. Allah Ta’ala pun memberikan nikmat lahir dan batin kepada manusia. Semua itu mengharuskan manusia untuk beribadah dan bersyukur kepada-Nya.

Jika Anda telah beribadah kepada Allah Ta’ala semata, ibadah itu telah melindungi Anda dari kemurkaan dan azab Allah. Anda telah mengambil sebab untuk menangkal azab dari Allah Ta’ala. Anda menjadi orang yang bertakwa dan Anda pun akan selamat dari azab dan kemurkaan Allah Ta’ala. Hal ini akan mewujudkan kebahagiaan Anda di dunia dan di akhirat.

Ayat di atas juga menggabungkan perintah untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata dengan larangan beribadah kepada selain-Nya (lihat ayat selanjutnya, Al-Baqarah: 22, pent.). Sebagaimana orang yang beriman pada kekuasaan Allah Ta’ala dengan iman yang benar, maka dia akan beriman bahwa Allah Ta’ala satu-satunya yang menciptakan, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta. Keimanan ini juga mengharuskan seseorang untuk beriman bahwa tak ada sekutu dalam peribadatan kepada Allah Ta’ala. Ini adalah dalil aqli yang paling jelas atas Kemahaesaan Allah Al Baari Subhaanahu wa Ta’ala.

Al-Qur’an juga menginformasikan bahwa seruan untuk beribadah kepada Allah Ta’ala semata adalah seruan yang dilakukan oleh seluruh Nabi – semoga selawat dan salam Allah Ta’ala limpahkan pada mereka semua-. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa sesungguhnya tak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku, maka beribadahlah kepada-Ku” (QS. Al-Anbiya: 25).

Seruan kedua: peringatan agar waspada dari permusuhan setan kepada manusia

Seruan kedua adalah peringatan kepada manusia agar waspada dengan permusuhan setan kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلالاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِين

“Wahai manusia, makanlah segala yang halal dan baik yang ada di atas muka bumi. Dan jangan kalian ikuti jejak langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian” (QS. Al-Baqarah: 168).

Ini merupakan seruran Allah Ta’ala pada seluruh umat manusia. Allah Ta’ala memberikan nikmat pada manusia untuk menikmati semua yang ada di atas bumi. Nikmat tersebut misalnya berupa biji-bijian, buah-buahan, dan beragam hewan, kecuali apa yang haram dimakan atau didapatkan dari sesuatu yang haram. Makanan tersebut halal selama makanan itu bukan sesuatu yang menjijikkan, seperti bangkai, darah, daging babi, dan apa-apa yang diharamkan dan didapatkan dari sesuatu yang haram.

Ketika Allah Ta’ala memerintahkan manusia dengan perintah-Nya (yang merupakan kebaikan untuk mereka), Allah Ta’ala pun melarang mereka juga untuk mengikuti jalan dan perintah dari setan. Perintah setan adalah segala bentuk maksiat berupa kekufuran, kefasikan, kezaliman, dan termasuk di dalamnya menikmati makanan yang haram.

Setan itu melakukan permusuhan yang nyata kepada manusia. Perintah setan kepada manusia pasti akan menipu dan menyebabkan manusia menjadi penghuni neraka. Maka Allah Ta’ala bukan sekedar memerintahkan kita untuk tidak mengikuti langkahnya, Dia juga mengabarkan kita tentang permusuhan setan kepada kita agar kita waspada. Allah Ta’ala lah yang Maha Benar perkataan-Nya.

Tak cukup sampai disana, setan juga memerintahkan kita dengan hal-hal yang sangat buruk dan membawa kerusakan besar. Setan memerintahkan manusia untuk melakukan seluruh perbuatan maksiat dan berkata tentang Allah Ta’ala tanpa ilmu, baik tentang syariat-Nya maupun tentang kekuasaan-Nya.

Siapa saja yang menyifati Allah Ta’ala bukan dengan sifat yang Dia tunjukkan atau yang ditunjukkan oleh Rasul-Nya, maka orang itu telah berkata tentang Allah Ta’ala tanpa ilmu. Siapa saja yang meniadakan sesuatu yang Dia tetapkan untuk diri-Nya atau menetapkan sesuatu yang Dia tiadakan untuk diri-Nya, maka orang itu telah berkata tentang Allah Ta’ala tanpa ilmu. Siapa saja yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala memiliki sekutu berupa sesembahan yang sesembahan itu bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka ia telah berkata tentang Allah Ta’ala tanpa ilmu. Siapa saja yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala menghalalkan ini, mengharamkan itu, memerintahkan ini atau melarang itu tanpa bukti, maka ia telah berkata tentang Allah Ta’ala tanpa ilmu.

***

Penerjemah: Amrullah Akadhinta, ST.

Sumber: https://muslim.or.id/73448-seruan-tuhannya-manusia-untuk-seluruh-manusia-bag-2.html

Arab Saudi Siapkan Denda 25 Ribu Riyal untuk Visa Overstay Haji dan Umroh

Direktorat Paspor Arab Saudi (Jawazat) di Makkah sediakan sanksi denda kepada penyedia layanan haji dan umrah. Denda tersebut sebesar 25 ribu riyal Saudi untuk setiap jamaah yang tinggal lebih lama (overstay) di sana setelah berakhirnya visa mereka.

Dilansir di Saudi Gazette, Jumat (18/3), Kapten Abdul Rahman Al-Qathami mengatakan hukuman akan dikenakan pada perusahaan haji dan umrah karena mereka bertanggung jawab untuk memulangkan jamaah sebelum visa mereka berakhir.

Al-Qathami mengatakan bahwa penyelenggara haji dan umrah memiliki tanggung jawab besar dalam menegakkan aturan visa secara ketat. Hal ini mengingat dimulainya kembali kedatangan jamaah dalam jumlah besar menyusul pencabutan sebagian besar tindakan pencegahan dan protokol pencegahan Covid-19.

Dia mengatakan bahwa perwakilan dari beberapa perusahaan haji dan umroh dipanggil di masa lalu untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran terhadap mereka. Sebanyak 208 perusahaan telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran.

“Adapun hukuman dijatuhkan pada masing-masing perusahaan ini,” kata dia.

Pihaknya mencatat bahwa denda terhadap pelanggaran akan berlaku sebesar 25 ribu riyal Saudi bagi setiap jamaah yang melanggar.

Visa kunjungan umroh

Dalam perkembangan terkait, Program Doyof Al-Rahman mengungkapkan bahwa ada beberapa jenis visa elektronik untuk keperluan umroh, dan pengunjung dapat memanfaatkannya. Program ini juga mengumumkan nama-nama negara yang dapat memanfaatkan layanan ini.

Jenis-jenis visa tersebut antara lain visa kunjungan untuk tujuan umrah, visa umroh melalui agen asing, dan visa transit. Adapun negara-negara yang akan mendapatkan keuntungan dari visa pengunjung untuk tujuan umrah antara lain Inggris, Kanada, Amerika Serikat, Cina, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, Kazakstan, Malaysia, Brunei, Andorra, Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia , Siprus, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Hongaria, Belanda, dan Yunani.

Daftar ini juga mencakup Islandia, Irlandia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luksemburg, Malta, Monako, Montenegro, Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, Rusia, San Marino, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, Ukraina, Australia, dan Baru Selandia.

Program Doyof Al-Rahman merupakan salah satu dari sekian banyak program yang telah diluncurkan di bawah payung Saudi Vision 2030. Program ini berupaya untuk meningkatkan pengalaman dan kemampuan haji dan umrah serta layanan yang diberikan kepada Doyof Al-Rahman (tamu Allah).

IHRAM

Meninggal Setelah Hukuman Had, Apakah Disalati?

Di dalam ajaran Islam, terdapat hukuman ḥadd untuk kasus perbuatan dosa tertentu seperti zina atau mencuri. Di antara hukuman ḥadd bagi pelaku zina yang sudah menikah (mukhsan) adalah dirajam sampai mati. Terdapat permasalahan fikih terkait ini, yaitu jika seseorang meninggal dunia setelah diberi hukuman ḥadd, misalnya rajam, apakah lantas jenazahnya tetap disalati?

Di dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah, beliau membawakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, yang berisi tentang kisah seorang perempuan Ghamidiyyah yang diperintahkan untuk dirajam oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam karena telah berzina. Buraidah Radhiyallahu ‘anhu kemudian mengatakan,

ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا، وَدُفِنَتْ

“Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mensalati jenazahnya dan menguburkannya” (HR. Muslim no. 1695).

Terdapat dua faedah penting yang dapat kita petik dari kandungan hadis ini, yaitu:

Faedah pertama

Kandungan hadis ini menunjukkan bahwa orang yang meninggal dunia setelah mendapatkan hukuman rajam itu tetap disyariatkan untuk disalati. Demikian pula diperbolehkan bagi penguasa kaum muslimin (ulil amri) untuk mensalati jenazahnya sebagaimana jenazah kaum muslimin yang lainnya. Imam Ahmad Rahimahullah berkata,

“Aku tidak mengetahui dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau tidak mensalati jenazah seorang pun kecuali bagi pengkhianat perang dan pelaku bunuh diri” (Al-Mughni, 3: 508).

Hal ini juga pendapat Asy-Syafi’i, Ahmad, Al-Auza’i, Ishaq, dan dipilih juga oleh Ibnul Munzir Rahimahumullah (lihat Al-Ausath 5: 408 dan Al-Mughni 3: 508).

Pendapat yang lain (pendapat kedua) mengatakan bahwa penguasa kaum muslimin tidak perlu mensalati jenazah orang yang meninggal setelah diberi hukuman ḥadd. Orang yang mensalatinya adalah kaum muslimin biasa, bukan penguasa. Ini adalah pendapat Imam Malik Rahimahullah (lihat Al-Mudawwanah Al-Kubra, 1: 254).

Alasan Imam Malik Rahimahullah adalah karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mensalati jenazah Ma’iz Radhiyallahu ‘anhu, namun beliau tidak melarang kaum muslimin untuk mensalati jenazahnya.

Hadis yang dimaksud oleh Imam Malik Rahimahullah adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Barzah Al-Aslami Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُصَلِّ عَلَى مَاعِزِ بْنِ مَالِكٍ، وَلَمْ يَنْهَ عَنِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mensalati Ma’iz bin Malik dan tidak melarang untuk mensalatkannya.” (HR. Abu Dawud no. 3186)

Hadis ini diperselisihkan statusnya oleh para ulama. Al-Munziri Rahimahullah mengatakan, “Dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang majhul” (Mukhtashar As-Sunan, 4: 320).

Syekh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan Hafizahullah mengatakan bahwa hadis ini daif. Apalagi terdapat sebagian riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap mensalati jenazahnya (lihat Minhatul ‘Allaam, 4: 282).

Ulama yang berpendapat dengan pendapat kedua mengatakan bahwa jika penguasa kaum muslimin tidak mensalati, hal itu bisa sebagai bentuk peringatan dan ancaman bagi orang-orang semisalnya yang mungkin tergoda atau memiliki keinginan untuk melakukan perbuatan yang sejenis itu.

Pendapat yang insyaallah lebih tepat adalah pendapat pertama karena dalilnya yang lebih kuat. Apabila kita mengambil makna dzahir dari hadis tersebut, maka penguasa mensalati jenazah orang yang datang meminta hukuman ḥadd karena ingin bertaubat. Wallahu a’lam.

Faedah kedua

Di dalam hadis ini terdapat bantahan bagi kaum khawarij yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu kafir, keluar dari Islam. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan Hafizahullah menjelaskan,

“Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang mati karena diberi hukuman ḥadd, baik itu berupa hukuman rajam atau semisalnya, maka jenazahnya tetap disalati. Karena dia adalah seorang muslim, meskipun dia telah terjerumus ke dalam salah satu dosa besar. Jenazahnya tetap disalati dan dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.

Sehingga hadis ini menjadi bantahan untuk orang-orang khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Hal ini karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mensalatinya dan memerintahkan kaum muslimin untuk mensalatinya, kemudian memakamkannya. Maka hadis ini menunjukkan bahwa pelaku dosa besar (yang bukan pembatal Islam, pent.) adalah muslim, tidak keluar dari Islam. Jenazahnya juga diperlakukan sebagaimana jenazah kaum muslimin ketika meninggal dunia, yaitu dimandikan, dikafani, disalati, dan dimakamkan di pemakaman kaum muslimin, karena dia seorang muslim” (Tashiilul Ilmaam, 3: 38).

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

***

@Rumah Kasongan, 2 Sya’ban 1443/ 5 Maret 2022.

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/73052-meninggal-setelah-hukuman-had-apakah-disalati.html

Jaga Anak Kita dari Dasyatnya Pengaruh Media Sosial

Di era post-truth, pengaruh media sosial menjadikan sesuatu yang benar bisa pelintir menjadi salah. Sebaliknya, kesalahan besar pun bisa dianggap sebagai kebenaran, karena gencar didengung-dengungkan

BERDASARKAN data Kementerian Komunikasi dan Informasi (2021), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta orang. Jadi, kalau jumlah penduduk Indonesia menurut laporan Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) per-tahun 2021 adalah 273,87 juta, berarti sekitar 70 persen dari penduduk kita adalah para pengguna internet.

Budaya ini menjadikan ponsel beserta paketnya menjadi kebutuhan primer dalam dunia riil dan dunia maya. Informasi dari belahan dunia manapun bisa diakses dalam hitungan menit dan detik, kapanpun di manapun.

Berbagai aktivitas yang biasa dilakukan secara konvensional, sekarang sudah beralih ke sistem digital. Namun, jika semua ini tidak diiringi dengan kemampuan untuk melek dalam teknologi informasi (literasi digital), maka akan menjadi malapetaka dan kesialan besar bagi para penggunanya.

Betapa tidak. Misalnya secara ekonomi, jika pengguna medsos ceroboh dan tidak berhati-hati dalam mengakses tautan-tautan (link) yang tersebar liar di media sosial, maka akan mudah malware, spam, dan sistem jaringan jahat tiba-tiba nongol, menguasai sekaligus mencuri data-data penting. Inilah yang sering dijumpai saat ponsel disadap atau digunakan seseorang untuk berbagai kepentingan tanpa disadari oleh pemiliknya.

Dari pintu inilah biasanya dimulai kejahatan digital yang bisa menjadi awal kesialan ekonomi. Bayangkan jika nomor-nomor penting yang ada di ponsel, seperti nomor PIN, ATM, atau nomor-nomor rahasia lain bisa diakses orang dari jarak jauh, dan kemudian digunakan untuk kejahatan perbankan seperti menguras saldo, maka kesialan ekonomi sangat mungkin akan menimpa siapapun.

Selain itu, kita juga mengenal “algoritma”, yakni sistem otomatisasi rekomendasi untuk keberlanjutan pencarian. Jika seseorang sudah terjebak dalam sistem ini, maka konten dunia maya yang luas akan dipersempit dan lambat laun akan mempersempit pola pikir seseorang.

Imbasnya, jika seseorang memiliki pemikiran sempit dalam berideologi atau beragama, ia akan semakin menjauh dari sifat moderat dan gampang menyalah-nyalahkan pihak lain, seenaknya menuduh orang sebagai PKI, kafir, sesat dan seterusnya. Terbukti, tidak sedikit orang di era milenial ini yang seenaknya belajar agama, lalu secara tiba-tiba pola pikirnya berubah secara drastis.

Semangat beragama tiba-tiba melejit naik, namun di sisi lain dengan gampangnya menyalah-nyalahkan pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Mereka juga bisa mendadak rajin melakukan propaganda melalui konten-konten ceramah di Youtube, atau membagi-bagikan konten radikal yang mampu memicu tindakan ekstrimisme dan terorisme.

Karena itu, era post-truth (pasca kebenaran) dapat dipelintir sedemikian rupa, sehingga sesuatu yang benar bisa dipersalahkan, karena memang dipropagandakan sebagai suatu kesalahan. Sebaliknya, kesalahan besar pun bisa dianggap sebagai kebenaran, karena memang gencar didengung-dengungkan sebagai sebuah kebenaran.

Hal lain yang merugikan, lantaran kesibukan berselancar di medsos. Bahwa manusia adalah makhluk sosial yang nyata dan riil bersentuhan dengan masyarakat sosial.

Banyaknya waktu yang tersita membuat orang lupa dengan hak-hak dan kewajibannya di  dunia nyata. Misalnya mendidik anak, istri dan orang-orang sekitar.

Mereka lebih nyaman menghabiskan waktu dengan ponselnya, bahkan mengejar konten medsos yang menjadi motif utamanya. Kepekaan dan kepeduliannya lambat laun menjadi tumpul. Dan berapa banyak insiden kecelakaan di jalanan, karena pengemudinya tak mampu mengendalikan fokus saat menggunakan ponsel.

Begitupun saat ada musibah, bencana atau kejadian alam, masyarakat lebih sibuk untuk lebih dulu mendokumentasikannya, ketimbang mengutamakan jiwa sosialnya. Banyak kasus yang terkait dengan bencana yang dijadikan konten medsos untuk mengejar target jumlah penonton, atau keuntungan finansial.

Secara moral, mental semacam ini adalah malapetaka bagi kemanusiaan, maupun dalam ajaran agama apapun. Suatu pembiaran yang menjadi budaya dan peradaban, dan dianggap legitimate secara umum.

Belum lagi soal urusan rahasia pribadi, internal rumah-tangga yang mestinya disimpan dengan baik, namun diumbar menjadi ghibah dan fitnah. Perdebatan sering muncul lantaran sama-sama tak bisa menahan diri untuk menggerakkan jari-jemarinya.

Tak peduli suami atau istri, anak atau orang tua, saudara, kerabat atau tetangga. Dulu dikenal istilah “mulutmu adalah harimaumu”, kini telah bergeser menjadi “jarimu adalah bencanamu”.

Di sisi lain, ketika seseorang mengunggah status atau memberi komentar, bisa saja ia terlena melakukan perbuatan melawan hukum. Sudah banyak contoh kasus yang terjadi akibat menyebar hoaks, ujaran kebencian, fitnah, yang mengakibatkan seseorang harus berurusan dengan pihak kepolisian.

Bukan hanya faktor kesengajaan, faktor ketidaksengajaan maupun iseng pun bisa saja menjadikan seseorang berurusan dengan hukum, karena ada pihak yang merasa dirugikan. Berapa banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ikut-ikutan menyebarkan nada nyinyir dan kebencian terhadap pemerintah. Padahal, ia dan keluarganya hidup dari gaji pemerintah dan memiliki komitmen untuk setia pada kebijakan pemerintah.

Saat ini, mudah bagi pihak aparat untuk mendapatkan bukti-bukti terjadinya pelanggaran. Jejak digital dengan mudah bisa diakses dan menjadi petunjuk untuk melanjutkan laporan yang diterima. Penegak hukum juga sudah memiliki dasar dalam menegakkan hukum di dunia maya, yakni Undang-undang nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Dalam UU ini disebutkan pada pasal 45A ayat (1):

“Setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.”

Risiko dan konsekuensi dari bermedia sosial juga menciptakan jarak antara hubungan murid dan guru, di samping anak dan orang tua. Pembelajaran daring tampaknya kurang efektif sebagai sarana belajar, juga tidak efektif untuk mencapai hasil dari pendidikan dan pengajaran.

Moral generasi muda menjadi taruhan karena minim pendidikan tentang kedisiplinan, kepribadian, teladan yang mumpuni dari para guru dan orang tua. Secara psikologis kurang menciptakan kemandiran, serta daya juang yang lemah bagi anak-anak didik.

Pengawasan yang rendah dari para orang tua menjadikan anak-anak mereka dengan gampangnya mengakses konten-konten asusila, pornografi, maupun kekerasan dalam rumah-tangga. Karena itu, pantas dinyatakan bahwa, tidak sedikit orang tua yang tega memukul anaknya karena telah merusak ponselnya. Tetapi, jarang sekali orang tua yang berani memukul ponsel yang telah merusak moral anak-anaknya.

Kita pun masih ingat ungkapan penulis novel Pikiran Orang Indonesia saat peluncuran bukunya di pesantren Al-Bayan: “Saat ini begitu ramai orang mengejar target untuk status sosial dan pundi-pundi uang, hingga nyaris sulit kita temukan orang yang mau serius membangun peradaban bangsa ini.” (baca: www.kompas.id, 14 November 2021)

Karena itu, berhati-hatilah dan bersabarlah. Jagalah anak-anak kita agar mental dan jiwanya tidak rusak. Sebab, kapal tidak akan rusak dan tenggelam lantaran banyaknya air samudera yang mengelilingnya, tetapi ia akan tenggelam jika kita membiarkan air masuk karena adanya kebocoran yang terus-menerus kita biarkan. Ayo, kita tutup kebocoran itu, dan mulailah dari diri sendiri, saat ini, mumpung kebocoran itu belum memecahkan kapal Titanic yang terbelah menjadi dua.*/Supadilah Iskandar, esais generasi milenial

HIDAYATULLAH

Nafisah Binti Hasan: Ulama Perempuan Bergelar “Permata Ilmu”

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al Dzahabi, termasyhur dengan Imam al Dzahabi, sejarawan sekaligus ulama pakar hadis dalam Siyar A’lam al Nubala berkata: “(faktanya) tidak sedikit kalangan tabi’in yang belajar ilmu kepada para sahabat perempuan”.

Kalaupun jarang (hampir tidak ada) kita jumpai karya-karya ulama perempuan; tafsir, hadis, ushul fikih dan fikih yang dikaji serius di pusat-pusat pendidikan Islam seperti di pesantren, tidak berarti tidak ada satupun kalangan perempuan yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu agama. Bahkan, banyak kalangan sahabat perempuan (shahabiyah) yang menjadi guru kalangan tabi’in seperti dikatakan al Dzahabi.

Satu diantaranya adalah Nafisah binti Hasan (cicit Hasan bin Ali bin Abi Thalib). Kisah Nafisah ditulis oleh Umar Ridho Kahalah dalam karyanya A’lam al Nisa fi ‘Alamai al Arab wa al Islam.

Nama lengkapnya Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Lahir di Makkah tahun 145 H. Dibesarkan di Madinah. Pernah ke Mesir bersama suaminya, Ishaq bin Ja’far al Shadiq. Pendapat lain mengatakan, ia ke Mesir bersama ayahnya, Hasan, yang ditunjuk oleh Abu Ja’far al Mansur untuk menjadi salah seorang Gubernur Mesir.

Setelah lima tahun menjabat gubernur, Abu Ja’far al Mansur memecatnya, menyita seluruh asetnya dan memenjarakannya di Baghdad. Hasan baru dibebaskan setelah Abu Ja’far al Mansur meninggal dunia. Pengganti al Mansur, yakni al Mahdi membebaskan Hasan dan mengembalikan kekuasaannya semula.

Tentang sosok Nafisah, ia seorang hafidzah (hafal al Qur’an) dan ahli tafsir. Diceritakan, Imam Syafi’i disaat ke Mesir sering mengikuti halaqah keilmuan yang dipimpin Nafisah. Salah seorang pendiri madhab fikih ini banyak mendengar hadis dari ulama perempuan yang masyhur dengan “Nafisah al ilmu”. Diyakini, ilmu yang diperoleh dari Nafisah memberi pengaruh besar terhadap pemikiran fikih Imam Syafi’i waktu di Mesir.

Disamping seorang yang mumpuni ilmu agamanya, Nafisah juga sosok yang sangat wara’ dan zuhud. Ia banyak menangis (meratapi dosa dan minta ampun kepada Allah), selalu bangun malam untuk beribadah, selalu berpuasa di siang hari, sehari semalam hanya makan sekali, yaitu pada sepertiga malam (sahur), dan tidak makan kecuali apa yang diberikan oleh suaminya.

Nafisah melakukan ibadah haji sebanyak tiga puluh kali. Sebanyak itu pula, ia menangis sejadi-jadinya sambil bergelayut pada kiswah Ka’bah dan berkata: “Ya Allah, hiasilah dan bahagiakanlah diriku dengan ridha-Mu”.

Zainab binti Yahya berkata, “Saya menjadi pembantu di rumah bibi Nafisah selama empat puluh tahun. Selama itu, saya tidak pernah melihat Nafisah tidur malam dan makan di siang hari. Saya bertanya kepadanya, “Wahai Nafisah: apakah engkau tidak khawatir terhadap kesehatanmu”? Nafisah menjawab: “bagaimana aku bisa khawatir, sementara dihadapanku ada siksa yang menanti, tidak akan selamat dari siksa tersebut kecuali orang-orang yang beruntung”.

Bisyri bin Harits al Hafi, guru Imam Ahmad bin Hanbal pernah menuntut ilmu kepada Nafisah. Pada saat Bisyri sakit Nafisah datang menjenguknya. Tak lama kemudian Imam Ahmad bin Hanbal datang juga untuk menjenguk gurunya yang sedang sakit. Melihat perempuan yang sangat disegani oleh gurunya, Imam Ahmad bertanya kepada Bisyri “Siapa wanita ini”? Gurunya menjawab, “Dia adalah Sayyidah Nafisah, kesini untuk menjengukku”.

Sontak, Imam Ahmad yang telah mendengar nama besar Sayyidah Nafisah kemudian berbisik kepada gurunya, “Minta supaya dia mendoakan kita”. Sayyidah Nafisah dengan senang hati mendoakan mereka berdua: “Ya Allah, sesungguhnya Bisyri bin Harits dan Ahmad bin Hanbal meminta perlindungan kepada-Mu dari api neraka, selamatkanlah keduanya, ya Allah”.

Sayyidah Nafisah hanya seorang dari sekian ulama-ulama perempuan. Masih banyak kaum hawa yang seperti Sayyidah Nafisah. Walaupun karya-karyanya tidak banyak dikenal, namun sejarah membuktikan tidak sedikit kalangan perempuan yang mumpuni dalam bidang ilmu agama.

ISLAM KAFFAH

Penistaan Agama, DPR: Tangkap Pendeta Saifudin Ibrahim

Video seorang pendeta bernama Saifuddin Ibrahim meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk menghapus 300 ayat Alquran karena dinilai sebagai sumber intoleransi, radikailisme dan terorisme di Indonesia. Pernyataan itu dalam video viral di media sosial (medsos). Kini pria tersebut menjadi buronan polisi.

Ketua Komisi VIII DPR RI yang membidangi masalah agama, Yandri Susanto menilai pernyataan tersebut telah menistaan agama Islam dan kitab suci Alquran. Untuk itu, mendesak aparat segera menangkap pendeta tersebut.

“Videonya sudah viral dan jelas-jelas menista umat Islam. Aparat harus segera menangkap dan menindak tegas Pendeta Saifudin Ibrahim,” kata Yandri dalam keterangannya, Rabu (16/3/2022).

Yandri juga mengecam pernyataan pria tersebut yang menyatakan pesantren sebagai sumber teroris.

“Saya mengecam Pendeta Saifudin Ibrahim yang mengatakan pesantren sebagai sumber teroris. Pernyataan ini menyakiti ulama dan kiai yang selama ini mendidik para santri untuk mengabdi pada umat, bangsa dan negara,” ujarnya.

“Jangan beri ruang sedikit pun bagi mereka yang mengusik dan memprovokasi kehidupan beragama yang sudah berjalan baik di Indonesia,” imbuhnya.

Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan seorang pria meminta 300 ayat Al-Qur’an dihapus viral di medsos. Polisi tengah mendalami video viral tersebut. Dalam video tersebut, terlihat seorang pria mengenakan kaus hitam sedang berbicara tentang terorisme dan radikalisme.

Dia juga berkata supaya menteri agama mengatur kembali kurikulum di pondok pesantren (ponpes).

“Karena sumber kekacauan itu adalah dari kurikulum yang tidak benar bahkan kurikulum-kurikulum di pesantren, Pak, jangan takut untuk dirombak. Bapak periksa, ganti guru-gurunya, yang karena pesantren itu melahirkan kaum radikal semua,” kata pria tersebut dalam video.

Selain itu, dia mengatakan terdapat 300 ayat di Alquran yang memicu sikap intoleran, sikap radikal, hingga membenci orang lain yang berbeda agama. Dia meminta 300 ayat tersebut dihapus.

“Bahkan kalau perlu, Pak, 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Alquran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” kata pria tersebut.

ISLAM KAFFAH

10 Fakta tentang Setan yang Perlu Diketahui

Setan akan pernah berhenti menjerumuskan manusia pada kesesatan hingga hari kiamat. Berikut sepuluh fakta menarik tentang setan sebagaimana dilansir Al Masrawy. 

1.Dari golongan jin

Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa iblis itu dari golongan malaikat. Akan tetapi pendapat yang paling kuat mengatakan bahwa iblis itu adalah dari jin yang durhaka dan bukan dari golongan malaikat. Sebagaimana firman Allah SWT: 

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Al Kahf ayat 50)

2. Menguasai manusia dengan membisikan dan mengelabui

Setan itu tidak punya kekuasaan atas anak adam kecuali dengan membisikan kejahatan dan mengelabui dengan keindahan, bukan dengan mengalahkan atau menaklukan secara fisik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ibrahim:

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ ۖ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي ۖ فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ ۖ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ ۖ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ ۗ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (Alquran surat Ibrahim ayat 22)

3. Diciptakan dari api

Asal penciptaan Iblis itu dari api dan itu diucapkan sendiri oleh Iblis. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran: 

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Alquran surat Al A’raf ayat 12).

4. Mempunyai pasukan dari golongan Jin

Iblis itu mempunyai pengikut atau pasukan yang mendukung dan membantunya dari golongan jin. Mereka mencoba menyebarkan fitnah kepada manusia. Dan Iblis itu punya singgasana atau kekuasaan atas air di tempat yang diketahui Allah. Dan iblis itu mengutus pasukannya untuk menipu manusia. Sebagaimana sabda nabi Muhammad ﷺ dalam sahih Muslim :

إن إبليس يضع عرشه على الماء، ثم يبعث سراياه، فأدناهم منه منزلة أعظمهم فتنة، يجيء أحدهم فيقول: فعلت كذا وكذا، فيقول: ما صنعت شيئا، قال ثم يجيء أحدهم فيقول: ما تركته حتى فرقت بينه وبين امرأته، قال: فيدنيه منه ويقول: نعم أنت “

“Sesungguhnya singgasana iblis berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini. Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa. Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah berpisah (talak) dengan istrinya. Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR. Muslim 2813).

5.Bertebaran ketika matahari terbenam 

Di antara tuntunan dalam Islam adalah agar orang tua menyeru pada anaknya agar tidak bermain atau keluyuran ketika matahari sedang terbenam dan setelah matahari terbenam. Sebab saat itu setan tengah menyebar. Sebagaimana diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

 إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ ، وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا ، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا ،  وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

“Jika malam datang menjelang, atau kalian berada di sore hari, maka tahanlah anak-anak kalian, karena sesungguhnya ketika itu setan sedang bertebaran. Jika telah berlalu sesaat dari waktu malam, maka lepaskan mereka. Tutuplah pintu dan berzikirlah kepada Allah, karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup. Tutup pula wadah minuman dan makanan kalian dan berzikirlah kepada Allah, walaupun dengan sekedar meletakkan sesuatu di atasnya, matikanlah lampu-lampu kalian.” (HR. Bukhari, no. 3280, Muslim, no. 2012).

6. Setan tak bisa menyentuh benda

Tak semestinya menghubungkan setiap sesuatu kepada setan, karena bukan setan yang mengambil hartamu yang hilang darimu. Dan bukan setan juga yang mengembalikannya. Karena setan itu tidak bisa membuka pintu yang tertutup dan tidak bisa juga mengangkat penutup. Sebagaimana dalam sahih Bukhari Muslim diriwayatkan dari Jabir, nabi bersabda:

وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا ، وَأَوْكُوا قِرَبَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ ، وَخَمِّرُوا آنِيَتَكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرُضُوا عَلَيْهَا شَيْئًا ، وَأَطْفِئُوا مَصَابِيحَكُمْ

Tutuplah pintu dan berzikirlah kepada Allah, karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup. Tutup pula wadah minuman dan makanan kalian dan berzikirlah kepada Allah, walaupun dengan sekedar meletakkan sesuatu di atasnya, matikanlah lampu-lampu kalian.” (HR. Bukhari, no. 3280, Muslim, no. 2012). 

7.Tak kuasa dengan Muslim yang mengucap basmalah

Jika ada seorang Musim yang mengucapkan bismillah ketika hendak memasuki rumah, maka setan akan berkata saya tidak mempunyai kekuasaan untuk tidur di rumah ini. 

8.Awalnya menyembah Allah dan bagus rupa

Iblis itu penyembah Allah sebelum diciptakannya nabi Adam. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa iblis itu indah bentuk rupanya ketika melakukan taat (menyembah Allah). Dan iblis mendurhakai Allah, maka Allah membuatnya jelek atau buruk Maka dia menjadi percontohan untuk setiap yang jelek. Seperti pada firman Allah: 

طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ

mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan (Alquran surat Saffat ayat 65)

9.Setan itu bukan nama 

Kalimat setan itu bukanlah nama untuknya. Melainkan penyifatan,  karena kalimat itu diambil dari kata kerja Syatnun yang berarti jauh, karena ia berpaling dari taat kepada Allah maka allah menjauhkannya dari rahmatNya

10.Nama setan

Ada sebagian pendapat bahwa setan itu mempunyai nama sebelum bernama iblis. Diantaranya adalah Al Harits dan Azazil. Akan tetapi ini tidak dapat dipastikan.

IHRAM

Mati Bunuh Diri, Apakah Perlu Disalati?

Bunuh diri merupakan salah satu dosa besar yang pelakunya diancam azab di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu (alat), maka dia akan disiksa dengan alat tersebut pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 6105 dan Muslim no. 101)

Sebelum adanya hukuman di akhirat, pelaku bunuh diri sudah dihinakan di dunia dengan tidak disalati jenazahnya oleh pemimpin kaum muslimin atau tokoh masyarakat setempat. Dari sahabat Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ

“Pernah didatangkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam jenazah seorang laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah. Tetapi, jenazah tersebut tidak disalatkan oleh beliau.” (HR. Muslim no. 978)

Hadis di atas menunjukkan bahwa disyariatkan bagi seorang pemimpin (penguasa) kaum muslimin atau orang yang memiliki kedudukan (tokoh terpandang) di masyarakat untuk tidak mensalati orang yang mati bunuh diri. Hal ini disebabkan maksiat yang telah dia kerjakan. Juga supaya orang lain (yang masih hidup) menjauhi perbuatan dosa besar tersebut.

Dzahir hadis ini menunjukkan bahwa hukum ini juga berlaku bagi orang selain pemimpin (misalnya, tokoh masyarakat). Mereka juga boleh tidak mensalati jenazah orang yang mati bunuh diri jika hal tersebut dinilai bisa sebagai bentuk peringatan bagi orang-orang yang masih hidup agar tidak melakukan hal serupa. (Lihat Majmu’ Al-Fataawa, 24: 290)

Di dalam riwayat An-Nasa’i disebutkan,

أَمَّا أَنَا فَلَا أُصَلِّي عَلَيْهِ

“Adapun aku, maka aku tidak mensalatinya.” (HR. An-Nasa’i no. 1964, dinilai sahih oleh Al-Albani)

Lafaz dalam hadis di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya, tetap diperbolehkan bagi seorang pemimpin jika ingin mensalati jenazah yang mati bunuh diri. Hal ini karena dengan perbuatan bunuh diri tersebut, dia sangat membutuhkan dan masih berhak mendapatkan syafaat dan doa dari kaum muslimin yang mensalati jenazahnya.

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan Hafizahullah menjelaskan, “Apakah makna hadis ini menunjukkan bahwa pelaku bunuh diri tidak disalati sama sekali? Tidak. Akan tetapi, yang tidak mensalati adalah orang-orang yang memiliki keutamaan di tengah masyarakat. Adapun kaum muslimin lainnya (baca: masyarakat biasa) tetap mensalatinya. Hal ini karena salat jenazah hukumnya wajib kifayah. Adapun orang terpandang tidak perlu mensalati jenazahnya, hal ini sebagai bentuk peringatan agar manusia menjauhi perbuatan dosa yang jelek tersebut. Sedangkan kaum muslimin yang lain tetap mensalati jenazahnya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum yang menunjukkan bahwa kaum muslimin mensalati jenazah kaum muslimin yang lain jika meninggal atau terbunuh.” (Tashiilul Ilmaam, 3: 39)

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/72982-mati-bunuh-diri-apakah-perlu-disalati.html

Membuka Aib Saudara

Suatu kenikmatan bagi seseorang bisa berbicara, bercerita dengan keluarga, bercanda dengan sanak saudara, dan tertawa bersama tetangga. Bersamaan dengan hal itu, ada hal yang harus kita sadari bahwa kenikmatan apapun yang telah Allah Ta’ala berikan kepada hamba tentu tidak diberikan hanya untuk bersuka ria, apalagi untuk membuahkan dosa. Begitu pula dengan nikmat lisan. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمۡ نَجۡعَل لَّهُۥ عَيۡنَيۡنِ ٨ وَلِسَانًا وَشَفَتَيۡنِ

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir?” (QS. Al Balad: 8 – 9)

Antara Lisan dan Pencatatan Malaikat

Saat kita melihat orang di zaman sekarang. Mereka dengan mudahnya memviralkan potongan ucapan seseorang di media sosisal. Tentu kita meyakini bahwa Allah Ta’ala jauh lebih mampu memerintahkan malaikat-Nya untuk mencatat seluruh ucapan manusia. Tak terlewat sekecil apapun itu, baik ucapan itu disampaikan dengan berteriak, lirih, maupun hanya berbisik. Allah Ta’ala berfirman,

مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, kecuali di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa setiap perkataan yang diucapkan manusia pasti akan dicatat oleh malaikat yang senantiasa mengawasinya, tidak terluput sepatah kata pun. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Infithar ayat 10 – 12,

وَإِنَّ عَلَیۡكُمۡ لَحَـٰفِظِینَ كِرَامࣰا كَـٰتِبِینَ یَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ

Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat – malaikat) yang mengawasi, yang mulia dan mencatat, mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Tafsir Ibnu Katsir , 7: 372)

Jadi, tidak dipungkiri lagi bahwa segala kata yang keluar dari lisan kita akan dicatat oleh malaikat. Catatan itu menjadi bekal amalan yang akan ditimbang di hari akhir nanti. Siapkah kita dengan buah dan balasan dari ucapan yang kita keluarkan selama ini?

Terbiasa dengan Gibah

Mungkin ada rasa bahagia bagi seseorang saat tahu informasi tentang orang lain. Semakin gembira ketika ada teman yang mengajak membicarakannya. Tambah senang dan antusias lagi jika ternyata yang dibicarakan adalah cerita tentang aibnya. Kita berlindung dari sifat seperti itu.

Saat diingatkan bahwa membicarakan keburukan orang lain (baca: gibah) itu berdosa, ada yang menjawab,”Kan yang dibicarakan itu fakta!”

Marilah kita simak penjelasan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَتَدْرُونَ ما الغِيبَةُ؟ قالوا: اللَّهُ ورَسولُهُ أعْلَمُ، قالَ: ذِكْرُكَ أخاكَ بما يَكْرَهُ قيلَ أفَرَأَيْتَ إنْ كانَ في أخِي ما أقُولُ؟ قالَ: إنْ كانَ فيه ما تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فيه فقَدْ بَهَتَّهُ.

“Tahukah kalian apa itu gibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika sesuai kenyataan berarti Engkau telah menggibahnya. Jika tidak sesuai, berarti Engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).

Di antara trend zaman sekarang, namun merupakan kebiasaan buruk di berbagai kalangan yakni banyak orang berbangga dengan aktivitas gibahnya. Tak jarang ditemui orang-orang menamakan grup media sosialnya dengan nama grup ‘Gibah’ atau semisalnya. Banyak pula yang bangga saat terus terang mengajak teman untuk menggibah. Awalnya mungkin hanya untuk bercanda, namun akhirnya menjadi kebiasaan buruk dan dilarang agama. Kita berlindung dari perbuatan seperti itu.

Membuka Aib Orang Lain = Membuka Aib Diri Sendiri

Memang berat meninggalkan perbuatan dosa yang satu ini. Menahan lisan itu tidak semudah menahan dahaga. Orang dengan mudahnya tidak minum, meskipun terik matahari menyengat. Namun, menahan tidak membicarakan kejelekan orang lain di saat kita tahu segala tentangnya itu berat. Karena beratnya itu, maka besar pula balasan bagi hamba yang mampu menjaga lisannya dari mengumbar aib orang, yaitu Allah Ta’ala akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن نفَّسَ عن مُؤْمنٍ كُرْبَةً مِن كُرَبِ الدُّنيا؛ نفَّسَ اللهُ عَنه كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَوْمِ القِيامَةِ، ومَن ستَرَ مُسْلمًا ستَرَه اللهُ في الدُّنيا والآخِرَةِ، ومَن يسَّرَ على مُعْسِرٍ يسَّرَ اللهُ عليه في الدُّنيا والآخِرَةِ، واللهُ في عَوْنِ العَبْدِ ما كان العَبْدُ في عَوْنِ أَخيه

“Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699, At-Tirmidzi no. 2945, Ibnu Majah no. 225, Abu Dawud no. 1455, Ahmad no. 7427 dan ini adalah redaksi beliau).

Sebaliknya, balasan bagi orang yang suka mencari – cari kekurangan orang lain adalah Allah Ta’ala akan membongkar aibnya. Suatu hari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi,

يا معشَرَ مَن أسْلَمَ بلِسانِه، ولم يُفْضِ الإيمانُ إلى قلبِه، لا تُؤْذُوا المُسلِمينَ، ولا تُعَيِّروهم، ولا تتَّبِعوا عَوْراتِهم؛ فإنَّه مَن تتَبَّع عَوْرةَ أخيه المسلِمِ تتَبَّع اللهُ عورتَه، ومَن تتَّبَع اللهُ عَورتَه يَفْضَحْهُ ولو في جَوفِ رَحلِه

“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya padahal iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin! Janganlah menjelekkan mereka! Jangan mencari-cari kekurangan mereka! Sebab, barang siapa mencari-cari kekurangan saudaranya yang muslim, niscaya Allah akan mencari-cari kekurangannya. Barang siapa yang Allah cari-cari kekurangannya, niscaya Allah akan membongkar aibnya dan mempermalukannya, walaupun dia berada di dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi no. 2032, Ibnu Hibban no. 5763, dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma).

Jangan Mencela, Bisa Jadi Engkau Akan Melakukannya!

Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang sesama muslim. Seorang muslim diajarkan untuk amar ma’ruf nahi munkar dan menasihati, bukan mencela dan menjelek – jelekkan sesama muslim yang sudah terjatuh ke dalam kemaksiatan selama dia tidak melakukan terang – terangan dan dia bertaubat dengan kesalahannya tersebut. Jangan sampai kita menjelek-jelekkan, sombong, dan menganggap diri kita lebih baik dari orang lain. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali kepadamu. Maksudnya, Engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus salikin, 1: 194)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan kita dari dosa membuka aib orang lain.

***

Penulis: Apt. Pridiyanto

Sumber: https://muslim.or.id/72984-membuka-aib-saudara.html

Doa Sayidina Ali di Malam Nisfu Sya’ban

Tak terasa ya, saat ini kita sudah berada di malam Nisfu Sya’ban.  Sahabat Ibadah, di dalam kitab Tadzkir Al-Nas, karya Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas, menyebutkan pada saat malam Nisfu Sya’ban, kita dianjurkan berdoa.  Inilah salah satu doa yang dibaca Sayyidina Ali pada malam Nisfu Sya’ban;

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ. وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ

اللهم اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ، وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ.

Allohumma shalli ‘alaa muhammadin wa aalihi, mashoobiihil hikmati wa mawalin ni’amti, wa ma‘aadinil ‘ishmati, wa‘shimnii bihim min kulli suu’in, walaa ta’khudznii ‘alaa ghirratin walaa ‘alaa ghaflatin, wala taj’al ‘awaaqiba amrii hasrotan wa nadaamatan, wardho ‘annii, fa-inna maghfirotaka lidz-dzoolimin, wa ana minadz dhzoolimiina.

Allohummaghfirlii maa la yadhurruka, wa a‘thinii maa laa yanfa‘uka, fainnakal waasi’ata rohmatuhu, al-baadi’ata hikmatuhu, fa a’thiniis sa‘ata wad-da‘ata, wal-amna wash-shihhata wasy-syukro wal-mu‘aafata wat-taqwaa, wa afrighish-shobro wash-shidqo ‘alayya, wa ‘alaa auliyaa-ii fiika, wa‘thinil yusro walaa taj’al ma’ahul ‘usro, wa a’imma bidzaalika ahlii wa waladii wa ikhwaanii fiika, wa man waladanii minal muslimiina wal-muslimaati wal-mu’miniina wal-mu’minaati.

Ya Allah, limpahkan rahmatMu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat, sumber-sumber penjagaan. Jagalah aku dari segala keburukan lantaran mereka, janganlah engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah engkau jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridhoilah aku, sesungguhnya ampunan-Mu untuk orang-orang zalim dan aku termasuk dari mereka.

Ya Allah, ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikan-Mu, berilah aku anugerah yang tidak memberi manfaat kepadaMu, sesungguhnya rahmatMu luas, hikmahMu indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur, perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan.

Tuangkanlah kesabaran dan kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karenaMu, berilah aku kemudahan dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan, liputilah dengan karunia-karunia tersebut kepada keluargaku, anakku, saudara-saudaraku karenaMu dan para orang tua yang melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin mukminat.

Demikian penjelasan terkait Doa Sayidina Ali di Malam Nisfu Sya’ban. Semoga doa ini bisa kita amalkan pada malam ini ya. Semoga juga rahmat Allah menyertai setiap langkah kaki kita bersama. Aminnn.

BINCANG SYARIAH