Author: sukarja
Jangan Risau, Kejutan Hidup Selalu Mungkin Terjadi
PADA 10 Muharram saat itu, Fir’aun sedang berada dalam puncak kejayaannya, sedang berada dalam posisi yang paling kuat dan kuasa. Pada tanggal dan tahun yang sama, Nabi Musa berada dalam posisi terlemahnya, dalam kondisi hati yang penuh ketakutan akan pengejaran Fir’aun dan tentaranya.
Pada saat itu, Allah menunjukkan kuasaNya kepada para manusia bahwa Dia berkuasa membolakbalikkan keadaan, memungkinkan segala yang dianggap tak mungkin oleh manusia dan mentidakmungkinkan sesuatu yang dianggap mungkin manusia. Hanya dengan pukulan tongkat atas perintahNya, Nabi Musa menjadi selamat dan berjaya, sementara Fir’aun celaka dan tak berdaya.
Pelajaran berharga bagi kita agar tak pongah karena kuasa dan tak sedih karena tak punya kuasa. Teruslah merendah di hadapan Yang Mahakuasa, Dia dengan segala kuasaNya akan membimbing dan melindungi kita. Selalu ada jalan menuju selamat dan bahagia bagi mereka yang istiqamah dalam ketaatan pengabdian. Selalu ada jalan hancur dan menderita bagi mereka yang menantang dan melawanNya. Pilihan jalan adalah tergantung niat dan usaha kita.
Selamat pagi saudara dan sahabatku, tersenyumlah selalu selama Allah ada dalam hati kita. Hapus kegelisahan itu, hapus air mata itu. Selama masih tersisa detik untuk dijalani, masih ada harapan untuk terjadi sesuatu yang mungkin belum pernah kita duga sebelumnya. Tetaplah optimis. Subhanallaah wa alhamdulillaah. Salam, AIM. [*]
Ibumu…Ibumu…Ibumu…Ayahmu
SEORANG arif pernah menyatakan dalam wasiatnya kepada anaknya: “Kasih-sayang ibu sekukuh arsy Allah.” Apa kira-kira makna pesan itu?
Arsy Allah adalah tempat Allah “berada”. Dalam Alquran, ia sekaligus disebut sebagai tempat bersemayam Dia Yang Maha Pengasih: “Yaitu Tuhan Maha Pemurah (al-Rahman), Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS 20:5). Al-Rahman adalah inti semua sifat Allah yang bermakna kasih sayang yang tidak terbatas, melimpahi semua saja tanpa kecuali.
Dengan kata lain, Al-Rahman berarti kasih sayang yang paling agung dan tak bersayarat. “Akulah Allah & Akulah Al-Rahman, Akulah Yang Ciptakan rahim (ibu) dan Aku ambilkan sebutannya dari NamaKU (Al-Rahim) …” (H. Qudsi R. Tirmidzi).
Begitulah ukuran besarnya kasih sayang seorang ibu, sehingga Nabi mengajarkan: “Surga berada di telapak kaki ibu.” Meski menyebut rida Allah terletak pada rida ayah dan ibu, Nabi mengajarkan bahwa ibu berhak tiga kali lebih banyak untuk disayangi ketimbang ayah.
“Seseorang datang kepada Rasul dan bertanya: Wahai Rasul, kepada siapa aku harus berbakti pertama kali? Nabi menjawab:Ibumu! Kemudian siapa lagi? Ibumu! Kemudian siapa lagi? ‘Ibumu!’. Orang tersebut bertanya kembali, Kemudian siapa lagi, Nabi menjawab, Kemudian ayahmu.” (HR. Bukhari & Muslim).
Berbaik hati kepada ibu adalah ajaran para Nabi. Nabi Isa as. menyatakan: “Allah telah mewasiatkan kepadaku agar … berbaik-hati kepada ibuku.” (QS 19:32). Nabi Muhammad Saw. juga menyuruh seseorang yang ingin berjihad untuk mendahulukan melayani ibunya yang masih hidup. Demikian tinggi penghargaan terhadap ibu, hingga Allah sendiri berfirman, ” … Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya …” (QS 2:233) Pentingnya memperhatikan dan membahagiakan ibu tercermin pula dalam kisah Nabi Musa berikut: ” … Maka Kami mengembalikanmu (Musa as) kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita.” (QS 20:40).
Dalam Bihar al-Anwar Imam Sajjad meriwayatkan, “Suatu saat seorang lelaki mendatangi Rasul. ‘Ya Rasul, aku telah lakukan segala kejahatan yang diketahui. Masihkah ada peluang bertaubat bagiku?’Nabi bertanya, ‘Apa orangtuamu masih hidup?’ ‘Bapakku,’ jawabnya.’Pergi layani bapakmu dengan baik, kata Nabi. Andai Ibunya masih hidup,’ gumam Nabi ketika laki-laki itu pergi.”
Kenapa menyayangi ibu begitu penting? Bayangkan, jika kepada ibu yang begitu penyayang kita tak dapat menyayangi, siapa lagi yang akan kita sayangi? Dengan kata lain, kasih-sayang kepada ibu seharusya adalah tes yang paling mudah kita lalui: menyayangi orang yang kasih-sayangnya kepada kita tak terbatas. Sedangkan seperti disabdakan Nabi, kasih-sayang adalah syarat keimanan. “Tak beriman kalian jika tak saling menyayangi.”
Di atas semuanya itu, kasih sayang orang yang kita bisa sepenuhnya andalkan adalah kunci kebahagiaan hidup kita.Tak ada masalah yang tak bisa kita atasi jika di sisi kita tegak orang yang kita percaya, bahkan mau mengorbankan segalanya demi kebaikan kita. Dan tak usah jauh-jauh, orang itu adalah ibu kita.
Karena kasih-sayang ibu, seperti dikatakan dalam hadis juga, adalah percikan kasih-sayang-Nya. Maka bukan hanya surga di akhirat terletak di telapak kaki ibu kita, bahkan juga surga dunia kita. Jika sudah begini, masihkah kita lalai dalam berbuat sebaik-baiknya kepada ibu kita dan menyayanginya? [kultwit Haidar Bagir]
Inilah Syarat Wanita yang Boleh Mengasuh Anak (Bagian 2)
6. Merdeka
Sebagian ulama yang bermadzhab Asy-Syafii, Hambali dan Maliki berpendapat bahwa seorang hamba telah menghabiskan waktunya untuk memenuhi hak tuannya, dengan begitu ia tidak akan bisa serius dalam mengasuh anak.
7. Takwa
Ulama yang bermadzhab Hambali, Asy-Syaafi’i dan lain-lain menambahkan syarat ini. Sebab orang yang fasiq tidak boleh diberi amanah untuk merawat anak karena disangsikan ia tidak bisa melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam mengasuh anak. Boleh jadi si anak akan tumbuh dewasa dengan perangai seperti perangai pengasuhnya yang buruk.
Ibnul Qayyim berkata,
“Pendapat yang benar dan dapat dipastikan bahwa takwa tidak termasuk syarat dalam pengasuhan, dan ini merupakan persyaratan yang sangat jauh. Seandainya takwa menjadi syarat dalam pengasuhan tentunya akan banyak sekali anak-anak yang tersia-siakan, karena ini merupakan syarat yang sulit dipenuhi oleh umat Islam.
Sejak munculnya islam hingga hari kiamat kelak, anak-anak orang fasiq tetap berada di bawah pengasuhan mereka dan tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menggugat hak asuh mereka, padahal penduduk dunia ini mayoritasnya dari kalangan mereka.
Apakah pernah terjadi dalam sejarah Islam ada seseorang yang menggugat hak asuh seorang anak dari kedua tuanya atau salah satu dari orang tuanya karena alasan fasiq. Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam serta para sahabatnya tidak pernah melarang seorang fasiq menjaga dan mengasuh anaknya. Malah realitanya seorang ayah walaupun ia fasiq tetap berusaha untuk mengasuh anaknya dan tidak menyia-nyiakannya bahkan mengusahakan kebaikan untuk anak.
Meskipun ada juga yang nyeleneh dalam mengasuh anaknya, namun hal itu jarang terjadi. Jadi, syariat cukup menyerahkan masalah pengasuhan pada naluri bawaan. Apabila syariat menghapus hak asuh dan hak perwalian nikah terhadap orang-orang fasiq tentunya syariat telah menjelaskan tentang penghapusan hak ini, karena hal ini termasuk perkara yang terpenting untuk umat, dan tentu praktiknya telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bagaimana mungkin hukum ini mereka sia-siakan dan ternyata praktek yang sampai malah kebalikannya? Seandainya hak asuh orang-orang fasiq dihapus oleh syariat, tentunya orang yang berzina atau peminum khamar yang memiliki anak telah dipisahkan oleh syariat dan dicarikan pengasuh yang lain.
Syarat keenam dan ketujuh ini merupakan syarat yang tidak disetujui oleh sebagian ulama.
Demikian dikutip dari kitab Ittihaafu Uli Al-Albab Bihuquuqi Ath-Thifli Wa Ahkamihi fi Su-ali Wa Jawab karya Abu Abdullah Ahmad bin Ahmad Al-‘Isawi. Semoga bermanfaat. Aamiin.
Inilah Syarat Wanita yang Boleh Mengasuh Anak
Seorang wanita yang boleh mengasuh anak, baik anak kandungnya setelah bercerai dari suami ataupun anak orang lain, harus memiliki syarat-syarat tertentu. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka gugurlah haknya dalam mengasuh sang anak. Syarat ini terbagi dua, ada syarat yang sudah disepakati oleh para ulama dan ada juga syarat yang masih diperselisihkan. Berikut penjelasannya:
1. Berakal
Orang idiot dan gila tidak boleh diberi hak pengasuhan, karena dirinya saja tidak sanggup ia urus, bagaimana mungkin bisa mengurus orang lain.
2. Baligh
Anak kecil yang sudah sampai pada usia mumayyiz (sekitar 7 tahun) masih membutuhkan orang lain untuk mengasuh dan merawatnya. Oleh karena itu, ia tidak boleh diberi tugas untuk mengasuh dan merawat orang lain.
3. Mampu mengasuh
Tidak ada hak pengasuhan atas wanita buta atau penglihatannya sudah lemah atau wanita pengidap penyakit menular, atau penyakit yang membuatnya lemah untuk melakukan tugas pengasuhan, atau wanita renta yang membutuhkan pertolongan orang lain, atau wanita yang tidak peduli terhadap urusan rumahnya dan sering meninggalkan rumah.
4. Belum menikah
Apabila wanita tersebut telah menikah maka gugurlah hak asuhnya sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam,
أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَا لَمْ تَنْكِحِيْ
“Kamu lebih berhak terhadap bayimu selama kamu belum menikah.” (HR. Abu Daud).
Tentunya hal ini jika ada kerabat bayi yang menggugat hak asuh wanita tersebut. Jika tidak ada kerabat bayi yang menggugatnya dan suaminya rela anak tersebut diasuh di rumahnya maka wanita itu boleh mengasuhnya.
5. Beragama Islam
Anak seorang muslim tidak boleh diasuh oleh wanita yang kafir, karena pengasuhan sama seperti perwalian dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan hak perwalian kepada orang yang kafir. Allah berfirman,
وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ (14)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. An-Nisa` : 14).
Dikhawatirkan anak yang diasuh akan tumbuh di atas agama dan pendidikan agama pengasuh kafir tersebut, sehingga setelah besar nanti sulit baginya untuk kembali ke Islam. Ini merupakan bahaya terbesar yang menimpa anak tersebut.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam pernah bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Syarat ini tidak disepakati oleh Madzhab Hanafi, Ibnul Qaasim dari madzhab Maliki dan Abu Tsaur.
Obat Penawar Empat Penyakit Hati
BOLEH jadi keempat penyakit di bawah ini tengah menghinggapi hati Anda. Mungkin karena itu pula Anda sukar untuk mengingat Allah, atau paling tidak, sukar khusyuk saat tengah mengingatNya.
Maka perhatikanlah penawar yang telah Allah berikan untuk kita semua.
1. Jika Anda terjerat hawa nafsu liar dan tidak bisa mengendalikannya, maka LIHATLAH bagaimana perhatian Anda terhadap SALAT. Karena nafsu liar timbul dari sikap menyepelekan salat.
Allah berfirman,
“Kemudian datanglah setelah mereka para pengganti yangg “MENGABAIKAN SALAT dan MEMPERTURUTKAN SYAHWAT, maka kelak mereka akan tersesat.” (QS. Maryam (19) : 59)
2. Jika hati Anda keras, berperangai buruk, dan Anda merasa jauh dari hidayah, maka PERHATIKANLAH bagaimana hubungan Anda dengan kedua orangtua, terutama ibu.
Karena perangai jelek muncul dari kedurhakaan terhadap orangtua.
Allah berfirman,
“Dan aku pun berbakti kepada ibuku, sehingga Allah TIDAK MENJADIKAN aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam (19) : 32)
3. Jika kehidupan Anda terasa sempit, dan perasaan Anda selalu gusar, maka LIHATLAH bagaimana perlakuan Anda terhadap Alquran.
Karena kesempitan hidup berasal dari jauhnya Anda terhadap Alquran.
Allah berfirman,
“Dan barangsiapa BERPALING dari peringatan-KU (Alquran) niscaya baginya sungguh penghidupan yang sempit.” (QS. Thaha (20) : 124)
4. Jika Anda merasa ragu-ragu akan kebenaran dan dihinggapi rasa was-was, maka perhatikanlah DIRI ANDA, apakah Anda sudah melaksanakan nasihat yang selama ini telah Anda dengar atau tidak? Karena keraguan tumbuh dari penolakan akan nasihat.
Allah berfirman,
“Dan sesungguhnya jikalau mereka mau MELAKSANAKAN NASIHAT yang sampai kepada mereka, tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan iman mereka.” (QS. An-Nisa (4) : 66). Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mau mengamalkan nasihat. [BBM Dakwah Al-Sofwa]
Kemenag Tingkatkan Pengawasan Biro Umrah Melalui E-Umrah
Kementerian Agama (Kemenag) tengah berupaya memperbaiki regulasi pelaksanaan ibadah umrah yang dikelola biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). Hal ini terus dilakukan sejak mencuatnya kasus-kasus penipuan calon jamaah umrah sejak 2017 lalu.
Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kemenag RI, Nizar mengatakan pihaknya tengah meningkatkan pengawasan PPIU secara digital. Pihaknya menekankan pemantauan dan antisipasi biro umrah nakal melalui umrah elektronik atau e-umrah. Salah satunya yang sudah dikembangkan adalah Sipatuh (Sistem Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji).
“Ada e-hajj ada e-umrah. Ini bagian dari era digital yang tidak bisa dipungkiri. Konteks pengawasannya, Sipatuh. Karena dengan elektronik e-umrah ini memberikan kepastian apakah bisa terlayani dengan baik,” kata Nizar di sela-sela Seminar bertajuk ‘Menuju Pengelolaan Umroh yang Sistemik dan Berkualitas dan Antisipasi Pemberlakuan E-Umroh’ di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Sabtu (29/9).
Sistem eletronik akan memudahkan Kemenag RI melakukan pengawasan. Selain itu masyarakat juga dengan mudah mendapatkan informasi terkait PPIU yang nantinya akan dipilih.
Ia menyebutkan melalui Sipatuh, calon jamaah umrah bisa melihat PPIU yang memiliki izin. Jamaah juga dapat melihat rekam jejak biro umrah tersebut sebagai dasar pilihan mendaftar. Nantinya juga bisa dipantau perkembangan pendaftaran sebelum diberangkatkan.
“Calon jamaah umrah bisa memantau sendiri perkembangan dokumen yang diperlukan, paspor kapan jadinya, tiket pesawatnya, kateringnya, hotelnya, itu semua harus ada. Kalau salah satunya tidak ada, akan terjadi ketidakberangkatan. Dan paket-paket ini penting diketahui calon jamaah,” tuturnya.
Saat ini, sudah 90 persen PPIU yang berizin terdaftar dalam Sipatuh. Nanti setiap tahunnya keberadaan PPIU ini akan dievaluasi berdasarkan rekam jejak pemberangkatan jamaah umrah yang dilakukannya.
“Nanti di setiap akhir tahun itu ada evaluasi terhadap PPIU, misalnya dari ketepatan pemberangkatan. Untuk memberikan reward dan punishment,” ujarnya.
Ia menegaskan pemerintah pusat juga menyiapkan sejumlah regulasi untuk pengaturan pelaksanaan ibadah umrah ini. Pemerintah tak ingin lagi kecolongan dengan kasus-kasus PPIU nakal yang memanfaatkan keinginan besar masyarakat untuk beribadah ke tanah suci.
Ia menyebutkan Kemenag saat ini memasifkan literasi informasi umrah kepada masyarakat. Sehingga masyarakat yang ingin mendaftar umrah bisa terlebih dahulu tahu yang harus disiapkan dan ditanyakan kepada biro perjalanan. Kemudian adalah aturan penegakan hukum yakni sanksi administrasi bagi PPIU yang melanggar. Serta perbaikan tata kelola dan pengawasan.
“Bisnis umrah menjadi kebutuhan sebagai upaya merespon minat yang demikian tinggi dari umat Islam di Indonesia. Kalau tidak dibarengi dengan manajemen baik saya rasa ini akan merugikan calon jemaah umrah,” ujarnya.
Baznas Serukan Gerakan Zakat Bantu Korban Tsunami
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyeru kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ) di tingkat nasional dan daerah menggencarkan gerakan zakat untuk membantu korban gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah. Sebelumnya Baznas telah mengirim tim medis dan tim rescue dari Jakarta dan Makassar.
Tips Menjadi Kekasih Allah
TULISAN ini saya kutip dari buku yang ditulis oleh ustad Mahmud asy-Syafrowi berjudul “Manfaat puasa Senin-Kamis dan Puasa Daud “. Awalnya saya cukup malas untuk membaca buku ini, tapi sembari menghabiskan waktu libur, saya mencoba membuka buku ini perlahan-lahan. Ternyata isi buku ini sangat bagus, dan ada satu judul yang membuat saya sangat fokus membacanya. Adalah “Agar Menjadi Kekasih Allah”.
Sebagai seorang mukmin, tentu kita ingin menjadi kekasih Allah. Iya kan? Nah jika iya, maka langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah berusaha menunaikan dan mendirikan fardhu-fardhu (wajib ) Allah swt yang telah ditetapkan kepada kita, seperti salat fardhu lima waktu, puasa Ramadan, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji jika telah mampu.
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada perkara-perkara yang Aku fardhukan atasnya.” (HR.Bukhari)
Berikutnya, selain yang fardhu, tentu kita perlu menambah kan yang sunah-sunah, utamanya melakukan amalan yang paling disukai Allah swt. Sama persis ketika kita ingin dicintai pemimpin atau atasan kita, kita tak cukup hanya dengan mengerjakan aturan-aturan wajibnya saja. Tetapi kita juga harus melakukan kerja-kerja tambahan agar kita mendapat hadiah, binus, dan kenaikan pangkat.
Ibadah wajib yang kita kerjakan masih belum cukup dan masih perlu ditambah, karena:
– Kemungkinan besarnya masih banyak kekuaarangan dan cela
– Belum mebuktikan keikhlasan kita yang sebenar-benarnya
– Belum cukup layak untuk mendapat prestasi dan penghargaan
– Ibadah wajib yang kita kerjakan belum memberi pengaruh yang kuat terhadap kadar keteringatan kita kepada Allah swt.
Selain semua hal yang wajib kita kerjakan, akan lebih baik jika kita juga mengerjakan amalan sunah.
Ada banyak sekali amalan sunah yang dapat kita lakukan mulai dari salat, sedekah, membaca Alquran, berzikir, mengajarkan ilmu, menolong sesama dan lain sebagainya.
Dan usahakan diri untuk menjauhi segala bentuk perilaku dosa dan maksiat, sampai yang terkecil sekalipun, seperti menggunjing orang lain, menyakiti orang lain, berkata keji, berdusta, melihat sesuatu yang haram dan perbuatan buruk lainnya.
Semua hal itu bisa menjadi wasilah bagi kita untuk meraih cinta Allah dan menjadi kekasih Allah swt. [Chairunnisa Dhiee]
Selamat Datang, Wahai Para Malaikat Allah
ENGKAU telah menggapai kemuliaan dunia yang hakiki. Tak ada orang lain. Tak ada orang yang dapat mencapai derajat tertinggi itu. Engkau telah mencapai derajat yang paling puncak yang tidak dapat didaki, kecuali hanya oleh orang-orang yang ikhlas. Orang-orang banyak beribadah, bercita-cita luhur, dan meninggalkan dunia beserta kesenangannya.
Ia adalah orang yang paling dekat dengan sahabat Abdullah bin Masud radhiyallahu. Ia adalah orang yang paling wara. Ia adalah seorang pria yang hatinya sangat lembut. Suka menumpahkan air mata. Apabila salat ia lupa akan segala hal. Tak ingat lagi kehidupan dunia. Ia sangat mencintai Rabbnya. Ibadahnya tak pernah henti. Ada seorang pria Aslam, yang memberikan kesaksian, ketika melihat orang itu sedang salat, yang ia tak pernah melihat dilakukan oleh orang lain. “Apabila ia sujud, ia laksana kain yang dilempar dan dihinggapi oleh burung-burung”, ujar Aslam.
Saat menjelang malam ia jarang tidur. Ia tak memejamkan matanya. Saat orang lain sedang asyik dibuai mimpi-mimpi. Keluarganya pun kasihan kepadanya. Sampai seorang putrinya menegurnya. “Wahai ayah!. Mengapa selalu terjaga? Padahal orang-orang sedang asyik tidur?”. Orang itu menjawab pertanyaan putrinya. “Sesungguhnya neraka janaham terbayang di mataku!, ucap ayahnya. Suatu ketika. Orang itu berkata kepada putrinya yan ia cintai itu, dan berkata: “Aku sangat takut. Takut aku tergelincir ke dalam neraka”, kata ayahnya.
Para sahabat lainnya, ingin mengetahui, bagaimana lamanya salat tahajud di malam hari. Salah seorang sahabat, lalu menuturkan : “Mereka menaruh tanda di rambutnya, karena rambut orang itu tebal, untuk mengetahui orang itu tidak atau tidak? Ternyata tanda yang mereka taruh itu tidak berubah. Dari peristiwa itu, diketahui ia tidak membaringkan tubuhnya di malam hari”.
Bila pagi tiba. Ia berkata: “Selamat datang, wahai para malaikat Allah. Tulislah, Bismillaahir-Rahmanaanir-Rahim, subhanallah, wal-hamdulillah, laa Ilahaa illallaah wallaahu Akbar!”. Ia sangat meresapi makna Alquran, bila membacanya. Mengetahui apa yang diperintah dan larangannya. Mengenal betul janji dan ancamanNya. Suatu kali, ia melakukan salat tahajud, dan membaca ayat: “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu”. (al-Quran : 45:21) Ayat itu merasuk ke dalam pikirannya. Sampai tidak dapat melanjutkannya. Ayat itu diulang-ulang sampai pagi hari. Ia merasakan lezatnya, ketika membaca al-Quranul Karim.
Siapa orang itu? Ia tak lain adalah Rabi bin Khutsaim bin Aidz rahimahullah. Ia adalah murid Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu, yang menjadi pewaris ilmunya, peneladan akhlaknya, imam dalam ibadah, zuhud, dan wara.
Rabi tak suka memperlihatkan amal ibadahnya. Ia bahkan berupaya menyembunyikan ibadahnya. Ketika ada orang menemuinya sedang ia sedang memegang mushaf Alquran, ia menutupinya dengan kain agar tak terlihat. Rabi tidak melakukan salat sunah di masjid jami. Ia hanya satu kali orang-orang melihatnya mengerjakan salat sunah. Rabi bin Khutsaim rahimahullah telah mencapai tingkat rasa takut kepada Allah Azza Wa Jalla yang sangat tinggi. Hatinya selalu dipenuhi oleh khasyatillah (takut kepada Allah). Orang yang keadaan seperti itu, pasti akan ringan bagi dari segala musibah dan ujian dunia.
Suatu kali. Rabi pergi bersama dengan Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu. Mereka berdua melihat tukang besi. Mereka berdua melihat besi yang sedang menyala dan ditempa. Lalu, Ibnu Masud melanjutkan ke tempat lain. Sampai ditepian sungai Eufrat. Ditepian sungai yang membelah kota Bagdad itu, mereka bertemu dengan seorang pandai besi yang mengerjakan pembuatan perkakas. Saat melihat api yang menyala-nyala itu, Abdullah bin Masud membacakan ayat al-Quran : “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan, apabila mereka dilemparkan ketempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan”. (al-Furqan :25:12-13).
Saat itu, tiba-tiba Rabi pingsan, dan digotong ke rumahnya. Abdullah bin Masud menunggui sampai dhuhur. Belum juga siuman. Sampai ashar belum juga siuman. Dilanjutkan sampai magrib. Belum juga siuman. Baru sesudah itu, Rabi siuman, kemudian Abdullah bin Masud meninggalkannya. Itulah kondisi orang-orang yang bertaqwa.
Seorang dari Bani Taymillah bercerita, dan pernah mendampingi Rabi selama dua tahun. Selama dua tahun itu, orang menceritakan, bahwa Rabi, hanya berbicara satu kali, yang berkaitan dengan dunia, dan dalam bentuk pertanyaan. “Apakah ibumu masih hidup? Berapa masjid dilingkunganmu?”. Orang yang hatinya sibuk dengan zikrullah, tak memiliki kesempatan menyebut-nyebut dunia.
Pernah Rabi terkena penyakit lumpuh dalam waktu yang lama. Suatu ketika ia ingin makan daging ayam. Namun, ia menahan keinginannya itu selama empat puluh hari. Baru, ia berkata kepada istrinya : “Aku ingin makan daging ayam sejak empat puluh hari yang lalu, agar keinginanku dapat diredam”, ucapnya. “Subhanllah.Mengapa itu tidak engkau lakukan?”, sahut istrinya. Maka, istrinya menyuruh seseorang pergi ke pasar membeli ayam. Lalu, disembelihnya ayam itu. Usai menyembelih ayamnya, lalu memasak ayam itu, dan dicampur dengan roti, kemudian istrinya menghidangkan masakan itu kepada suaminya.
Betapa. Saat Rabi akan makan hidangan ayam beserta roti, di depan pintu datanglah seorang pengemis dan meminta- “Berikanlah ini kepadanya. Semoga Allah Azza Wa Jalla memberkahi”, kata Rabi kepada istrinya. “Subhanallah”, sahut istrinya. “Sudahlah. Berikan kepada dia”, kata Rabi. Isterinya lalu berkata : “Kalau begitu aku akan melakukan hal-hal yang lebih baik”, tukas istrinya. “Apa?”, tanya Rabi kepada istrinya. “Aku akan memberikan uang seharga makanan ini”, jawab isterinya. Setelah isterinya menyerahkan uang itu kepada pengemis itu, lalu Rabi berkata :”Berikanlah uang berikut makanan itu seluruhnya”.
Suatu hari datang seoran laki-laki ke rumahnya meminta nasehat. Rabi rahimahullah mengambil kertas lalu menulsikan kata-kata : “Katakanlah, marilah kebucakan apa yang diharamkan Tuhanmu,yaitu : Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu (ibu-bapak), dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberi rezeki kepada kamu dan mereka,dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, melainkan dengan sebab yang benar”.
Rabi bin Khutsaim telah memberikan teladan. Memberikan pelajaran. Memberikan arahan. Semua menjadi jalan menuju kehidupan yang diridhai Allah Azza Wa Jalla. Tak ingin mendapatkan murkaNya, kelak di akhirat nanti. Wallahu alam. [Eramuslim]