Ini 5 Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha

ADA banyak sekali keutamaan dan manfaat Sholat Dhuha, terlebih terkait masalah rezeki. Kebanyakan umat Muslim melaksanakan shalat ini karena punya keinginan atau ingin rezekinya dilancarkan oleh Allah.

Pada dasarnya, shalat duha merupakan salah satu shalat sunnah yang dilaksanakan pada pagi hari, lebih tepatnya di waktu dhuha.

Waktu ini adalah ketika matahari mulai naik dari peraduannya kurang lebih sebanya 7 hasta sampai menjelang waktu dzuhur. Meskipun begitu, ada beberapa anjuran yang menyebutkan bahwa shalat dhuha ini lebih baik dilakukan pada akhir waktu dhuha.

Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha,  Dijanjikan Pahala dan Surga

Orang-orang yang menjalankan salat dhuha secara rutin akan dijanjikan oleh pahala dan surga sesuai hadis yang berbunyi : “Barang siapa yang shalat dhuha dua rakaat, maka tidak ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang mengerjakan sebanyak empat rakaat, maka ditulis sebagai orang yang ahli ibadah.

Barangsiapa yang secara rutin mengerjakan sholat dhuha juga akan mendapatkan istana megah di surga kelak kemudian hari. Adapun sabda mengenai keutamaan sholat dhuha ini yaitu sebagai berikut, “Barang siapa sholat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Berikut keutamaan dan rahasia sholat Dhuha bagi yang mengerjakan:

1). Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha: Dibuatkan Istana di Surga

Nabi Muhammad ﷺ dalam hadits riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah bersabda mengenai keutamaan sholat dhuha 12 rakaat. Bagi yang mengerjakan akan diberikan Allah SWT istana di surga. “Barang siapa sholat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana di surga.”.

2). Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha:Diampuni Dosanya

Allah SWT akan mengampuni umat-Nya yang mengerjakan sholat Dhuha di pagi harinya. Hal itu sesuai dalam hadist Rasulullah dalam riwayat Tirmidzi,

“Siapapun yang melaksanakan sholat Dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.”

3). Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha: Mencegah Penyakit

Dikutip dari buku ‘Berkah Shalat Dhuha’ karya M Khalilurrahman Al Mahfani, seorang profesor medis Dr Ha Ali Saboe dan Prof Dr Vanshreber mengatakan bahwa setiap gerakan sholat memiliki manfaat kesehatan agi tubuh yang tak terhingga.

Ia melihat bahwa gerakan sholat dapat mengurangi, dan bahkan dapat mencegah penyakit jantung. “Setiap penyimpangan dari gerakan sholat akan mengubah fungsi dan manfaat yang ada, dan dalam syariat, hal itu tidak dibenarkan.” tulis dia.

4). Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha: Dua rakaat sholat dhuha senila dengan 360 sedekah

“Setiap pagi, setiap ruas anggota badan kalian wajib dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, dan melarang berbuat munkar adalah sedekah. Semua itu dapat diganti dengan sholat dhuha dua rakaat.” (HR. Muslim).

5). Keutamaan dan Manfaat Sholat Dhuha: Pahala seperti bersedekah

Mengerjakan sholat dhuha memiliki nilai yang sama seperti nilai amalan sedekah. Sedekah yang dimaksud adalah sedekah yang diperlukan oleh 360 persendian tubuh kita. []

Fatwa Ulama: Waktu Salat yang Paling Utama

Pertanyaan:

Apakah waktu yang paling utama untuk mendirikan salat? Apakah di awal waktu merupakan yang paling utama?

Jawaban:

Yang paling utama adalah (mendirikan salat) sesuai dengan waktu yang dituntut oleh syariat. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا

Salat pada waktunya.” (HR. Bukhari no. 527 dan Muslim no. 85)

Rasulullah tidak mengatakan,

الصَّلَاةُ في أول وَقْتِهَا

Salat di awal waktunya.”

Hal ini karena sebagian salat dianjurkan untuk didirikan di awal waktu dan sebagian yang lain dianjurkan ditunda di akhir waktunya. Misalnya, salat isya dianjurkan untuk ditunda sampai sepertiga malam [1]. Oleh karena itu, jika ada seorang wanita di rumah dan bertanya, “Manakah yang lebih utama untukku, apakah salat isya ketika azan isya (di awal waktu) ataukah saya tunda sampai sepertiga malam?”

Kami katakan, yang lebih utama adalah ditunda sampai sepertiga malam. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu ketika mengakhirkan salat isya, sampai-sampai sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, para wanita dan anak-anak telah tidur.” Kemudian Rasulullah keluar rumah dan salat bersama mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي

Ini adalah waktunya yang utama, seandainya tidak memberatkan umatku.” (HR. Bukhari no. 566 dan Muslim no. 638)

Baca Juga: Hukum Mengqodo Shalat Sunah Rawatib

Oleh karena itu, yang paling utama bagi wanita ketika di rumah adalah mengakhirkannya.

Demikian pula, seandainya ada laki-laki dalam kondisi safar, lalu mengatakan, “(Manakah yang lebih utama) kami mengakhirkan salat isya atau mendirikan salat isya di awal waktu?”

Kami katakan, “Yang lebih utama adalah mengakhirkan salat isya.”

Demikian pula, seandainya ada sekelompok orang yang sedang dalam perjalanan dan tiba waktu salat isya, manakah yang lebih utama, apakah mendirikan salat isya di awal waktu atau mengakhirkannya? Kami katakan, yang lebih utama adalah mendirikan di akhir waktu, kecuali jika terdapat kesulitan (masyaqqah).

Adapun salat-salat wajib yang lainnya, yang lebih utama adalah mendirikan di awal waktu, kecuali jika ada sebab tertentu. Salat subuh lebih utama didirikan di awal waktu. Demikian pula salat zuhur, asar, dan maghrib, kecuali jika terdapat sebab tertentu.

Di antara contoh sebab tertentu tersebut adalah ketika cuaca sangat terik (panas), maka yang lebih utama adalah menunda salat zuhur sampai cuaca agak teduh, yaitu sampai mendekati salat asar. Karena cuaca menjadi agak dingin ketika mendekati waktu salat asar. Oleh karena itu, jika cuaca sangat panas, maka yang lebih utama adalah menunda sampai cuaca agak dingin. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوا بِالصَّلَاةِ فَإِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ

Apabila panas sangat menyengat, maka tundalah salat hingga panasnya mereda. Sebab panas yang sangat menyengat itu berasal dari hembusan api jahanam.” (HR. Bukhari no. 536 dan Muslim no. 615)

Demikian pula, suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berada dalam perjalanan (safar), kemudian Bilal berdiri hendak mengumandangkan azan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

أَبْرِدْ

Tundalah.”

Kemudian Bilal hendak berdiri lagi mengumandangkan azan, namun Rasulullah mengatakan,

أَبْرِدْ

Tundalah.” (HR. Bukhari no. 535 dan Muslim no. 616)

Kemudian Bilal berdiri kembali hendak mengumandangkan azan dan Rasulullah pun mengizinkannya.

Contoh sebab menunda yang lain adalah ketika di akhir waktu terdapat jemaah yang tidak dijumpai kalau salat di awal waktu. Dalam kondisi ini, menunda salat di akhir waktu menjadi lebih utama. Misalnya, seseorang mendapati waktu salat di suatu tempat, dan dia tahu bahwa dia akan sampai di suatu negeri dan mendapati jemaah di akhir waktu. Maka, manakah yang lebih utama baginya, salat ketika itu atau dia tunda sampai mendapati jemaah?

Kami katakan, yang lebih utama adalah menunda sampai mendapati jemaah. Bahkan, kami katakan wajib untuk ditunda agar bisa mendapatkan jemaah. [2]

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Jika matahari tenggelam jam 18.00 dan terbit jam 06.00, maka waktu malam selama 12 jam. Sepertiga malam berarti pukul 22.00.

[2] Diterjemahkan dari kitab Fataawa Arkaanil Islaam, hal. 348-350, pertanyaan no. 205.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/77865-fatwa-ulama-waktu-salat-yang-paling-utama.html

[Khutbah Jumat] Waspadai Empat Penjajahan setelah Kemerdekaan

Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bulan Agustus penanda bangsa kita sudah merdeka, tapi apakah benar kita sudah terbebas dari penjajahan?

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Tujuh puluh tujuh tahun silam, bulan ini untuk pertama kalinya menjadi bulan yang spesial yang dikenang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terjadi di bulan Agustus menjadi penanda bangsa kita terbebas dari penjajahan.

Seiring bergulirnya waktu, makna kemerdekaan mengalami perluasan. Tidak sebatas merdeka dari sistem kolonial. Namun yang lebih luas lagi kemerdekaan dapat kita artikan sebagai sikap untuk menjadi pribadi yang merdeka dari kebiasaan-kebiasaan yang buruk, tidak disiplin, menunda pekerjaan, menghindar dari tanggung jawab, tidak produktif, dan masih banyak lainnya.

Oleh karena perluasan makna kemerdekaan inilah, kita ingin menyampaikan sejumlah hal yang di dalamnya masih banyak di antara kita, belum merdeka sepenuhnya.

Pertama, merdeka dari kebodohan

Berapa banyak dari saudara kita umat Islam yang belum bisa baca Al-Quran apalagi memahami kandungannya, lebih-lebih mengamalkan isinya. Berapa banyak dari umat Islam yang masih sangat awam tentang syariat Islam.

Tidak hanya awam, tapi sebagian ada yang menuding syariat Islam adalah ajaran yang melanggar hak asasi manusia.  Kenyataan demikian menandakan bahwa kita belum merdeka, masih melangami ‘penjajahan’ dari kebodohan tentang agama yang kita anut sendiri.

Sehingga jika kita ingin merdeka, kita harus memerdekakan diri dari kebodohan dan ‘penjajahan’ ini. Masihkah kita ingat bahwa ayat pertama yang turun adalah Iqra’ yang artinya bacalah.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-A’laq : 01-05).

Apa yang kita baca? Ayat-ayat Allahﷻ yang tersurat maupun tersirat. Pesan moralnya adalah Allahﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menjauhi kebodohan dan ‘penjajahan’ yang dapat mengantarkan kepada kemiskinan, dan kemiskinan bisa menyebabkan kekufuran. Selama kebodohan masih menyelimuti diri kita, berarti kita belum merdeka sepenuhnya.

Kaum Muslimin yang berbahagia

Kedua, kita belum merdeka dari kemiskinan. Allahﷻ menegaskan dalam firman-Nya agar kita jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. Lemah dalam banyak aspek. Lemah dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, fisik, mental, dan sebagainya.

Kebodohan yang berkolaborasi dengan kemiskinan mampu merusak keimanan. Allahﷻ berfirman :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’ : 09).

Karenanya, jangan sampai belenggu kemiskinan kita biarkan begitu saja. Orang-orang yang kaya, bebaskanlah saudara-saudara kalian yang miskin dengan harta yang kalian miliki.

Kita tingkatkan taraf perekonomian umat dan bangsa sehingga menjadi generasi yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan. Jangan kita biarkan kemiskinan terus terjadi secara turun temurun, menjadi penjajahan yang membelenggu.

Hal ketiga yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah kita belum merdeka dari ketidakadilan hukum.

Sudah tujuh puluh tujuh tahun bangsa ini diberi rahmat oleh Allahﷻ berupa kemerdekaan. Namun, kita masih sering korban ‘penjajahan’ dengan model penegakan hukum yang berat sebelah, timpang, dan jauh dari rasa keadilan.

Coba lihatlah, bagaimana hukum ditegakkan seperti pisau, yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Penghinaan kepada kepala negara bisa langsung ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, sementara yang melakukan penistaan agama, menghina Al-Quran, atau menyebarkan berita hoak, ada yang tidak diproses meski sudah dilaporkan berkali-kali. Padahal kepala negara saja disumpah dan dilantik dengan Al-Quran.

Contoh lainnya si pencuri ayam atau kayu yang tidak seberapa, terkadang dihukum sangat tegas dan berat daripada koruptor maling uang rakyat. Rasulﷺ yang merupakan teladan bagi kita semua telah memberikan sikap adil dalam hukum tanpa pandang bulu,

 وإني، والذي نفسي بيدِه، لو أنَّ فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقت لقطعتُ يدَها

“Adapun aku, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika Fatimah putri Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Jemaah shalat Jumat yang berbahagia

Keempat, kita masih belum merdeka dari kesenjangan dalam kesejahteraan. Jarak antara orang kaya dan orang miskin masih menganga. Orang kaya menjadi semakin kaya, orang miskin semakin miskin.

Ini adalah hal yang menunjukkan kita belum merdeka. Karenanya, menjadi tanggung jawab besar di pundak setiap pemimpin yang diamanahi oleh rakyat, untuk menciptakan pemerataan dalam kesejahteraan, sehingga ketimpangan yang tengah terjadi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

Semoga menginjak usia ketujuh puluh tujuh tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa ini bisa meraih kebebasan dan kemerdekaan yang sesungguhnya. Bagi umat Islam, kemerdekaan yang hakiki adalah sebuah perjuangan tiada henti.

Jangan sampai kita menyerah tanpa perlawanan akibat tergiur godaan dunia dan lalai dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Mari kita memerdekakan diri kita dari ‘penjajahan’, kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, dan ketimpangan dalam kesejahteraan.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumlat kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Arsip naskah khutbah Jumat yang lain bisa dibaca di www.hidayatullah.com, atau klik di SINI

Hukum Menunda Shalat Karena Pekerjaan

Akibat dari jadwal kerja yang sangat padat membuat sebagian orang tidak bisa melaksanakan shalat di awal waktu. Sebagian orang bahkan selalu melakukan shalat di akhir waktu, lantaran tuntutan pekerjaan. Lantas, bagaimanakah hukum menunda shalat karena pekerjaan?

Dalam literatur kitab fikih, dapat dijumpai beberapa keterangan yang menyatakan bahwa kewajiban shalat memiliki hukum wajib muassa’. Seseorang diperbolehkan melaksanakan sholat di akhir waktu sekalipun dia tidak memiliki udzur apapun.

Bahkan, seseorang yang hanya mendapati satu rakaat dalam waktunya, masih dikatakan mengerjakan shalat secara ada’. Namun, dia tetap dikenai dosa lantasan mengerjakan sebgian sholat di akhir waktu.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Fathul Mu’in, halaman 118 berikut,

واعلم أن الصلاة تجب بأول الوقت وجوبا موسعا فله التأخير عن أوله إلى وقت يسعها بشرط أن يعزم على فعلها فيه ولو أدرك في الوقت ركعة لا دونها فالكل أداء وإلا فقضاء ويأثم بإخراج بعضها عن الوقت وإن أدرك ركعة

Artinya : “Ketahuilah bahwa sholat itu wajib dilaksanakan di awal waktu dengan kewajiban yang longgar. Seseorang boleh mengakhirkan sholatnya dari awal waktu kepada waktu yang memuat melaksanakan sholat. Hal ini dengan syarat dia bertekad untuk melaksanakan sholat di akhir waktu.

Seandainya seseorang melaksanakan shalat satu rakaat dalam waktunya tidak kurang dari itu maka semuanya dihukumi shalat ada’. Jika tidak maka dihukumi sholat qadha. Namun, dia dihukumi berdosa lantaran mengerjakan sebagian sholat di luar waktu sekalipun masih mendapati satu rakaat.”

Namun demikian, hukum kebolehan melaksanakan sholat di akhir waktu tersebut, harus bersamaan dengan adanya tekad untuk melaksanakan sholat di akhir waktu. Apabila dia tidak memiliki tekad untuk melaksanakan sholat di akhir waktu, kemudian dia meninggal sebelum melaksanakan sholat maka dia dihukumi bermaksiat kepada Allah. 

Sebagaimana dalam keterangan kitab Nihayatuz Zain, halaman 51 berikut,

لكن إذا أراد تأخير فعلها عن أول الوقت لزم العزم على فعلها في الوقت على الأصح فإن أخرها عن أول وقتها مع العزم على ذلك ومات في أثناء الوقت قبل فعلها لم يكن عاصيا بخلاف ما إذا لم يعزم العزم المذكور فإنه إذا مات في أثناء الوقت قبل فعلها كان عاصيا

Artinya : “Akan tetapi, apabila seseorang ingin mengakhirkan sholat dari awal waktu, maka dia disyaratkan untuk bertekad melaksanakan sholat diakhir waktu menurut qaul asah.

Apabila dia mengakhirkan sholat dengan tekad tersebut kemudian meninggal disaat masih belum melaksanakan shalat maka dia tidak dihukumi bermaksiat, berbeda dengan seseorang yang tidak  bertekad, maka apabila dia meninggal disaat masih belum melaksanakan sholat maka dia tidak bermaksiat. ”

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa seseorang diperbolehkan melaksanakan sholat di akhir waktu sekalipun dia tidak memiliki udzur apapun. Tetapi, dia harus memiliki tekad untuk melaksanakan sholat di akhir waktu, sehingga apabila dia meninggal sebelum melaksanakan shalat maka dia tidak dihukumi bermaksiat kepada Allah.

Demikian penjelasan mengenai hukum menunda shalat karena pekerjaan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Berapa Biaya Haji Tahun Depan? Ini Komentar Kemenag

Kementerian Agama (Kemenag) belum bisa berkomentar banyak mengenai kepastian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terbaru. Sebab, evaluasi mengenai masalah ini masih berjalan dan penutupan baru berakhir hari ini, Kamis (18/8/2022).

Dirjen Penyelenggaraan Haji Dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief mengaku baru mengevaluasi masalah ini kemarin. “Hari ini baru penutupan (closing),” ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (18/8/2022).

Jadi, dia melanjutkan, Kemenag belum bisa banyak berkomentar mengenai kepastian BPIH karena hari ini saja akan dilakukan penutupan. Ia menambahkan, penutupan direncanakan dilakukan di daerah Pondok Gede.

Terkait waktu pasti pengumuman BPIH yang terbaru, ia tak menjawab pertanyaan Republika. Pesan singkat yang dikirimkan Republika belum dibaca hingga berita ini ditulis.

Sebelumnya, Kemenag dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya telah menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1443 Hijriyah 2022 Masehi sebesar Rp 81.747.844,04 per jamaah. Namun, karena ada kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi, biaya haji diperkirakan naik tajam hingga Rp 100 juta per jamaah.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzili mengatakan memang ada kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi tentang kenaikan dari biaya di Arafah, Mina, dan Muzdalifah, yang pada awalnya hanya dianggarkan sebesar 1.500 Riyal ternyata naik menjadi menjadi 5.500 Riyal Arab Saudi.  

“Jadi kenaikannya cukup tajam, sehingga komposisi dari biaya ibadah haji tahun ini yang tadinya diperkiraan Rp 82 juta menjadi Rp 100 juta per orang. Padahal, jamaah haji telah melakukan setoran sebesar Rp 39,8 juta dan tentu ini pasti akan membuat pembiayaan haji menjadi membengkak,” ujar Ace kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/5/2022) siang.

IHRAM

Tingkatan Cinta Menurut Imam al-Ghazali dan Cinta Sejati Versi Plato

Manusia sebagai makhluk sosial tak pernah lepas dari hubungan pertemanan, kekeluargaan, dan cinta kasih. Antara satu individu dengan individu yang lain memilki hubungan dari yang telah disebutkan tadi. Namun, apakah sebenarnya yang membuat hubungan itu berjalan abadi? jawabannya tiada lain adalah cinta. Dengan cinta sesuatu tak pernah kering, tapi berjalan dengan kontinyu. Imam al-Ghazali mempunyai uraian mengenai tingkatan cinta.

Terlepas dari banyaknya definisi yang menjabarkan tentang cinta, penulis hanya akan memaparkan salah satu definisi yang ilmiah, obyektif dan logis yang dikemukakan oleh M Scott Peck dalam The Road Less Travelled. Ia mendefinisikan cinta sebagai “kemauan untuk mengembangkan diri sendiri dengan maksud memelihara pertumbuhan spiritual diri sendiri atau perkembangan spiritual orang lain”.

Perasaan cinta yang kita rasakan muncul karena di dalam tubuh diproduksi beberapa zat-zat tertentu yang sedikit membius otak dan efeknya bisa disamakan dengan efek narkoba. Salah satu zat ini dinamakan feromon. (Yoga P.W, Ilmu Pengetahuan Tentang Cinta, hal. 3)

Sebelum lebih jauh menjelaskan tentang mencintai karena Allah dan hubungannya dengan cinta sejati, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai klasifikasi cinta menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Beliau membagi tingkatan cinta menjadi 4 macam kategori;

Pertama, cinta yang hadir karena faktor dzatiyyah yang melekat pada manusia. Misalnya mencintai karena kecantikan, lekuk tubuh, dan lain sebagainya. Percintaan semacam ini pada biasanya tidak bersifat langgeng, oleh karena itu cinta akan hilang bersamaan dengan kecantikan tersebut hilang lantaran sudah tua.

Kedua, cinta yang hadir di luar faktor dzatiyyah yang melekat pada manusia. Misalnya mencintai sebab kekayaan, keturunan, martabat, dan lain sebagainya. Percintaan semacam ini juga sama, tidak akan bersifat langgeng. Karena cinta tersebut tidak bersifat substansial yang hakiki, melainkan karena faktor lain.

Ketiga, cinta yang hadir lantaran orang yang dicintai dapat memberi kebahagiaan di akhirat. Misalnya mencintai Ulama, Ustadz, Syekh, dan lain sebagainya. Percintaan semacam ini baik lantaran hadirnya cinta disebabkan oleh faktor yang baik, namun masih belum masuk kategori cinta sejati atau hakiki.

Keempat, cinta yang hadir karena Allah dan untuk Allah. Cinta semacam ini tidak berkaitan dengan dunia dan akhirat, namun murni karena Allah. Sehingga apa saja yang berkaitan dengan Allah akan didekati, perkara yang dicintai oleh Allah akan dicintai juga, dan perkara yang dibenci oleh Allah akan dibenci pula. Misalnya mencintai seseorang sebab yang dicintainya adalah hamba Allah, bukan karena kecantikan dan lain sebagainya.

Dari macam-macam kategori tingkatan cinta di atas sudah dapat dibedakan antara mencintai karena Allah dan mencintai karena dunia atau selain Allah, yakni cinta karena Allah identik dengan mencintai juga terhadap apa-apa yang dicintai oleh yang dicintainya dan membenci apa-apa yang dibenci olehnya. Sementara mencintai karena dunia identik dengan tidak mencintai apa-apa yang dicintai oleh yang dicintainya dan tidak membenci apa-apa yang dibenci olehnya.

Untuk menguatkan pernyataannya tadi mengenai tingkatan cinta, Imam al-Ghazali memberi perumpamaan dengan syair yang dilantunkan oleh Qais dari kalangan bani ‘Amir;

أمر على الديار ديار ليلى … أقبل ذا الجدار وذا الجدارا

وما حب الديار شغفن قلبي … ولكن حب من سكن الديارا

“Aku berjalan menuju rumah, yakni rumahnya Layla. Kuciumi dinding demi dindingnya, namun bukanlah dinding yang telah melunakkan hatiku, akan tetapi seseorang yang bersemayam di dalam dinding.”

Dalam syair yang telah dilantunkan tadi menjelaskan bahwa Qais tidak hanya mencintai Layla, melainkan juga mencintai apa-apa yang berkaitan dengannya. Dia juga membenci apa-apa yang dibenci oleh Layla, lantaran cinta yang hadir dalam dirinya benar-benar murni yang bersifat substansi sekaligus hakiki.

Para sufi secara umum juga memberikan perbedaan terhadap dua kategori itu, menurut mereka mencintai karena Allah tergolong cinta sejati. Alasannya adalah apabila seseorang mencintai karena Allah tidak akan pernah sakit hati, sebab Allah selalu hadir kapanpun dia dibutuhkan dan selalu satu hati dengan seorang hamba yang mencintainya. Hal ini tentu berbeda dengan mencintai karena faktor yang selain Allah, sehingga akibatnya hanya yang mencintai karena Allah lah yang tergolong cinta sejati.

Pada intinya dari penjelasan para sufi tadi, cinta sejati mampu membuat pengidapnya untuk berbuat positif. Cinta sejati tak pernah mengharapkan balasan dari apa yang telah dilakukannya, sehingga tak pernah sakit hati sekalipun tak ada timbal balik. Keindahan, kemuliaan, serta keagungan yang ada dalam dirinya diletakkan pada porsi yang sepadan. Hal ini sesuai dengan pernyataannya plato yang mengklasifikasikan cinta menjadi 3 macam;

Pertama, cinta yang bersifat jasmaniah. Cinta semacam ini adalah keinginan untuk memiliki dan mencari suatu objek keindahan atau kebajikan demi kesenangan atau kepuasan.

Kedua, cinta persahabatan. Cinta semacam ini adalah perasaan yang ditujukan terhadap semua orang tanpa terkecuali, didorong oleh ketulusan hati, semata-mata demi kebahagiaan dan kesenangan orang lain.

Ketiga, cinta yang bersifat ketuhanan. Cinta semacam ini merupakan bentuk manifestasi dari karunia Tuhan dan cinta-Nya kepada manusia.

Untuk mengetahui perihal yang manakah yang dinamakan cinta sejati, kita bisa mengetahuinya melewati kisah tentang Plato yang berdialog mengenai cinta sejati dengan muridnya Aristoteles. Kurang lebih kisahnya sebagai berikut;

Dimulai dari Aristoles yang bertanya mengenai cinta sejati terhadap gurunya, akhirnya sang guru menyuruh muridnya untuk memetik bunga paling indah di taman bunga yang luas. Namun dengan syarat tidak boleh memundurkan perjalanan yang ditempuh atau dengan kata lain ketika memilih bunga yang dianggap sudah terbaik tidak boleh dibatalkan lagi. Berjalanlah sang murid mematuhi perintah gurunya.

Di tengah perjalanan sang murid bingung menentukan bunga yang paling indah, karena bisa saja di perjalanan ke depan yang masih akan ditempuhnya masih ada bunga yang lebih indah. Singkat cerita sang murid kembali kepada gurunya dengan tangan kosong, sehingga membuat sang guru menanyakan perihal itu. Sang murid menjawab bahwa sebenarnya dia telah menemukan bunga terindah, namun sayang ia tak bisa kembali menjemputnya lantaran syarat yang ditentukan sang guru.

Akhirnya, sang guru mengatakan bahwa itulah yang dinamakan cinta sejati. Semakin kamu mencari yang terbaik, maka kamu tidak akan menemukannya.

Dari klasifikasi dan pernyataan yang telah disebutkan oleh Plato, Imam al-Ghazali, dan pernyataan para sufi tadi dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang dinamakan cinta sejati dan mencintai karena Allah tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Yakni, suatu cinta yang dialami oleh individu yang mana ia tak mengharapkan balasan apapun dari apa yang telah ia lakukan. Cinta sejati identik dengan mencintai apa-apa yang dicintai oleh yang dicintainya. Ini tentu berbeda dari cinta yang tidak substansial yang sifatnya tidak hakiki.

Penutup, persamaan perspektif dari apa yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, sufisme, serta Plato adalah terletak di cinta yang tak terikat oleh emosinal. Artinya cinta yang disandarkan pada kesempurnaan dan totalitas, tidak pernah cacat. Seseorang yang mengidap cinta jenis ini tidak pernah sakit hati apabila cintanya bertepuk sebelah tangan, karena dengan cinta yang hadir dalam dirinya saja sudah dianggap anugerah luar biasa dari tuhan. Wallahua’lam.

BINCANG SYRAIAH

Mencuri Adalah Sebuah Kezaliman

Sufyan Ats Tsauri pernah berkata,

لأنْ تلقى الله تعالى بسبعين ذنباً فيما بينك وبينه؛ أهونُ عليك من أن تلقاه بذنب واحد فيما بينك وبين العباد

“Andai anda bertemu Allah dengan memikul 70 dosa yang kaitannya antara anda dan Dia, itu lebih ringan daripada engkau bertemu Allah, dengan membawa satu dosa, namun dosa itu kaitannya antara dirimu dengan manusia” (lihat: Tanbih al Ghofilin, hal. 380).

Karena Allah mudah bagiNya untuk mengampuni dosa-dosamu. Dia Tuhan yang Maha Pengampun lagi Penyayang. Adapun dosa kepada manusia, bila dia memaafkanmu, maka alhamdulillah. Namun bila tidak, maka harus ada sidang, untuk mengembalikan hak mereka yang terdzalimi.

Imam Syafi’i juga pernah berpesan,

بئس الزادُ إلى المَعادِ العدوانُ على العبادِ

“Seburuk-buruk bekal menuju hari kebangkitan, adalah dosa permusuhan dengan sesama hamba.” (Lihat: As Siyar 10/24)

Hak seorang muslim itu besar. Kedudukan mereka di hadapan Allah agung. Sampai-sampai dalam sebuah hadis dijelaskan, bahwa hancurnya dunia, itu lebih ringan disisi Allah dari pada terbunuhnya seorang mukmin.

Oleh karenanya, Islam melarang keras segala tindakan kedzaliman terhadap sesama muslim. Bahkan seluruh manusia. Baik dalam hal kehormatan, jiwa, raga, ataupun harta. Nabi kita –shallallahu ‘ alaihi wasallam – mengingatkan,

المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ , و المهاجِرَ مَنْ هَجَرَ مَا نهَى اللهُ عَنْهُ

Seorang muslim yang sempurna itu adalah, yang saudara semuslimnya terhindari dari keburukan lisan dan tangan nya. Dan orang yang berhijrah adalah, yang berhijrah dari perkara yang dilarang oleh Allah” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40 )

Dalam riwayat Tirmidzi dan An-Nasa’i dengan redaksi berikut :

و المؤمن من أمنة الناس على دمائهم و أموالهم

Seorang mu’min (yang sempurna) yaitu orang yang orang-orang merasa aman darah mereka dan harta mereka dari gangguannya”.

Bahkan ancaman Allah amat mengerikan.

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS. Asy Syura: 42).

Bahkan tindakan dzalim kepada hewan saja, bisa fatal akibatnya, apalagi kepada manusia?! Terlebih lagi saudaranya sesama mukmin?! Tidakkah kita ingat sebuah hadis, yang menceritakan tentang seorang wanita disiksa di neraka, gara-gara mengurung seekor kucing..?!

Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda,

عذبت امرأة في هرة حبستها حتى ماتت جوعًا فدخلت فيها النار

Ada seorang perempuan disiksa karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati karena tindakannya tersebut ia masuk neraka. Wanita itu tidak memberi kucing tersebut makan, tidak pula minum ketika ia mengurungnya. Juga kucing tersebut tidak dibolehkan untuk memakan serangga-serangga di tanah” (HR. Bukhari no. 3482 dan Muslim no. 2242).

Dan tak ada yang meragukan bahwa perbuatan mencuri merupakan tindak kedzaliman terhadap kaum muslimin. Kedzaliman terhadap harta mereka. Allah ‘azzawajalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa : 29).

Dalam Shahih Muslim, dari sahabat Ali bin Tholib radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

لعن الله من غيّرَ منارَ الأرض.

Allah melaknat orang yang mengubah batas kepemilikan tanah“.

Doa Orang Terdzalimi Mutajab

Sebuah pesan yang selayaknya menumbuhkan rasa takut dalam benak kita, sebelum melangkah untuk berbuat dzalim; mencuri misalnya, adalah doa orang yang terdzalimi itu diijabahi oleh Allah. Siapapun dia. Bahkan orang kafir sekalipun, apalagi yang didzalimi adalah orang mukmin.

Dalam hadis Anas bin Malik radhiyallahu’anhu diterangkan, beliau menceritakan, “Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

اتقوا دعوة المظلوم وإن كان كافراً فإنه ليس دونها حجاب

Takutlah kalian terhadap doa orang yang teraniaya. Meskipun ia orang kafir. Karena doa teraniaya itu tidak ada penghalang untuk terijabahi” (HR Ahmad 3/153 dilemahkan oleh Syueb al Aranuth).

Sadarilah, bahwa Allah tidaklah lengah dari gerak-gerikmu. Meski terbalut malam yang gelap, dalam kesunyian atau kesendirian, Allah melihatmu. Dan presidangan adil di hari Kiamat menanti.

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَار * مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۖ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ

Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong” (QS. Ibrahim : 42-43).

Salah seorang pujangga pernah bersyair :

لاتظلمن إذا ما كنت مقتدراً …… فالظلم آخره يأتيك بالندم

نامت عيونك والمظلوم منتبه …… يدعو عليك وعين الله لم تنم

Jangan kau berbuat dzalim meski dirimu mampu melakukan…
Karena akhir dari kedzaliman adalah penyesalan…

Di saat aib-aibmu telah tertidur (terobati), namun orang yang kau dzalimi senantiasa terbangun..
Dia mendoakan keburukan untuk mu, sementara mata Allah tak pernah tertidur…

Masih Ada Kesempatan Untuk Berubah

Setelah mengetahui bahaya perbuatan zalim, akan lebih indah bila kita pikirkan langkah selanjutnya, yaitu bagaimana menemukan solusi untuk berubah.

Jalan hidup ini bukan hanya satu. Manusia, dengan akal dan nuraninya, serta wahyu yang Allah turunkan sebagai pedoman untuk mereka, mereka diberi pilihan untuk menentukan langkah.

Dan Allah ‘azza wa jalla, menetapkan sebuah jalan, sebagai solusi bagi para pelaku dosa, untuk kembali pada jalan yang diridoi dan menjadi hambaNya yang mulia. Jalan tersebut adalah jalan taubat. Allah ‘azza wa jalla menerima taubat orang kembali kepadaNya, meski ia membaca dosa sebesar gunung sekalipun. Dalam Alquran, Allah memberi kabar gembira,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az Zumar: 53).

Hanya, bila kesalahan berkaitan dengan hak manusia, maka cara bertaubatnya dengan mengembalikan hak tersebut kepada yang memiliki, atau meminta kehalalannya. Kemudian memohon ampunan kepada Allah ta’ala atas kesalahannya, disertai penyesalan dan tekad untuk tidak mengulangi kembali.

Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam bersabda,

من كانت عنده لأخيه مظلمة فليتحلله اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ من حسناته بقدر مظلمته فإن لم يكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه

Barang siapa yang ada sangkut paut kezaliman dengan saudaranya, baik berkaitan dengan kehormatan atau lainnya, maka mintalah dihalalkan daripadanya pada hari ini. Sebelum tidak berlaku lagi dinar dan dirham (mata uang). Jika dia punya amal shalih, maka diambilkan darinya sesuai kadar kezalimannya. Dan jika tidak memiliki amal kebaikan lagi, maka diambillah sebagian dari dosa-dosa saudaranya itu dan ditimpakan kepadanya.” (HR.Bukhari).

Wabillah at taufiq (hanya Allah yang dapat memberi taufik) ….

***
Disempurnakan pada pagi hari di hari jumat, 10 Jumadal Ula 1437 H. Madinah An Nabawiyyah.

Disusun oleh : Ahmad Anshori

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/27506-mencuri-adalah-sebuah-kezaliman.html

Mencuri Adalah Dosa Besar

Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa mencuri adalah perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam juga menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk dosa besar dan kezaliman yang nyata.

Mencuri Adalah Dosa Besar

Allah Ta’ala berfirman:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Maidah: 38).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan:

الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة

“Dosa besar adalah yang Allah ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil ‘barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin’, atau ‘bukan bagian dari kami’, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi libni Al-‘Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah).

Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan:

لَهَا أَمَارَات مِنْهَا إِيجَاب الْحَدّ , وَمِنْهَا الْإِيعَاد عَلَيْهَا بِالْعَذَابِ بِالنَّارِ وَنَحْوهَا فِي الْكِتَاب أَوْ السُّنَّة , وَمِنْهَا وَصْف صَاحِبهَا بِالْفِسْقِ , وَمِنْهَا اللَّعْن

“Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat ” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/285).

Pencuri Mendapat Laknat

Pencuri juga dilaknat oleh Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لعن الله السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده

Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri tali.” (HR. Bukhari no. 6285).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan:

أن يراد بذلك أن هذا السارق قد يسرق البيضة فتهون السرقة في نفسه، ثم يسرق ما يبلغ النصاب فيقطع

“Maksud hadits ini adalah seorang yang mencuri telur lalu dia menganggap remeh perbuatan tersebut sehingga kemudian ia mencuri barang yang melewati nishab hadd pencurian, sehingga ia dipotong tangannya” (Syarhul Mumthi‘, 14/336-337).

Mencuri Adalah Kezaliman

Dan secara umum mencuri termasuk perbuatan mengambil harta orang lain dengan cara batil. Padahal harta seorang Muslim itu haram. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampais) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini” (HR. Bukhari no. 1742).

Dan mencuri juga termasuk perbuatan zalim. Padahal Allah Ta’ala berfirman:

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud: 18).

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ

Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS. Hud: 102).

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak mendapat keberuntungan” (QS. Al An’am: 21).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘Wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim‘.” (HR. Muslim no. 2577).

Hukuman Hadd Bagi Pencuri

Berdasarkan surat Al Maidah ayat 38 di atas, hukuman hadd bagi pencuri dalam Islam adalah di potong tangannya. Juga berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:

أنَّ قريشًا أهمَّهم شأنُ المرأةِ المخزوميَّةِ التي سرقت في عهدِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . في غزوةِ الفتحِ . فقالوا : من يُكلِّمُ فيها رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ؟ فقالوا : ومن يجترئُ عليه إلا أسامةُ بنُ زيدٍ ، حِبُّ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ؟ فأتى بها رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فكلَّمه فيها أسامةُ بنُ زيدٍ . فتلوَّنَ وجهُ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ . فقال ( أتشفعُ في حدٍّ من حدودِ اللهِ ؟ ) فقال له أسامةُ : استغفِرْ لي . يا رسولَ اللهِ ! فلما كان العشيُّ قام رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فاختطب . فأثنى على اللهِ بما هو أهلُه . ثم قال ( أما بعد . فإنما أهلك الذين مَن قبلكم ، أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريفُ ، تركوه . وإذا سرق فيهم الضعيفُ ، أقاموا عليه الحدَّ . وإني ، والذي نفسي بيدِه ! لو أنَّ فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقت لقطعتُ يدَها ) ثم أمر بتلك المرأةِ التي سرقتْ فقُطعَتْ يدُها . …قالت عائشةُ : فحسنُتْ توبتُها بعد . وتزوَّجتْ . وكانت تأتيني بعد ذلك فأرفعُ حاجتَها إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ

“Bahwa orang-orang Quraisy pernah digemparkan oleh kasus seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tepatnya ketika masa perang Al Fath. Lalu mereka berkata: “Siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam? Siapa yang lebih berani selain Usamah bin Zaid, orang yang dicintai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam?”. Maka Usamah bin Zaid pun menyampaikan kasus tersebut kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, hingga berubahlah warna wajah Rasulullah. Lalu beliau bersabda: “Apakah kamu hendak memberi syafa’ah (pertolongan) terhadap seseorang dari hukum Allah?”. Usamah berkata: “Mohonkan aku ampunan wahai Rasulullah”. Kemudian sore harinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri seraya berkhutbah. Beliau memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, kemudian bersabda: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebab hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada pencuri dari kalangan orang terhormat, mereka biarkan. Dan jika ada pencuri dari kalangan orang lemah, mereka tegakkan hukum pidana. Adapun aku, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika Fatimah bintu Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya”. Lalu Rasulullah memerintahkan wanita yang mencuri tersebut untuk dipotong tangannya. Aisyah berkata:”Setelah itu wanita tersebut benar-benar bertaubat, lalu menikah. Dan ia pernah datang kepadaku setelah peristiwa tadi, lalu aku sampaikan hajatnya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” (HR. Al Bukhari 3475, 4304, 6788, Muslim 1688, dan ini adalah lafadz Muslim).

Namun tidak dikenai hukuman potongan tangan jika:

  1. Barang yang dicuri nilainya kecil. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:لاَ تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلاَّ فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا

    Pencuri tidak dipotong tangannya kecuali barang yang dicuri senilai seperempat dinar atau lebih.” (Muttafaqun ‘alahi).
    Yang ini disebut juga sebagai nisab pencurian.
  2. Barang yang dicuri bukan sesuatu yang disimpan dalam tempat penyimpanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:لا تقطع اليد في تمر معلق

    Tidak dipotong tangan pencuri bila mencuri kurma yang tergantung.” (HR. Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 11/323, dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 7398)

Syaikh As Sa’di menjelaskan:

ومن سرق ربع دينار من الذهب، أو ما يساويه من المال من حرزه : قطعت يده اليمنى من مفصل الكف، وحسمت فإن عاد قطعت رجله اليسرى من مفصل الكعب وحسمت فإن عاد حبس

“Orang yang mencuri 1/4 dinar emas (atau lebih) atau yang senilai dengan itu, dari tempat penyimpanannya, maka ia dipotong tangannya yang kanan mulai dari pergelangan tangan. Kemudian dihentikan pendarahannya. Jika ia mengulang lagi, maka dipotong kakinya yang kiri dari mata kakinya. Kemudian dihentikan pendarahannya. Jika mengulang lagi, maka dipenjara.” (Minhajus Salikin, 231-232).

Adapun jika mencurinya tidak sampai nisab pencurian, sehingga ia tidak dipotong tangan, maka hukumannya adalah ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang ditentukan oleh ijtihad hakim, bisa jadi berupa penjara, hukuman cambuk, hukuman kerja sosial atau lainnya. Syaikh As Sa’di menjelaskan:

التعزير واجب في كل معصية لا حد فيه و لا كفارة

Ta’zir hukumnya wajib bagi semua maksiat yang tidak ada hadd-nya dan tidak ada kafarahnya” (Minhajus Salikin, 231).

Harta Hasil Mencuri Tidak Halal

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به

Setiap daging yang tumbuh dari suhtun, maka api neraka lebih layak baginya” (HR. Ahmad no. 14481, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no. 4519).

Makna suhtun adalah:

السُّحُتُ: كلُّ حرام قبيح الذِّكر؛ وقيل: هو ما خَبُثَ من المَكاسب وحَرُم فلَزِمَ عنه العارُ

“As suhtu adalah semua yang haram dan buruk untuk disebutkan. Sebagian mengatakan artinya: setiap penghasilan yang buruk dan haram serta layak dicela.” (Lisaanul ‘Arab).

Bertaubat Dari Mencuri, Harus Kembalikan Barang Curiannya

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

مَنْ قَبَضَ مَا لَيْسَ لَهُ قَبْضُهُ شَرْعًا، ثُمَّ أَرَادَ التَّخَلُّصَ مِنْهُ، فَإِنْ كَانَ الْمَقْبُوضُ قَدْ أُخِذَ بِغَيْرِ رِضَى صَاحِبِهِ، وَلَا اسْتَوْفَى عِوَضَهُ رَدَّهُ عَلَيْهِ. فَإِنْ تَعَذَّرَ رَدُّهُ عَلَيْهِ، قَضَى بِهِ دَيْنًا يَعْلَمُهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، رَدَّهُ إِلَى وَرَثَتِهِ، فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، تَصَدَّقَ بِهِ عَنْهُ، فَإِنِ اخْتَارَ صَاحِبُ الْحَقِّ ثَوَابَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، كَانَ لَهُ. وَإِنْ أَبَى إِلَّا أَنْ يَأْخُذَ مِنْ حَسَنَاتِ الْقَابِضِ، اسْتَوْفَى مِنْهُ نَظِيرَ مَالِهِ، وَكَانَ ثَوَابُ الصَّدَقَةِ لِلْمُتَصَدِّقِ بِهَا

“Orang yang mengambil barang orang lain tanpa dibenarkan oleh syariat, kemudian ia ingin bertaubat, maka jika pemiliknya tidak ridha dan tidak mau menerima ganti rugi, barang tersebut wajib dikembalikan. Jika sudah tidak bisa dikembalikan, maka menjadi beban hutang yang wajib diberitahukan kepada pemiliknya. Jika tidak bisa ditunaikan kepada pemiliknya, maka wajib ditunaikan kepada ahli warisnya. Jika tidak bisa pula, maka disedekahkan atas nama pemiliknya” (Zaadul Ma’ad, 5/690).

Pencuri Akan Diqishash Di Hari Kiamat

Orang yang mencuri harta orang lain, yang ia belum bertaubat serta belum mengembalikan atau mengganti barang curiannya, maka ia akan dituntut oleh orang tersebut di hari kiamat. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya:

أتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا : المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال : إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ

Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”. Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta orang lain, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449)

Semoga Allah Ta’ala memberi kita taufik agar kita dijauhkan dari perbuatan mencuri harta orang lain.

***

Penulis: Yulian Purnama, S.Kom.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/43057-mencuri-adalah-dosa-besar.html

Mengenang Mufasir Turki yang Kenalkan Islam ke Jepang

Umat Muslim Jepang akan memperingati ke-78 tahun wafatnya Abdur Rasyid Ibrahim pada Rabu (17/8/2022). Dia adalah seorang seorang mufasir dari Tatar-Turki yang dikenal karena usahanya memperkenalkan Islam kepada masyarakat Jepang.

Seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (17/8/2022) Ibrahim pertama kali tiba di Jepang pada tahun 1900 setelah berkeliling Asia dan menerbitkan risalah dua jilid berjudul ‘Dunia Islam’. Dia mengamati situasi sosial ekonomi masyarakat sekitar dan mendakwahkan Islam kepada mereka, serta mendirikan asosiasi untuk tujuan tersebut.

Bahkan setelah 78 tahun kematiannya, ia tetap menjadi kekuatan pemersatu komunitas Muslim di Jepang. Ibrahim lahir di Omsk, wilayah Siberia Rusia, dari keluarga Tatar-Turki pada tahun 1857, dan mulai belajar di madrasah pada usia tujuh tahun. Ia datang ke Istanbul untuk melanjutkan pendidikannya dan kembali pada tahun 1884 setelah mempelajari ilmu-ilmu keislaman selama lebih dari empat tahun di Madinah.

Setelah bertemu dengan para intelektual Muslim seperti Ahmed Vefik Pasha dan Muallim Naci, ia menulis artikel untuk surat kabar Umran berjudul “Masa Depan Muslim Rusia’.

Ibrahim yang melakukan perjalanan ke Eropa pada tahun 1896 dan menjelaskan masalah umat Islam di Rusia meninggalkan Istanbul pada tahun 1897 dan mengunjungi Palestina, Hijaz dan Mesir. Dia kemudian melakukan perjalanan melalui Italia, Austria, Prancis, Bulgaria, Yugoslavia, dan Rusia Barat sebelum mencapai Jepang melalui Kaukasus dan Siberia. 

Kemenangan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang tahun 1904-1905 juga berimplikasi pada masyarakat Muslim di bawah kekuasaan Rusia. Di Tokyo, tempat tinggalnya, Ibrahim mendakwahkan Islam kepada beberapa negarawan Jepang dengan menjalin hubungan dengan keluarga kekaisaran.

Dia mendirikan asosiasi Ajia Gikai untuk mempromosikan Islam di Jepang dan berusaha membangun sebuah masjid di Tokyo. Setelah turunnya Sultan Utsmaniyah Abdulhamid II, ia menunda keinginannya untuk membangun masjid dan melakukan perjalanan ke Korea pada tahun 1909

Dia kembali ke Istanbul pada tahun 1910 dan memberi tahu orang-orang Ottoman tentang Jepang. Ibrahim yang pernah tinggal di provinsi Konya selama tahun-tahun awal Turki mulai melakukan perjalanan lagi setelah hidup menyendiri di sana.

Ketika musafir itu kembali ke Jepang pada tahun 1933, ia mulai membangun sebuah masjid pada tahun 1934, yang sekarang dikenal sebagai Masjid Tokyo di ibu kota.

Dengan orang Jepang yang kaya menutupi pengeluaran pembangunan masjid, yang selesai pada tahun 1938, ia ditunjuk sebagai imam atau pemimpin shalat pertama masjid tersebut. Masjid Tokyo, warisan spiritual Ibrahim yang meninggal 78 tahun yang lalu pada 17 Agustus 1944, mempromosikan harmoni dan persatuan masyarakat Islam Jepang. Pelancong yang dimakamkan di Pemakaman Tama Tokyo, dikenang oleh komunitas Muslim pada peringatan kelahiran dan kematiannya. 

IHRAM

Maria Ulfah dan Kiprahnya untuk Kemerdekaan Indonesia

Pada Rabu, 17 Agustus 2022, Indonesia kembali akan memperingati hari kemerdekaan yang ke-77. Artinya sudah 77 tahun Indonesia merdeka jika dihitung dari 17 Agustus 1945. Tulisan ini akan membahas Maria Ulfah yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Hari kemerdekaan Indonesia tak lepas dari perjuangan putra dan putri terbaik bangsa. Pahlawan yang rela mengorbankan harta, bahkan nyawa demi kemerdekaan Indonesia. Para pahlawan ini, berjasa dalam membawa Indonesia yang bebas dari penjajahan imperialisme dan juga bebas dari penjajahan Jepang.

Di antara, sekalian banyak pejuang dan pahlawan Indonesia, nama Maria Ulfah Santoso salah satunya. Ia termasuk pahlawan perempuan yang turut andil dalam memerdekakan Indonesia. Meskipun namanya tak seharum para pahlawan perempuan lain seperti Dewi Sartika, R.A Kartini, dan Cut Nyak Dien.

Mari Ulfah, dalam laman Kemendikbud dijelaskan lahir di Serang 18 Agustus 1911, putri dari Raden Adipati Arya Mohammad Ahmad seorang Bupati Kuningan dan R.A Hadidjah Djajadiningrat. Dari pihak ibu,  bernama RA. Hadidjah Djajadiningrat. Mari Ulfah dari kalangan priyayi.

Maria Ulfah,  bersekolah dasar di Rangkasbitung, mengikuti ayahnya yang bekerja di kota. Kemudian sang ayah pindah ke Batavia tahun 1917. Di Jakarta (dulu Batavia) ia bersekolah di Sekolah Dasar di Jalan Cikini. Kemudian,  pindah ke SD di Willemslaan (kini Jalan Perwira). Setelah lulus, Maria Ulfah masuk ke Sekolah Menengah Koning Willem III School pada 1924.

Maria Ulfah termasuk perempuan Indonesia memiliki kesempatan menempuh pendidikan tinggi. Sekitar tahun 1929, ia melanjutkan studi ke Belanda. Di negeri Kincir Angin,  ia menempuh studi ilmu hukum di Universitas Leiden. Sekitar tiga tahun kemudian, tepatnya 1933,  Maria Ulfah berhasil l mendapatkan gelar Meester in de Rechten (Mr)—perempuan Indonesia pertama—, dari Universitas Leiden.  Saat itu usianya masih 22 tahun.

Kiprah Maria Ulfah untuk Kemerdekaan 

Baca Juga:  Islam Mengapresiasi Perempuan dalam Partisipasi Bela Negara

Kiprah Maria Ulfah terbilang cukup banyak. Selepas menempuh studi di Leiden, ia pulang ke Indonesia. Bekerja di Cirebon, lalu pindah ke Jakarta.

Di Ibukota, ia mengajar di sekolah Muhammadiyah di Jalan Kramat Raya 49 pada September 1934. Di sekolah Muhammadiyah ini, ia berjumpa dengan Santoso Wirodihardjo, yang kelak jadi suaminya.

Maria Ulfah juga, selain mengajar di sekolah Muhammadiyah, ia juga mengajar di Sekolah Menengah Perguruan Rakyat. Sekolah ini didirikan oleh para aktivis pejuang kemerdekaan Indonesia. (Baca: Perjuangan Para Pahlawan Nasional dari Kalangan Pesantren).

Selain aktif sebagai pengajar, Maria Ulfah termasuk pula dalam kalangan aktivis. Ia aktif dan terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia. Yang memberikan peran dan advokasi pada perempuan Indonesia. Di Kongres Perempuan Indonesia, ia dipercaya memimpin Biro Konsultasi yang bertugas membantu perempuan Indonesia lepas dari  buta huruf bagi perempuan di Salemba Tengah dan Paseban.

Ia diberikan tugas mengurus segala permasalahan perempuan dalam perkawinan, terutama dalam membantu kaum perempuan yang mengalami kesulitan dalam pernikahan, seperti KDRT, dan masalah lainnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Maria Ulfah termasuk sosok yang dekat dengan Sutan Syahrir. Ia bertemu dengan Syahrir ketika studi di Belanda. Dan aktif dalam beberapa pergerakan, yang menentang kolonialisme. Saat Syahrir jadi Perdana Menteri, Maria Ulfah dipercayakan menjadi Menteri Sosial (Mensos).

Ia menjabat sebagai Mensos dalam  Kabinet Sjahrir II dan III. Ia bertugas dalam masa genting, yang diberikan tugas mengurus  para tawanan wanita dan anak-anak Belanda yang ditawan di kamp-kamp  Jepang.

Lebih jauh lagi ia menjabat sebagai menteri saat adanya pertarungan Indonesia dengan Belanda lewat Agresi militer II yang memaksa ibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta dan melahirkan perjanjian Linggarjati.

Dalam perjanjian Linggarjati itu, terdapat peran Maria Ulfah. Ia adalah sosok yang mengusulkan Linggarjati sebagai tempat perundingan kepada Sjahrir. Yang draft utuhnya ditandatangani pada 15 November 1946 di Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Demikian kisah Maria Ulfah dan kiprahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sosok perempuan yang berpendidikan dan memberdayakan perempuan lainnya serta menyongsong kerja-kerja menuju kemerdekaan Indonesia.

Tulisan ini telah terbit di Bincangmuslimah.com