Kriteria Isthita’ah Kesehatan Jadi Perhatian Persiapan Haji Tahun Depan

Tidak ada kuota pendamping lansia tahun depan

Kerajaan Arab Saudi telah mengumumkan kuota haji Indonesia 2024 sebanyak 221 ribu jamaah. Seiring dengan itu, pemerintah Indonesia pun mulai mempersiapkan diri.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah kriteria istitha’ah dan pendamping jamaah lanjut usia (lansia). Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan kebijakannya kemungkinan masih akan sama.

Tahun depan, tidak ada kuota untuk pendamping lansia. Sebab, hal itu akan mengganggu sistem antrean dan merugikan jamaah lainnya, mengingat jumlah lansia tidak sedikit. 

“Kalau pendamping kita masukkan, antreannya pasti yang seharusnya berangkat akan tergeser, karena diambil kuotanya oleh pendamping ini. Tentu kita tidak ingin itu terjadi. Kita inginnya supaya jamaah ini bisa berangkat beribadah dengan cara-cara yang berkeadilan. Adil dalam terjemahan kami ya seperti itu,” ucap Menag dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Sabtu (8/7/2023).

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini juga menilai bahwa tidak semua lansia tidak masuk dalam kategori istitha’ah. Ada banyak jamaah berusia di atas 90 tahun yang kondisinya masih segar bugar

Artinya, ukuran kriteria yang dilihat bukan dari usia, tapi istitha’ah kesehatan. Dia menyebut hal ini juga akan didiskusikan dengan Komisi VIII DPR.

“Kemarin waktu bertemu DPR sebelum puncak haji, sudah saya sampaikan, bagaimana kalau kita berusaha mengubah peraturan agar istitha’ah kesehatan ini dijadikan syarat,” lanjut dia.

Saat ini, proses yang berjalan disebut terbalik, yaitu pelunasan dulu baru pengecekan kesehatan. Sehingga, mau tidak mau kalau jamaah sudah melunasi harus diberangkatkan.

Ke depan, Kementerian Agama (Kemenag) disebut berharap agar dibuat aturan untuk hal ini. Bagi jamaah yang dinyatakan sudah memenuhi istitha’ah kesehatan, baru kemudian berhak melakukan pelunasan.

“Meskipun ini tentu juga ada tantangannya yang tidak mudah, waktunya juga pasti diperlukan lebih panjang. Tapi kita akan terus berikhtiar agar pelayanan kepada jamaah ini menjadi terus lebih baik ya dan jamaah menjadi lebih nyaman,” kata Gus Men, panggilan akrabnya.

Baca juga: Jalan Hidayah Mualaf Yusuf tak Terduga, Menjatuhkan Buku Biografi Rasulullah SAW di Toko

Terkait kuota tambahan, dia pun berharap agar tahun depan tetap ada. Sebab, kuota tambahan juga akan memperpendek antrean haji.

“Saya sudah sampaikan itu ke Menteri Haji. Tapi kata Pak Menteri Haji waktu itu, ya kita lihat dulu proses kuota penuhnya ini. Kalau kita bisa memenuhi, kita akan bicarakan,” ujar dia.

Penyelenggaran ibadah haji 1444 H/2023 M dijadwalkan akan berakhir pada 3 Agustus 2023, seiring mendaratnya kloter terakhir jamaah haji di Tanah Air. Saat ini secara bertahap jamaah telah kembali ke Indonesia. 

IHRAM

Fatwa Ulama: Nasihat untuk Mereka yang Kembali dari Ibadah Haji

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatus syekh, apakah yang hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang telah diberikan taufik oleh Allah Ta’ala untuk menyempurnakan rangkaian ibadah haji mereka, baik berupa haji dan umrah? Apa yang hendaknya mereka kerjakan setelah itu?

Jawaban:

Yang hendaknya dilakukan olehnya dan juga orang-orang selain mereka yang telah diberikan nikmat untuk beribadah kepada-Nya adalah untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala atas taufik yang diberikan sehingga dapat menunaikan ibadah tersebut. Dan hendaknya dia berdoa kepada Allah Ta’ala agar ibadah hajinya diterima. Dia hendaknya mengetahui bahwa taufik yang Allah Ta’ala berikan kepadanya untuk dapat menunaikan ibadah tersebut adalah suatu nikmat yang patut untuk disyukuri.

Jika dia bersyukur kepada Allah Ta’ala dan berdoa kepada Allah agar ibadahnya diterima, maka ibadahnya tersebut layak diterima. Hal ini karena sesungguhnya jika seseorang mendapatkan taufik untuk berdoa, maka dia layak untuk dikabulkan doanya. Jika dia mendapatkan taufik untuk beribadah, maka ibadahnya layak diterima. Hendaknya dia penuh semangat untuk menjauhkan diri dari amal perbuatan yang buruk setelah Allah Ta’ala berikan anugerah untuk menghapusnya.

Karena sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ

“Haji mabrur, tidak ada balasan untuknya, kecuali surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Salat lima waktu, salat Jumat ke Jumat berikutnya, dan puasa Ramadan ke puasa Ramadan berikutnya adalah penghapus dosa di antaranya, selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا

Umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)

Ini adalah tugas (kewajiban) setiap orang yang Allah Ta’ala berikan nikmat untuk mendirikan ibadah, yaitu bersyukur kepada Allah dan berdoa agar ibadahnya tersebut diterima.

Pertanyaan:

Fadhilatus syekh, apa nasihatmu bagi orang yang sudah selesai menunaikan ibadah haji?

Jawaban:

Nasihatku untuknya, untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam menunaikan kewajiban ibadah yang lainnya, seperti salat, zakat, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada sesama manusia dan hewan, dan perintah Allah yang lainnya. Semua itu diringkas dalam firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An-Nahl: 90-91)

Baca juga: Selepas Haji, Apa yang Harus Kita Lakukan?

***

@Rumah Kasongan, 17 Dzulhijjah 1444/ 6 Juli 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadaat, hal. 464-465 dan 468, pertanyaan no. 318 dan 322.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86162-nasihat-untuk-mereka-yang-kembali-dari-ibadah-haji.html

Jangan Lupakan Kebaikan Orang Lain

Pada artikel sebelumnya, telah dibahas tentang anjuran untuk bersyukur kepada manusia. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.(HR. Abu Dawud no. 2970, Ahmad no. 7926 dengan isnad sahih, lihat Ash-Shahih no. 417)

Agar kita terdorong untuk mudah bersyukur pada sesama, berikut akan disampaikan dua kisah betapa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wassallam sangat pandai bersyukur kepada manusia dan tidak mudah melupakan kebaikan-kebaikan yang telah diberikan orang lain.

Kisah jasa Mut’im bin ‘Adiy

Mut’im bin ‘Adiy adalah kafir Quraisy yang menolong Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dan keluarga-keluarga beliau dari embargo di Makkah. Ketika itu, Bani Hasyim dan Bani Muthalib (beliau dan keluarga) diboikot dan dikucilkan, tidak boleh ada transaksi ekonomi, dilarang dipasok makanan. Bahkan, terkadang beliau hanya memakan dedaunan. Embargo ini pun berjalan hingga tiga tahun lamanya. Akhirnya Mut’im bin ‘Adiy menyelamatkan Bani Hasyim dengan merobek surat kesepakatan boikot yang digantungkan di Ka’bah.

Jasa Mut’im bin ‘Adiy yang kedua kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam adalah ketika Nabi terusir dari Makkah dan berdakwah di Tha’if dengan harapan dakwah di sana diterima. Ternyata di Tha’if malah mengalami penolakan. Bahkan, beliau dilempari dengan batu hingga berdarah-darah. Beliau pun pulang dengan kondisi sangat sedih dan khawatir jika pulang ke Makkah diusir dan disiksa kembali. Kemudian karena didorong rasa persaudaraan kepada sesama orang Quraisy, beliau memberikan perlindungan kepada Nabi untuk kembali ke Makkah.

Tatkala terjadi perang Badar dan kaum muslimin menang, saat itu berhasil menawan 70 pembesar kafir Quraisy di kota Madinah. Ketika itu belum ada kebijakan terkait tawanan perang, apakah dibunuh atau meminta tebusan. Kemudian Nabi teringat dengan kebaikan Mut’im bin ‘Adiy setelah bertahun-tahun lalu dan Nabi belum bisa membalas jasa Mut’im bin ‘Adiy karena sudah meninggal. Kemudian beliau bersabda di hadapan kaum muslimin dan orang-orang Quraisy,

لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ

“Andai saja Mut’im bin ‘Adiy masih hidup, lalu ia berbicara sesuatu (memberikan kebijakan) tentang orang-orang jahat (musuh-musuh Allah) ini untuk mengampuni atau mengasihani mereka, maka akan aku bebaskan mereka untuknya.” (HR. Bukhari)

Kisah kebaikan Utsman bin Thalhah

Ketika Ummu Salamah berhijrah bersama anaknya menyusul Abu Salamah dari Makkah ke Madinah, Utsman bin Thalhah (orang kafir Quraisy dari Bani Syaibah) ketika melihat mereka, terketuk belas kasihan di hatinya. Dia pun mengantarkan Ummu Salamah dan anaknya ke Madinah untuk memberikan perlindungan. Sesampainya di Madinah beberapa tahun setelahnya, meninggallah Abu Salamah. Kemudian Ummu Salamah diperistri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam pun juga tahu bahwa Ummu Salamah pernah diantarkan Utsman bin Thalhah hijrah ke Madinah. Setelah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah), maka orang-orang berebut untuk memegang kunci Ka’bah. Di antara yang meminta kunci tersebut adalah paman Nabi, Al-Abbas dan sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam tidak memberikannya dan meminta paman beliau untuk mengurus zam-zam.

Setelah Ka’bah dibersihkan dari berhala-berhala, Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam berdiri di depan pintu Ka’bah dan berkhotbah,

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، ‌صَدَقَ ‌وَعْدَهُ، ‌وَنَصَرَ ‌عَبْدَهُ، ‌وَهَزَمَ ‌الْأَحْزَابَ ‌وَحْدَهُ، أَلَا إِنَّ كُلَّ مَأْثُرَةٍ تُعَدُّ وَتُدَّعَى، وَدَمٍ وَمَالٍ تَحْتَ قَدَمَيَّ هَاتَيْنِ إِلَّا سِدَانَةَ الْبَيْتِ، أَوْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ…

“Tiada Tuhan yang berhak disembah, selain Allah. Dia telah menepati janji-Nya, memenangkan hamba-Nya, dan menaklukkan pasukan sekutu dengan sendiri-Nya. Ketahuilah, seluruh kemuliaan yang dipersiapkan dan diklaim, darah, dan kekayaan,berada di bawah kedua kakiku ini, kecuali wewenang sidanah (perawat Ka’bah) dan siqayah (pemberi minuman kepada jamaah haji)…”  (HR. Abu Dawud no. 4547, shahih https://dorar.net/hadith/sharh/117424)

Ternyata, Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam tidak lupa akan kebaikan Utsman bin Thalhah terhadap istri beliau. Beliau pun mencari Utsman bin Thalhah (yang masuk Islam setelah Fathu Makkah) untuk menyerahkan kunci Ka’bah kepada Utsman bin Thalhah (yang merupakan keturunan Bani Syaibah). Dan sampai sekarang, yang memegang kunci Ka’bah bukan pihak kerajaan, melainkan keturunan Bani Syaibah.

Allah Ta’ala berfirman mengenai peristiwa pemberian amanah sebagai juru kunci Ka’bah ini,

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)

Jangan mudah melupakan

Hendaknya terhadap kebaikan orang lain jangan mudah lupa dan terhadap kebaikan diri sendiri hendaknya segera dilupakan. Pandai-pandailah membalas dan mengingat kebaikan (jasa) orang lain.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

“Dan janganlah kamu melupakan kebaikan di antara kamu.” (QS. Al-Baqarah: 237)

Masuk neraka karena lupa kebaikan suami

Allah Ta’ala bahkan murka kepada orang-orang yang mudah melupakan kebaikan. Sebagaimana para istri yang apabila mudah melupakan banyak kebaikan suaminya hanya karena satu atau dua kesalahan yang diperbuat suaminya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أكْثَرُ أهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قيلَ: أيَكْفُرْنَ باللهِ ؟ قالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، ويَكْفُرْنَ الإحْسَانَ، لو أحْسَنْتَ إلى إحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شيئًا، قالَتْ: ما رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Aku pernah diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah para wanita, karena mereka sering berbuat kufur.” Beliau ditanya, “Apakah mereka berbuat kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka mengingkari pemberian dan kebaikan (suami). Bilamana engkau (suami) berbuat baik kepada salah seorang dari mereka (istri) sepanjang masa, kemudian ia melihat satu kesalahan saja darimu, ia akan mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat kebaikan sedikit pun darimu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga tulisan yang sedikit ini menjadi motivasi utama bagi kita untuk lebih pandai berterima kasih kepada sesama dan tidak mudah melupakan kebaikan-kebaikan yang telah diberikan orang lain.

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85375-jangan-lupakan-kebaikan-orang-lain.html

14.100 Alquran Dibagikan ke Jamaah Haji

Arab Saudi terus membagikan Alquran untuk jamaah haji.

Kementerian Urusan Islam Bagikan Lebih dari 14 ribu Salinan Alquran Kepada Jamaah yang Berangkat di Bandara King Abdulaziz.

Dilansir dari laman Riyadh Daily belum lama ini Kementerian Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan terus mendistribusikan Alquran diberikan oleh Penjaga Dua Masjid Suci, kepada jamaah yang berangkat dari Bandara King Abdulaziz di Jeddah. Ini dibagikan setelah menyelesaikan ritual haji.

Hingga hari ini, total 14.100 eksemplar telah didistribusikan semenjak dimulainya proses distribusi. Rata-rata, 8.740 eksemplar didistribusikan setiap hari, yang mencakup interpretasi Ayat Suci dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Indonesia, Urdu, Jerman, Persia, Turki, Malayalam, dan Bengali.

Setibanya di Bandara King Abdulaziz, jemaah haji yang berangkat menyatakan kegembiraan dan rasa terima kasih karena telah menyelesaikan manasik haji di lingkungan yang menggembirakan secara spiritual. Mereka juga memanjatkan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta\’ala untuk membalas Penjaga Dua Masjid Suci dan Putra Mahkota.

Di samping itu, para pemimpin dunia Muslim dan kepala organisasi Islam memuji Arab Saudi dan kepemimpinannya atas keberhasilan menyelesaikan haji tahun ini.

Liga Dunia Muslim (MWL) mengucapkan selamat kepada Kerajaan, di bawah kepemimpinan Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman dan Mohammed bin Salman, Putra Mahkota dan Perdana Menteri, atas keberhasilan musim haji.

Sumber:

http://alriyadhdaily.com/article/2b7064ef8da04c7b823c615386071185

Khutbah Jumat: Tiga Cara Mengenal Allah ﷻ

Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Allah, Tuhannya, sehingga ia akan sadar hanyalah seorang hamba terbatas dan semua urusanada dalam genggaman Allah, inilah petikan Khutbah Jumat

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Hidayatullah.com | KITA bisa belajar dari proses mengenal Allah SWT yang dilalui oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau sosok yang kritis dalam mencari kebenaran. Tidak mudah larut dan luluh dengan zaman dan lingkungan di sekitarnya. Inilah petikan lengkah naskah khutbah Jumat kali ini.

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Kewajiban pertama bagi setiap manusia adalah mengenal siapa Tuhannya dengan sebaik-baiknya, dengan seyakin-yakinnya, dan dengan sebenar-benarnya. Untuk mencapainya kita harus menempuh jalan yang bisa mengantarkan kita kepada pengenalan Allah SWT.

Jalan yang kita tempuh haruslah jalan yang benar. Sebab jalan yang salah  akan membawa diri kita kepada pengenalan yang berisi dugaan, sangkaan, dan menuruti hawa nafsu, bukan berdasarkan iman. Jika ini yang terjadi maka akan berakhir dengan keragu-raguan bahkan kekufuran.

Kita bisa belajar dari proses mengenal Allah SWT yang dilalui oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau sosok yang kritis dalam mencari kebenaran. Tidak mudah larut dan luluh dengan zaman dan lingkungan di sekitarnya, justru beliau pandai memisahkan mana yang haq (benar) dan mana yang bathil (salah), untuk selanjutnya beliau memilih yang haq dan menjauhi yang bathil.

Kisah beliau ini bisa kita petik dari peristiwa saat beliau mencari Tuhan yang diceritakan Al-Quran Surat Al-An’am ayat 74-79. Yakni ketika Nabi Ibrahim mempertanyakan kepada ayahnya, Azar, dengan mengatakan: “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?”

Demikian pula ketika Ibrahim melihat bintang lalu berkata, “Inilah tuhanku,” tapi ia juga tidak suka ketika bintang itu terbenam. Kemudian saat melihat matahari terbit, ia berkata, “Inilah tuhanku,” namun ia tidak suka saat matahari itu tenggelam. Sampai akhirnya ia menemukan Tuhan Allah yang haq.

Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Ada tiga jalan yang harus kita tempuh untuk mengenal Allah SWT. Mengutip dari Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dalam bukunya al-Ajwibah al-Ghaliyah fii ‘Aqiidah al-Firqah an-Naajiyah, cara mengenal Allah yang pertama adalah dengan menyimak apa yang telah Allah SWT beritakan tentang nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang sempurna di dalam kitab-Nya serta melalui lisan para Rasul-Nya.

Dalam hal ini, kita bisa membaca firman Allah SWT dalam Surat Al-Hasyr ayat 22-24:

    هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَٰلِمُ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ۖ هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

    هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْمَلِكُ ٱلْقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلْمُؤْمِنُ ٱلْمُهَيْمِنُ ٱلْعَزِيزُ ٱلْجَبَّارُ ٱلْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Surat Al-Hasyr ayat 22-24).

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasul ﷺ bersabda :

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allah memiliki 99 asma, siapa yang menghafalnya (memahami, mengamalkan, dan berdoa dengannya), akan dimasukkan ke dalam surga…..” (HR. Bukhari-Muslim).

Asma Allah itu yang kita kenal dengan istilah Asmaul Husna.

Cara pertama ini harus kita tempuh untuk mengenal Allah SWT agar iman dan akidah kita tetap kuat dan tidak mudah goyah oleh berbagai aliran keyakinan yang batil.

Kedua, masih kata Habib Zain bin Sumaith, adalah dengan mengfungsikan akal pikiran. Artinya, kita renungkan alam raya dan ciptaan-ciptaan Allah yang terbentang di seantero dunia.

Setelah itu, kita ambil sebagai pelajaran dan dalil atau bukti tentang Zat yang Maha Menciptakan, tidak lain dan tidak bukan adalah Allah.

Ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhluk-Nya yang ada di bumi serta di langit adalah bukti nyata atas ketuhanan-Nya dan menegaskan ke-Esaan-Nya. Imam Abu Hanifah dalam sebuah dialog dengan orang-orang Atheis pernah bertanya, “Apakah masuk akal, sebuah kapal meluncur di permukaan laut yang dalam, diterpa gelombang dahsyat dan angin kencang, sedangkan kapal tetap berjalan lurus tanpa nakhoda?”

Orang-orang Atheis itu menjawab, “Tidak, tidak dapat diterima akal.” Imam Abu Hanifah berkata, “Apabila hal itu tidak dapat diterima akal, maka bagaimana mungkin alam raya yang membentang atas dan bawah beserta kondisi yang beraneka ragam ini tanpa ada yang membuat!”

Mahabenar Allah SWT yang berfirman:

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (QS. Ali Imran : 190).

Jamaah Shalat Jumat yang Dimuliakan Allah

Ketiga, menurut Habib Zain bin Sumaith, dengan mengenal diri sendiri. Disebutkan dalam sebuah atsar :

ُمَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه

“Barang siapa mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya.”

Mengenal diri sendiri adalah suatu cara untuk mengenal Allah SWT. Dengan kata lain, jika setiap manusia mampu  mengenal dirinya maka ia akan mampu mengenal kelemahan, keterbatasan, kebutuhan, dan ketidakberdayaannya.

Jika setiap manusia sudah mengenali kelemahannya, maka ia akan sadar bahwa  ia tidak sanggup mendatangkan manfaat untuk dirinya dan menghindarkan dirinya dari bahaya, serta ia akan mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang  menciptakan, membantu, mengatur, dan mengendalikannya.

Dengan demikian ia akan sadar bahwa ia hanyalah seorang hamba yang serba terbatas dan semua urusannya ada dalam genggaman kekuasaan Allah SWT.

Dengan mengenal Allah melalui jalan Islam yang diperkuat dengan ayat-ayat-Nya, bukti-bukti dari ciptaan-Nya, dan mengenal siapa diri kita yang sebenarnya, maka kita akan mengakui ke-Esaaan Allah dan berkomitmen kepada nilai-nilai Islam.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com. Khutbah Jumat ini kerjasama dengan Rabithah Alawiyah Kota Malang

HIDAYATULLAH

12 Amalan untuk Mendatangkan Rezeki

ADA banyak amalan untuk mendatangkan rezeki.

Semua orang melakukan berbagai cara, bekerja keras untuk mendapat rezeki. Ada rezeki berupa materi dan non materi. Takwa adalah kunci untuk meraih rezeki, dengan takwa, Allah akan memberi jalan keluar (dari segala  perkara yang menyusahkan), dan memberinya rezeki  dari jalan yang tidak terlintas di hatinya (QS. At-Talaq:2-3).

Ada beberapa amalan takwa yang jika dilaksanakan dengan izin Allah akan mendatangkan rezeki dan kebahagiaan antara lain:

1. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Banyak istighfar

Istighfar adalah pengakuan dosa seorang hamba di hadapan Allah yang menyebabkan Allah sayang kepada hamba-Nya. Rasulullah bersabda,”Barangsiapa memperbanyak istighfar maka Allah SWT akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (HR. Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ra)

2. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Menjauhkan diri dari maksiat dan dosa

Dosa bukan saja menyebabkan hati resah, bahkan menutup pintu rezeki. Rasulullah bersabda,”… dan seorang lelaki akan diharamkan baginya rezeki karena dosa yang dibuatnya.” (HR. at-Tirmizi)

3 Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Berbakti kepada orangtua

Rasulullah berpesan, barangsiapa yang ingin panjang umur dan ditambah rezekinya, hendaklah ia berbakti pada kedua orang tua dan menyambung tali silaturahim. Sebagaimana sabda Rasulullah,” Siapa berbakti kepada orangtuanya maka kebahagiaanlah buatnya dan Allah akan memanjangkan umurnya.” (HR. Abu Ya’ala, at-Tabrani, al-Asybahani, dan al-Hakim) dalam hadist lain juga disebutkan , “Apabila hamba itu tidak mendoakan kedua orangtuanya niscaya terputuslah rezeki daripadanya.” (HR. Hakim dan ad-Dailami)

4. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Menolong orang lain

Berbuat baik kepada makhluk Allah merupakan perbuatan yang akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Sebagaimana sabda Rasulullah:” Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi reseki melainkan karena orang-orang lemah di kalangan kamu.” (HR. Bukhari) dalam hadist lain juga disebutkan,” Siapa yang menunaikan hajat saudaranya maka Allah akan menunaikan hajatnya…” (HR Muslim)

5. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Menjalin silaturahim

Rasulullah bersabda,” Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak saudaranya.” (HR. Bukhari)

6. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Senantiasa dalam kondisi suci (berwudhu)

Seorang badui menemui Rasulullah dan meminta petunjuk mengenai beberapa perkara termasuk ingin dimudahkan rezeki oleh Allah. Rasulullah bersabda,” Senantiasa berada dalam keadaan bersih (dari hadas) niscaya Allah akan memurahkan rezeki.” (HR. Sayidina Khalid al-Walid)

7. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Perbanyak sedekah

Rasulullah bersabda pada Zubair bin Awwam,” Hai Zubair, ketahuilah bahwa kunci rezeki hamba itu di atas Arsy yang dikirim oleh Allah Azza wajalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka siapa yang memperbanyak sedekah kepada orang lain, niscaya Allah memperbanyak baginya. Dan siapa yang menyedikitkan, niscaya Allah menyedikitkan baginya.” (HR Daruquthni dari Anas ra)

8. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Shalat tahajud dan Dhuha

Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman: “Daripada sebahagian malam, lakukanlah shalat tahajud olehmu sebagai ibadah tambahan ,  semoga Tuhan engkau mengangkatmu ke tempat terpuji.” (QS. Al-Isra:79)

Dalam hadist disebutkan: “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (shalat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan keperluanmu pada petang harinya.” (HR. al-Hakim dan Thabrani)

9. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Mensyukuri segala nikmat

Allah berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku, dan sesungguhnya jika kamu  kufur, sesunguhnya azab-Ku amat pedih.” (QS. Ibrahim:7)

dan Allah SWT berfirman: “…dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 145)

10. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Berikhtiar sekuat tenaga

Allah SWT berfirman: ”Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. al-Jumuah: 10)

11. Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: Bertawakal setelah berusaha

Allah SWT berfirman: “ Barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah mencukupkan (keperluannya).” (QS. at-Thalaq:3) dalam sebuah hadist, Nabi Rasulullah SAW bersabda, “ Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (HR. Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab ra)

12 Amalan untuk Mendatangkan Rezeki: .Banyak berdzikir dan berdoa

” Berdzikir atau mengingat Allah membuat hati tenang dan hidup terasa lapang. Firman Allah SWT: “ Orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra’du:28)

Dengan berdoa dan berdzikir membuat seorang hamba menjadi dekat dengan Allah SWT, bergantung dan mengharap pada rahmat dan pemberian dari-Nya. Hanya kepada Allah kita memohon, dan hanya pada Allah kita memohon pertolongan.

Para pembaca Islampos yang dirahmati oleh Allah SWT mudah-mudahan kita semua dapat mengamalkan amalan secara Ikhlas untuk mencari Ridho Allah SWT. Aamiin Allahumma Aamiin.[]

ISLAMPOS

Mengapa Tidak Boleh Melakukan Perkawinan Sedarah?

Sebagaimana yang telah jamak diketahui bahwasanya haram menikah dengan pasangan yang masih satu nasab atau semahram, dalam bahasa medisnya dikenal dengan istilah incest (pernikahan sedarah atau dengan kerabat dekat). Lantas mengapa tidak boleh melakukan perkawinan sedarah?

Susunan Mahram dalam Islam

Dalam Islam, perempuan atau laki-laki yang dilarang untuk dinikahi disebut dengan mahram. Ulama mengatakan menikahi mereka hukumnya adalah haram dan pernikahannya tidak sah. Pasangan yang dianggap senasab adalah sebagai berikut;

والمُحرّمات بسبب القرابة سبع، وهنّ: 1ـ الأُم، وأُم الأُم، وأُم الأب، ويعبّر عنهنّ بأُصول الإنسان، فلا يجوز نكاح واحدة منهُن. 2ـ البنت، وبنت الابن، وبنت البنت، ويعبّر عنهنّ بفروع الإِنسان، فلا يجوز نكاح واحدة منهن. 3ـ الأخت، شقيقة كانت، أو لأب، أو لأم، ويعبّر عنهنّ بفروع الأبوين، فلا يجوز نكاح واحدة منهنّ أبداً. 4ـ بنت الأخ الشقيق، وبنت الأخ لأب، أو لأم، فلا يجوز نكاحهنّ. 5ـ بنت الأخت، شقيقة كانت، أو لأب، أو لأم، فهنّ حرام لا يجوز نكاحهنّ أبداً. 6ـ العمّة، وهي أُخت الأب، ومثلها عمّة الأب، وعمّة الأم، ويعبّر عنهنّ بفروع الجدين من جهة الأب، فلا يجوز نكاحهنّ بحال. 7ـ الخالة، وهي أخت الأم، ومثلها خالة الأم وخالة الأب ويعبّر عنهنّ بفروع الجدّين من جهة الأم، فلا يجوز نكاحهنّ أبداً.

“Pihak-pihak yang haram dinikah sebab masih satu kerabat adalah Ibu, nenek (baik dari jalur ayah maupun ibu) hingga tingkatan atas, Anak dan cucu (baik cucunya anak laki-laki, maupun perempuan) hingga tingkatan bawah, kakak-adik seibu-sebapa atau sebapa atau hanya seibu saja.

Lanjut, anaknya saudara laki-laki sebapak dan atau seibu, anaknya saudari perempuan kandung atau seibu atau seayah saja, saudara bapak yakni kakak/adiknya bapak, kandung maupun tiri, saudara ibu yakni kakak/adiknya ibu, kandung maupun tiri. Haram menikahi mereka selama-lamanya”. (Al-Fiqh Al-Manhaji,Juz 4 H. 26).

Mengapa tidak boleh melakukan perkawinan sedarah?

Adapun alasan keharaman kawin sedarah atau incest dalam Islam ialah akan mengalami resiko kesahatan dan cacat fisik. Lebih jauh lagi, menikah dengan mahram akan membuat mudharat yang besar. Di kitab Hikmat al Tasyri’ wa Falsafatuhu dijelaskan berikut;

ومن الحكمة أيضاً في ذلك حفظ النسل من الضرر لأن الشهوة فيهـن ضعيفة للاستحياء الأصلي الموجود فيهن. ومتى ضعفت الشهوة قل النسل. وإذا وجد لم يكن مستكملاً للصحة كما هو مقرر عند علماء الطب والتشريح . ومن الحكمة في ذلك أيضاً دفع المفاسد…. ومن الحكمة في ذلك أيضاً ارتفاع الضرر الذي يحصل لو أباح الشارع التزوج بإحدى هذه القريبات، لأنهن يوقعن في الحيف والضيم . 

“Hikmah dilarangnya menikah semahram adalah menjaga keturunan dari bahaya, karena syahwat yang dihasilkan itu sedikit, dan ketika sedikit maka berpengaruh pada kesehatan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ilmuwan dokter. 

Di samping itu juga adanya pencegahan terhadap kerusakan dan bahaya yang didapat. Karena jika dibolehkan untuk menikahi pasangan yang masih kerabat dekat, maka berpengaruh pada fisik anak, yaitu kurus. ”. (Hikmat Al-Tasyri’ Wa Falsafatuhu, Juz 2 H. 82-83)

Bahkan bukan hanya dengan mahram saja, para ulama juga memakruhkan untuk menikahi saudara dekat yang bukan mahram. Dijelaskan;

)قَرَابَةٌ غَيْرُ قَرِيبَةٍ) لِضَعْفِ الشَّهْوَةِ فِي الْقَرِيبَةِ فَيَجِيءُ الْوَلَدُ نَحِيفًا قَالَ الزَّنْجَانِيُّ وَلِأَنَّ مِنْ مَقَاصِدِ النِّكَاحِ اشْتِبَاكُ الْقَبَائِلِ لِأَجْلِ التَّعَاضُدِ وَاجْتِمَاعِ الْكَلِمَةِ وَهُوَ مَفْقُودٌ فِي نِكَاحِ الْقَرِيبَةِ ، 

“(Makruh menikahi kerabat yang tidak dekat) karena lemahnya syahwat pada kerabat dekat maka anaknya kelak menjadi garing. Al-Zanjany berkata “Dan karena tujuan pernikahan mempertautkan kabilah-kabilah yang berselisih serta mempertemukan kalimat dan yang demikian tidak diketemukan dalam pernikahan saudara dekat”. (Asna al-Mathalib, Juz 3 H. 108)

selanjutnya, bahaya kawin sedarah juga diungkap oleh kajian medis, bahwasanya memang memiliki dampak buruk. Melansir dari laman Hello Sehat dijelaskan bahwasanya anak hasil hubungan sedarah akan memiliki keragaman genetik yang sangat minim dari DNA-nya. Kurangnya variasi dari DNA dapat meningkatkan peluang terjadinya penyakit genetik langka. 

Hal ini juga bisa membuat sistem kekebalan tubuh anak lemah. Dampak lain dari pernikahan sedarah adalah peningkatan infertilitas (masalah kesuburan), baik pada orang tua maupun keturunannya.

Ada pula risiko cacat lahir dalam bentuk asimetri wajah, bibir sumbing, tubuh kerdil, gangguan jantung, peningkatan risiko terhadap beberapa tipe kanker, dan kematian neonatal.  Satu studi juga pernah menemukan bahwa 40% anak hasil hubungan sedarah antara dua individu tingkat pertama (keluarga inti) lahir dengan kekurangan intelektual yang parah.

Perkawinan Sedarah Dilarang dalam UU Perkawinan

Perkawinan sedarah atau incest dilarang di Indonesia. Hal itu diatur dalam dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (jika yang menikah beragama Islam). 

Dalam UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, maupun KUH Perdata, adapun perkawinan yang dilarang adalah perkawinan antara dua orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas, dan berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. 

Demikianlah penjelasan terkait mengapa tidak boleh melakukan perkawinan sedarah? Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

BINCANG SYARIAH

Apakah Haji Batal karena Melakukan Dosa Besar Setelah Pulang Haji?

Fatwa Syekh Bin Baz rahimahullah

Pertanyaan:

Salah seorang pendengar bertanya, “Saya telah menunaikan kewajiban naik haji saat usia 20 tahun, dan saya tidak menikah setelahnya. Setelah naik haji, saya melakukan kemaksiatan dan salah satunya merupakan dosa besar (seperti yang dikatakannya). Apakah hajiku batal?”

Jawab:

Haji Anda sah, alhamdulillah. Selama Anda telah menunaikannya sesuai apa yang telah disyariatkan Allah, maka haji Anda sah. Maksiat setelahnya tidaklah membatalkan haji.

Sampai-sampai jika seseorang murtad (keluar dari agama Islam). Jika dia kafir, tidaklah membatalkan haji, kecuali jika mati di atas kekafirannya. Jika seseorang murtad, lalu Allah beri hidayah dan kembali kepada Islam, maka amal salehnya yang telah lalu akan tetap (dihitung). Karena Allah menyaratkan status murtad adalah jika seseorang meninggal di atas kekafirannya,

فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ

kemudian wafat dan dia dalam keadaan kafir.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Adapun jika Allah beri hidayah, kembali kepada Islam, amalannya akan dikembalikan (tidak terhapus).

Dengan demikian, maksiat itu lebih lagi (lebih ringan dari murtad). Maksiat tidak membatalkan haji. Seandainya Anda telah haji, puasa Ramadan, salat 5 waktu, kemudian setelah itu Anda melalukan zina, minum khamr, atau durhaka kepada kedua orang tua, atau makan harta riba, semua hal tersebut tidak membatalkan amal-amal Anda.

Maksiat terdapat dosa di dalamnya, dan Anda berdosa (ketika bermaksiat). Namun, tidak membatalkan amal yang telah Anda kerjakan. Amal Anda tetap dalam keadaannya. Namun, perbuatan dosa akan melemahkan iman Anda. Maksiat melemahkan dan menurunkan kadar iman, serta menjadi sebab kemarahan Allah. Akan tetapi, tidak menjadi sebab pembatal ketaatan yang telah dikerjakan di waktu lampau. Dan maksiat mengurangi pahala dan melemahkannya.

Kecuali bagi yang menghalalkan perbuatan maksiat. Menghalalkan zina dalam keadaan ia menyadari bahwa hal tersebut haram dan dia menghalalkan terang-terangan di tengah-tengah kaum muslimin. Atau menghalalkan minum khamr. Maka, hal ini menyebabkan seseorang murtad dari Islam. Jika wafat dalam keadaan tersebut, haji dan seluruh amal ibadahnya menjadi batal.

Sebagaimana firman Allah,

وَلَوْ اَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88)

وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, amal mereka sia-sia, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Maidah: 5)

Maka, orang yang murtad dari agama Islam jika wafat dalam keadaan murtad, seluruh amalnya terhapus. Di antaranya orang yang menghalalkan zina, khamr, dan durhaka pada orang tua. Dia mengatakan bahwa itu halal, padahal orang tersebut telah memahami agama (tahu hal tersebut haram, pent), paham dalil juga. Maka, orang tersebut kafir murtad dari Islam, na’udzubillah. Jika wafat dalam keadaan tersebut, semua amalnya terhapus. Kita mohon keselamatan kepada Allah.

Demikian. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik. Semoga bermanfaat.

***

Penerjemah: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86056-melakukan-dosa-besar-setelah-pulang-haji.html

Kenapa Harus Berdoa sebelum Jima?

HAMPIR dari seluruh aktivitas kita sehari-hari, Rasulullah ﷺ telah mengajarkan doanya. Selain untuk mendapatkan kemudahan, doa juga cara kita memohon keberkahan dari setiap kegiatan yang kita lakukan. Termasuk di dalamnya berhubungan suami istri alias jima.

Untuk meraih keberkahan dalam jima pada pasangan suami istri, di antaranya adalah dengan berdo’a ketika hendak mendatangi istri. Keampuhan do’a ini akan memberikan kebaikan pada keturunan yang dihasilkan, itu di antaranya. Juga tentunya jima yang sesuai ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam akan semakin menambah kemesraan karena keberkahan yang hadir ketika itu.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca do’a:

(Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa), “Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya,” (HR. Bukhari no. 6388 dan Muslim no. 1434).

Kapan Do’a Tersebut Dibaca?

Dikutip dari Rumaysho.com, Ash Shon’ani berkata bahwa hadits tersebut adalah dalil bahwa do’a tersebut dibaca sebelum bercumbu yaitu ketika punya keinginan. Karena dalam riwayat Bukhari lainnya disebutkan,

“Adapaun jika salah seorang dari mereka mengucapkan ketika mendatangi istrinya …” (HR. Bukhari no. 5165).

Makna kata “ketika” (حِينَ) dalam riwayat ini bermakna “berkeinginan”. (Subulus Salam, 6: 91).

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9: 228) berpendapat bahwa do’a ini dibaca sebelum jima. Begitu pula pendapat Syaikh ‘Abdul Qodir Syaibah dalam Fiqhul Islam, 7: 61-64.

Intinya, do’a ini diucapkan sebelum memulai jima dan bukan di pertengahan atau sesudahnya. Hukum membaca do’a ini adalah sunnah (mustahab) (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 1: 190). Dan jika dilihat dari tekstual hadits di atas, do’a ini dibaca oleh suami.

Berkah dari Berdo’a sebelum Hubungan Intim

Pertama: Mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini sudah merupakan berkah tersendiri. Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,

”Aku tidaklah biarkan satu pun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang,” (HR. Bukhari no. 3093 dan Muslim no. 1759).

Kedua: Setan tidak akan turut serta dalam hubungan intim tersebut karena di dalam do’a ini diawali dengan penyebutan “bismillah”. Demikian pendapat sebagian ulama. Mujahid rahimahullah berkata,
“Siapa yang berhubungan intim dengan istrinya lantas tidak mengawalinya dengan ‘bismillah’, maka setan akan menoleh pada pasangannya lalu akan turut dalam berhubungan intim dengannya” (Fathul Bari, 9: 229). Ya Allah, lindungilah kami dari gangguan setan kala itu.

Ketiga: Kebaikan do’a ini pun akan berpengaruh pada keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim tersebut. Buktinya adalah riwayat mursal namun hasan dari ‘Abdur Razaq di mana disebutkan,
“Jika seseorang mendatangi istrinya (berhubungan intim), maka ucapkanlah ‘Ya Allah, berkahilah kami dan keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini, janganlah jadikan setan menjadi bagian pada keturunan kami’. Dari do’a ini, jika istrinya hamil, maka anak yang dilahirkan diharapkan adalah anak yang sholeh” (Fathul Bari, 9: 229).

Keempat: Keturunan yang dihasilkan dari hubungan intim ini akan selamat dari berbagai gangguan setan. Jika dipahami dari tekstual hadits, yang dimaksud dengan anak tersebut akan selamat dari berbagai bahaya adalah umum, yaitu mencakup bahaya dunia maupun agama. Namun Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa para ulama tidak memahami seperti itu. (Minhatul ‘Allam, 7: 348).

Ibnu Daqiq Al ‘Ied berkata, “Bisa dipahami dari do’a ini bahwa setan juga tidak akan membahayakan agama anak dari hasil hubungan intim tersebut. Namun bukan berarti anak tersebut ma’shum, artinya selamat dari dosa” (Fathul Bari, 9: 229).

Syaikh Ibnu Baz memahami bahwa yang dimaksud dalam hadits bahwa anak tersebut akan tetap berada di atas fithroh yaitu Islam. Setan bisa saja menggoda anak tersebut, namun segera ia akan kembali ke jalan yang lurus. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. Al A’rof: 201) (Lihat Minhatul ‘Allam, 7: 349).

Kelima: Keberkahan do’a ini berlaku bagi wanita yang akan hamil dengan hubungan intim tersebut atau yang tidak hamil karena lafazhnya umum. Inilah pendapat Al Qodhi ‘Iyadh (Fathul Bari, 9: 229).

Jadikanlah Kebiasaan!

Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhohullah berkata, “Hendaklah seorang muslim bersemangat mengamalkan do’a ini ketika berhubungan intim hingga menjadi kebiasaan. Hendaklah ia melakukannya dalam rangka mengamalkan nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan demi menghasilkan keturunan yang terjaga dan terlindungi dari gangguan setan, juga supaya mendapatkan keberkahan dari do’a ini” (Minhatul ‘Allam, 7: 348).

Ibnu Hajar berkata, “Faedah yang ditunjukkan dalam do’a ini adalah disunnahkannya membaca bismillah dan berdo’a serta merutinkannya hingga pada hal yang nikmat semacam dalam hubungan intim”. (Fathul Bari, 9: 229).

Hadits yang kita ulas kali ini menunjukkan bahwa setan akan mengganggu manusia dalam segala kondisi. Ketika tidur, ketika bangun dari tidur, setan akan terus memberikan was-was. Jika seseorang lalai dari mengingat Allah, maka setan akan mengganggu. Namun jika mengingat Allah, setan akan lari bersembunyi. Oleh karena itu, hendaklah kita membiasakan untuk terus berdzikir, membaca ta’awudz, berdo’a, supaya kita terlindungi dari gangguan setan (Nasehat Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam, 7: 349). []

ISLAMPOS

Cara Menghadapi Masalah Hidup yang Berat

Berikut ini cara menghadapi masalah hidup yang berat. Hakikatnya, kadar kesulitan yang menimpa setiap orang pasti setara dengan kesanggupannya. Adanya kesulitan bukan untuk menyulitkan, tetapi untuk memelihara kelestarian hidup manuisa itu sendiri. Jangan cepat-cepat berburuk sangka kepada Allah Swt. Banyak hal yang harus kita pahami dari persoalan kesulitan ini.

Memahami karakter kesulitan dalam kacamata yang benar,  akan cukup meringankan kita dalam menyikapi kesulitan itu sendiri. Kegentaran hanya akan melahirkan pribadi-pribadi lemah yang akan digilas oleh kerasnya perputaran zaman. Semua manusia yang hidup di dunia ini pasti akan menemui kesulitan dalam hidupnya. Allah Swt. berfirman:

وَلَـنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَـوْفِ وَالْجُـوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِ ۗ  وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155).

Kita tidak perlu berangan akan dibebaskan dari kesulitan sama sekali. Sebab, kenyataannya semua orang telah memiliki jatah agenda kesulitan sendiri-sendiri. Karena kesulitan adalah sunnatullah, yaitu suatu hukum yang telah Allah tetapkan secara permanen.

Mau atau tidak mau, suka atau terpaksa, manusia pasti akan berhadapan dengan kesulitan selama masih hidup di dunia. Karena Allah Swt. telah menetapkan sebagai bagian dari liku-liku hidup manusia, dan cepat atau lambat ujian pasti akan datang.

Allah Swt tidak pernah berbuat zalim kepada hambaNya, hanya hamba sendiri yang tidak mematuhi ajaran dan petunjuk-Nya. Sehingga hamba mendapat kesulitan dalam kehidupannya. Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia dapatkan siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

Cara Menghadapi Masalah Hidup yang Berat

Tentu saja, di balik setiap kesulitan ada karunia kemudahan. Semua orang tentu ingin mengejar kemudahan. Islam mengajarkan, letak kemudahan itu di balik kesulitan. Dengan demikian, jika ingin mengejar kemudahan, kita harus berani menyongsong kesulitan. Dan, bagi mereka yang mendapatkan ujian kesulitan hidup, hendaknya menjadikan kesabaran sebagai hiasan kehidupannya.

Dengan membangun sebuah keyakinan bahwa kesulitan itu akan segera berganti kemudahan, hal itu mudah bagi Allah Swt. Maka dari itu, kita harus selalu melakukan pendekatan-pendekatan terus kepada Allah melalui ibadah mahdah dan ghairu mahdah serta memperbanyak zikir dan doa kepada-Nya.

Tak hanya itu, bagi mereka yang diberi kemudahan dan kesejahteraan hidup, hendaknya mampu menunjukkan keteladanan nyata sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat contohkan, yaitu kemauan untuk berbagi dengan sesama, dan kepedulian, tolong-menolong, serta membantu terhadap orang-orang sekitar yang berada di bawah garis kemiskinan.

Jangan dilupakan, kesadaran bahwa yang dimiliki sekarang dalam wujud kekayaan atau lainnya, sejatinya hanya titipan belaka. Itu artinya, jika Yang Maha Memiliki mengambilnya, tidak akan merasa kehilangan sedikitpun karena hanya titipan. Kapan saja Sang Pemilik berkehendak akan menarik dan mencabutnya. Dan, kesiapan dalam bentuk yang sedemikian ini agak sulit dipraktikkan oleh mereka yang merasa memiliki segalanya.

Sekali lagi, bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan, dan barang siapa yang melepaskan kesulitan saudaranya yang mukmin, maka Allah Swt akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

“Barangsiapa melepaskan kesulitan orang mu’min dari kehidupannya di dunia ini, maka Allah akan melepaskan kesulitan orang tersebut pada hari kiamat.” (HR. Muslim).

Secara tidak langsung, hadits di atas telah mengingatkan bahwa begitu pentingnya berbagi kebaikan kepada sesama manusia. Karena banyak orang yang menyangka hidup sebagai orang cerdas penuh dengan kemudahan tanpa kesulitan. Padahal orang-orang cerdas juga menghadapi kesulitan kehidupannya sendiri.

Salah satu kesulitan yang dilewati oleh orang cerdas adalah kesulitan ketika berbasa basi. Ini dikarenakan orang cerdas ingin membicarakan berbagai hal besar, seperti ilmu pengetahuan, seni, dan filosofi yang jarang ditemui ketika berbasa basi.

Kebiasaan-kebiasaan ini membuat orang cerdas sering kesulitan bersosialisasi, karena hanya ingin berbicara tentang hal yang penting saja. Orang cerdas memiliki pemikiran mencari sebuah solusi, maka akan banyak proses berpikir dalam otaknya dibanding harus berbicara. Hal ini tercermin juga kebiasaan mereka yang lebih sulit berbicara.

Kenapa demikian? Karena mereka hanya ingin menyampaikan berbagai fakta yang telah didapatkan dibanding kebohongan atau perbincangan tanpa makna. Maka dari itu, perlu kita pahami bahwa hakikat kehidupan dunia hanyalah ladang akhirat untuk mempersiapkan kehidupan yang abadi dan juga hanya sekedar permainan dan senda gurau (sebagaimana sudah dijelaskan dalam al-Qur’an surah Al-Hadid [57]: 20).

Maka bisa dimengerti kenapa kita sebagai muslim yang meyakini kebenaran semua informasi yang datang dari Allah Swt. harus mengisi kehidupan ini sesuai dengan ajaran Islam. Karena hanya orang-orang yang hidup di dunia ini di bawah tuntutan dan petunjuk agama sajalah yang akan mendapat ampunan Allah Swt. dan keridhaan-Nya di akhirat kelak. Selain itu akan mendapatkan azab yang keras dari-Nya.

Oleh karena itu, setiap mukmin diperintahkan untuk beramal dan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya semasa hidup di dunia ini. Hari demi hari yang dilalui harus semakin baik dan berguna bagi kehidupan di akhirat. 

Jika manusia hanya menyibukkan dirinya untuk kepentingan dunia semata, maka mereka benar-benar menjadi orang-orang yang rugi di hari akhirat nanti. Karena itu, dalam banyak ayat al-Qur’an, bahwa manusia diingatkan agar senantiasa mempersiapkan bekal di kehidupan dunia yang singkat ini untuk kebahagiaan hari esok.

Demikiaan penjelasan cara menghadapi masalah hidup yang berat. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH