Fatwa Ulama: Kapan Mengucapkan “Ash-Shalatu Khairun Minan Naum”?

Pertanyaan:

Kalimat “ash-shalatu khairun minan naum” (Mendirikan salat itu lebih baik daripda tidur) apakah diucapkan saat azan pertama (azan awaal) ataukah pada saat azan kedua (azan tsani)?

Jawaban:

Kalimat “ash-shalaatu khairun minan naum” itu diucapkan di azan pertama (azan awwal) sebagaimana terdapat penjelasannya di hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

فإذا أذنت أذان الصبح الأول فقل : الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

Jika azan pertama salat subuh dikumandangkan, maka ucapkanlah ‘ash-shalatu khairun minan naum.’” (HR. Abu Dawud no. 500 dan An-Nasa’i no. 633)

(Berdasarkan hadis di atas), kalimat tersebut diucapkan pada saat azan pertama, bukan azan kedua.

Akan tetapi, wajib untuk diketahui apakah maksud dari azan pertama sebagaimana dalam hadis? Azan pertama adalah azan yang dikumandangkan setelah masuknya waktu salat subuh. Sedangkan yang dimaksud dengan azan kedua (azan tsani) adalah ikamah. Hal ini karena ikamah juga disebut sebagai azan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ

Ada salat (yang didirikan) di antara dua azan.” (HR. Bukhari no. 624 dan Muslim no. 838)

“Dua azan” yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah azan dan ikamah.

Di dalam Shahih Bukhari disebutkan, “Sesungguhnya Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu menambahkan azan ketiga untuk salat jumat.”

Jika demikian, maka azan pertama yang diperintahkan kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu untuk mengumandangkan “ash-shalaatu khairun minan naum” adalah azan untuk salat subuh (yaitu setelah masuknya waktu salat subuh, pent.).

Adapun azan sebelum terbit fajar bukanlah azan untuk saat subuh. Manusia menyebutnya sebagai azan di akhir malam sebagai azan awwal untuk salat subuh. Sedangkan pada hakikatnya, azan tersebut bukanlah azan untuk mendirikan salat subuh. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَيُوقِظَ نَائِمَكُمْ

Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan saat masih malam untuk mengingatkan orang yang sedang salat dari kalian (agar bersahur atau istirahat mempersiapkan salat subuh, pent.) dan membangunkan orang yang sedang tidur dari kalian (untuk bersahur atau salat malam, pent.).” (HR. Bukhari no. 621 dan Muslim no. 1093)

Maksudnya, agar orang-orang yang masih tidur bisa bangun dan makan sahur, dan agar orang yang masih salat malam untuk istirahat dan makan sahur.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda kepada Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu,

فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ

Jika waktu salat tiba, maka hendaklah salah satu di antara kalian mengumandangkan azan.” (HR. Bukhari no. 628 dan Muslim no. 674)

Telah diketahui bahwa waktu salat subuh tidaklah tiba, kecuali setelah terbitnya fajar. Dengan demikian, maka azan yang dikumandangkan sebelum terbit fajar bukanlah azan untuk salat subuh. Sehingga apa yang dipraktikkan oleh masyarakat saat ini, yaitu kalimat “ash-shalatu khairun minan naum” yang diucapkan pada saat azan subuh, inilah praktik yang benar. Adapun orang-orang yang menyangka bahwa yang dimaksud dengan azan awal sebagaimana di dalam hadis adalah azan sebelum terbit fajar, maka hal itu tidak perlu diperhatikan.

Sebagian orang berkata, dalil bahwa yang dimaksud adalah azan di akhir malam (sebelum terbit fajar, pent.) agar orang-orang itu bangun untuk mendirikan salat sunah. Sehingga dikumandangkanlah kalimat “ash-shalatu khairun minan naum”. Kata “khairun” (lebih baik) itu menunjukkan perkara yang lebih utama (lebih afdal) (artinya, menunjukkan perkara sunah, yaitu salat malam; dan bukan perkara wajib, yaitu salat subuh, pent.).

Maka kami katakan bahwa kata “khairun” itu bisa dimaksudkan untuk perkara yang wajib yang paling wajib. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Shaf: 10-11)

Padahal, ayat itu berkaitan dengan keimanan (yang wajib).

Allah Ta’ala juga berfirman tentang salat jumat,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumuah: 9)

Oleh karena itu, kata “lebih baik” itu bisa berupa perkara yang wajib dan bisa berupa perkara yang sunah.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77924-kapan-mengucapkan-ash-shalaatu-khairun-minan-naum.html

5 Manfaat Bersyukur

Ada beberapa manfaat bersyukur. Dijelaskan oleh Ibnul Qayyim yaitu “Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah”. (Madarijus Salikin : 2/224).

Hal tersebut termaktub dalam QS. Luqman ayat 12 yang berbunyi:

وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Ayat di atas menjelaskan tentang perintah untuk selalu bersyukur kepada Allah. Selain itu, manfaat bersyukur juga akan dirasakan dalam diri masing-masing manusia.

Dalam hidup ada banyak hal yang bisa disyukuri, antara lain adalah teman yang dimiliki, mendapat guru yang enak dalam mengajar, mendapat tempat tinggal untuk berteduh, dan lain sebagainya. Hendaknya disyukuri semua keberadaannya dalam hidup kita.

Selain itu, rasa syukur memiliki banyak manfaat bagi mereka yang menjalaninya dengan hati, lisan dan anggota badan yang ikhlas.

Bersyukur merupakan sifat para Nabi dimana mereka senantiasa berterima kasih pada Allah atas nikmat yang diberikan walaupun mereka diberi berbagai cobaan dan rintangan, itulah orang orang yang mulia. Allah menceritakan sifat para Nabi tersebut dalam firman Nya

“Sesungguhnya Nuh adalah hamba yang banyak bersyukur.” (QS Al Isra : 3)

“Sesungguhnya Ibrahim adalah iman yang teladan lagi patuh, ia senantiasa mensyukuri nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” (QS An Nahl : 120-121).

Sebagai umat islam kita wajib menjalankan perintah Allah dan mengikuti teladan kebaikan yang diberikn oleh para Nabi terdahulu.

Allah memberikan nikmat bukan hanya kepada para Nabi, tetapi merata kepada setiap makhluk Nya, tidak ada satupun yang hidup di dunia ini yang tidak mendapat kenikmatan dari Allah. Bahkan ujian yang diberikan oleh Allah kepada para Nabi jauh lebih berat dari ujian yang diberikan kepada manusia biasa, islam senantiasa menganjurkan untuk bersyukur, begitu banyak kebaikan yang akan diperoleh dengan bersyukur.

Berikut adalah beberapa keutamaan dan manfaat bersyukur dalam islam:

1 Manfaat Bersyukur: Hidup Penuh Keberkahan

Manfaat bersyukur yang pertama adalah salah satu manfaat yang didapat seseorang jika rajin bersyukur adalah membuat hidup menjadi lebih berkah.

Dengan bersyukur, orang tersebut merasa tercukupi berapa pun rezeki yang didapat. Allah pun senang memberi keberkahan bagi orang yang bersyukur.

Tentunya, kita juga harus ingat bahwa keberkahan yang diberikan oleh Allah bukan hanya persoalan harta saja. Namun bisa juga seperti hidup yang sehat, dilancarkan kehidupannya, dan lain hal.

Bukan tak mungkin pula rezeki tersebut dapat memberikan manfaat bagi orang lain sehingga bisa mendatangkan berkah bagi pemiliknya.

2 Manfaat Bersyukur: Terhindar dari Penyakit Hati

Bersyukur kepada Allah juga bisa menghindarkan seseorang dari penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, dan dendam. Perlu diketahui bahwa penyakit hati dapat membuat hidup seseorang menjadi tidak tenang.

Bahkan, hal-hal tersebut bisa meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan kesehatan seseorang. Allah SWT juga tidak menyukai orang-orang yang menyimpan penyakit di dalam hatinya.

3 Manfaat Bersyukur: Meningkatkan Keimanan Seseorang

Bersyukur juga bisa menjadi cara meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Seseorang harus rida atau mampu menerima dengan senang hati atas semua pemberian yang berasal dari Allah SWT.

Dalam urusan dunia, seseorang harus bisa memandang orang lain yang nasibnya tidak seberuntung dirinya agar bisa meningkatkan rasa syukur.

“Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (HR. Tirmidzi)

4 Manfaat Bersyukur: Dijanjikan Surga

Ketika seseorang menerima keadaannya dengan syukur dan tabah saat tertimpa masalah, maka Allah SWT menjanjikan surga kepada orang tersebut. Surga adalah tujuan bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa selama hidup di dunia.

“Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya.” (HR. Bukhari)

5 Manfaat Bersyukur: Ditambahkan Kenikmatannya

Seseorang yang senantiasa mengucap syukur dengan kondisi apa pun, maka Allah SWT akan menambahkan nikmatnya. Sebaliknya, ketika seseorang lebih banyak mengeluh dan selalu iri dengan kehidupan orang lain, maka hidupnya akan semakin sengsara.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang tercantum di Al-Quran. “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7) []

ISLAMPOS

15 Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur Seorang Manusia

APA saja faktor yang memengaruhi panjang umur seorang manusia?

Memang, usia hanya Allah SWT yang menentukan. Hanya Dia-Lah yang mengetahui umur setiap makhluk, tidak ada satu pun yang mengetahuinya. Namun seiring beberapa penelitian dari para pakar bahwa panjangnya usia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Terdapat banyak hal yang mempengaruhi panjangnya rentang kehidupan yang terpenting di antaranya:

1. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Keturunan

Panjangnya usia cenderung turun-temurun.

2. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Kharakteristik tubuh

Mereka yang memiliki ukuran dan struktur tubuh rata-rata cenderung hidup lebih lama ketimbang mereka yang terlampau gemuk atau terlampau tinggi atau terlampau pendek.

3. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Kondisi tubuh pada umumnya

Kondisi tubuh baik sepanjang kehidupan, tetapi khususnya selama tahun-tahun pertumbuhan masa kanak-kanak dan remaja mendukung panjangnya usia.

4. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Gender

Sebagai kelompok, wanita lebih pajang usianya daripada pria.

5. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Ras

Di Amerika, orang-orang kulit hitam, orang-orang Puerto Rico dan anggota kelompok minoritas lainnya mempunyai harapan hidup yang lebih pendek daripada orang-orang kulit putih.

6. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Letak Geografis

Orang-orang yang hidup di wilayah perkotaan dan pinggiran kota cenderung lebih panjang hidupnya daripada mereka yang hidup di wilayah pedesaansebagai akibat adanya fasilitas kesehatan dan kedokteran yang lebih baik.

7. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Tingkat sosial ekonomi

Semakin tinggi tingkat social ekonomi seseorang, cenderung semakin panjang rentang hidupnya.

8. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Intelegensi

Individu-individu yang memiliki kecerdasan yang tinggi dan mereka yang memiliki minat intelektual lebih panjang hidupnya ketimbang mereka yang kurang intelek.

9. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Pendidikan

Orang-orang yang berpendidikan lebih baik cenderung lebih panjang hidupnya ketimbang mereka yang terbatas pendidikannya.

10. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur:  Merokok dan minum-minuman keras

Mereka yang bukan perokok dan bukan peminum cenderung lebih panjang hidupnya keimbang perokok dan peminum berat.

11. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Status perkawinan

Mereka yang menikah atau yang pernah menikah lebih panjang hidupnya daripada mereka yang tidak pernah menikah.

12. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Efisiensi

Mereka yang efesien cenderung lebih panjang hidupnya daripada mereka yang tidak efesien karena apa pun yang mereka lakukan tidak telampau banyak mengeluarkan energi.

13. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Kecemasan

Kecenderungan untuk merasa cemas terhadap pekerjaan, keluarga, ekonomi atau masalah-masalah lain menimbulkan hipertensi yang memperpendek rentang kehidupan.

14. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur: Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh individu mempengaruhi panjangnya rentang kehidupan.

15. Faktor yang Memengaruhi Panjang Umur:  Kebahagiaan

Orang-orang yang cukup bahagia dan puas dengan pola kehidupannya biasanya lebih panjang hidupnya daripada mereka yang tidak puas dan tidak bahagia.

Itulah kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi panjangnya usia, kondisi tersebut tidak hanya berupa hal positif, negatifpun berikut peran dalam mempengaruhi panjangnya usia.

Namun kebiasaan atau kondisi yang negatif itu akan berdampak pada penyesuaian yang negatif pula, maka dari itu kita harus memilih kondisi yang sesuai dengan tubuh yang sehat agar jasmani dan rohani kita tetap terjaga kesehatan dan ketenyamanannya. []

Sumber: Psikologi Perkembangan/Karya: Elizabeth B. Hurlock/Penerbit: Penerbit Erlangga

ISLAMPOS

Segeralah Tunduk Bersujud

Membaca surah as-Sajdah Anda akan menemukan ayat tentang kematian:Qul yatawffaakum malakul mautil ladzii wukkila bikum tsumma ilaa rabbikum turja’uun (Katakanlah, malaikat maut yang ditugaskan untuk mencabut nyawa akan me matikanmu.Kemudian hanya ke pa da Tuhanmulah kamu akan dikembalikan). (QS as-Sajdah: 11).

Ayat ini memberikan triger agar kita sebagai hamba Allah, bersungguh-sungguh tunduk dan sujud kepada-Nya. Sebab, hanya dengan mengingat mati semua keterlenaan dengan dunia akan terempaskan.

Kematian pasti datang, tanpa seorang pun yang tahu. Ia menjemput siapa saja sesuai dengan ketentuan-Nya secara tiba-tiba, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, miskin maupun kaya, sedih maupun senang. Tugas hamba hanyalah mempersiapkan kematian agar menjadi akhir yang paling indah.Caranya segeralah beramal saleh.

Sebab, hanyalah amal saleh bekal terbaik untuk menghadap Allah. Supaya jelas, Allah memberikan perbandingan: Afa man kaanamu’minan ka man kaana faasiqaa, laa yastawuun (Apakah sama orang yang beriman dengan orang yang fasik). (QS as-Sajdah:18).

Maksudnya apakah kelak di alam akhirat akan diperlakukan sama antara orang yang tunduk bersujud kepada Allah dengan orang yang membangkang, menolak perintah-perintah-Nya dan melanggar larang-larangan- Nya? Tentu tidak sama. Allah Mahaadil, tidak mungkin kedua golongan manusia tersebut akan mendapatkan perlakukan yang sama.

Karena itu, pada ayat 12, surah as-Sajdah, Allah SWT menggambarkan betapa hinanya para pendurhaka itu di akhirat:Wa law taraa idzil mujrimuuna naakisuu ruusihim inda rabbihim (Andaikan engkau menyaksikan bagaimana hinanya para pendosa itu mereka menudukkan kepalanya di hadapan Allah Tuhannya).

Naakisuu ruusihim maksudnya kepala mereka disungkurkan karena merasa hina dengan penuh penyesalan atas dosa-dosa yang telah meraka perbuat. Mereka mengakui bahwa sekarang telah melihat dengan nyata hari kebangkitan yang pernah mereka dengar dari para rasul itu benar-benar terjadi:Rabbana absharnaa wa sami’naa.

Mereka menyesal, karena itu mereka ingin kembali ke dunia untuk beramal: Farji’naa na’mal shaalihan. Kata na’mal shaalihan menunjukkan bahwa yang pertama-tama ingin mereka kerjakan jika dikembalikan ke dunia adalah amal saleh. Sebab, mereka tahu bahwa hanya amal saleh yang bisa menyelamatkan mereka di akhirat.

Namun sayang, penyesalan itu tidak ada gunanya. Sebab dunia sebagai tempat beramal sudah berakhir. Sementara di akhirat tidak ada amal. Dikatakan: ad dunya daaru amalin wa laa jzaa’wal akhiratu daru jazaain wa laaamal. Akibatnya datanglah panggilan kepada para pendosa itu setelah mereka dilempar ke neraka: Fa dzuuquu bimaa nasitum liqaa yaumikum hadzaa (Rasakan olehmu azab ini, karena kamu telah melailaikan hari kiamat ini). Lalu ditegaskan:Innaa nasiinakum wa dzuuquu azdaabal khuldi bimaa kuntum ta’maluun(Kami pun melalai kanmu. Rasakanlah azab yang kekal ini sebagai akibat dari per buatanmu). (QS as-Sajdah: 14).

Oleh:Ustaz Dr Amir Faishol Fath, Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional & CEO Fath Institute

IHRAM

Adab Membaca Alquran, Apa Saja?

Jika kita membaca Alquran, yang paling penting untuk diperhatikan adalah adab dan sopan santun dalam membacanya. Dari hasil kajian Jakarta Islamic Centre (JIC) terhadap karya-karya ulama Betawi, kitab Iqdul Juman fii Adaabi Tilaawatil Quran sangat direkomendasikan untuk dijadikan rujukan oleh umat Islam dalam beradab dan bersopan santun ketika membaca Alquran.

Kitab `Iqdul Juman fii Adaabi Tilaawatil Qur`an disusun oleh Habib Utsman bin Yahya, mufti Betawi yang juga ahli tajwid. Adab membaca Alquran menjadi penting dibahas oleh Habib Utsman bin Yahya karena mushaf Alquran yang merupakan Kalamullah yang qadim dalam bentuk tulisan adalah kitab suci yang ketika membacanya memiliki adab, kesopanan, dan tata caranya sendiri: tidak bisa seenaknya.

Kitab atau risalahnya ini di dalam bahasa Indonesia memiliki arti kalung yang bertakhta dengan ratna manikam (mutiara-mutiara) berupa pembahasan dari adab-adab membaca Alquran. Kitab ini telah diterbitkan oleh Menara Kudus yang masih bisa didapatkan di toko-toko kitab tertentu.

Di dalam kitab `Iqdul Juman fii Adaabi Tilaawatil Qur`an ini terdapat 29 pasal dan 14 masalah. Sedangkan, jumlah adab membaca Alquran yang dibahas pada risalah ini ada 12, baik yang wajib maupun yang sunah, yang dirangkai oleh Habib Utsman bin Yahya seakan-akan menjadi sebuah kalung bertakhta ratna manikam ( `Iqdul Juman).

Menurut Habib Utsman bin Yahya di kitab tersebut:

Adab yang pertama bagi yang membaca Alquran adalah adab yang fardhu ain, yaitu ia wajib membaca Alquran dengan tajwid. Maka bagi seseorang yang membaca Alquran tanpa tajwid ia menjadi fasik.

Adab yang kedua, membaca Alquran dengan sungguh-sungguh dan sunahnya dalam keadaan berwudhu, menghadap kiblat, menundukkan kepala sebagai bentuk hormat kepada Alquran, dan jangan duduk dengan bersandar serta duduk jangan duduk seperti kelakuan orang yang takabur mengangkat dirinya.

Adab yang ketiga, seseorang yang membaca Alquran wajib merendahkan diri dan berperangai lemah lembut. Maka jangan berangas dan jangan suka merasa lebih unggul dari yang lain dalam masalah bacaan atau membaca Alquran dengan suara yang berlawanan dari pembaca yang lain.

Adab yang keempat, orang yang membaca dan orang yang mendengarkan Alquran dengan sedih hati, meskipun ia tidak mengetahui akan artinya.

Adab yang kelima, seseorang wajib membaca Alquran dengan ikhlas.

Adab yang keenam, seseorang yang membaca Alquran wajib telah mengamalkan setiap amal ibadah yang kewajibannya tertera di dalam Alquran, seperti shalat, puasa, beribadah dengan ikhlas, dan ia juga telah menjauhkan setiap larangan Allah SWT yang tetera di dalam Alquran, seperti riya, takabur, dengki, mengumpat, mengadu satu sama lainnya, mencela orang, makan barang yang haram, dan lain-lain.

Adab yang ketujuh, sunah bagi seseorang yang membaca Alquran untuk membaguskan suaranya dengan lagu atau langgam. Lagu atau langgam tersebut harus patuh atau berasal dari ulama yang berasal dari bangsa Arab dan jangan menurut lagu musik atau lagu-lagu lainnya (seperti lagu atau langgam Jawa).

Adab yang kedelapan, hukumnya sunah untuk berdoa dan meminta rahmat apabila dibacakan ayat yang menyebutkan rahmat, mintalah surga jika ayat yang dibaca terkait dengan surga, dan mintalah dijauhkan dari api neraka jika ayat yang dibacakan terkait dengan neraka. Mintalah pula dijauhkan dari siksa apabila dibacakan ayat yang disebutkan siksa. Juga bacalah tasbih apabila dibacakan ayat tentang tasbih.

Adab yang kesembilan, apabila dibaca Innallah wa malaikatahu hingga akhirnya, disunahkan untuk membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Adab yang kesepuluh, hukumnya sunah membaca Alquran dengan perlahan-lahan. Adab yang kesebelas, disunahkan bagi pembaca Alquran untuk takbir di akhir tiap-tiap surah, dari surah ad-Dhuha hingga akhir surah Alquran. Adab yang kedua belas, hukumnya sunah untuk melakukan sujud tilawah sesudah membaca atau mendengarkan ayat yang terkait dengan sunah sujud.   

Keduabelas adab membaca Alquran yang disusun oleh Habib Utsman bin Yahya di atas dijelaskannya dengan nas-nas Alquran, hadis yang kuat, dan pendapat ulama yang terkemuka. Khususnya pada adab ketujuh, yaitu harus menggunakan lagu atau langgam dari ulama yang berasal dari bangsa Arab, di dalam kitabnya ini, Habib Utsman bin Yahya menjelaskannya dengan mendalam dengan hujah yang kuat berdasarkan Alquran dan hadis. Dapat dikatakan dari penjelasannya bahwa orang-orang yang membaca Alquran tanpa menggunakan lagu atau langgam dari ulama yang berasal dari bangsa Arab adalah orang-orang yang tidak menggunakan adab, tidak beradab, ketika membaca Alquran.

Oleh: Rakhmad Zailani Kiki, Kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre

IHRAM

Istigfar dan Tobat Kunci Pembuka Rezeki

Istigfar dan tobat adalah di antara amalan penting yang bisa menjadi kunci pembuka rezeki bagi hamba. Keterangan mengenai hal ini banyak ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadis. Tentu saja ini berlaku bagi mereka yang bersungguh-sungguh dan benar dalam mengamalkannya.

Hakikat istigfar dan tobat

Banyak orang menyangka bahwa istigfar dan tobat hanya sekadar di lisan saja. Ketika ada seseorang yang mengucapkan kalimat “astaghfirullah wa atuubu ilaihi“ hanya di lisan saja, maka tidak ada dampak kalimat tersebut di hati dan tidak pula ada dampak pada amal perbuatannya. Hal yang demikian ini adalah perbuatan orang yang dusta dan tidak jujur dalam istigfar dan tobatnya.

Para ulama telah menjelaskan hakikat istigfar dan tobat. Ar-Rhagib Al-Asfahani rahimahullah berkata, “Tobat secara syariat adalah meninggalkan maksiat karena jeleknya perbuatan tersebut, menyesal telah melakukannya, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan berupaya memperbaiki amalan yang ditinggalkan jika memungkinkan. Jika terkumpul empat hal ini, maka syarat tobatnya telah sempura.“

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Tobat wajib dilakukan untuk setiap dosa. Jika maksiat yang dilakukan adalah antara hamba dengan Allah dan tidak terkait dengan hak manusia yang lain, maka ada tiga syarat yang harus terpenuhi:

Pertama: Meninggalkan maksiat tersebut.

Kedua: Menyesal atas perbuatannya.

Ketiga: Bertekad kuat untuk tidak mengulanginya.

Jika tidak ada salah satu saja dari tiga syarat di atas, maka tobatnya tidak sah. Adapun jika maksiatnya berkaitan dengan hak orang lain, maka ada tambahan syarat keempat selain tiga syarat di atas. Yaitu, dia harus menunaikan hak saudaranya yang terzalimi tersebut. Jika berupa harta atau yang semisal, maka harus mengembalikannya. Jika  berupaya merendahkan orang lain, maka dengan menyebut kebaikannya dan meminta maaf kepadanya. Jika berupa perbuatan ghibah, maka harus meminta halal darinya.“

Sedangkan mengenai istigfar, Ar-Rhagib Al-Asfahani rahimahullah berkata, “Perbuatan istigfar dilakukan dengan perkataan dan perbuatan. Allah Ta’ala berfirman,

اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً

Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.“ (QS. Nuh: 10)

Mereka tidak diperintahkan untuk meminta ampunan dengan lisan saja, namun dengan lisan dan sekaligus dengan perbuatan. Dikatakan bahwa istigfar yang dilakukan hanya dengan lisan tanpa amalan perbuatan adalah perbuatan dusta dan tidak jujur.

Dalil-dalil Al-Qur’an bahwa istigfar dan tobat adalah kunci-kunci rezeki

Terdapat banyak dalil dari Al-Qur’an maupun hadis yang menunjukkan bahwa istigfar dan tobat merupakan sebab-sebab turunnya rezeki. Di antara dalil Al-Qur’an adalah perkataan Nabi Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

Maka, aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya Dia adalah Mahapengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)

Dalam ayat di atas, terdapat penjelasan terwujudnya hal-hal berikut dengan sebab istigfar:

Pertama: Ampunan Allah terhadap dosa-dosa.

Kedua: Turunnya hujan yang bergantian terus menerus.

Ketiga: Allah akan memperbanyak harta dan anak-anak.

Keempat: Allah akan menjadikan kebun-kebun.

Kelima: Allah akan menjadikan sungai-sungai yang mengalir.

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Dalam ayat ini dan juga dalam ayat di surah Hud menunjukkan bahwa istigfar akan menyebakan turunnya rezeki dan hujan.“

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Jika kalian bertobat kepada Allah dan beristigfar kepada-Nya, niscaya Allah akan menganugerahkan banyak rezeki kepada kalian dan menurunkan hujan dari keberkahan langit dan menumbuhkan dari keberkahan bumi, menumbuhkan pertanian, menambah harta dan anak-anak, menjadikan kebun dengan aneka buahnya, dan mengalirkan sungai-sungai di antaranya.“

Al-Qurtubi rahimahullah menyebutkan bahwa ada yang mengadu kepada Imam Hasan Al-Bashri karena belum punya anak. Maka beliau berkata, “Istigfarlah kepada Allah!“ Ada pula yang mengadu kepada beliau perihal kemisiknan yang dialaminya. Maka beliau pun juga berkata, “Istigfarlah kepada Allah!“ Ada pula yang menghadap kepada beliau dan minta didoakan agar banyak anak. Maka, beliau pun berkata, “Istigfarlah kepada Allah!“Ada pula yang meminta kepada beliau agar kebunnya bisa menjadi subur. Maka beliau pun berkata, “Istigfarlah kepada Allah!

Mendengar hal ini Rabi’ bin Shabih berkata, “Telah datang kepadamu orang yang mengadu dengan berbagai permasalahan yang berbeda, engkau memerintahkan mereka semua untuk beristigfar.” Hasan Al-Bashri menjawab, “Ini bukan sekedar jawaban dariku. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman dalam surah Nuh,

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً

Maka, aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya Dia adalah Mahapengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.“ (QS. Nuh: 10-12)

Allahu akbar! Betapa agung dan betapa banyak  buah manis dari istigfar! Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang beristigfar dan menganugerahkan kepada kita buah manis darinya baik di dunia maupun di akhirat.

Dalil lain dari Al-Qur’an adalah tentang kisah ajakan Nabi Hud ‘alaihis salam kepada kaumnya untuk beristigfar yang disebutkan dalam firman Allah,

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ

“Dan (dia berkata), “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai tafsir ayat ini, “Kemudian Allah memerintahkan Nabi Hud ‘alaihis salam kepada kaumnya untuk istighar yang dengannya bisa menghapus dosa-dosa terdahulu. Barangsiapa yang melakukannya, maka Allah akan mempermudah rezekinya dan mempermudah urusannya serta akan menjaganya.“

Dalam ayat yang lain Allah berfirman pula,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud: 3)

Dalam ayat yang mulia ini, terdapat janji dari Allah berupa kenikmatan yang baik bagi orang yang beristigfar dan bertaubat. Yang dimaksud dengan firman Allah (يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً) adalah Allah akan memberikan keutamaan kepada kalian berupa rezeki dan kelapangan sebagaimana ini merupakan penjelasan ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyalllahu ‘anhu.

Dalil dari hadis mengenai keutamaan istigfar

Adapun dalil dari hadis yang menunjukkan bahwa istigfar dan tobat merupakan kunci rezeki adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

“مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”

“Barangsiapa memperbanyak istigfar, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya, dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, sahih)

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi mengabarkan ada tiga buah manis bagi orang yang banyak beristigfar. Salah satunya adalah rezeki dari Allah Ar-Razzaq yang datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Maka, orang yang mengharapkan rezeki, hendaknya dia memperbanyak istigfar dengan perkataan dan perbuatannya. Namun, sayangnya kebanyakan istigfar hanyalah di lisan tanpa diiringi dengan amalan. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang dimudahkan untuk senantiasa memperbanyak tobat dan istigfar.

***

Penulis: Adika Mianoki

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77867-istighfar-dan-taubat-kunci-pembuka-rezeki.html

Alasan Akidah Asy’ariah Banyak Diikuti Masyarakat Indonesia

Berikut ini alasan akidah Asy’ariah banyak diikuti masyarakat Indonesia. Mazhab Asy’ariyah adalah mazhab akidah ahlusunnah wal jama’ah yang dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan al-Asy’ari.

Imam Abul Hasan al-Asy’ari, sekalipun di awal hayatnya beliau berkeyakinan Muktazilah, namun beliau dapat melepaskan diri dari mereka di usia ke empat puluh tahun. Di mana saat Muktazilah sedang gencar-gencarnya mendakwahkan ajarannya, Imam Abul Hasan al-Asy’ari mendapat ilham dari Allah SWT.

Sehingga saat itu, beliau tidak ikut mempercayai kemakhlukan Alquran, juga tidak mengamini pendapat Mu’tazilah yang menyatakan bahwa seorang pendosa besar akan berada di sebuah tempat di antara dua tempat.

Imam Abul Hasan al-Asy’ari merupakan sosok mujtahid sekaligus mujaddid (tokoh pembaharu) yang berkomitmen menjaga akidah umat Islam. Beliau menulis banyak sekali buku yang menguraikan persoalan-persoalan akidah Islam, mencapai dua ratus tulisan.

Sejak kemunculannya sebagai sosok yang mengingkari ajaran Muktazilah, beliau sudah menyita perhatian umat Islam di berbagai wilayah. Menakjubkannya, beliau tidak hanya menyita perhatian umat muslim saat itu, melainkan di masa-masa selanjutnya akidah Islam ala beliau diikuti oleh kebanyakan muslim di seluruh belahan dunia.

Sehingga dari sini muncul pertanyaan, hal apa yang membuat akidah Islam ala Imam Abul Hasan al-Asy’ari ini begitu masyhur dan diyakini oleh kebanyakan umat Islam, bahkan hingga saat ini?

Dalam bukunya “Asy’ariyyu Anâ”, Doktor Muhammad Salim Abu ‘Ashiy (Dosen Universitas al-Azhar Kairo) menjelaskan alasan mengapa mazhab akidah Asy’ariyah banyak diikuti oleh muslim. Setidaknya ada dua hal yang membuat akidah Imam Abul Hasan al-Asy’ari dapat menempati kedudukannya saat ini.

Pertama, Imam Abul Hasan al-Asy’ari mampu mengkolaborasikan nas (teks agama) dan akal sebagai landasan pengambilan hukum, dengan baik dan cermat. Sebagaimana yang terjadi saat itu, pendapat kelompok-kelompok Islam dalam hal akidah selalu saja condong kepada salah satu di antara akal dan nas.

Sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Khawarij yang mengandalkan pemahaman tekstualis mereka terhadap nas-nas agama. Pun sebaliknya, kelompok Muktazilah yang berlebihan dalam penggunaan akal, sehingga dalam persoalan-persoalan urgen mereka melampaui nas-nas Alquran.

Oleh sebab itu, Imam Abul Hasan al-Asy’ari yang hadir dengan kemampuannya menafsirkan nas-nas secara seimbang, berikut juga buah pemikirannya yang wasathiyah (moderat), dapat diterima dengan baik oleh umat Islam saat itu hingga sekarang.

Kedua, dalam menyiarkan akidah Islam, Imam Abul Hasan al-Asy’ari sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian. Di depan umat muslim (termasuk mereka yang berbeda pemahaman dengan Imam Abul Hasan al-Asy’ari), beliau berargumentasi secara ilmiah tanpa mengeluarkan kata-kata kotor yang dapat memicu kebencian mereka.

Beliau bersikap toleransi, menerima dan mendengarkan setiap tanggapan dari mereka, sekalipun tanggapan tersebut menyerang beliau. Pun beliau sangat membenci pertikaian dan pengkafiran (takfiri).

Imam Ibnu ‘Asakir dalam kitabnya “Tibyân Kadzb al-Muftariy” meriwayatkan, saat di penghujung usianya, Imam Abul Hasan al-Asy’ari berkata kepada salah satu muridnya, “Bersaksilah untukku, aku tidak akan mengkafirkan seseorang pun dari Ahli Kiblat. Sebab mereka semua tetap beribadah kepada Tuhan Yang Satu. Sebenarnya perbedaan-perbedaan yang ada adalah perbedaan ungkapan/istilah.”

Berargumentasi dengan ilmiah dan bersikap tasamuh merupakan ciri khas utama mazhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari. Beliau tidak mengkafirkan seorang pun di antara kaum muslim kecuali dengan sebab yang jelas-jelas menunjukkan kekafiran.

Poin ini juga menjadi kritik beliau terhadap kelompok Muktazilah, Khawarij dan Hanabilah fanatik, tanpa menisbatkan hukum kafir kepada mereka. Beliau mencukupkan diri dengan mengatakan bahwa qaul mereka bathil, dan memberikan argumen atas kekeliruan mereka.

Dua hal inilah yang juga melandasi wasathiyah atau keseimbangan manhaj Imam Abul Hasan al-Asy’ari. Yang lantas menjadikan mazhab Asy’ariyah dapat diterima dengan baik oleh umat Islam, hingga berkembang pesat di seluruh pelosok dunia.

Sejak keinsafan hingga akhir hayatnya, beliau dengan telaten bergumul dengan dalil-dalil naqli dan aqli. Beliau menghabiskan waktunya untuk menghadapi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari akidah ahlussunnah wal jama’ah.

Dari upaya beliau, kita dapat menemukan bahwa Islam agama yang menerima dialog ilmiah, bukan fanatisme tanpa dalil yang jelas. Islam agama yang membawa ketenangan, bukan keributan. Islam agama yang penuh cinta, bukan kebencian. Dan Islam agama yang mendambakan kebersamaan, bukan perpecahan.

Demikian penjelasan mengenai alasan mazhab akidah Asy’ariah banyak diikuti masyarakat Indonesia, dan juga umat muslim.

Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com

Kisah Mualaf Gadis Tunanetra Cerdas, Pernah Dianggap Anak Terkutuk

Galuh dilahirkan dari keluarga Hindu. Ayahnya seorang pedande di Bali, seperti kiai dalam Islam. Sayangnya, ayahnya sempat tidak mengakui keberadaan putrinya itu. Bahkan ayahnya sempat bilang Galuh kena kutukan dewa.

Itu karena keadaan Galuh. Matanya mengalami low vision, akibatnya pandangannya jadi kabur. Itu terjadi sejak anak-anak. “Waktu lulus SMP dan hendak masuk SMA sudah total,” katanya. Maksudnya tidak bisa melihat lagi.

Galuh tak menyerah. Apalagi ia dikarunia otak yang cerdas, hingga ia bisa masuk dan menyelesaikan pendidikan di sekolah yang baik. Ia berhasil masuk SMA Negeri favorit di Sidoarjo Jawa Timur.

Sekarang kuliah di Universitas Negeri Malang jurusan Bimbingan Kenseling dengan IP 3,9. Sebuah prestasi yang tak semua orang mampu meraihnya, termasuk anak ‘normal’ sekalipun, apalagi tunanetra. Butuh perjuangan, tekad, keteguhan dan kesabaran. Persisnya seperti apa?

Di sisi lain, dalam perjalanannya, Galuh pernah protes kepada Tuhan atas keadaan dirinya. “Tuhan tidak ada. Kalau ada mengapa nasib saya begini,” begitu katanya menggugat.

Karena tak percaya Tuhan, Galuh kemudian berbuat seenaknya. “Semua pernah saya lakukan kecuali nge-drug dan seks bebas,” katanya.

Hingga pada satu titik ia mendapat pencerahan.

Tonton kisah perjuangan hijrah Galuh di Kisah Mualaf Gadis Tunanetra Cerdas, Pernah Dianggap Anak Terkutuk.

link video: https://www.youtube.com/watch?v=TUUU18ugPD0

HIDAYATULLAH

Tabiat Menuju Jalan Dakwah

Tidak sedikit pejuang dakwah tumbang di tengah jalan karena tidak sabar dengan beratnya ujian selama perjalanan

TABIAT menuju jalan dakwah dan kebaikanbiasanya hahrus dilalui dengan ujian dan cobaan. Tidak sedikit para pejuang kebaikan tumbang di tengah jalan karena tidak sabar dengan beratnya selama perjalanan.

Bahkan tipuan menuju jalan ini ketika seseorang dipenuhi dengan limpahan nikmat harta, keluarga, pengikut sehingga hal ini bisa membuat mereka menjadi terlena, malas untuk bergerak dalam kebaikan,  menjadikannya banyak berjatuhan di tengah perjalanan ini.

Ujian ini pernah dirasakan oleh Rasulullah ﷺ sendiri. Ketika itu, salah satunya pamannya Abu Thalib menyuruhnya untuk berhenti berdakwah tetapi Rasulullah menolaknya.

Ada juga masa ketika Rasulullah ﷺ  ditawari kemewahan duniawi, namun beliau menolaknya dan memilih untuk tetap tinggal dengan sederhana.

Bagi orang-orang yang bersabar atas hal ini, mereka akan bertemu surga yang indah dan tak pernah ada dalam bayangan manusia. Disebutkan dalam hadits, dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ  bersabda,

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR: Muslim)

Dalam perjalanan ini Rasulullah ﷺ  juga merasakan berbagai penghinaan dan berbagai penyiksaan yang dilalui oleh kaum mu’minin. Kemudian Allah menjelaskan tabiat menuju jalan kebaikan ini dalam beberapa ayat di Al Quran (2:214,3:142,9:16,29:2-3).

Di ujung jalan ini Rasulullah ﷺ  ditunjukkan sendiri oleh Allah dengan cara menyaksikan kesudahan orang-orang yang menolak cahaya Islam. Mereka disiksa dan dimasukkan ke dalam neraka jahannam sebagai tempat tinggal terburuk.

Rasulullah ﷺ  memberitakan kepada kaum Mu’minin agar mereka lega dengan mengetahui kesudahan musuh-musuhnya. Selain itu, Rasulullah ﷺ  menemukan sisi lain tabiat jalan kebaikan ini adalah jalan kemenangan dan kekuasaan.

Macam tabiat jalan lebaikan

Sayyid Quthb menyimpulkan bentuk-bentuk ujian menuju jalan dakwah dan kebaikan. Di antaranya adalah:

  1. Penganiyaan dari kebatilan dan para pelaku kebatilan,kemudian dia tidak mendapatkan penolong yang membela dan mendukungnya.
  2. Fitnah yang menimpa keluarga dan orang-orang yang dicintai lantaran dirinya,sementara itu dia tidak mampu membela mereka,padahal mereka memintanya berdamai dan menyerah demi cinta dan keselamatan keluarga.
  1. Pemihakan dunia kepada orang-orang yang menolak kebenaran dan anggapan manusia bahwa mereka adalah orang-orang yang sukses sehingga mendapatkan perhatian masyarakat.Sementara itu,orang yang beriman terabaikan dan tak seorang pun mau membelanya.
  2. Keasingan di tengah lingkungan karena akidah,sehingga bilai ia memandang orang dan masyarakat sekitarnya,terlihatlah mereka sedang tenggelam dalam lembah kesesatan.
  3. Ia mendapati bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia ini tenggelam dalam kenistaan,tetapi mereka maju dan berperadaban modern,bahkan memiliki kekuatan dan kekayaan yang digunakan untuk memusuhi Allah dan agama-Nya.
  4. Fitnah popularitas dan daya tarik kehidupan dunia.Ini merupakan bencana besar karena justru mendapatkan dukungan fitrah  dan tabiat kemanusiaannya.
  5. Fitnah lambatnya kemenangan dan panjangnya perjalanan.
  6. Fitnah kebanggaan diri dan penyandaran segala sesuatu kepada dirinya setelah tercapai kemenangan.

Allah menyampaikan dalam firman Nya;

كُلُّ نَفۡسٍ ذَآٮِٕقَةُ الۡمَوۡتِ‌ؕ وَنَبۡلُوۡكُمۡ بِالشَّرِّ وَالۡخَيۡرِ فِتۡنَةً‌  ؕ وَاِلَيۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.Kami akan menguji dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS: Al-Anbiya:35).

Dalam surat lain, Allah berfiman;

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”  (QS. Al-Baqarah: 214).

Rasulullah ﷺ sendiri pernah memperingatkan hari hari penu fitnah. Beliau ibarakatnya seperti anyaman tikar yang mendatangi hati.

تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا

“Fitnah-fitnah akan mendatangi hati bagaikan anyaman tikar yang tersusun seutas demi seutas.” (HR: Muslim)

Bentuk-bentuk fitnah ini akan selalu dihadapi oleh seorang mu’min yang berada di jalan ini. Bagi yang berhasil adalah yang mampu melintasinya sementara dia tetap berada di jalan ini.

Tujuan tabiat jalan dakwah

Tujuan utama dari tabiat jalan ini adalah menjadi penyaring mana orang-orang yang benar-benar pantas berada di dalam jalan perjuangan ini dan mana yang tidak.Membentuk manusia baik melalui perbuatannya agar pergerakan manusia diatas muka bumi ini menjadi baik.

Kita bisa mengambil hikmah dari kisah perjalanan tentara Thalut ketika menaklukan tentara Jalut. Thalut menguji kaumnya tidak hanya sekali saja tetapi berkali-kali agar mendapatkan tambang yang diinginkannya.

Hal ini bisa diambil pelajaran ketika seorang pemimpin akan memberikan tugas kepada bawahannya maka harus diuji terlebih dahulu dengan situasi serupa agar lebih terlihat mana yang benar-benar bersungguh-sungguh dalam jalan ini.

Ada kisah pada zaman Nabi Adam ‘Alaihissalam ketika ada pertumpahan darah pertama kalinya dalam sejarah. Yakni pertengkaran antara dua bersaudara; Habil dan Qabil.

Nafsu telah menguasai diri Qabil untuk membunuh saudaranya sendiri. Begitupun dengan kisah Ashhabul ukhdud yang seluruh orang beriman di negeri itu dimusnahkan oleh seorang raja yang mengaku sebagai Tuhan dengan cara dibakar di dalam parit berisikan kobaran api yang besar.

Begitulah tabiatnya, ketika kaum terdahulu telah merasakan berbagai siksaan ketika mengatakan beriman kepada Alllah. Apalagi di zaman ini.

Masa kenabian

Begitu banyak contoh di zaman kenabian. Kita lihat Rasulullah ﷺ yang telah melewati berbagai macam cacian,hinaan,siksaan dari orang-orang yang tidak mau beriman kepada Allah SWT.

Ketika Rasulullah ﷺ  berdakwah kepada masyarakat di Kota Thaif, beliau dilempari batu penduduk kota, namun balasan yang beliau berikan adalah doa kebaikan untuk penduduk kota tersebut. Padahal Baginda Nabi adalah orang paling suci di muka bumi, namun masih ada orang yang berani menaruh kotoran unta di kepala beliau ketika shalat.

Juga ada orang yang berani mencekik leher beliau ketika sedang shalat di hadapan Ka’bah. Namun demikian, Baginda Nabi senantiasa bersabar dan berdoa kepada Allah untuk kebaikan orang-orang yang menolak ajaran beliau agar mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Begitu banyak juga godaan yang telah diterima oleh Rasulullah ﷺ  dari kaum kafir agar beliau keluar dari Islam, agar Nabi berhenti berdakwah sehingga turunlah Surat Al-Kafirun. Dalam surat itu disebutkan, mereka membujuk Rasulullah ﷺ  untuk menjalankan ajaran menyembah berhala selama satu tahun setelah itu mereka akan beriman kepada Allah SWT dan menghancurkan berhala yang mereka sembah.

Namun Allah langsung memberi peringatan dengan turunnya Al-Isra’ ayat 73. Tidak hanya kepada Rasulullah ﷺ, gangguan-gangguan juga dirasakan oleh para sahabat Nabi.

Mengingatkan sebagian yang sudah dan sedang terjadi

Berbagai penyiksaan dan penindasan terhadap kaum muslim terus saja terjadi di berbagai belahan bumi hingga hari ini. Penganiayaan terhadap Muslim masih terjadi di Palestina, Suriah,Uighur, Rohingya dan yang terakhir di India.

Tabiat jalan dakwah dan jalan kebaikan akan selalu berat dirasakan setiap manusia. Maka adalah sunnatullah ketika banyak orang berguguran di dalam jalan ini, kecuali mereka yang sabar dan istiqomah, lallahu a’lam.*/ Hajar Karimah

HIDAYATULLAH

Abu Bakar Ba’asyir Mengakui Pancasila, Bukti Indonesia Sudah Negara Islam

Salah seorang aktivis yang getol mentaghutkan Pancasila, mengkafirkan sistem demokrasi, dan berhasrat ingin menjadikan Indonesia sebagai negara transnasionalis, kini telah taubat dari pemahaman tersebut. Sekarang Abu Bakar Ba’asyir mengakui Pancasila dan kedaulatan negara Indonesia, yang dulunya beliau sangat ingin mendirikan khilafah. 

Setidaknya ada beberapa hal yang dulu beliau anggap salah, namun kini sudah tidak lagi. Di antaranya adalah bahwa menurut beliau NKRI ini tidak sesuai, sehingga beliau beranggapan bahwa negeri ini adalah tempatnya tidak.

Padahal, dengan jelas dan tegas, salah seorang habaib akademisi fikih yang sudah jamak dikenal. Sidi Al-Habib Abdurrahman al-Masyhur Ba’alawi secara eksplisit mengatakan;

مسألة : ي: كُلُّ مَحَلٍّ قَدَرَ مُسْلِمٌ سَاكِنٌ بِهِ عَلَى الْاِمْتِنَاعِ مِنَ الْحَرْبِيِّيْنَ فِيْ زَمَنٍ مِنَ الْأَزْمَانِ يَصِيْرُ دَارَ إِسْلَامٍ ، تَجْرِيْ عَلَيْهِ أَحْكَامُهُ فِيْ ذَلِكَ الزَّمَانِ وَمَا بَعْدَهُ ، وَإِنْ انْقَطعَ اِمْتِنَاعُ الْمُسْلِمِيْنَ بِاسْتِيْلَاء الْكُفَّارِ عَلَيْهِمْ وَمَنْعِهِمْ مِنْ دُخُوْلِهِ وَإِخْرَاجِهِمْ مِنْهُ ، وَحِيْنَئِذٍ فَتَسْمِيَتُهُ دَارَ حَرْبٍ صُوْرَةٌ لَا حُكْمًا ، فَعُلِمَ أَنَّ أَرْضَ بَتَاوِيْ بَلْ وَغَالِبُ أَرْضِ جَاوَةَ دَارُ إِسْلَامٍ لِاسْتِيْلَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَيْهَا سَابِقًا قَبْلَ الْكُفَّارِ

“Setiap tempat (wilayah) yang dihuni kaum muslim yang mampu mempertahankan diri dari (dominasi) kaum harbi (musuh) pada suatu zaman tertentu, dengan sendirinya menjadi Darul Islam yang berlaku padanya ketentuan-ketentuan hukum saat itu, meskipun (suatu saat) mereka tak lagi mampu mempertahankan diri akibat dominasi kaum kafir yang mengusir dan tidak memperkenankan mereka masuk kembali. 

Dengan demikian, penyebutan wilayah itu sebagai darul harbi (negara perang)hanya formalitas, bukan status yang sebenarnya. Maka, menjadi maklum bahwa Bumi Betawi dan sebagian besar Tanah Jawa ialah Darul Islam karena telah terlebih dahulu dikuasai kaum muslimin. (Bughyat al-Mustarsyidin, halaman, 254) 

Dengan substansial yang serupa, akademisi fikih dari Al-Azhar, Syekh Sulaiman jamal menyatakan:

(تَنْبِيهٌ) يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِمْ لِأَنَّ مَحَلَّهُ دَارُ إسْلَامٍ أَنَّ كُلَّ مَحَلٍّ قَدَرَ أَهْلُهُ فِيهِ عَلَى الِامْتِنَاعِ مِنْ الْحَرْبِيِّينَ صَارَ دَارَ إسْلَامٍ

“Sesungguhnya, setiap daerah yang penduduknya mampu mempertahankan diri dari musuh-musuhnya dapat dikategorikan sebagai Darul Islam.” (Futuhat al-Wahhab bi Syarh Taudih Syarh Manhaj al-Thullab, Juz 5 Hal. 208) 

Jadi Indonesia sudah berstatuskan sebagai Darul Islam sejak dulu, maka sudahi niat untuk mengislamkan Indonesia.  Dengan redaksi yang berbeda, Ulama kenamaan madzhab Syafi’i, Ar-Ramli  mengatakan tentang Darul Islam sebagaimana redaksi berikut:

إلَى دَارِ الْإِسْلَامِ) …… وَهِيَ مَا فِي قَبْضَتِنَا وَإِنْ سَكَنَهَا أَهْلُ ذِمَّةٍ أَوْ عَهْدٍ

Darul Islam itu daerah yang ada di genggaman kita (umat Islam), sekalipun ahlu dzimmah dan ahl ahd berdomisili di daerah itu. (Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Manhaj, Juz 8 Hal. 75). 

Konsep kenegaraan yang ditempuh bangsa Indonesia sudah dilegitimasi fikih, dan bahkan secara tegas dilegalisasi oleh Akademisi Faqih Syafi’i. Maka puji syukur, jika Abu Bakar Ba’asyir sudah mulai menyadari hal ini. 

Adapun terkait penegakan syariat dalam negeri ini, tentunya ini adalah hal lain. Bung Karno sudah mewanti-wanti ini, jika memang ingin ditegakkan nilai syariat dalam negeri. Silahkan tempuh jalur diplomasi, perjuangkan syariat Islam melalui parlemen atau konstitusi yang legal.

Namun, jangan lupa bahwa negeri ini sudah  sedikit banyak menuju kesana. Silahkan baca artikel berikut meminjam istilah orang-orang, Indonesia sudah Islam secara kaffah. 

Selain itu, Abu Bakar Ba’asyir juga melarang santrinya hormat kepada Bendera Merah Putih dengan menyebutnya sebagai perbuatan syirik. Padahal institusi keislaman yang menjadi mercusuar peradaban Islam, Al-Azhar secara tegas dalam kompilasi fatwanya menyatakan;

فَتَحِيَّةُ الْعَلَمِ بِالنَّشِيْدِ أَوِ الْإِشَارَةِ بِالْيَدِ فِى وَضْعِ مُعَيَّنٍ إِشْعَارٌ بِالْوَلَاءِ لِلْوَطَنِ وَالاْلِتْفِاَفِ حَوْلَ قِيَادَتِهِ وَالْحِرْصِ عَلَى حِمَايَتِهِ ، وَذَلِكَ لَا يَدْخُلُ فِى مَفْهُوْمِ الْعِبَادَةِ لَهُ ، فَلَيْسَ فِيْهَا صَلَاةٌ وَلَا ذِكْرٌ حَتَّى يُقَالَ : إِنَّهَا بِدْعَةٌ أوَ تَقَرُّبٌ إِلَى غَيْرِ اللهِ

“Hormat bendera dengan lagu (kebangsaan) atau dengan isyarat tangan yang diletakkan di anggota tubuh tertentu (misalnya kepala) merupakan bentuk cinta negara, bersatu dalam kepemimpinannya dan komitmen menjaganya.

Hal tersebut tidaklah masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada salat dan dzikir, sehingga dikatakan “ini perilaku bid’ah atau mendekatkan diri kepada selain Allah.” (Fatawa al-Azhar,  Juz 10 Hal. 221)

Kemudian, beliau juga menolak Pancasila. Padahal ini sudah maklum, bahwasanya kesemua sila Pancasila ini tidak ada yang bersebrangan dengan nilai-nilai al-Qur’an dan al-Sunnah. Kelima sila tersebut sudah divalidasi oleh Hadratus Syekh, KH Hasyim Asy’ary. 

Rais akbar atau orang nomor satu di ormas terbesar di Indonesia, yang mana masyhur bahwa beliau hafal al-Qur’an dan kutub al-sittah, yakno Sahih Bukhari, Muslim, Sunan Abi Daud, Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan sunan al-nasai. Dengan kapasitas mbah Hasyim, tentunya kans untuk salah semakin sedikit. 

Maka tak heran, Syaikhul Azhar sekarang, Syekh Ahmad Tayeb berkomentar positif terkait nilai Pancasila. Bahkan secara tegas, beliau menyatakan bahwa seluruu nilai-nilai Pancasila merupakan intisari dari ajaran Islam. 

Dengan demikian, Pancasila tidak perlu disangsikan lagi. Tentunya kita harus bangga, sebab Pancasila selain menjadi titik temu antar elemen bangsa Indonesia yang sangat heterogen ini. 

Pancasila menjadi role model atau percontohan bagi bangsa-bangsa yang kondisi sosialnya tidak terlalu stabil, padahal mereka bangsa yang homogen. Selain anugrah kemerdekaan, Pancasila juga patut kita syukuri. 

Kalau boleh dikata, Pancasila seakan kartu As bagi bangsa Indonesia. Yakni sebagai patokan dalam berbagai konteks dan juga sebagai penengah bagi kemultikulturalan negeri ini.

Pada akhirnya, tokoh semacam Abu Bakar Ba’asyir akan terus menerus ada. Dengan figur yang berbeda, tapi konsep yang diusung sama. Tentunya kita harus getol dan masif untuk mempromosikan manhaj kebangsaan yang nasionalis dan religius, sebab inilah yang dipedomani oleh masyayikh dan para kiyai kita. 

Dan ini sudah terbukti, dengan sikap yang demikian Indonesia menjadi aman dan tentram, sehingga kita bisa mengekspresikan keberagamaan kita dengan bebas. Pada hakikatnya, menjaga stabilitas negara merupakan bentuk penjagaan kita pada agama juga. Jika negara aman, tentunya kita bisa beragama dengan nyaman dan tentram. 

Demikian penjelasan terkait Abu Bakar Ba’asyir mengakui Pancasila, tentu ini bukti Indonesia sudah negara Islam.

BINCANG SYARIAH