Membongkar Konsep Ad-Diin: Hanya Ada Satu Agama yang Benar

Wakil Ketua Komisi Penelitian MUI Pusat, Wido Supraha, menerangkan pentingnya memahami konsep Ad-Diin agar lahir para pemimpin dengan pemikiran beragama yang tepat.

Hal ini dilakukan agar bisa kritis menelaah paham dari Frithjof Schuon, the transcendent unity of religions, yang berarti kesatuan agama-agama yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk kebaikan.

Demikian salah satu materi kajian Sekolah Pemikiran Islam (SPI) angkatan 13bertema “Konsep Ad-Diin” di Aula Imam Al-Ghazali INSISTS, Kalibata, Jakarta belum lama ini.

Menurut Wido, paham “kesatuan agama-agama” bertentangan dengan konsep Islam yang memandang bahwa agama yang diakui hanya satu yaitu Islam. Sedangkan, toleransi artinya menerima perbedaan bukan memaksakan untuk menjadi sama.

Founder dari Sekolah Adab ini memberikan contoh tokoh-tokoh yang mendukung paham tersebut di Indonesia dan juga memaparkan buku-buku yang berpotensi menyuarakan suara untuk menghargai keberagaman agama tersebut.

Dalam kajian ini peserta diajak untuk menjelajahi beragam jenis agama yang ada di dunia saat ini. Secara umum dapat dibedakan menjadi dua kategori; Agama Samawi, didasarkan pada wahyu Tuhan seperti Yahudi, Kristen, dan Islam, serta agama Ardhi, yang tumbuh berdasarkan budaya dan pemikiran manusia, seperti Hindu dan Budha di Indonesia.

Namun, sorotan sebenarnya jatuh pada agama Islam. Wido menjelaskan bahwa Islam adalah Ad-Diin yang diridhai Allah Swt, karena bermuara pada penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah Swt yang sesuai dengan arti dari konsep Ad-Diin itu sendiri. 

Ad-Diin dengan demikian bermakna keadaan diri berhutang, menaklukkan diri untuk menuruti perintah, dan menjadikan diri bersifat keinsanan serta berperikemanusiaan, berlawanan dengan sifat kebinatangannya, Manusia senantiasa berhutang diri, budi, dan daya kepada Allah Swt yang telah menjadikannya dari tiada kepada ada.

Lebih jelasnya, Wido memaparkan kata Ad-Diin yang mengandung makna agama, kepercayaan, tauhid, hari pembalasan, tunduk, dan patuh. Ia kemudian menjelaskan akar kata Diin (d-y-n).

Debtor atau creditor (da-in) memiliki kewajiban (dayn), berkaitan dengan penghakiman (daynunah) dan pemberian hukuman (idanah), yang mungkin terjadi dalam aktivitas perdagangan (mudun atau mada-in) dalam sebuah kota (madinah) dengan hakim, penguasa, atau pemerintah (dayyan), dalam proses membangun atau membina kota, membangun peradaban, memurnikan, memanusiakan (maddana), sehingga lahirlah peradaban dan perbaikan dalam budaya sosial (tamaddun).

Keseluruhan makna dengan akar kata d-y-n memiliki hubungan secara konseptual, kesatuan makna yang tidak terpisahkan, dan semua ini terkait dengan upaya menghambakan diri (dana nafsahu).

Pertemuan keenam kelas SPI Jakarta ini, begitu berkesan bagi salah satu murid, yakni Afra, “Materinya sangat menarik. Saya menjadi semakin yakin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan tidak terbantahkan, ” ujar mahasiswi LIPIA ini mengungkapkan.

Wido kemudian menutup kelas dengan menukil kalimat dari Prof. Syed Muhammad Naquib Al Attas yang berbunyi, “Hanya ada satu agama wahyu yang asli dan namanya diberikan sebagai Islam dan orang-orang yang menganut agama ini dipuji oleh Tuhan sebagai yang terbaik di antara umat manusia. Islam, kemudian, bukan sekedar kata benda verbal yang menandakan ketundukan; itu juga merupakan nama agama tertentu yang menggambarkan ketundukan yang sebenarnya, serta definisi agama: ketundukan kepada Tuhan”.*/Shabrina Khansa dan Amrina Husna

HIDAYATULLAH

Hukum Memungut Pajak dari Judi Online

Bagaimana hukum memungut pajak dari judi online? Pasalnya, publik digegerkan dengan wacana yang digaungkan oleh Menkominfo, yang hendak menarik pajak dari situs judi online. Melansir dari CNN Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengungkap ada usulan untuk menerapkan pajak buat judi online di kala dirinya menggencarkan pembasmian praktek tersebut. 

Hal itu disampaikan Budi saat ia dicecar pertanyaan oleh Anggota Komisi I DPR RI Christina Ariyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (4/9). Lalu bagaimana hukumnya mengambil pajak dari judi online? Yang demikian adalah boleh, namun pemerintah harus tetap berupaya untuk menutup giat tersebut. 

Ilmuwan tata negara Islam terkemuka, Imam Al-Mawardi menyatakan bahwasanya boleh mengambil pajak dari sesuatu yang haram. Beliau mencontohkannya dalam kasus seorang pemimpin yang diperkenankan untuk mengambil pajak dari hartanya non muslim, padahal tentunya harta mereka ini tidak bisa dipastikan halal adanya. Imam Al-Mawardi mengatakan;

وَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَلَا يَخْلُو حَالُ مَنْ تُعَامِلُهِ بِبَيْعٍ أَوْ قَرْضٍ أَوْ تَقَبُّلِ هِبَةٍ أَوْ هَدِيَّةٍ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْوَالٍ:

Kondisi seseorang yang bertransaksi melalui jual beli, hutang piutang, hibah, dan hadiah ini pasti akan berkisar pada 3 aspek berikut;

أَحَدُهَا: أَنْ يكون ممن يتوقى الشبهة وَيَعْلَمُ أَنَّ مَالَهُ حَلَالٌ فَمُعَامَلَةُ مِثْلِهِ هِيَ الْمُسْتَحَقَّةُ.

Pertama, harta tersebut berasal dari orang yang menjauhi syubhat dan diketahui bahwasanya hartanya halal. Maka bertransaksi dengannya ini dihukumi boleh. 

وَالثَّانِي: أَنْ يَكُونَ مِمَّنْ يَبِيعُ الْحَرَامَ وَقَدْ تَعَيَّنَ لَنَا تَحْرِيمُ مَالِهِ فَمُعَامَلَةُ هَذَا حَرَامٌ وَالْعُقُودُ مَعَهُ عَلَى أَعْيَانِ مَا بِيَدِهِ مِنْ هَذِهِ الْأَمْوَالِ بَاطِلَةٌ لَا يَجُوزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَمَلَّكَ عَلَيْهِ شَيْئًا مِنْهَا.

Kedua, transaksi dengan pihak yang jelas-jelas mendapatkan uangnya dari menjual sesuatu yang haram. Maka bertransaksi dengannya ini dihukumi haram dan tidak berhak siapapun untuk mengambil hartanya. 

وَالثَّالِثُ: أَنْ يكون من طالبي الشبهة وَمُلْتَمِسِي الْحَرَامَ لَكِنْ لَيْسَ يَتَعَيَّنُ ذَلِكَ الْمَالُ لِاخْتِلَاطِهِ بِغَيْرِهِ مِنَ الْحَلَالِ كَالْيَهُودِ الَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمُ الرِّبَا وَأَثْمَانِ الْخُمُورِ وَقُطَّاعِ الطَّرِيقِ وَعُمَّالِ الضَّرَائِبِ وَكَالسُّلْطَانِ الْجَائِرِ الَّذِي قَدْ يَأْخُذُ الْأَمْوَالَ مِنْ غَيْرِ وَجْهِهَا إِلَى مَنْ جَرَى مَجْرَاهُ فَتُكْرَهُ مُعَامَلَتُهُمْ لِمَا وَصَفْنَا وَرَعًا وَاحْتِيَاطًا وَلَا يُحَرَّمُ ذَلِكَ فِي الْحُكْمِ بَلْ يَجُوزُ، لِمَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ – اقْتَرَضَ مِنْ أَبِي الشَّحْمِ الْيَهُودِيِّ آصُعًا مِنْ شَعِيرٍ وَقَدْ كَانَ مِمَّنْ لَا يَتَوَقَّى الرِّبَا. مَعَ مَا أَخْبَرَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ عَنْ كَافَّةِ الْيَهُودِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: ” {سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أكالون للسحت} وَلِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ أَمَرَنَا بِأَخْذِ الْجِزْيَةِ مِنَ الْيَهُودِ وَلَوْ حُرِّمَتْ عَلَيْنَا أَمْوَالُهُمْ لَمَا جَازَ أَنْ نَأْخُذَهَا فِي جِزْيَتِهِمْ.

Ketiga, transaksi dengan pihak yang terbiasa dengan hal syubhat, bersentuhan dengan keharaman, tapi hasilnya sudah tercampur dengan uang halal. Contohnya seperti hartanya orang Yahudi yang mana tentunya jumlah tersebut berasal dari riba, laba penjualan minuman keras, penyamun, petugas pajak (yang tidak resmi atau syar’i).

Dan seperti pemimpin yang keji, di mana terkadang merampas hartanya rakyat. Maka makruh bertransaksi dengan mereka, atas dasar berhati-hati dan wirai.  Namun yang demikian ini tidak diharamkan, berdasarkan riwayat yang menjelaskan bahwasanya Nabi Saw meminjam beberapa so’ gandum dari orang Yahudi yang bernama Abi Al-Syahm, yang mana ia tidak terlepas dari riba.

Dan karena Allah swt memerintahkan kita untuk mengambil pajak dari orang Yahudi. Andai kata harta mereka diharamkan bagi kita, tentunya kita tidak akan diperbolehkan menarik pajak dari mereka. (Al-Hawi Al-Kabir, Juz 5 H. 311)

Dengan demikian bisa diketahui bahwa hukum memungut pajak dari judi online boleh mengambil pajak dari transaksi judi online, ketika memang hartanya yang diambil itu tidak jelas asal muasalnya dan bukan sebuah hasil dari giat judinya. 

Adapun ketika pengambilan pajaknya jelas dari giat judinya, maka pemerintah tidak bisa menggunakan uang tersebut untuk apapun sebagaimana keterangan di atas. 

Demikian penjelasan terkait hukum memungut pajak dari judi online. Wallahu A’lam bi al-shawab. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bolehkah Menjamak Shalat Saat Nonton Bola?

Nonton bola merupakan salah satu hobi yang amat digemari masyarakat Indonesia. Momen nonton bola ini, sering kali kita kedapatan di jam-jam shalat. Sedangkan lokasi musala di stadion biasanya jauh dan juga harus antri panjang. Lantas bagaimana cara kita menyiasatinya? Dan apakah boleh menjamak shalat saat nonton bola?

Kewajiban Shalat

Sebelum dibahas lebih dalam tentunya kita tahu bahwa shalat merupakan kewajiban yang memiliki ketentuan, di antaranya adalah terkait waktu pelaksanaannya. 

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (an-Nisa’:103)

Melihat dari penjelasan ayat di atas maka hukum asal pelaksanaan shalat fardhu adalah dilaksanakan pada waktunya masing-masing. Namun perlu kita ketahui bahwa  Allah SWT penuh kasih sayang pada hambanya, maka diberikanlah rukhshah (keringanan) dalam melaksanakan shalat, yaitu bolehnya dua shalat dilaksanakan pada satu waktu (shalat jamak) pada kondisi tertentu.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ  – متفق عليه

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah saw jika  berangkat dalam bepergiannya sebelum terdelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat dhuhur ke waktu shalat ‘ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjama’ dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dhuhur terlebih  dahulu kemudian naik kendaraan.” (Muttafaq ‘Alaih).

Dari hadis di atas para ulama bersepakat bahwa kondisi seseorang yang membuatnya sulit melaksanakan shalat pada waktunya membolehkannya melaksanakan shalat jamak. Kondisi sulit di antaranya adalah perang, dalam perjalanan, sakit, dan hujan.

Menjamak Shalat karena Keperluan Lain

Namun bagaimana jika shalat jamak dilakukan bukan karena alasan di atas? Misalnya menjamak shalat karena alasan nonton bola di stadion.Maka perlu dilihat pula beberapa hadis berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا بِالْمَدِينَةِ، ‌فِي ‌غَيْرِ ‌خَوْفٍ، وَلَا سَفَرٍ» قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ: فَسَأَلْتُ سَعِيدًا، لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَمَا سَأَلْتَنِي، فَقَالَ: «أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ»

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW pernah menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar di Madinah, tidak dalam keadaan takut, juga tidak dalam keadaan safar (bepergian). Abu Az-Zubair berkata: saya bertanya kepada Sa’id, mengapa Rasulullah berbuat demikian? Maka Said menjawab: “Saya pernah menanyakan pertanyaan seperti itu kepada Ibnu Abbas, ia menjawab: Rasulullah ingin agar tidak memberatkan umatnya.” (HR Muslim No. 705).

Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي الْمَدِينَةِ ‌فِي ‌غَيْرِ ‌خَوْفٍ ‌وَلَا ‌مَطَرٍ»، قَالَ: فَقِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ التَّوْسِعَةَ عَلَى أُمَّتِهِ

Dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah SAW pernah menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, Maghrib dengan Isya’, di Madinah, tidak dalam keadaan takut juga tidak sedang hujan. (HR Muslim, No. 8230).

Pendapat Sejumlah Ulama

At-Tirmidzi berpendapat yang juga dibenarkan oleh An-Nawawi bahwa tidak ada kesepakatan ulama untuk meninggalkan hadis tersebut. Artinya hadis di atas dapat diamalkan, bahwa shalat jamak dapat dilakukan meskipun tidak sedang perang, tidak sedang dalam perjalanan maupun tidak sedang ada hujan.

Namun ada juga ulama yang menolak keras hadis Ibnu Abbas di atas untuk dijadikan hujjah dalil, alasan). Di antaranya adalah As-Shanani, penyusun Subul as-Salam. Karena itu menurut as-Shan’ani lebih baik berpegang pada aturan yang sudah jelas, yaitu seperti shalat yang dikerjakan pada waktunya masing-masing. 

Jadi terkait hadis dari Ibnu Abbas di atas, dalam melakukan jamak bukan dalam perjalanan jika menjadi kemantapan kebolehannya agar tidak dijadikan kebiasaan. Jadi hanya dalam keadaan yang sangat memerlukan seperti orang sakit, takut mengalami mudharat apabila tidak melakukan jamak.

Selain itu menurut Pakar Fikih Kontemporer, Prof. Dr. KH Ahmad Zahro, menjelaskan hukum seseorang menjamak shalat karena menonton pertandingan sepak bola. Misal menjamak dzuhur dan ashar serta maghrib dan isya. Jadi jika sulit dimungkinkan untuk shalat dalam waktu yang telah ditentukan, jika tidak memungkinkan atau sulit untuk shalat secara normal menjamak shalat adalah solusi terbaik, daripada tidak shalat.

Demikian penjelasan terkait bolehkah menjamak shalat saat nonton bola? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARAIAH

Tiga Tingkatan Mengenal Allah Menurut Imam Ar-Rifa’i

Imam Ar-Rifa’i dalam karyanya Halatu Ahli Al-Haqiqati Ma’a Allahi Ta’ala Juz, 1, halaman 18, menjelaskan tentang  tiga tingkatan mengenal Allah. Imam Ar-Rifa’i menyatakan: 

أي سادة، اعلموا أن العارفين على اصناف مختلفة، ومناهج متفاوته، ومراتب متلونة، وأنواع متفرقة، ومنازل متنوعة 

Artinya; Wahai para pemimpin, ketahuilah bahwasanya para ulama ahli makrifat itu terdiri dari berbagai macam golongan (kalangan) metodenya berbeda-beda, tingkatannya bermacam-macam, modelnya berbeda-beda, kedudukannya bermacam-macam. 

Sebagian orang mengenal Allah yaitu melalui sifat Qudrat (kekuasaan Allah) sehingga mereka menjadi orang yang takut kepada Allah. Ada yang mengenal Allah melalui sifat Al-Fadlu (keutamaan Allah) sehingga mereka selalu berbaik sangka kepada Allah. Ada yang mengenal Allah melalui Muraqabah (mendekatkan diri kepada Allah) sehingga keyakinan mereka menjadi kokoh dan kuat. 

Dan sebagian orang mengenal Allah melalui sifat Al-Adimah (keagungan Allah) sehingga mereka bertambah takut kepada Allah. Ada yang mengenal Allah melalui sifat Al-Kifayah (Allah yang mencukupi kebutuhan hambanya) sehingga mereka selalu merasa hina di sisi Allah. Dan ada yang mengenal Allah melalui sifat AlFardaniyyah (maha esanya Allah)  sehingga mereka meyakini atas segala pilihan dan ketentuan Allah. 

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa banyak cara dan jalan untuk mengenal Allah. Selanjutnya Imam Ar-Rifa’i membagi tingkatan orang yang mengenal Allah atas tiga tingkatan: 

Pertama, orang yang mengenal Allah dari kalangan awam atau umum. Mereka mengenal Allah melalui kabar dalam menuhankan Allah, dan membenarkan kabar yang datang dari Nabi Muhammad SAW. Tetapi sebagian dari mereka mengotori dengan perbuatan dosa dan maksiat, sehingga mereka hidup di dunia dalam kebodohan dan kelalaian, mereka kelak akan celaka, kecuali Allah merahmatinya. 

Kedua, orang yang mengenal Allah melalui dalil-dalil. Mereka adalah orang yang berakal cerdas, keyakinan mereka bertambah setelah mengkaji dalil Al-Qur’an dan Hadits, jalan yang mereka tempuh tergolong jalan kebaikan. Tetapi mereka terhalangi untuk dekat dengan Allah, karena mereka hanya sebatas mengetahui dalil-dalil untuk mengenal Allah. 

Ketiga, orang yang mengenal Allah melalui kuatnya keyakinan. Mereka adalah orang khusus atau orang pilihan, keyakinan mereka tetap kokoh dan kuat. Sudah tidak tergambar lagi dalil-dalil bagi mereka, dalil mereka yaitu mengikuti sunnah Rasulullah SAW, dan Imam mereka adalah Al-Qur’an, hati mereka bersih dan bercahaya.

Demikian penjelasan terkait tiga tingkatan mengenal Allah Menurut Imam Ar-Rifa’i. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

4 Keutamaan Ayat Kursi

Sudah tahukah Anda keutamaan ayat kursi?

Ayat kursi adalah ayat yang terletak dalam surat Al Baqarah ayat 255:

اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”

Di dalamnya terdapat pemaparan 3 macam tauhid: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid nama dan sifat Allah.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “ayat kursi ini memiliki kedudukan yang sangat agung. Dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa ia merupakan ayat teragung yang terdapat dalam Al-Quran” (Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim).

Banyak sekali keutamaan dari ayat kursi. Penulis akan memaparkan beberapa saja dari keutamaan dari ayat kursi.

Ayat yang Paling Agung dalam Al-Quran

Sebagaimana yang ada pada pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah kepada Ubay bin Ka’ab, “Ayat mana yang paling agung dalam kitabullah?” Ubay menjawab, “Ayat kursi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menepuk dada Ubay kemudian berkata, “Wahai Abu Mundzir, semoga engkau berbahagia dengan ilmu yang engkau miliki.” (HR. Muslim).

Ayat Kursi dikategorikan sebagai ayat yang paling agung karena di dalamnya terdapat nama Allah yang paling agung, yaitu Al Hayyu dan Al Qayyum. Namun ulama berselisih pendapat manakah nama Allah yang paling agung.

Keagungannya Melebihi Langit dan Bumi

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah Allah menciptakan langit dan bumi melebihi agungnya Ayat Kursi (karena di dalam ayat tersebut telah mencakup Nama dan Sifat Allah)”

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Sebab ayat kursi merupakan (salah satu) kalamullah (perkataan Allah), sedangkan kalamullah itu lebih agung dari ciptaan Allah yang berupa langit dan bumi” (HR. At-Tirmidzi)

Salah Satu Bacaan Dzikir Sebelum Tidur

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau mendatangi tempat tidur (di malam hari), bacalah Ayat Kursi, niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga waktu pagi” (HR. Al-Bukhari).

Jadikanlah ayat kursi sebagai dzikir rutin yang dibaca ketika hendak tidur. Selain itu, ayat kursi juga termasuk bacaan dzikir pagi dan petang.

Salah Satu Sebab Masuk Surga

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setelah selesai shalat, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian” (HR. An Nasa-i, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).

Beberapa hadits di atas menunjukkan keutamaan Ayat Kursi. Apabila kita merutinkannya, maka kita akan mendapatkan keutamaan yang sangat banyak. Hendaknya setiap muslim bersemangat untuk hal yang bermanfaat bagi dirinya, terkhusus untuk akhiratnya. Ayat Kursi sendiri bukanlah ayat yang panjang dan sulit untuk dihapal. Semoga Allah mudahkan kita untuk mengamalkannya. Wallahul Muwaffiq.

***

Referensi: Terjemahan tafsir ayat kursi karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Penulis: Wiwit Hardi P.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/24531-4-keutamaan-ayat-kursi.html

Pelajaran dari Hadis tentang Ayat Kursi

Perlu diketahui bahwa dahulu sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ternyata pernah diberikan sebuah ilmu dari setan dari kalangan jin. Beliau radhiyallahu ‘anhu diajarkan suatu ayat dan diberikan faedah jika membaca ayat tersebut. Mari kita simak hadis selengkapnya sebagai berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

وكَّلَني رسولُ اللَّهِ ﷺ بحِفْظِ زَكَاةِ رمضانَ، فَأَتَاني آتٍ، فَجعل يحْثُو مِنَ الطَّعام، فَأخَذْتُهُ فقُلتُ: لأرَفَعَنَّك إِلى رسُول اللَّه ﷺ، قَالَ: إِنِّي مُحتَاجٌ، وعليَّ عَيالٌ، وَبِي حاجةٌ شديدَةٌ، فَخَلَّيْتُ عنْهُ، فَأَصْبحْتُ، فَقَال رسُولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيْهِ وآلهِ وسَلَّمَ: يَا أَبا هُريرة، مَا فَعلَ أَسِيرُكَ الْبارِحةَ؟ قُلْتُ: يَا رسُول اللَّهِ شَكَا حَاجَةً وعِيَالًا، فَرحِمْتُهُ، فَخَلَّيْتُ سبِيلَهُ. فَقَالَ: أَما إِنَّهُ قَدْ كَذَبك وسيعُودُ

فَعرفْتُ أَنَّهُ سيعُودُ لِقَوْلِ رسُولِ اللَّهِ ﷺ فَرصدْتُهُ. فَجَاءَ يحثُو مِنَ الطَّعامِ، فَقُلْتُ: لأَرْفَعنَّكَ إِلى رسولُ اللَّهِ ﷺ، قالَ: دعْني فَإِنِّي مُحْتاجٌ، وعلَيَّ عِيالٌ لاَ أَعُودُ، فرحِمْتُهُ فَخَلَّيتُ سبِيلَهُ، فَأَصبحتُ، فَقَال لي رسُولُ اللَّهِ ﷺ: يَا أَبا هُريْرةَ، مَا فَعل أَسِيرُكَ الْبارِحةَ؟ قُلْتُ: يَا رسُول اللَّهِ شَكَا حَاجَةً وَعِيالًا فَرحِمْتُهُ، فَخَلَّيتُ سبِيلَهُ، فَقَال: إِنَّهُ قَدْ كَذَبكَ وسيَعُودُ.

فرصدْتُهُ الثَّالِثَةَ. فَجاءَ يحْثُو مِنَ الطَّعام، فَأَخَذْتهُ، فقلتُ: لأَرْفَعنَّك إِلى رسولِ اللَّهِ ﷺ، وهذا آخِرُ ثَلاثٍ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ أَنَّكَ لاَ تَعُودُ، ثُمَّ تَعُودُ، فَقَالَ: دعْني فَإِنِّي أُعلِّمُكَ كَلِماتٍ ينْفَعُكَ اللَّه بهَا، قلتُ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: إِذا أَويْتَ إِلى فِراشِكَ فَاقْرأْ آيةَ الْكُرسِيِّ، فَإِنَّهُ لَن يزَالَ عليْكَ مِنَ اللَّهِ حافِظٌ، وَلاَ يقْربُكَ شيْطَانٌ حتَّى تُصْبِحِ، فَخَلَّيْتُ سبِيلَهُ فَأَصْبحْتُ، فقَالَ لي رسُولُ اللَّهِ ﷺ: ما فَعلَ أَسِيرُكَ الْبارِحةَ؟ فقُلتُ: يَا رَسُول اللَّهِ زَعم أَنَّهُ يُعلِّمُني كَلِماتٍ ينْفَعُني اللَّه بهَا، فَخَلَّيْتُ سبِيلَه. قَالَ: مَا هِيَ؟ قُلْتُ: قَالَ لي: إِذا أَويْتَ إِلى فِراشِكَ فَاقرَأْ آيةَ الْكُرْسيِّ مِنْ أَوَّلها حَتَّى تَخْتِمَ الآيةَ: اللَّه لاَ إِلهَ إِلاَّ هُو الحيُّ الْقَيُّومُ [البقرة:255] وقال لِي: لاَ يَزَال علَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ، وَلَنْ يقْربَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: أَمَا إِنَّه قَدْ صَدقكَ وَهُو كَذوبٌ، تَعْلَم مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذ ثَلاثٍ يَا أَبا هُريْرَة؟   قُلْتُ: لاَ، قَالَ: ذَاكَ شَيْطَانٌ رواه البخاري.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mewakilkan kepadaku untuk menjaga zakat Ramadan (zakat fitrah). Lalu, ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Lalu, ia berkata, “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.”

Abu Hurairah berkata, “Aku pun membiarkannya”. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata padaku, “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?”

Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.“

Aku tahu ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia datang dan menumpahkan makanan, lalu ia mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Lalu ia berkata, “Biarkanlah aku, aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku tidak akan kembali setelah itu.”

Abu Hurairah berkata, “Aku pun menaruh kasihan padanya, aku membiarkannya”. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata padaku, “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu?”

Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku pun melepaskannya pergi.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.“

Pada hari ketiga, aku terus mengawasinya. Ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan tidak akan kembali, namun ternyata masih kembali.”

Ia pun berkata, “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.”

Abu Hurairah bertanya, “Apa itu?”

Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di kasurmu, bacalah Ayat Kursi ‘Allahu la ilaha illa huwal hayyul qayyum …‘. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”

Abu Hurairah berkata, “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padaku, ‘Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?’”

Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah akan memberi manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?”

Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai, yaitu bacaan ‘Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul qayyum’. Lalu, ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, tapi asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?”

“Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari).

Pelajaran dari hadis di atas:

Pertama: Dari kalimat “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadan (zakat fitrah).”

Menunjukkan bahwa membayar zakat itu tidak harus langsung kepada penerima (fakir miskin), tetapi zakat boleh diwakilkan. Harta zakat juga boleh dikumpulkan terlebih dahulu sebelum disalurkan.

Kedua: Abu Hurairah mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Lalu, setan meminta agar dibebaskan.

Perkataan Abu Hurairah tersebut menerangkan bahwa setan akan takut dan lari dari hamba-hamba Allah yang saleh dan mempunyai keimanan yang kuat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Umar bin Al-Khaththab, “Sesungguhnya setan takut kepadamu, wahai Umar.” (HR. Tirmidzi no. 2913)

Jin juga tidak dapat menembus pintu yang tertutup sehingga dapat ditangkap Abu Hurairah dan ketahuan saat mencuri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسَيْتُمْ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنْ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ ، وَأَغْلِقُوا الْأَبْوَابَ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

Jika hari mulai gelap, tahanlah anak-anak kalian (untuk keluar rumah) karena saat itu setan sedang berkeliaran. Jika telah lewat sebagian malam, biarkanlah mereka. Tutuplah pintu-pintu dan ucapkanlah bismillah, karena sesungguhnya setan tidak akan bisa membuka pintu yang tertutup.(HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga: Setan (Jin) berkata, berkata, “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.”

Perkataan setan tersebut menunjukkan bahwa jin juga mempunyai keluarga dan ia membutuhkan makanan sehingga jin bisa mencuri makanan manusia. Jin sebagaimana manusia, ada yang kaya dan ada yang miskin. Mereka juga menikah dan mempunyai keturunan.

Dikarenakan jin juga memakan makanan manusia, maka dianjurkan menutup makanan dan minuman dengan membaca basmalah saat makan, minum, dan menutup wadahnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فإن لم يجد أحدكم إلا أن يعرض على إنائه عودا ، ويذكر اسم الله ، فليفعل

“Jika kalian tidak mendapatkan penutupnya, kecuali dengan membentangkan sepotong batang kayu kecil di atas bejananya dan menyebut nama Allah, maka lakukanlah.” (HR. Muslim)

Keempat: Abu Hurairah berkata, “Aku pun membiarkannya.”

Beliau membiarkannya pergi karena yang mengambil makanan pokok tersebut memang berhak menerima zakat (fakir/miskin).

Kelima: Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga.”

Dari jawaban Abu Hurairah tersebut menerangkan bahwa ada gibah yang diperbolehkan. Salah satunya mengadukan kejelekan (aib) seseorang kepada penguasa atau hakim untuk memberikan keputusan dan menghilangkan kezaliman.

Keenam: Pada kalimat “Aku tahu ia akan kembali sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan.”

Menunjukkan betapa besarnya keimanan para sahabat terhadap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang langsung dibenarkan dan diikuti.

Ketujuh: Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di kasurmmu, bacalah Ayat Kursi ‘Allahu la ilaha illa huwal hayyul qayyum …‘ hingga engkau menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”

Di antara sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah membaca ayat kursi sebelum tidur agar tidak diganggu setan. Dianjurkan juga dibaca pada zikir pagi petang dan setelah selesai salat wajib.

Kedelapan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, tapi asalnya dia pendusta.”

Dapat kita ketahui bahwa setan itu pendusta. Namun, setan yang mencuri di atas ketika menyampaikan sesuatu yang benar, maka Nabi menerima (mengiyakan). Oleh karenanya, prinsip menerima kebenaran itu bisa dari siapapun asal yang dikatakan benar. Hal ini berbeda dengan prinsip memilih guru. Dalam agama Islam, diwajibkan menuntut ilmu agama dan dalam belajar agama harus selektif untuk memilih guru, ustaz, atau kiyai.

Kesembilan: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dia adalah setan.”

Dari sabda Nabi tersebut memberitahukan kepada kita bahwa jin dapat berubah bentuk dengan izin Allah. Sebagaimana hadis di atas jin menyamar menjadi manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْجِنُّ ثَلَاثَةُ أَصْنَافٍ صِنْفٌ لَهُمْ أَجْنِحَةٌ يَطِيرُونَ فِي الْهَوَاءِ وَصِنْفٌ حَيَّاتٌ وَكِلَابٌ وَصِنْفٌ يُحلُّونَ ويظعنونَ

Jin itu ada tiga jenisnya: (1)  jenis yang memiliki sayap dan mereka terbang di udara, (2) jenis yang berbentuk ular dan anjing (riwayat lain kalajengking), dan (3) satu jenis lagi yang tidak menetap dan berpindah-pindah. (HR. Thabrani, lihat Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa Fish-Shahihain’, 1213)

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87359-pelajaran-dari-hadis-tentang-ayat-kursi.html

Ribuan Mantan Anggota Islam Jamaah Cabut Baiat dan Nyatakan Keluar dari LDII

Lebih dari seribu mantan jamaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang tergabung  Forum Persaudaran Hijrah Wasatiyah (FPHW) mencabut baiat (janji setia) dan menyatakan keluar dari lembaga tersebut.

Gerakan Cabut Baiat (GCB) dari Amir ke-3 Imam Besar LDII Abdul Azis bin Nurhasan alias Sulthon Aulia dan wakil-wakilnya serta penggantinya ini berlangsung di Aula Masjid Hasanurrohman Sukajadi Kota Bandung, Sabtu (9/9/2023).

Pembacaan deklarasi GCB sendiri dilakukan oleh Agung Anugerah Jati, yang merupakan mantan LDII dari Karawang yang selanjutnya diikuti oleh para mantan pengikut LDII yang hadir. 

“Dengan ini kami, selaku mantan pengikut Islam Jamaah Nur Hasan Al Ubaidah, yang sebelumnya bernaung di Yayasan Pendidikan Islam Djamaah, atau Karyawan Dakwah Islam (KADIM), atau Yakari, atau Lembaga Karyawan Dakwah Islam (Lemkari), dan saat ini bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau LDII, dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan, dan dengan itikad baik untuk kembali ke dalam rumah islam rahmatan lil alamiin, “ demikian salah satu bunyi pernyataan dibacakan Agung dengan isak tangis, diiringi tangis jamaah lain di dalam ruangan penuh penyesalan.

Selain diikuti oleh mantan pengikut LDII ini yang hadir secara offline, pernyataan cabut baiat juga diikuti perserta online melalui Zoom secara langsung dari bebrbagai daerah di Indonesia serta peserta dari luar negeri (Singapura,Inggris dan beberapa negara di Eropa).

Ketua Forum Persaudaraan Hijrah Wasatiyah (FPHW) Jawa Barat Ahmad Erawan menyampaikan bahwa peserta yang hadir secara offline sekitar dua ratusan ditambah dengan yang hadir secara online dan yang komitmen cabut ada sekitar seribuan orang.

“Kalau data mantan anggota LDII Jawa Barat yang tergabung dalam FPHW sendiri sekitar lima ribuan dan insya Allah akan terus bertambah,”ungkapnya.

Sementara untuk proses pembinaan dan pendampingan mantan LDII di Jawa Barat, FPHW bekerja sama dengan Dewan Da’wah (DDII) Jabar yang diketuai KH. Muhammad Roinul Balad.

Ketua Komisi Pengajian, Penelitian dan Pengembangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Prof Firdaus Syan mengatakan bahwa pernyataan siap ini adalah hak umat Islam yang bergabung ke dalam LDII.

“Untuk menyatakan sikap mengenai pencabutan, saya pikir ini adalah hak dari saudara-saudara kita yang dialami selama bergabung dalam LDII,” kata Firdaus.

Ketua Dewan Da’wah (DDII) Jawa Barat KH.Roinul Balad mengungkapkan kegembiraan mengikuti acara ini. “Alhamdulillah, pada intinya kita saat ini sedang menampakkan menjadi umat yang terbaik di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. sebagaimana dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110 bahwa kita umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah,” terangnya.

KH. Roin, demikian ia akrab dipanggil, mengatakan, hingga saat ini pihaknya sudah melakukan pertemuan atau pembinaan secara berkala bulanan, dimana sedikitnya ada sekitar 1000 orang mantan LDII khususnya di Jawa Barat yang mendapat pembinaan secara rutin yang bekerjasama dengan FPHW Jabar.

“Kita juga membuka crisis center terkait korban LDII ini dan menerima pertanyaan, bimbingan, pendampingan serta konsultasi yang di gagas oleh FPHW Jawa Barat,” ungkapnya.

KH.Roin kembali menegaskan bahwa Dewan Da’wah Jawa Barat serta berbagai komunitas dakwah yang ada akan bersama-sama ikut mendukung program pembinaan mantan jamaah LDII. Terlebih setelah adanya ikrar cabut baiat hari ini.

Sementara itu  mantan pengikut LDII, Komjen Pol (Purn) Nurfaizi Soewandi dalam sambutannya menegaskan kembali bahwa dirinya telah hijrah dari LDII beberapa tahun yang lalu dan kini dirinya aktif berdakwah khususnya kepada para mantan pengikut LDII.

“Kita yang hadir di sini sebagai ayam petarung bukan ayam sayur, maksudnya kita yang sudah dapat hidayah ini dengan telah cabut baiat harus menjadi bagian dari persatuan dan ikut juga mempersatukan, “ ungkap Nurfaizi yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina FPHW ini.

Ia menambahkan mengapa cabut bait tersebut harus didiklarasikan? Sebab agar tidak terjadi dualisme meskipun mengaku tidak.

“Karena selain akidah takfiri, ada yang bahaya lagi yang disebut dengan bithonah. Yakni boleh berbohong untuk menyelamatkan diri dan menutupi keburukan-keburukan. Setelah berbohong maka didekatilah para pejabat-pejabat pemerintah dengan membawa ‘upeti’, “ujarnya.

Setelah itu, sambungnya, duit upeti dari jamaahnya ditimbun di brankas dan sebagian disimpan di luar negeri dengan jumlah triliunan. Maka dana atau upeti tersebut tidak berkah.

“Jadi Anda semua ini ditipu, pasti ditipu. Mana ada ‘upeti’ persenan begitu,” ungkap mantan Kabareskrim tersebut disambut tawa hadirin.

Meski banyak uang, sambungnya, kalau mau bangun masjid duitnya utang. Padahal duit-duit itu juga duit jamaah.

“Belum kalau kita sakit, bukannya ditengok dan didoakan tapi justru ditagih jangan lupa bulan depan infak harus double,”akunya.

Nurfaizi lantas menceritakan pengalamannya ketika kakaknya usai dompetnya kecopetan. Kemudian tetap diharuskan infak dan dinyatakan bahwa kecopetan adalah qadar sementara bulan berikutnya infak harus double.

“Maka dari itu yang masih di dalam cepat-cepat keluar, mau sampai kapan ditipu,” ujarnya menambahkan agar Pemerintah bersikap tegas dan memberi sanksi kepada ormas yang dimaksud.

“Juga kepada pemerintah, yang begitu-begitu (ormas LDII, red) segera dibubarkan saja. Ormasnya dibubarkan, ketua-ketuanya ditangkepin dan jamaah ikut kita untuk dibina, ”ungkapnya disambut tepuk tangan hadirin.

Di bawah ini bunyi Gerakan Cabut Boikot yang dibacakan Ketua Forum Persaudaraan Hijrah Wasatiyah (FPHW) Jawa Barat Ahmad Erawan;

1. Dengan ini kami, selaku mantan pengikut Islam Jamaah Nur Hasan Al Ubaidah, yang sebelumnya bernaung di Yayasan Pendidikan Islam Djamaah, atau Karyawan Dakwah Islam (KADIM), atau Yakari, atau Lembaga Karyawan Dakwah Islam (Lemkari), dan saat ini bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau LDII, dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan, dan dengan itikad baik untuk kembali ke dalam rumah islam rahmatan lil alamiin, menyatakan:

2. Mencabut Baiat kami kepada Imam Besar Islam Jamaah, Abdul Aziz Sulthon Aulia, dan menyatakan keluar serta baroah dari semua kegiatan Islam Jamaah yang sejatinya telah dinyatakan sesat dan terlarang oleh Kejaksaan Agung Tahun 1971 lalu.

3. Sebagai bentuk kasih sayang kepada saudara-saudara yang masih berada di Islam Jamaah tersebut, kami menghimbau untuk segera sadar dan berlepas diri dari ajaran Islam Jamaah (LDII).*/AA

HIDAYATULLAH

Parenting Islami: Aktivitas Harian Anak-Anak Kecil di Masa Rasulullah

السؤال

كيف نشأ الأطفال في زمن النبي صلى الله عليه وسلم؟ وما هي بعض الألعاب الأنشطة الخاصة بالأولاد والخاصة بالفتيات؟ ما الأعمال المنزلية التي ساعد فيها كل طفل والديهم ، وفي أي عمر بدأوا في المساعدة ؟ هل بقيت جميع الفتيات في المنزل؟ إذا لم يكن الأمر كذلك ، فما هي الوظائف التي قاموا بها خارج البيت ، مثل التجارة ، إلخ ؟ وهل يمكنك وصف يوما نموذجيا في حياة الطفل؟

Pertanyaan:

Bagaimana anak-anak tumbuh dan berkembang di zaman Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam? Apa saja permainan dan kegiatan yang khusus bagi anak laki-laki dan perempuan? Apa saja pekerjaan rumah yang biasanya dilakukan setiap anak untuk membantu orang tuanya dan pada usia berapa mereka mulai membantu? Apakah semua anak perempuan tinggal di dalam rumah saja? Jika tidak demikian, pekerjaan apa yang mereka lakukan di luar rumah, seperti berdagang, atau lain sebagainya? Mungkinkah Anda menggambarkan permisalan satu hari dalam kehidupan anak-anak tersebut?

الجواب

الحمد لله.

أولا:

الأطفال في زمن النبوة من كان منهم يبلغ سبع سنين فالظاهر أن يومه كان يبدأ بصلاة الفجر؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان يأمر أصحابه أن يبدأوا تعليم أولادهم الصلاة إذا بلغوا سبع سنين.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ   رواه أبو داود (495)، ورواه أبو داود (494) ، والترمذي (407) من حديث سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، وقال الترمذي: “حَدِيثُ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ الجُهَنِيِّ حَدِيثٌ حَسَنٌ”.

Jawaban:

Alhamdulillah.

Pertama, anak-anak di zaman Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam adalah anak yang sudah mencapai usia tujuh tahun. Tampaknya, hari mereka dimulai dengan salat Subuh, karena Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam telah menyuruh para Sahabatnya —Semoga Allah Meridai Mereka— untuk mulai mengajari anak-anak mereka salat ketika sudah berusia tujuh tahun. Diriwayatkan dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, yang mengatakan bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk salat ketika mereka berusia tujuh tahun. Ketika mereka berusia sepuluh tahun, pukullah mereka jika tidak mau salat dan pisahkan mereka di tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 494 dan 495 dan Tirmidzi no. 407 dari hadis Sabrah bin Ma’bad al-Juhani) Tirmidzi berkata, “Hadis Sabrah bin Ma’bad al-Juhani adalah hadis sahih.”

ويشغل الصحابة رضوان الله عليهم نهار أولادهم بأمور أربعة:

الأمر الأول: أن يعلموهم الإيمان والإسلام بحسب ما يتيسّر لكل واحد منهم.

عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ” كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ، فَتَعَلَّمْنَا الْإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ، ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ، فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا ” رواه ابن ماجه (61)، وصححه الألباني في “صحيح سنن ابن ماجه” (1 / 37 – 38).

قال ابن الأثير رحمه الله تعالى:

” ( حَزَاوِرَةٌ ) هو جمع حَزْوَرٍ وحَزَوَّرٍ، وهو الّذي قارب البلوغ، والتّاء لتأنيث الجمع ” انتهى. “النهاية في غريب الحديث” (1 / 380).

Para Sahabat —Semoga Allah Meridai mereka— mengisi waktu siang anak-anak mereka dengan empat hal:

  • Pertama, mengajari mereka keimanan dan Islam sesuai kemampuan mereka masing-masing.

Jundub bin Abdullah mengatakan, “Kami adalah para pemuda berumur H̱azāwirah, kami membersamai Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam untuk belajar tentang keimanan sebelum kami belajar al-Quran. Kemudian, kami belajar al-Quran, sehingga iman kami bertambah.” (HR. Ibnu Majah no. 61 dan dinilai sahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (1/37-38).

Ibnul Atsīr —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa H̱azāwirah adalah bentuk jamak dari H̱azwar dan H̱azawwar, yang artinya orang yang mendekati usia balig. Huruf Ta adalah untuk Taʾnīts al-Jamʿi. Selesai kutipan dari Gharīb al-H̱adīts (1/380).

وعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: ” تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عَشْرِ سِنِينَ، وَقَدْ قَرَأْتُ المُحْكَمَ ” رواه البخاري (5035).

والمحكم؛ هو سور المفصل، وسور المفصّل من سورة ق أو الحجرات – على خلاف بين أهل العلم- إلى سورة الناس.

وعن البَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: ” أَوَّلُ مَنْ قَدِمَ عَلَيْنَا مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ، وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ وَكَانَا يُقْرِئَانِ النَّاسَ، فَقَدِمَ بِلاَلٌ وَسَعْدٌ وَعَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ، ثُمَّ قَدِمَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ فِي عِشْرِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا رَأَيْتُ أَهْلَ المَدِينَةِ فَرِحُوا بِشَيْءٍ فَرَحَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى جَعَلَ الإِمَاءُ يَقُلْنَ: قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا قَدِمَ حَتَّى قَرَأْتُ: ( سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى ) فِي سُوَرٍ مِنَ المُفَصَّلِ ” رواه البخاري (3925).

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas —Semoga Allah Meridainya— bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam wafat ketika aku berumur sepuluh tahun, sementara aku sudah selesai membaca al-Muẖkam. (HR. Bukhari, no. 5035). Al-Muẖkam adalah surah-surah Mufaṣṣal, yakni dari surah Qaf atau al-Hujurat—karena ada perbedaan pendapat ulama—sampai surah an-Nas. Diriwayatkan dari al-Barāʾ bin ʿĀzib —Semoga Allah Meridainya—, dia berkata, “Orang yang pertama kali datang kepada kami adalah Musʿab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Mereka membacakan al-Quran kepada manusia. Kemudian, Bilal, Saʿad dan Ammar bin Yasir juga datang, kemudian Umar bin Khattab datang bersama dua puluh Sahabat Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam yang lain. Barulah kemudian Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam datang. Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah bergembira dengan sesuatu seperti mereka bergembira dengan kedatangan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, sampai-sampai para budak wanita berseru, ‘Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sudah tiba!’ Beliau tidak datang melainkan aku telah membaca, ‘Sabbiẖisma rabbikal aʿlā’ yang termasuk dalam surah-surah al-Mufaṣṣal.” (HR. Bukhari no. 3925)

والبراء يومئذ في سن الطفولة؛ لأنه استصغر في غزوة بدر. ومن بلغ السابعة فأهله يتابعون مواظبته على سائر الصلوات الخمس، كما مرّ في الحديث السابق، وربما قاموا بشيء من صلوات التطوع بحسب ما يتيسّر لكل واحد منهم.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: ” بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَأَخَذَ بِرَأْسِي، فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ ” رواه البخاري (699).

Al-Barāʾ saat itu di usia belia, karena ia masih kecil saat perang Badar terjadi. Anak yang sudah mencapai usia tujuh tahun, keluarganya akan selalu mengontrol rutinitasnya mengerjakan salat lima waktu, sebagaimana dalam hadis tersebut. Mungkin juga mereka melakukan sebagian salat sunah sesuai kadar kemampuan masing-masing dari mereka. 

Ibnu Abbas —Semoga Allah Meridainya— meriwayatkan, “Aku bermalam di rumah bibiku, lantas Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berdiri untuk melaksanakan salat malam. Lalu aku berdiri untuk salat bersamanya. Aku berdiri di sebelah kiri beliau, lantas beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah kanannya.” (Bukhari no. 699) 

وربما صام بعضهم ليتعوّد عليه ويسهل عليه إذا كبر. عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ، قَالَتْ: ” أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ: مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَليَصُمْ، قَالَتْ: فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ ” رواه البخاري (1960) ، ومسلم (1136).

Sebagian mereka mungkin juga ada yang berpuasa agar terbiasa dan meringankan mereka saat sudah dewasa nanti. Diriwayatkan Rubayyiʿ binti Muʿawwidz, dia berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengirim seorang utusan pada pagi hari Asyura ke desa-desa kaum Anshar, ‘Barang siapa yang pagi harinya tidak berpuasa, maka hendaknya menyempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa, pent.). 

Adapun yang telah berpuasa sejak pagi hari, hendaknya dia meneruskan puasanya.’ Setelah itu kami berpuasa. Kami juga membiasakan anak-anak kami untuk berpuasa. Kami buatkan untuk mereka mainan dari kapas. Kalau salah satu di antara mereka menangis karena ingin makan, maka kami memberikan itu kepadanya sampai saat berbuka puasa.” (HR. Bukhari, no. 1960 dan Muslim, no. 1136).

وربما حجّ بعضهم. عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: ” حُجَّ بِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ ” رواه البخاري (1858).

Sebagian mereka mungkin juga ada yang berhaji. Diriwayatkan bahwa as-Sāʾib bin Yazīd berkata, “Aku dibawa berhaji bersama Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ketika aku berusia tujuh tahun.” (Bukhari no. 1858).

الأمر الثاني: أن يشاركوا أهاليهم بما يطيقونه من أعمال الحياة والخدمة. عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ” قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ، فَأَخَذَ أَبُو طَلْحَةَ بِيَدِي، فَانْطَلَقَ بِي إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَنَسًا غُلاَمٌ كَيِّسٌ فَلْيَخْدُمْكَ، قَالَ: فَخَدَمْتُهُ فِي السَّفَرِ وَالحَضَرِ، مَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا هَكَذَا؟ وَلاَ لِشَيْءٍ لَمْ أَصْنَعْهُ لِمَ لَمْ تَصْنَعْ هَذَا هَكَذَا؟ ” رواه البخاري (2768) ، ومسلم (2309). وكان عمره عند بداية خدمته للنبي صلى الله عليه وسلم عشر سنين.

  • Kedua, mereka juga ikut serta mengerjakan kegiatan sehari-hari atau membantu keluarga mereka sesuai kemampuan mereka. Diriwayatkan dari Anas —Semoga Allah Meridainya— yang mengatakan bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tiba di Madinah tanpa membawa pelayan, maka Abu Thalhah memegang tanganku dan membawaku kepada Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anas ini anak yang cerdas, izinkan dia melayani Anda.” Anas —Semoga Allah Meridainya— berkata, “Kemudian saya melayani beliau saat safar maupun mukim. Beliau tidak pernah mempertanyakan kepada saya atas segala yang saya lakukan, ‘Kenapa kamu melakukannya begini?’ Pun beliau tidak pernah mempertanyakan kepada saya atas segala yang saya tidak lakukan, ‘Kenapa kamu tidak melakukannya?’” (HR. Bukhari, no. 2768 dan Muslim, no. 2309) Umurnya saat dia mulai melayani Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam adalah adalah sepuluh tahun.

عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ” أَنَّهُ كَانَ ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ، مَقْدَمَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ، فَكَانَ أُمَّهَاتِي يُوَاظِبْنَنِي عَلَى خِدْمَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَدَمْتُهُ عَشْرَ سِنِينَ، وَتُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا ابْنُ عِشْرِينَ سَنَةً ” رواه البخاري (5166).

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwasanya dia berumur sepuluh tahun saat kedatangan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam di Madinah. “Ibuku sudah membiasakan diriku untuk melayani Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Aku melayani beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam selama sepuluh tahun. Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam meninggal ketika saya berusia dua puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 5166)

الأمر الثالث: أن يأخذوا حقهم من اللهو واللعب.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: ” كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي” رواه البخاري (6130) ، ومسلم (2440).

  • Ketiga, mereka tetap mendapatkan hak mereka bersenang-senang dan bermain.

Diriwayatkan dari Aisyah, dia mengatakan, “Dahulu aku sering bermain dengan boneka anak perempuan di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu aku juga memiliki teman-teman belia yang biasa bermain denganku. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah, teman-temanku pun berlari sembunyi. Beliau pun meminta mereka untuk keluar kepadaku untuk bermain lagi, maka mereka pun melanjutkan bermain bersamaku.” (HR. Bukhari no. 6130 dan Muslim no. 2440)

وقَالَ أَنَسٌ: ” كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ خُلُقًا، فَأَرْسَلَنِي يَوْمًا لِحَاجَةٍ، فَقُلْتُ: وَاللهِ! لَا أَذْهَبُ، وَفِي نَفْسِي أَنْ أَذْهَبَ لِمَا أَمَرَنِي بِهِ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَخَرَجْتُ حَتَّى أَمُرَّ عَلَى صِبْيَانٍ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي السُّوقِ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ قَبَضَ بِقَفَايَ مِنْ وَرَائِي، قَالَ: فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَضْحَكُ، فَقَالَ:  يَا أُنَيْسُ! أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ؟  قَالَ قُلْتُ: نَعَمْ، أَنَا أَذْهَبُ، يَا رَسُولَ اللهِ ” رواه مسلم (2310).

Anas —Semoga Allah Meridainya— berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam adalah orang yang paling santun akhlaknya. Suatu hari beliau pernah mengutus aku untuk suatu keperluan, lalu aku berkata, “Demi Allah! Aku tidak akan pergi! Padahal dalam hatiku aku tetap bertekad pergi melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Allah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Lalu aku berangkat sampai aku melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Tiba-tiba Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memegang tengkukku dari belakang.” Anas mengisahkan, “Lantas aku melihat beliau tertawa, lalu berkata, ‘Wahai Anas! Apakah kamu sudah pergi ke tempat yang aku perintahkan kepadamu?’ Aku jawab, ‘Ya, aku akan pergi, wahai Rasulullah.’” (HR. Muslim no, 2310)

ولم نقف في صحيح الأحاديث على تفاصيل ما كانوا يمارسونه من الألعاب؛ لكن الظاهر أنهم استمروا على الألعاب التي كانوا يعرفونها في الجاهلية مما لم يأت الشرع بتحريمه، وما كان في زمنهم من ألعاب القوة كمصارعة بعضهم بعضا كما تشير إلى ذلك بعض الأحاديث .

وقد فصّل الدكتور جواد علي ألعاب الأطفال التي عرفها العرب في ذلك الزمن، وذلك في كتابه “المفصل في تاريخ العرب قبل الإسلام – طبعة دار الساقي-” (9 / 124 – 126).

Kami belum mendapati dalam hadis-hadis sahih tentang rincian permainan yang dahulu biasa mereka lakukan. Namun tampaknya, mereka tetap meneruskan permainan-permainan yang mereka kenal sejak masa jahiliah yang tidak diharamkan oleh syariat Islam. Di zaman mereka ada permainan kekuatan, seperti gulat, sebagaimana yang ditunjukkan dalam beberapa hadis. 

Dr. Jawad Ali merinci permainan-permainan anak-anak yang sudah dikenal bangsa Arab di masa itu dalam kitabnya al-Mufaṣṣal fī Tārīkh al-ʿArab Qabla al-Islām, terbitan Dār as-Sāqī (9/124-126).

ثانيا:

الأصل في نساء الصحابة أنهن كن يَقِرْنَ في بيوتهن ، استجابة لقول تعالى:

  وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى   الأحزاب/33.

ولا يخرجن إلا لحاجة من حوائجهن ، أو صلاة ترغب إحداهن في حضورها، ولا يزاحمن الرجال في الشوارع والاسواق.

قال ابن كثير رحمه الله تعالى:

” وقوله: ( وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ ) أي: الزمن بيوتكن فلا تخرجن لغير حاجة.

Kedua, pada asalnya, para Sahabat Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dari kalangan wanita selalu berada dalam rumah mereka, dalam rangka mematuhi firman Allah Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Tetaplah kalian (para wanita) berada di dalam rumah kalian dan janganlah kalian berhias berlebihan seperti orang-orang jahiliah dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33) 

Mereka tidak keluar kecuali untuk memenuhi keperluan mereka atau untuk salat yang ingin mereka hadiri. Mereka tidak berkerumun bersama pada lelaki di jalan maupun pasar. Ibnu Katsir —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa firman-Nya (yang artinya), “Tetaplah kalian (para wanita) berada di dalam rumah kalian …” maksudnya mereka selalu di rumah mereka dan tidak keluar tanpa ada keperluan.

ومن الحوائج الشرعية الصلاة في المسجد بشرطه، كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( لا تمنعوا إماء الله مساجد الله، وليخرجن وهن تفلات ) وفي رواية: ( وبيوتهن خير لهن ) ” انتهى من “تفسير ابن كثير” (6 / 409).

وراجعي للفائدة جواب السؤال رقم : (145492).

Di antara keperluan yang sesuai syariat adalah salat di masjid asalkan syaratnya terpenuhi, sebagaimana yang Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sabdakan, “Janganlah kalian melarang para wanita hamba-hamba Allah ke masjid-masjid Allah, biarkan mereka keluar (ke masjid) dalam keadaan tanpa memakai wewangian.” Dalam riwayat lain disebutkan, “… dan rumah mereka lebih baik bagi mereka.” Selesai kutipan dari tafsir Ibnu Katsir (6/409) Sebagai tambahan faedah, silahkan lihat jawaban pertanyaan no. 145492.

ويظهر من الأحاديث الني سبق ذكرها من تعويد الأولاد على شرائع الدين من الصغر؛ أن الصحابة رضوان الله عليهم كانوا يهيئون بناتهم لالتزام أحكام الشرع من الصغر، فيلزموهن بالآداب التي تنمّي فيهن الحياء والعفة، امتثالا لأمر الله تعالى:   يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ التحريم/6.والله أعلم.

Tampak dari hadis-hadis yang telah disebutkan di atas bahwa anak-anak sudah dibiasakan untuk mematuhi ketentuan syariat sejak kecil. Para Sahabat —Semoga Allah Meridai mereka— mempersiapkan putri-putri mereka untuk menjadi wanita yang memiliki komitmen terhadap hukum-hukum syariat sejak kecil dan mendidik mereka untuk mematuhi adab-adab yang menumbuhkan rasa malu dan kesucian diri. Semua itu mereka lakukan dalam rangka menjalankan perintah Allah Subẖānahu wa Taʿālā (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman! 

Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia Perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6) Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/289243/نمط-حياة-الاطفال-في-زمن-النبوة

PDF Sumber Artikel

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42741-parenting-islami-aktivitas-harian-anak-anak-kecil-di-masa-rasulullah.html

Ini Dia 6 Cara Hidup Sehat

ADA beberapa cara hidup sehat. Berikut enam di antaranya:

Cara Hidup Sehat yang Pertama: Cek Kondisi Kesehatan Secara Berkala

Tujuan melakukan cek kesehatan secara berkala adalah untuk membandingkan status kesehatan kita sebelumnya, apakah terjadi penurunan atau peningkatan kondisi kesehatan. Gejala penyakit yang tidak terdeteksi dari dini dapat berakibat fatal pada kesehatan.

Cara Hidup Sehat yang Kedua: Enyahkan Asap Rokok

Bahaya asap rokok bagi kesehatan tubuh bukan menjadi rahasia umum lagi. Salah satu cara untuk menjaga kesehatan adalah dengan menghindari asap rokok bagi perokok pasif, dan berhenti merokok bagi perokok aktif.

Cara Hidup Sehat yang Ketiga: Beraktivitas Fisik

Rajin aktivitas fisik dapat dilakukan dengan cara olah raga secara teratur. Seperti yang kita ketahui bahwa olahraga mempunyai banyak manfaat yang baik bagi kesehatan dan kebugaran tubuh. Olahraga yang dapat kita lakukan banyak jenisnya, contohnya: senam sehat, lari, bulutangkis, tennis, bersepeda, dll.

Cara Hidup Sehat yang Keempat: Diet Sehat Dengan Kalori Seimbang

Makanan sehat adalah makanan yang mengandung gizi seimbang, kaya akan serat dan yang akan dibutuhkan untuk perkembangan tubuh. Dilihat dari kandungannya, makanan sehat adalah makanan yang mengandung karbohidrat, protein, mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh.

Cara Hidup Sehat yang Kelima: Istirahat Yang Cukup

Istirahat cukup merupakan bagian dari gaya hidup sehat. Istirahat atau tidur yang cukup dapat berdampak baik bagi kesehatan. Waktu istirahat atau tidur yang ideal bagi orang dewasa adalah 7-9 jam perhari.

Cara Hidup Sehat yang Keenam: Kendalikan Stress

Stress telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehingga mengendalikan stress menjadi bagian yang harus kita biasakan agar dampak buruk dari stress tidak mengganggu kita, terutama mengganggu kesehatan.

Dari beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh seperti yang tersebut diatas, rajin melakukan aktivitas fisik dengan olah raga teratur adalah salah satu cara yang dapat kita lakukan. Salah satu bentuk aktivitas fisik yang mudah dan menyenangkan untuk dilakukan adalah senam sehat. []

ISLAMPOS