Kucing Lucu Ini Memanjat Tubuh Seorang Guru Sedang Memberikan Kajian Hadits

Beberapa pekan lalu, viral video seekor kucing yang memanjat imam saat shalat tarawih. Dalam video tersebut, terlihat sang ustad tetap tenang selama kucing itu berada di atas bahunya.

Kejadiannya terjadi di Aljazair, dan yang ingin saya bagikan kali ini kurang lebih sama tapi terjadi di Malaysia. Beberapa hari lalu seekor kucing telah menaiki tubuh seorang ustaz ketika sedang memberikan kajian ilmu agama.

Dalam video yang tersebar, nampak sang guru (ustad, red) tidak terganggu sedikitpun kehadiran hewan rumahan ini. Ia bahkan tetap tenang dalam menyampaikan materi kajian.  Video ini diunggah oleh akun @syeikhnazrulnasir sendiri.

Sang guru tidak lain adalah Mohd Nazrul, 40, atau lebih dikenal dengan Syeikh Nazrul Nasir. Syekh Nazrul Nasir adalah mudir atau Syekh Zawiyah Nasiriyyah di Pondok An-Zawiyah An-Nasiriyyah di Pedu, Kedah.

Peristiwa ini terjadi saat ia tengah mengajar kitab hadits di masjid pondoknya di Pedu, Kedah, Malaysia. “Kucing juga makhluk ciptaan Allah SWT yang patut untuk dikasihi dan tidak apa-apa jika binatang itu masuk ke dalam rumah Allah (masjid) dan ingin memanjakan kita selama urusan kita tidak terganggu,” ujar Mohd Nazrul Abd Nasir dikutip Harian Metro, Malaysia.

Menyintai Hewan

Nazrul Nasir mengatakan, kejadian tersebut terjadi pada 31 Maret 2023 lalu dan video tersebut dibagikan oleh pengelola akun TikTok-nya. Menurutnya, kucing yang dimaksud adalah salah satu dari delapan kucing jalanan yang kini tinggal dan mendapat kasih sayang di pondoknya, dan memang sangat dikenal oleh warga di pusat kajian agama tersebut.

“Saat itu saya sedang membaca kitab hadits di masjid pondok kami setelah selesai sholat tarawih bersama para santri. Kucing itu memang ada di masjid dan awalnya dia datang duduk di paha saya (di pangkuan saya) sebelum tiba-tiba dia naik ke bahu,” tambahnya.

“Sebenarnya ada beberapa santri saya yang ingin mengambil kucing itu tetapi saya meminta mereka untuk membiarkannya karena memang saya tidak terganggu dan kucing itu juga tidak mencakar, jadi kami tetap melanjutkan kajian hadits seperti biasa.”

Pria yang pernah belajar dan mengajar di Mesir selama 16 tahun ini mengatakan, sangat mencintai hewan peliharaan Nabi Muhammad ini dan baginya tidaklah salah menunjukkan kasih sayang terhadap kucing yang menunjukkan cintanya kepada manusia.

“Kucing itu memang tinggal di pondok dan banyak kucing lain yang dibuang di sini. Selama ini kami memberi mereka makan, perhatian dan ada yang selalu di masjid, terutama saat jam sholat dan kajian ilmu, “ tambahnya.

Kejadian ini juga sering diterjadi di tempatnya dulu menimba ilmu, di Mesir. Bagaimana guru-gurunya juga membiarkan hewan-hewan itu ikut nimbrung, saat sang guru tengah mengajarkan ilmu.

“Kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya dan ketika saya berada di Mesir, kelas guru saya didatangi seekor kucing. Hewan itu juga datang ke masjid, bahkan ruang belajar,” ujar Anggota Badan Zakat Negeri Kedah tersebut.

Mengomentari lebih jauh, Syekh Nazrul Nasir mengutip sebuah hadits Nabi yang artinya, bahwa kucing tidaklah najis dan sesungguhnya ia merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita.

Ia bahkan mengatakan Nabi Muhammad juga tidak melarang kucing masuk masjid. “Menurut Mazhab Syafii, hewan selain anjing dan babi semuanya suci. Kucing tidak najis jadi kita tidak perlu khawatir jika hewan itu masuk masjid.”

Hanya saja menurutnya, kita perlu memastikan tidak ada kotoran yang dibawa kucing atau yang menempel pada bulunya. “Kita hanya perlu memastikan tidak ada kotoran di tubuh hewan itu.”

Sampai hari ini unggahan video itu telah ditonton lebih dari 200 ibu warganet. Mayoritas kagum dan terhibur unggahan tersebut.*

HIDAYATULLAH

Kewajiban Mengeluarkan Zakat Fitrah; Begini Penjelasannya

Berikut ini penjelasan tentang kewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Zakat fitrah atau disebut juga zakat al-abdan adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam yang masih menututi (masih hidup) di sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal.

Kewajiban mengeluarkan zakat fitrah itu berlaku bagi orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok pada hari itu. Karena itu, sekiranya ada bayi yang lahir setelah maghrib bulan Syawal, maka ia tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya.

Begitu pula, orang yang meninggal sebelum maghrib bulan Syawal juga tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Kewajiban zakat fitrah berlaku bagi orang yang sudah pernah hidup pada sebagian bulan Ramadhan dan Syawal. Misalnya, ada bayi yang lahir sebelum maghrib dan masih hidup sampai setelah maghrib, maka keluarganya wajib membayarkan zakat fitrahnya.

Syahdan, waktu pembayaran zakat fitrah ada lima: pertama, waktu jawaz (boleh) adalah sejak awal bulan puasa. Kedua, waktu wajib adalah sejak tenggelamnya matahari terakhir bulan ramadhan. Ketiga, waktu fadhilah (utama) yaitu pagi hari sebelum pelaksanaan shalat idul fitri.

Keempat, waktu karahah (makruh) yaitu setelah pelaksanaan shalat id sampai tenggelam matahari tanggal 1 syawal; kelima, waktu haram adalah mengakhirkan pembayaran zakat fitrah dari tanggal 1 syawal tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syari’. Namun, meskipun demikian zakat fitrah tetap wajib dikeluarkan sebagai qadha’.

Lalu apa saja bahan dan kadar zakat yang harus dikeluarkan?

Bahan yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fitrah menurut selain hanafiyah harus berupa makanan pokok (makanan sehari-hari) seperti, beras dan jagung. Sedangkan menurut Hanafiyah dan sebagian ashab as-Syafi’i, zakat fitrah boleh menggunakan uang. Kadar yang wajib dikeluarkan menurut Syafi’iyah adalah satu sha’ senilai 2400 gr (+ 2,5 kg). Namun ukuran satu sha’ menurut Hanafiyah lebih tinggi dari pada pendapat ulama yang lain, yakni 3,8 kg.

Dengan demikian, bagi seseorang yang ingin mengeluarkan zakat fitrah menggunakan uang dengan bertaqlid pada madzhab Hanafiyah, maka harus senilai dengan 3,8 kg. Jika harga beras satu kilogram Rp. 10.000, maka ia harus membayarkan zakat fitrahnya sebesar Rp. 38.000,00.

Delapan golongan yang berhak menerima zakat yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallafah qulubuhum, budak, orang-orang yang mempunyai hutang, orang yang berjihad di jalan Allah swt, dan orang yang sedang bepergian. Sebagaimana al-Qur’an surah At-Taubah mengatakan:

اِنَّمَاالصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّـفَةِقُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60).

Namun demikian, menurut sebagian ulama, zakat fitrah wajib diberikan hanya kepada fakir-miskin. Tentu saja, dalam konteks Indonesia pendapat ini lebih maslahat ditengah-tengah upaya pemberantasan kemiskinan.

Al-Ghazali mengatakan, bahwa miskin adalah mereka yang pengeluarannya tidak seimbang dengan pemasukannya. Artinya, pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Definisi ini senada dengan definisi yang diungkapkan ulama-ulama lain.

Dengan demikian, boleh jadi orang yang memiliki harta banyak disebut miskin karena kebutuhannya lebih besar dari harta yang tersedia. Sedangkan faqir adalah orang yang lebih parah kondisi ekonominya dibandingkan orang miskin.

Apakah zakat harus dibagikan kepada ashnaf tsamaniyah atau khusus fakir-miskin?

Menurut madzhab Syafi’i, pendistribusian zakat fitrah sama dengan pembagian zakat mal, yaitu didistribusikan kepada delapan kelompok sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an. Akan tetapi, pendapat ini ditolak oleh Ibnu Qayyim. Menurutnya, zakat fitrah itu khusus diberikan kepada fakir-miskin.

Sebab Rasulullah, Sahabat dan generasi sesudahnya tidak pernah memberikan zakat fitrah kecuali kepada fakir-miskin. Pendapat ini adalah pendapat yang lebih shahih, dan juga di dukung oleh mazhab Imam Malik dan salah salah satu riwayat dari mazhab as-Syafi’i.

ويجب صرف جميع الصدقات الى ثمانية اصناف. وهم الفقراء والمساكين والعاملون عليها، والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمون، وفي سبيل الله وابن السبيل… وقال ابو سعيد الاصطخري تصرف زكاة الفطر الى ثلاثة من الفقراء لانه قدر قليل. (الكتاب المجموع ج: 6 ص: 172)

“Wajib mendistribusikan seluruh shadaqah (zakat) kepada delapan golongan, mereka adalah; orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf, budak, orang-orang yang berhutang, orang yang berada di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Abu Said al-Ustuhkhy berkata, bahwa zakat fitrah disalurkan pada tiga orang fakir karena kadar yang sedikit.”

هل تفرق على الاصناف الثمانية؟ وهل يقتصر صرفها على الفقراء والمساكين ام تعمم على الاصناف الثمانية؟

المشهور من مذهب الشافعي:  انه يجب صرف الفطرة الى الاصناف الذين تصرف اليهم زكاة المال، وهم المذكورون في اية: انما الصدقات… الآية. وتلزم قسمتها بينهم بالسوية. وهو مذهب ابن حزم. ورد ابن القيم على هذا الرأي فقال: وكان من هديه صلى الله عليه وسلم تخصيص المساكين بهذه الصدقة، ولم يكن يقسمها على الاصناف الثمانية قبضة قبضة، ولا أمر بذلك، ولا فعله احد من اصحابه، ولا من بعدهم. بل احد القولين عندنا: انه لا يجوز اخراجها الا على المساكين خاصة. وهذا القول ارجح من القول بوجوب قسمتها على الاصناف الثمانية. وعند المالكية: انما تصرف للفقراء والمساكين، ولا تصرف يتوصل بها لبلده، بل لا تعطي الا بوصف الفقر. (فقه الزكاة، ج 2, ص 957)

Apakah zakat fitrah dibagikan pada delapan golongan? Dan apakah pendistribusian zakat fitrah hanya dicukupkan terhadap fakir dan miskin ataukah dibagikan secara merata kepada delapan golongan? Yang masyhur dalam madzhab Syafi’i; bahwasanya zakat fitrah wajib didistribusikan pada golongan yang dalam zakat mal mendapatkan bagian, sebagaimana tertera dalam ayat “innama shadaqatu” dan wajib dibagi secara merata. Ini merupakan madzhab lbnu Hazm.

Sementara Ibnu Qayyim menolak pendapat ini seraya berkata: termasuk dari petunjuk Rasulullah adalah mengkhususkan shadaqah (zakat) pada orang-orang miskin, tidak memberikan shadaqah (zakat) pada delapan golongan secara merata, tidak memerintahkan. Hal itu, tak seorang pun dari sahabat melakukannya, demikian pula orang-orang setelah sahabat.

Akan tetapi, salah satu dari dua pendapat dari kalangan kita, tidak boleh menyalurkan zakat fitrah kecuali kepada orang-orang miskin secara khusus. Pendapat ini lebih unggul orang yang mewajibkan dibandingkan perkataan pembagian zakat pada delapan golongan.

Menurut Malikiyah, zakat fitrah hanya diberikan pada fakir dan miskin, tidak boleh diberikan pada pengurus zakat dan yang lemah imannya, memerdekakan budak, orang yang berhutang, prajurit, dan ibnu sabil yang dapat sampai ke negerinya melalui zakat fitrah, bahkan zakat fitrah tidak dapat diberikan terkecuali memiliki sifat fakir.

Apakah fakir miskin tetap membayar zakat?

Apakah orang yang berhak menerima zakat fitrah juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah? Misalnya, apakah orang miskin yang berhak menerima zakat wajib membayar zakat? Lalu bagaimana jika ternyata yang dikeluarkan dan yang diterima seimbangan?

Jawabannya adalah, bahwa orang fakir-miskin tetap wajib membayar zakat fitrah dengan syarat; pertama, memiliki kelebihan kadar satu sha’ (+2 ½ kg) makanan dari yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri, keluarga dan orang yang ia tanggung nafkahnya pada hari itu. Kedua, memiliki kelebihan dari sandang, pangan, papan, dan kebutuhan pokok (primer) lainnya.

وعن ابي هريرة في زكاة الفطر: على كل حر وعبد وذكر وانثى صغير او كبير فقير او غني… وهذا من كلام ابي هريرة ولكن مثله لا يقال بالرأي. وهذه الأحاديث تدلنا على ان هذه الزكاة فريضة عامة على الرؤوس والاشخاص من المسلمين لا فرق بين حر وعبد ولا بين ذكر وانثى ولا بين صغير وكبير بل لا فرق بين غني وفقير ولا بين حضري وبدوي

شرط وجوب الفطرة على الفقير: وشرط الجمهور لإيجاب هذه الزكاة على الفقير ان يكون عنده مقدارها فاضلا عن قوته وقوت من تلزمه نفقته ليلة العيد ويومه وان يكون فاضلا عن مسكنه ومتاعه وحاجاته الاصلية. (فقه الزكاة: ج 2, ص 923)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah tentang zakat fitrah: Wajib bagi setiap orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki, dan perempuan, baik anak kecil atau orang dewasa, fakir atau kaya.

Ini merupakan pendapat Abi Hurairah, akan tetapi selain Abi Hurairah tidak memberikan komentar Hadits ini menunjukkan kepada kita, bahwa zakat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam, tanpa membedakan antara orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, antara anak kecil dan orang dewasa, bahkan antara yang kaya dan yang miskin, penduduk kota dan desa.

Sementara, syarat wajibnya zakat fitrah bagi fakir: syarat agar orang fakir dikenai kewajiban zakat menurut mayoritas ulama, adalah harus memiliki kelebihan kadar makanan untuk dirinya dan orang yang ia tanggung nafkahnya pada hari itu (hari raya Idul Fitri), memiliki kelebihan dari sandang, pangan, papan, dan kebutuhan-kebutuhan primer. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Saat Mudik Lebih Baik Puasa Atau Tidak? 

Jelang minggu terakhir puasa, Indonesia tengah diramaikan dengan arus mudik. Sebagian umat muslim, khususnya bagi kaum perantauan, mudik merupakan tradisi rutinan jelang lebaran. Lantas saat mudik lebih baik puasa atau tidak?

Mudik sendiri di Indonesia sudah membudaya, dimana orang-orang yang merantau ke kota baik untuk kerja maupun sekolah berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halaman dengan harapan bisa berkumpul dengan sanak saudara di hari Raya Idul Fitri nantinya. Namun seringkali jelang lebaran harga tiket sejumlah transportasi umum meroket jauh lebih mahal dari hari-hari biasa.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan sejumlah warga perantauan menjadi dilema akan mudik atau tidak nantinya. Untungnya sejumlah komunitas daerah ataupun lembaga sering kali menawarkan opsi mudik gratis tapi tentu saja dengan fasilitas ala kadarnya. 

Tak jarang kaum perantauan yang hanya sering kali dibuat dilema terkait agenda mudiknya. Ada yang takut di perjalanan tidak kuat berpuasa, ada yang merasa sayang kalau sampai tidak jalankan ibadah puasa Cuma perkara mudik! Nah dari kerisauan tersebut mari kita coba ulik bagaimana sih hukum puasa bagi orang-orang yang akan menempuh perjalanan mudik! 

Hukum sengaja membatal puasa saat mudik atau pulang kampung seringkali menjadi pertanyaan tiap menjelang Lebaran atau Idul Fitri. Umumnya mudik memerlukan perjalan panjang dan tentunya memakan waktu berjam-jam tak jarang membuat tubuh lelah, lapar, dan dehidrasi. 

Bahkan tak sedikit pemudik yang kemudian memilih untuk membatalkan puasanya. Imam Syafi’i berpendapat bahwa musafir boleh membatalkan puasanya jika menempuh perjalanan minimal 80 km. Kemudian Imam Hanafi jarak tempuh minimalnya adalah 5 km. Sedangkan Imam Maliki berpendapat penetapan jaraknya adalah 88 km untuk membatalkan puasa.

Salah satu ulama Indonesia KH Maman Imanul Haq Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mizan, pernah berpesan bahwa seorang musafir pada bulan Ramadhan boleh membatalkan puasanya apabila menemui kondisi-kondisi tertentu. 

Misalnya saja jika dalam suatu perjalanan (mudik) tersebut dapat membahayakan kesehatan atau mengancam keselamatan pengendara. Akan berbahaya jika pengendara atau seseorang yang dalam perjalanan tersebut mengalami dehidrasi sehingga kehilangan fokus saat menyetir. 

Atau mungkin bagi pemudik yang menggunakan transportasi umum seperti bus, karena perjalanan yang melelahkan ketika orang tersebut sakit (mabuk perjalanan) maka dibolehkan untuk batalkan puasa. Sebagaimana dalam Al Quran disebutkan :

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. 

Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah: 183).

Dari ayat di atas, sudah jelas bahwa untuk para pemudik diperbolehkan untuk membatalkan puasanya ketika benar-benar merasakan perjalanannya itu berat, tidak kuat ataupun sampai sakit, maka ia dapat mengganti puasanya di lain hari. Seorang muslim tetap harus melunasi puasa yang ia batalkan selama Ramadhan.

Akan tetapi, kalau pemudik pakai mobil yang mewah atau kendaraan yang nyaman, sejumlah ulama menyarankan untuk tetap berpuasa. Karena, dengan demikian, seseorang akan mendapat dua pahala sekaligus. 

Yakni pahala karena menjalankan kewajiban berpuasa, dan menikmati kesabaran yang diberikan Allah SWT padanya. Oleh karena itu, jika mampu maka berpuasa dalam perjalanan, dan nikmati kesabaran. Dengan begitu, semoga Allah SWT mencintai kita.

Demikian penjelasan terkait saat mudik lebih baik puasa atau tidak? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Kemenkes Sampaikan Kiat Atur Minum bagi Petugas dan Jamaah Haji

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Liliek Marhaendro Susilo menyampaikan kiat mengatur minum untuk menghindari dehidrasi serta mencegah beser bagi petugas dan jamaah haji.

“Ada caranya, tekniknya, yaitu satu menit satu teguk, sehingga dalam satu jam bisa 200 mililiter air,” kata Liliekkepada peserta Bimbingan TeknisTerintegrasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Selasa (11/4) malam.

“Kalau minumnya langsung banyak, berpotensi selalu ingin ke belakang, ke toilet, padahal jauh. Makanya, per teguk tapi sering,” katanya.

Liliek menyampaikan bahwa petugas dan jamaah haji butuh banyak minum karena cuaca Arab Saudi pada masa pelaksanaan ibadah haji tahun2023 diprakirakan panas dengan suhu hingga 48 derajat Celsius atau lebih.

Tingkat aktivitas yang tinggi dalam cuaca panas dan di antara banyak orang pada pelaksanaan ibadah haji dapat meningkatkan risiko jamaah haji mengalami gangguan kesehatan.

Dalam kondisi yang demikian, anggota jamaah yang berusia lanjut serta memiliki penyakit juga akan semakin rentan.

Oleh karena itu, pemerintah menggerakkan petugas haji untuk mengampanyekan aksi minum tanpa menunggu haus serta minum obat secara teratur bagi anggota jamaah haji dengan risiko kesehatan tinggi.

Liliek juga berpesan kepada jamaah haji untuk mengatur penggunaan energi agar bisa menunaikan ibadah haji secara optimal.

Dia menyarankan jamaah haji menghemat energi dengan mengurangi ibadah sunah selama pelaksanaan ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Liliek meminta petugas haji memantau kondisi kesehatan jamaah serta memperhatikan kondisi kesehatan anggota jamaah dalam merencanakan kegiatan.

“Kami meminta petugas kesehatan dan pembinaan pembimbing ibadah agar melihat secara hati-hati kondisi jamaah. Jangan semua jamaah diberlakukan sama dalam hal aktivitas. Sebaiknya aktivitas fisik jamaah disesuaikan misal membutuhkan kursi roda,” katanya.

Selain itu, mengingat menurut data pemerintah sekitar 70 persen dari 221 ribuan anggota jamaah haji Indonesia tahun 2023 punya risiko kesehatan, Liliek meminta petugas kesehatan minimal tiga kali sepekan memeriksa kesehatan anggota jamaah haji.

“Ada 50 (anggota) jamaah setiap kloter yang harus diperhatikan dan tiga kali seminggu dilakukan medical check up (pemeriksaan kesehatan),” katanya.

IHRAM

Ulama Nigeria Imbau Calon Jamaah tidak Berhaji dengan Utang

Seorang ulama di Nigeria, Syekh Ibrahim Yusuf, mendesak umat Islam tidak mengambil pinjaman untuk mengunjungi Tanah Suci karena bertentangan dengan perintah agama.

Dilansir di Vanguard, Ahad (16/4/2023), Syekh Yusuf mengatakan hal ini pada Kuliah Ramadhan yang diselenggarakan oleh Jaringan Wanita Muslim Profesional di Lagos.

Dalam ceramah bertajuk “Islam adalah Agama yang Lengkap”, Syekh Yusuf mengatakan tidak perlu bagi umat Islam meminjam atau mengambil pinjaman untuk menunaikan haji.

Yusuf mengatakan sudah menjadi norma di masyarakat saat ini bahwa orang ingin melakukan lebih dari kemampuannya untuk pamer. Beliau mengatakan tidak ada yang baru dalam Islam karena agama ini lengkap dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

Banyak orang mengalami tekanan di masyarakat karena mereka mengambil pinjaman dari bank keuangan mikro dan tidak dapat membayar kembali.

“Untuk beribadah kepada Allah atau pergi haji, itu jika mampu. Jangan mengambil pinjaman karena itu, ini tidak dapat diterima. Islam sebagai agama tidak mewajibkan siapa pun yang tidak mampu. Islam adalah agama yang damai dan lengkap,” ujar dia.

Ada lima rukun dalam Islam yang harus dipatuhi oleh setiap muslim, tidak ada Tuhan selain Allah, sholat lima waktu, rajin membayar zakat, berpuasa selama Ramadhan dan berhaji (Makkah). “Kunjungan ke tanah suci merupakan salah satu rukun, namun tidak wajib. Itu sukarela jika Anda memiliki biayanya, ”kata ulama itu.

Di sisi lain, ia mendesak semua Muslim yang melewatkan puasa apa pun selama Ramadhan untuk membayarnya sesuai ketentuan. “Anda dibebaskan dari puasa jika Anda sakit, musafir, hamil, ibu menyusui dan jika anda sudah lanjut usia. Anda tidak diharapkan untuk berpartisipasi dalam puasa jika Anda termasuk dalam kategori ini. Tapi, Anda harus mencari waktu di kemudian hari untuk mengganti hari-hari yang terlewatkan,” ujar dia.

Jangan memaksakan diri untuk beribadah kepada Allah. Banyak orang stres karena pinjaman. Jika Tuhan berkata kita akan pergi ke tanah suci, kita bisa melakukannya.

Allah berfirman, “Agama ini telah Kuselesaikan untukmu dengan mudah, jangan memaksakan diri,” pesannya.

Yusuf mendesak umat Islam mengabdikan diri pada shalat, sedekah dan zakat bahkan setelah Ramadhan. Ramadhan hanya setahun sekali, kita harus beribadah dan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah selama periode ini.

“Masa tersebut merupakan masa disiplin diri yang diharapkan terus dilakukan oleh setiap muslim setelah Ramadhan,” jelas dia.

IHRAM

Benarkah Malam ke-27 adalah Malam Lailatul Qadar?

Sebagian orang menyangka bahwa malam lailatul qadar adalah pada malam ke-27 berdasarkan beberapa hadits yang menyebut malam lailatul qadar adalah malam ke-27. Semisal hadits dari Sahabat Ubay bin Ka’ab.  Beliau pernah bersumpah dan berkata,

وَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

“Demi Allah aku tahu kapan malam itu, yaitu malam yang kita diperintahkan oleh Rasulullah untuk menghidupkannya, yaitu malam kedua puluh tujuh” [1]

Demikian juga hadits dari Mu’awiyah beliau menukil perkataan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟﻘَﺪْﺭِ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺳَﺒْﻊٍ ﻭﻋِﺸْﺮﻳﻦَ

“Lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh.” [2]

Beberapa dalil lainnya menunjukkan malam lailatul qadar itu secara umum ada di antara 10 malam terakhir, tidak harus malam ke-27. Semisal hadits berikut,

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التمسوها في العشر الأواخر فإن ضعف أحدكم فلا يغلبن على السبع البواقى

“Carilah di sepuluh malam terakhir, apabila tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh malam tersisa.” [3]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى

“Carilah malam lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Pada malam kedua puluh sembilan, kedua puluh tujuh, kedua puluh lima”. [4]

Kompromi dari dalil-dalil tersebut adalah malam ke-27 merupakan malam yang paling diharapkan jatuhnya malam lailatul qadar dan bisa jadi mayoritasnya ada pada malam ke-27.

Syaikh Muhammah bin Shalih Al-‘Ustaimin menjelaskan,

ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻟﻴﻠﺔ ﺳﺒﻊ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺃﺭﺟﻰ ﻣﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻓﻴﻬﺎ، ﻛﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃُﺑﻲّ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ -ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ

“Malam ke-27 adalah malam yang paling diharapkan sebagai malam lailatul qadar, sebagaimana pada hadits Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu”. [5]

Inilah pendapat pertengahan yang mengkompromikan berbagai dalil, karena malam lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnya.

Al Imam An-Nawawi berkata,

. ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﺤَﻘِّﻘُﻮﻥَ : ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﺗَﻨْﺘَﻘِﻞ ﻓَﺘَﻜُﻮﻥ ﻓِﻲ ﺳَﻨَﺔ : ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺳَﺒْﻊ ﻭَﻋِﺸْﺮِﻳﻦَ ، ﻭَﻓِﻲ ﺳَﻨَﺔ : ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺛَﻠَﺎﺙ ، ﻭَﺳَﻨَﺔ : ﻟَﻴْﻠَﺔ ﺇِﺣْﺪَﻯ ، ﻭَﻟَﻴْﻠَﺔ ﺃُﺧْﺮَﻯ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﺃَﻇْﻬَﺮ . ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺟَﻤْﻊ ﺑَﻴْﻦ ﺍﻟْﺄَﺣَﺎﺩِﻳﺚ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﻠِﻔَﺔ ﻓِﻴﻬَﺎ

“Menurut para ulama peneliti: lailatul qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnya. Terkadang pada satu tahun terjadi pada malam ke-27, terkadang pada malam ke-23, atau pada malam ke-21, atau di malam lainnya. Inilah pendapat yang lebih kuat karena mengkompromikan berbagai hadits-hadits yang ada.”[6]

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, 

ﺃﺭﺟﺢ ﺍﻷﻗﻮﺍﻝ ﺃﻧﻬﺎ ﻓﻲ ﻭﺗﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﺍﻷﺧﻴﺮﺓ ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺗﻨﺘﻘﻞ

“Pendapat terkuat bahwa lailatul qadar pada malam ganjil 10 hari terakhir dan berpindah-pindah. [7]

Demikian semoga bermanfaat.

@ Masjid MPR, Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] HR. Muslim

[2] HR. Abu Daud

[3] HR. Bukhari & Muslim

[4] HR. Bukhari

[5] Sumber:
http://www.alukah.net/sharia/0/58346/

[6] Lihat Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi

[7] Lihat Fahul Baari

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/40287-benarkah-malam-ke-27-adalah-malam-lailatul-qadar.html

Melawan Nafsu

Menjadi orang beriman dan selalu mengendalikan nafsu menjadi dambaan kita semua.

Oleh AUNUR ROFIQ

Ada ungkapan bahwa orang cerdas adalah yang menaklukkan nafsunya dan berbuat untuk kehidupan sesudah mati. Dan orang bodoh adalah yang memperturutkan nafsu pada hasrat sambil berharap kepada Allah SWT.

Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin (Peringatan bagi Orang yang Lalai) karya Abu Laits As-Samarqandi, diceritakan kisah penciptaan akal (al-aql) dan nafsu (nafsun atau nufusun). Saat penciptaan keduanya, akal menyadari sebagai hamba ciptaan-Nya dan nafsu memiliki karakter yang degil, keras, dan membangkang kepada Allah SWT.

Ingatlah selalu saat akan melakukan suatu perbuatan, apakah perbuatan ini dikerjakan karena nafsu? Jika nafsu condong ke perbuatan maksiat dan syahwatnya begitu kuat, maka bersungguh-sungguhlah mengalihkan nafsu dari perbuatan tersebut. Jika nafsu yang berhasil mengalahkan serta membelenggu pikiran dan hati, maka sungguh-sungguhlah menarik diri dan beristighfar.

Ketika nafsu menang dan melakukan perbuatan maksiat, maka segeralah melakukan tobat dan jangan menunda-nunda tobatnya.

Ketika nafsu menang dan melakukan perbuatan maksiat, maka segeralah melakukan tobat dan jangan menunda-nunda tobatnya. Bertobat dengan menyesali kelalaian untuk menaati Allah SWT, bertekad tidak mengulangi perbuatan itu pada masa mendatang, dan menyingkirkan diri dari perbuatan maksiat.

Salah satu contoh langkah Amirul Mukminin Umar bin Khattab untuk introspeksi atas perbuatannya dan berharap perbuatan selanjutnya semakin baik. Beliau melakukan introspeksi malam demi malam.

Jika seseorang itu pemimpin dan berbuat zalim pada pagi dan siang hari, hendaknya segera meminta maaf pada orang yang dizalimi, jika itu memungkinkan. Dengan introspeksi ini, seseorang yang telah berbuat salah dan dilandasi nafsu, maka hal itu bisa dihindari.

Ada empat tingkat jihad melawan hawa nafsu –menurut Syekh Izzuddin bin Abdussalam.

Pertama, mempelajari agama. Buah dari mempelajari agama adalah seseorang menjadi beriman. Sesungguhnya iman kepada Allah SWT merupakan benteng untuk melawan segala sesuatu yang berbau haram dan kemaksiatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang pezina berzina ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, mengamalkan ilmu. Nafsu itu jika dilakukan pada tempat yang halal, maka pahala buahnya, dan juga sebaliknya. Untuk bisa mengetahui agar nafsu pada tempat halal adalah dengan ilmu.

Ketiga, mengajarkan orang yang tidak tahu. Memang bagi seorang hamba yang tidak banyak tahu akan sulit membedakan langkahnya apakah didorong oleh hawa nafsu atau tidak?

Keempat, menyeru untuk mengesakan Tuhan. Nafsu merupakan musuh terbesar, karena ia ada dalam diri dan selalu mendapatkan bisikan setan. Hal ini seperti diungkap dalam hadis.

Abu Malik Al Asyari meriwayatkan sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di antara lambungmu, anakmu yang keluar dari tulang rusukmu, istrimu yang kamu gauli, dan sesuatu yang kamu miliki.” (HR al-Baihaqi).

Mengendalikan hawa nafsu dapat kita lakukan, di antaranya dengan hal berikut.

Pertama, berpuasa. Dengan menjalankan puasa, wajib ataupun sunnah, maka seseorang juga berlatih untuk mengatur hawa nafsunya. Puasa akan membuat seseorang menjadi terlindungi dari kerusakan akibat nafsu syahwat.

Dalam firman Allah SWT pada surah al-Baqarah ayat 183, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaima diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Kedua langkah ini cukup efektif untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita akan terhindar dari perbuatan maksiat.

Kedua, perbanyak istighfar. Dengan naiknya nafsu syahwat, maka setan akan semakin menggoda manusia untuk melampiaskan nafsu tersebut kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satunya adalah berbuat zina.

Untuk itu, agar tidak mudah tergoda oleh godaan setan yang terkutuk, perbanyaklah membaca istighfar agar senantiasa ingat dengan-Nya. Dalam surah al-A’raf ayat 200 yang artinya, ”Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Kedua langkah ini cukup efektif untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita akan terhindar dari perbuatan maksiat. Setan selalu merongrong dan berkawan dengan nafsu. Saat setan putus asa menggoda orang yang tobat untuk melakukan maksiat nyata, maka ia akan menggodanya untuk melakukan maksiat yang samar yang tidak disadari.

Setan mempunyai sifat selalu berjuang mengajak agar ia mendapatkan kawan di neraka. Saat kita terlintas suatu kebaikan, jangan terburu-buru menyegerakan hingga tahu betul apakah hal itu termasuk perbuatan yang harus disegerakan atau diakhirkan atau ditengahkan oleh Allah SWT.

Jika hal itu mesti disegerakan, maka hendaknya perbuatan itu benar-benar ikhlas dan hanya mengharap Allah SWT.

Ingatlah bahwa setan mendorong sedemikian rupa agar nafsu mendapatkan kenikmatan dan syahwat dunia. Setan merupakan musuh manusia.

Adapun yang meringankan dari bisikan setan adalah dengan membandingkan kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat. Masalahnya, jika seseorang yang tidak beriman pastinya tidak akan bisa merasakan nikmat yang kekal di akhirat.

Bagi orang yang berakal tidak mengutamakan sesuatu yang rendah, sedikit, lagi fana di atas sesuatu yang melimpah lagi kekal. Oleh karena itu menjadi orang beriman dan selalu mengendalikan nafsu menjadi dambaan kita semua.

Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, sehingga bisa mengendalikan hawa nafsu dan lebih mengutamakan bekal akhirat daripada tergoda kenikmatan dunia.

REPUBLIKA

Ibadiyah: Khawarij Moderat yang Eksis

Ibadiyah adalah sempalan khawarij modern, sempalan minoritas dalam Islam yang sampai sekarang masih eksis. Bagaimana sejarahnya?

SEKTE Ibadiyah adalah sempalan dari Khawarij yang muncul di masa Khalifah Utsman bin Affan RA. Pendirinya bernama Jabir bin Zaid, murid Abdullah bin Abbas RA dan ‘Aisyah RA, istri Nabi Muhammad ﷺ.

Namanya mengacu kepada Abdullah bin Ibad, penerus Jabir. Pada masa itu, Jabir termasuk orang yang menolak Utsman karena dianggap telah melakukan kesalahan besar.

Namun penolakannya berbeda dengan kelompok Khawarij lainnya yang sampai taraf menghalalkan darah Utsman. Jabir tidak setuju dengan sikap seperti itu.

Secara umum, Khawarij menyebut dirinya sebagai ahl al-istiqama (orang-orang yang tetap berada di jalan lurus). Penamaan ini muncul akibat ketidaksetujuan terhadap perjanjian damai antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyyah.

Mereka menyingkir dari konflik keduanya, sehingga mengklaim sebagai satu-satunya kelompok yang lurus. Sementara pihak Ali dan Muawiyyah dinilai sesat.

Meski menolak kedua Sahabat itu, sekte Ibadiyah masih memandang keduanya sebagai Muslim. Ini berbeda dengan Khawarij lainnya seperti al-Muhakkimat yang memvonis keduanya kafir.

Pada masa Umayyah, Ibadi mendapat dukungan penuh karena dianggap sebagai kelompok Khawarij moderat. Pemikirannya dapat digunakan untuk meng-counter Khawarij garis keras. (Imam as-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, hal 120).

Pada masa itu, penganut Ibadi leluasa mengamalkan praktik keagamaannya. Namun setelah Jabir meninggal, tidak ada tokoh Ibadi yang dianggap pro terhadap Dinasti Umayyah.

Penerus Jabir, Abdullah bin Ibad, malah memberontak kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan, khalifah kelima Dinasti Umayyah. Akibatnya, mereka diusir dan lari ke Oman, Hadramaut (Yaman), Zanzibar (Afrika), dan Khurasan.

Beberapa Pandangan

Dalam masalah teologi, aliran Ibadi banyak dipengaruhi Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT tidak dapat dilihat di akhirat.

Ini berbeda dengan pemahaman mayoritas umat Islam (Sunni) bahwa Allah bisa dilihat di akhirat. Pengaruh Mu’tazilah yang lain dalam Ibadi yaitu keyakinan bahwa  seseorang akan kekal di neraka, meski dia Muslim. (Adil Salahi, Pioneer of Islamic Scholarship, hal 147).

Sedangkan Sunni berpendapat bahwa orang Muslim yang masuk neraka, dengan izin Allah SWT bisa dipindah ke surga.

Namun ada hal yang membedakan Ibadi dan Mu’tazilah, yaitu tentang kehendak Allah SWT. Mu’tazilah berpendapat bahwa kehendak manusia bersifat bebas, sedangkan Ibadi berpendapat Allah adalah Pencipta dan Pengatur semua tindakan manusia. Ini sama dengan pendapat Sunni.

Berkaitan dengan dosa besar, Ibadi berbeda dengan kelompok Khawarij pada umumnya. Khawarij memandang pelaku dosa besar menyebabkannya keluar dari Islam, sedangkan Ibadi membagi manusia ke dalam dua golongan yaitu kufur nikmat dan kufur syirik.

Kufur nikmat yaitu orang Muslim yang tidak mengikuti aliran Ibadi. Mereka dianggap mengingkari nikmat.

Dengan kata lain, orang Islam yang menyalahi ajaran Ibadi dihukumi kafir, tapi bukan kafir musyrik. Karena itu masih diperbolehkan mengawini wanita kelompoknya, boleh saling mewarisi, dan tidak boleh diperangi.

Sedangkan kufur syirik ditujukan kepada kaum non-Muslim yang tidak beriman dan berislam.

Ibadi juga tidak mewajibkan shalat Jumat. Kewajiban tersebut dinilai hanya berlaku di kota-kota besar yang terjamin nilai-nilai keadilan.

Selain itu, tidak adanya imam dari Ibadi yang memimpin shalat Jumat juga menjadi alasan. Imam dari kelompok lain yang menyampaikan khutbah Jumat dianggap sebagai Muslim kaki tangan penguasa tiran.

Dalam masalah sumber hukum, Ibadi memiliki perbedaan dengan Sunni. Sumber hukum Sunni ada empat, yaitu al-Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas. Sementara Ibadi hanya menggunakan tiga sumber pertama, sedangkan qiyas dianggap bid’ah.

Kitab hadits Ibadi banyak diambil dari periwayatan Jabir bin Zaid yang juga diakui oleh para perawi Sunni. Kitab haditsnya yang terkenal adalah Musnad ar-Rabi ibn Habib, sebagaimana yang disusun kembali oleh Abu Ya’qub Yusuf bin Ibrahim al-Warijlani.

Isi kitab tersebut sebagian besar sama dengan kitab hadits Sunni. Namun ada beberapa isinya yang tidak dikenal oleh ulama Sunni, kemungkinan besar karena penisbatan secara khusus kepada jalur Ibadi.

Metode menentukan keshahihan Hadits secara umum sama dengan metode ulama Sunni. Hanya saja mereka berpendapat bahwa beberapa hadits diubah setelah masa kekuasaan dua khalifah pertama.

Dalam istinbath hukum, kaum Ibadi agak longgar. Misalnya tidak menerapkan hukuman rajam, karena hukum tersebut tidak tercantum dalam al-Qur’an.

Ini berbeda dengan Sunni dan Syiah yang mengakui dan memberlakukan hukum rajam.

Perkembangan

Secara resmi, aliran ini digunakan oleh Pemerintah Oman. Sultan Qaboos bin Said al-Said yang menjadi penguasa Oman sejak tahun 1970 dan menjadi pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah, adalah pengikut sekte Ibadiyah.

Penganut Ibadi di Oman mencapai 75%. Selebihnya ada di Zanzibar, Tanzania, pegunungan Nafusa di Libya, Mzab di Aljazair, dan Pulau Djerba di Tunisia.

Ibadiyah dewasa ini punya cukup banyak tokoh yang popular. Misalnya Ahmad bin Hamad al-Halili, Moufdi Zakaria, Sulaiman al-Barouni, dan Nouri Abusahmain.

Meski berasal dari Khawarij yang senang mengkafirkan kelompok lain, kaum Ibadi mementingkan ukhuwah Islamiyah daripada bermusuhan karena perbedaan mahzab atau aliran. Ini tidak lepas dari keyakinan mereka bahwa kebenaran sebuah hukum hanya Allah SWT yang menentukan.

Hasilnya, Oman diakui sebagai negara yang sangat kuat dalam memelihara hubungan harmonis antar mazhab. Oman juga dikenal toleran dalam hubungan Muslim dengan non-Muslim.

Meski Ibadiyah menjadi mazhab resmi Kesultanan Oman, ada banyak kelompok Islam dan agama yang hidup di negeri tersebut. Karena itu tidak mengherankan jika Global Peace Index menempatkan Oman sebagai salah satu negara yang damai, toleran, dan ramah dengan aneka ragam aliran dan agama.*/Bahrul Ulum, artikel pernah dimuat di Suara Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Haji Ramah Lansia, Kemenag Ingatkan Petugas Dua Hal Ini

Tema Haji Ramah Lansia menjadi hal utama yang diusung Kementerian Agama (Kemenag) dalam pelaksanaan haji tahun ini. Tema tersebut diambil mengingat jumlah jamaah lanjut usia (lansia) mencapai 30 persen dari keseluruhan.

Sekretaris Jenderal Kemenag Nizar Ali menegaskan tema Haji Ramah Lansia ini tidak sebatas menjadi slogan. Menurutnya, layanan terhadap lansia dapat diwujudkan dalam layanan nyata di lapangan.

“Meski ada petugas layanan lansia, namun harus ditekankan semua petugas pada dasarnya adalah petugas ramah lansia,” Ujar Nizar dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Senin (17/4/2023).

Terkait dengan tema tersebut, Nizar pun mengatakan para petugas harus memperhatikan dua hal utama. Pertama, tersedianya sarana prasarana serta fasilitas penyelenggaraan ibadah haji, yang mendukung kebutuhan serta memenuhi hak lanjut usia.

Selanjutnya, perlindungan dan pendampingan jamaah haji lansia yang mengalami keterbatasan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi.

Setelah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Terintegrasi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, ia berharap para petugas dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Para petugas diminta mendalami lebih jauh dan mencari informasi-informasi penting, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas di lapangan nanti.

Tidak hanya itu, melalui bimtek itu juga ia berharap komitmen layanan petugas yang dibangun secara bersama-sama dan sudah menjadi komitmen layanan PPIH Arab Saudi tahun 1444H/2023M, dapat dilaksanakan dengan baik selama bertugas di Arab Saudi.

Senada dengan Nizar, Direktur Bina Haji Arsad Hidayat menyampaikan petugas mempunyai tugas yang berat untuk mempertahankan prestasi atas indeks pelayanan tahun lalu dengan nilai yang cukup tinggi. “Alhamdulillah selama mengikuti bimtek, para petugas telah menunjukkan progres pemahaman terhadap semua layanan dan artinya susah siap melayani jemaah,” kata Arsad. 

IHRAM

Meninggal di Bulan Ramadhan, Apakah Langsung Masuk Surga?

Di antara yang sering dijadikan pertanyaan masyarakat ialah meninggal di bulan Ramadhan, apakah langsung masuk surga? Pasalnya, masuk surga merupakan cita-cita setiap muslim, hatta orang yang tidak terlalu saleh pun juga mendambakannya.

Semuanya berbondong-bondong mengamalkan ibadah agar bisa masuk surga, hanya saja perlu diketahui bahwasanya amal ibadah merupakan kunci untuk mengetuk anugerah Allah untuk masuk surga. 

Meninggal di Bulan Ramadhan, Langsung Masuk Surga?

Beredar di kalangan masyarakat terkait keutamaan meninggal di hari-hari tertentu, apakah yang demikian ini benar adanya? Imam al-Suyuthi memiliki karya khusus terkait kematian, dalam salah satu sub bahasannya, beliau mengamini opini yang beredar di masyarakat. Dalam bab waktu yang bagus untuk meninggal, beliau meriwayatkan beberapa hadis. Antara lain;

وَأخرج أَبُو نعيم عَن إِبْنِ مَسْعُود قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من وَافق مَوته عِنْد إنقضاء رَمَضَان دخل الْجنَّة وَمن وَافق مَوته عِنْد إنقضاء عَرَفَة دخل الْجنَّة وَمن وَافق مَوته عِنْد إنقضاء صَدَقَة دخل الْجنَّة

“Abu Nu’aim meriwayatkan bahwasanya Abdullah Bin Masud mendengar Rasulullah SAW bersabda barangsiapa yang meninggal di penghujung bulan Ramadhan, hari Arafah, dan saat bersedekah, niscaya ia akan masuk surga”

وَأخرج أَحْمد عَن حُذَيْفَة قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من قَالَ لَا إِلَه إِلَّا الله إبتغاء وَجه الله ختم لَهُ بهَا دخل الْجنَّة وَمن صَامَ يَوْمًا إبتغاء وَجه الله ختم لَهُ بِهِ دخل الْجنَّة وَمن تصدق بِصَدقَة إبتغاء وَجه الله ختم لَهُ بهَا دخل الْجنَّة

” Imam Ahmad meriwayatkan dari hudzaifah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda barangsiapa yang mengucapkan kalimat tahlil di akhir hayatnya niscaya ia akan masuk surga dan barang siapa yang Meninggal saat bersedekah niscaya ia juga masuk surga”.

وَأخرج الديلمي عَن عَائِشَة رَضِي الله عَنْهَا قَالَ قَالَت رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من مَاتَ صَائِما أوجب الله لَهُ الصّيام إِلَى يَوْم الْقِيَامَة

Addailami meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah bahwasanya Rasulullah bersabda barangsiapa yang meninggal saat berpuasa, niscaya Allah akan mengijabahinya hingga hari kiamat. 

وَأخرج أَبُو نعيم عَن جَابر قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من مَاتَ لَيْلَة الْجُمُعَة أَو يَوْم الْجُمُعَة أجِير من عَذَاب الْقَبْر وَجَاء يَوْم الْقِيَامَة وَعَلِيهِ طَابع الشُّهَدَاء

Abu nuaim meriwayatkan dari Jabir bahwasanya Rasulullah SAW bersabda bareng siapa yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat niscaya ia akan selamat dari azab kubur. Dan ia di hari kiamat akan mendapat stempel sebagai orang yang syahid. 

وَأخرج حميد فِي ترغيبه من طَرِيق سعد بن طريف عَن أبي جَعْفَر قَالَ لَيْلَة الْجُمُعَة غراء ويومها يَوْم أَزْهَر من مَاتَ لَيْلَة الْجُمُعَة كتب الله لَهُ بَرَاءَة من عَذَاب الْقَبْر وَمن مَاتَ يَوْم الْجُمُعَة أعتق من النَّار

Syekh Hamid dalam kitabnya yang berjudul at tarhib meriwayatkan sebuah hadis dari jalur Saad Bin Thariq yang bersumber dari Abu Ja’far bahwasanya barangsiapa yang meninggal pada malam Jumat maka Allah akan menyelamatkannya dari azab kubur dan barang siapa yang meninggal di hari Jumat niscaya Allah akan membebaskannya dari api neraka. 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya meninggal dalam beberapa waktu tertentu bisa menjadi modal menuju surga, keterangan ini disarikan dari  karyanya Imam Al-Suyuthi yang berjudul Syarh al-Shudur bi Syarh hal al-Mauta wa al-Quburhalaman 306.

Demikian penjelasan terkait meninggal di bulan Ramadhan, apakah langsung masuk surga?Semoga bermanfaat, Wallahu A’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH