Umar bin Khattab Ungkap Doa Datangkan Pertolongan Allah SWT

Umar bin Khattab menekankan manfaat doa yang bisa mendatangkan pertolongan.

Kekuatan doa begitu dahsyat. Doa dalam islam bahkan disebut sebagai inti atau otak dari ibadah itu sendiri. 

Pemahaman tentang keutamaan doa itu juga dipahami dengan baik oleh para generasi salaf, tak terkecuali generasi sahabat. 

Dahulu Umar bin Khattab RA memohon pertolongan atas musuhnya dengan doa. Bahkan dia menganggap doa sebagai tentara yang terhebat.

Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Beliau berkata kepada para sahabatnya: 

“Kalian tidak mendapatkan pertolongan dengan jumlah kalian yang banyak, tetapi kalian mendapatkan pertolongan dari langit.”

Umar juga berkata, “Sesungguhnya yang aku pentingkan bukan pengabulan, tetapi doa atau permohonan itu sendiri. Apabila kalian berdoa, maka pengabulan akan ada bersamanya”.

Barang siapa yang diberi ilham untuk berdoa maka sesungguhnya Allah SWT hendak mengabulkan permohonannya.

Allah SWT berfirman: ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ  “…Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…” (QS Al Mu’minun ayat 60).

Dalam Sunan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah niscaya Dia akan murka kepadanya”.

Hal ini menunjukkan bahwa ridha-Nya terletak pada permohonan dan ketaatan kepada-Nya. Jika Allah ridha, maka seluruh kebaikan akan berada dalam ridha-Nya, sebagaimana setiap bencana dan musibah itu terjadi karena kemaksiatan kepada Allah dan murka-Nya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Global Qurban-ACT Siapkan Hewan Kurban Terbaik

Global Qurban telah menyiapkan hewan kurban terbaiknya untuk menyambut Idul Adha, salah satunya bekerja sama dengan peternak lokal.

Selain berbagi dengan penerima manfaat, pemberdayaan peternak dan pelapak menjadi fokus Global Qurban tahun ini. Kerjasama ini menjadi bukti konkret bahwa ACT terus membersamai berbagai kalangan selama masa pandemi, tak terlepas untuk para peternak.

Urgensi pemberdayaan terhadap peternak dan pelapak selama masa pandemi, diungkapkan oleh Insan Nurrohman selaku Executive Vice President ACT dan penanggung jawab implementasi Global Qurban – ACT 2020. Terutama pada masa pandemi seperti ini, di mana orang-orang banyak yang kehilangan pekerjaannya.

“Ada manfaat ekonomi yang besar sekali yang dapat kita raih dari ibadah ini. Kita melibatkan ratusan bahkan ribuan peternak yang sangat berharap sekali dalam situasi Covid-19 ini. Karena mereka sempat khawatir apakah hewan ternaknya dapat dibeli para pekurban. Oleh karena itu, manfaat ekonomi (dari kurban) adalah membuka lapangan pekerjaan bagi ribuan bahkan jutaan peternak,” kata Insan.

Budi Susilo, salah satu pemilik peternakan yang ada di Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor mengatakan, semakin dekat dengan Hari Raya Iduladha, maka akan semakin banyak pula persediaan hewan kurban. Peternakan milik Budi merupakan salah satu penyuplai hewan kurban untuk Global Qurban – ACT. Sudah empat tahun Global Qurban – ACT dan Budi berkolaborasi dalam pengadaan hewan kurban dengan kualitas terbaik. “Di sini (peternakan) sebagian besar kegiatannya ialah penggemukan, dan sebagian kecilnya pengembangbiakan,” katanya.

Saat ini, sudah terdapat kandang yang diisi dengan ratusan kambing serta domba. Ada juga kandang khusus yang saat ini diisi 50 sapi dari berbagai jenis. Targetnya akan ditambah ratusan ekor lagi yang akan didatangkan dari Bali dan Jawa Timur.  Hewan-hewan tersebut merupakan persiapan dari pihak peternakan untuk memenuhi kebutuhan kurban.

Perawatan terbaik dengan cara menjaga kebersihan kandang serta pemberian pakan bergizi menjadi kunci utama dalam merawat hewan yang dilakukan Budi dan timnya. Langkah ini dilakukan Budi agar para pekurban puas saat melakukan pembelian dan memberikan hewan dengan keadaan terbaik untuk ibadah. Budi menjelaskan, hewan biasanya akan mengalami penurunan bobot ketika baru tiba di kandang. Untuk itu, diperlukan perawatan khusus hingga pada akhirnya dalam kondisi yang benar-benar baik saat Iduladha.

Di tengah pandemi seperti sekarang ini, tak menjadikan alasan untuk Budi menurunkan kualitas perawatan hewan ternaknya. Ia tetap memberikan pakan terbaik dan melibatkan warga sekitar dalam peternakan yang telah dirintisnya sejak 2002 lalu itu. Selain itu, Budi pun mengimbau ke masyarakat yang hendak berkurban untuk bisa menyalurkan hewan kurbannya melalui lembaga kemanusiaan seperti Global Qurban – ACT untuk menghindari kerumunan saat melakukan penyembelihan. Tujuannya adalah untuk memutus rantai penyabaran virus Covid-19. 

Budi pun merasa senang atas kerja sama yang dijalin dengan Global Qurban selama beberapa tahun ini. Luasnya jangkauan masyarakat prasejahtera yang bakal menikmati daging kurban dari peternakannya, menjadi kebanggaan tersendiri bagi Budi. “Kesamaan visi yang berorientasi pada penerima manfaat serta pemberdayaan masyarakat yang mengiringi menjadi alasan utama berkolaborasi dengan Global Qurban,” kata Budi.

Global Qurban menawarkan kemudahan dalam bertransaksi, kemudahan dalam memilih hewan Qurban, Insya Allah jaringan kebermanfaatan yang luas, dari pelosok Indonesia hingga internasional. Ketika banyak saudara di-PHK, para pengusaha gulung tikar, petani peternak bermuram durja, maka bersama Global Qurban kita ikhtiarkan solusinya. www.GlobalQurban.com 

KHAZANAH REPUBLIKA

Ini 5 Keutamaan Sedekah Kurban

Sebaiknya anak-anak dilatih berkurban sejak kecil.

Idul kurban telah tiba. Hari raya ini disambut gegap gempita oleh seluruh umat Islam. Betapa tidak, momentum Idul Qurban atau Idul Adha ini berkaitan erat dengan ritual haji dan penyembelihan hewan kurban. 

Bagi umat Islam yang berkesempatan melaksanakan ibadah haji, tentu mereka berbahagia karena dapat melaksanakan rukun Islam yang kelima. Bagi umat Islam yang tahun ini belum dipanggil ke Tanah Suci dan dikaruniai keluasan rezeki untuk berkurban, Idul Adha adalah momentum untuk membahagiakan diri serta orang lain.

“Bagi umat Islam yang belum berkesempatan berkurban, Idul Adha akan disambut bahagia karena ada jatah daging kurban yang dikirim ke rumah masing-masing. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berbahagia di Idul Adha,” kata Direktur Aman Palestin-Indonesia, Ustaz  Miftahuddin Kamil MA melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (10/8)).

Ia menambahkan, Idul Adha juga merupakan momentum mengukur kesalehan anggota keluarga. Betapa tidak, kisah turunnya perintah berkurban melibatkan seluruh anggota keluarga Nabi Ibrahim AS seperti dinyatakan oleh Allah SWT dalam Alquran Surat Ash-Shaaffaat ayat 99-111.

Miftahuddin mengemukakan, sebagaimana ibadah-ibadah lain yang harus dibiasakan sejak kecil, alangkah baiknya jika  anak-anak dididik berkurban sejak kecil.  Salah satu caranya adalah dengan menyediakan satu celengan khusus untuk buah hati kita. “Katakan kepadanya bahwa celengan tersebut harus diisi setiap hari dan pada Idul Qurban akan dibuka dan dibelikan hewan kurban atas namanya. Kalau jumlahnya belum mencukupi untuk membeli hewan kurban, kita bisa mengarahkan buah hati kita untuk bersedekah kurban,” ujarnya.

Menurut Miftahuddin, anak mungkin akan bertanya,  “Apakah Sedekah Kurban itu?” Paling tidak ada lima hal yang dapat dijelaskan mengenai sedekah kurban. “Pertama, Sedekah Kurban ialah sedekah daging yang kita laksanakan pada Hari Raya Kurban. Dari segi dalil, dalilnya adalah dalil sedekah,” ujarnya. 

Kedua, memang, Sedekah Kurban bukanlah ibadah kurban, tetapi ia dinilai sebagai sedekah wajib bila kita berikan kepada rakyat Palestina yang difatwakan wajib oleh para ulama untuk diberikan sedekah, zakat, dan lain-lain. 

Ketiga, pernahkah Sedekah Kurban dilaksanakan oleh Rasulullah SAW? Rasulullah SAW sentiasa bersedekah dan ketika memasuki Hari Raya Qurban, baginda menunaikan ibadah kurban. “Jika kita ingin mencontoh yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., berkurban seekor kambing atau sapi secara utuh tentu lebih afdal. Namun jika kondisi finansial kita belum mencukupi, Sedekah Kurban yang nominalnya tidak dibatasi adalah pilihan yang tepat. Dana Sedekah Kurban tersebut akan dikumpulkan dan digabung untuk dibelikan kambing atau sapi dan diberikan kepada rakyat Palestina yang memang lebih membutuhkan,” paparnya.

Keempat, Allah SWT  senantiasa akan memberikan rahmat dan barakah-Nya yang luas kepada Muslim yang menunaikan Sedekah Kurban.

Kelima, tidak ada syarat khusus untuk Sedekah Kurban selain niat yang ikhlas untuk membantu atau membahagiakan saudara seiman  di Palestina saat Hari Raya Kurban. “Jadi, mari kita jadikan momentum Idul Kurban untuk meningkatkan kesalehan keluarga,” paparnya. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Fiqih Qurban

Qurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah Ta’ala berfirman:

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).

Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim ‘Alaihissalam, saat beliau diperintahkan Allah Ta’ala untuk mengurbankan anaknya, Ismail ‘Alaihissalam. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Ta’ala sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.

Disyariatkannya Qurban

Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Ta’ala, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.

Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah Ta’ala kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS Ad-Dhuhaa 11).

Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.

Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah Ta’ala di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu. bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”.

Definisi Qurban

Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).

Hukum Qurban

Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).

Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.

Binatang yang Boleh Diqurbankan

Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).

Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).

Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi.“ (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits lain:

“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).

Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.

Waktu Penyembelihan Qurban

Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat ‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Hari penyembelihan menurut Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari.

Pendapat ini mengambil alasan bahwa Umar RA, Ali RA, Abu Hurairah RA, Anas RA, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar RA mengabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Mughni Ibnu Qudamah 11/114).

Sedangkan mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Berkata Al-Haitsami: ”Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.

Tata Cara Penyembelihan Qurban

Berqurban sebagaimana definisi di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah qurban yang disyariatkan Islam tersebut.

Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:

“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.

Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada Fatimah ‘Alaihissalam:

“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Berqurban dengan Cara Patungan

Qurban dengan cara patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:

“Seseorang di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan keluarganya. Mereka semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan melakukan apa yang ia lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

Disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata:

“Saat itu kami bertujuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam suatu safar, dan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham. Kemudian kami membeli kambing seharga 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harganya mahal bagi kami”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Sesungguhnya yang paling utama dari qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).

Dan berkata Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah mengemukakan hadits tersebut: “Mereka diposisikan sebagai satu keluarga dalam bolehnya menyembelih satu kambing bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah pembelajaran dapat saja beberapa orang membeli seekor kambing kemudian disembelih. Sebagaimana anak-anak sekolah dengan dikoordinir oleh sekolahnya membeli hewan qurban kambing atau sapi kemudian diqurbankan.”

Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas, datang pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang lelaki dan berkata:

“Saya berkewajiban qurban unta, sedang saya dalam keadaan sulit dan tidak mampu membelinya”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membeli tujuh ekor kambing kemudian disembelih”.

Hukum Menjual Bagian Qurban

Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:

“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi).

Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan. Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.

Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban

Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami” (HR Bukhari).

Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal

Berqurban atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut berwasiat atau wakaf, maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa wasiat dan keluarganya ingin melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya.
Sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah mati. Sedangkan mazhab Syafi’i tidak membolehkannya.

Kategori Penyembelihan

Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas; ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan di antara kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah Ta’ala sebagai ibadah sunnah.

Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.

Sedangkan selain bentuk ibadah di atas, masuk ke dalam penyembelihan biasa untuk dimakan, disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan akad nikah. Kemudian dirayakan dengan walimah menyembelih kambing. Seorang yang sukses dalam pendidikan atau karirnya kemudian menyembelih binatang sebagai rasa syukur kepada Allah Ta’ala.

Jika terjadi penyembelihan binatang ternak dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara tertentu dan keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang bid’ah, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Apalagi jika penyembelihan itu tujuannya untuk syetan atau Tuhan selain Allah maka ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.

Penutup

Sesuatu yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban (taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadits Qudsi): ‘Siapa yang memerangi kekasih-Ku, niscaya aku telah umumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling Aku cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya dimana ia mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia melihat, tangannya dimana ia memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi’.” (HR Bukhari).

Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam.

Dalam suasana di mana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka menjauhi Allah Ta’ala dan menjauhi ajaran-Nya? Yang pasti, musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan di antara bentuk pendekatan diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka. Aamiin ya Rabbal Alamin.

GLOBAL QURBAN

Kebolehan Menunaikan Haji untuk Orang Lain

Menurut kesepakatan para ulama, wanita Muslimah diperolehkan untuk menunaikan ibadah haji bagi wanita Muslimah lainnya. Baik untuk putrinya maupun orang lain dan juga menunaikan haji untuk laki-laki.

“Sedangkan menurut empat Imam yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali serta jumhur ulama lainnya, diperbolehkan juga baginya menunaikan haji untuk orang laki-laki,” kata Syekh Kamil Muhammad uwaidah dalam kitabnya fiqih wanita. 

Hal ini kata Syekh Kamil, Rasulullah SAW pernah memerintahkan seorang wanita dari kabilah Khats’amiyah menunaikan ibadah Haji untuk ayahnya. Yaitu ketika ia bertanya: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kewajiban haji itu berlaku atas semua hamba-nya. Ayahku telah mendapatkan kewajiban itu Sedangkan ia sudah sangat tua titik untuk itu apa yang harus aku lakukan? Maka beliau memerintahkannya untuk menunaikan haji bagi ayahnya (HR jamaah).

“Imam at Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini berstatus Hasan Shahih,” kata Syekh Kamil.

Menurut para ulama dari kalangan sahabat nabi dan juga yang lainnya, diperbolehkan untuk mengamalkan hal itu. Pendapat senada juga disampaikan oleh Ats-Tsauri,Ibnu Mubarok, Asy Syafi’i Imam Ahmad dan Ishaq.

Syekh Kamil melanjutkan, Imam Malik menegaskan, jika hal itu diwasiatkan, maka harus ditunaikan. Adapun Asy-syafi’i dan Ibnu Mubarok memberikan keringanan untuk menghajikan orang dewasa yang masa masih hidup, dengan syarat orangnya tak mampu arah tidak Istithaah. “Akan tetapi dalam keadaan tidak mampu menunaikannya,” katanya

Syekh Kamil mengatakan dari hadis di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa wanita Muslimah diperbolehkan untuk menunaikan haji bagi orang laki-laki dan juga wanita lainnya. Sebaliknya laki-laki Muslim juga boleh menaikkan haji untuk orang laki-laki dan juga wanita Muslimah yang lain. “Karena terkait hal idak ada nash yang menantangnya,” katanya.

IHRAM

Berhaji Mestikah Berkurban?

Perlu diketahui bahwa yang menjalankan ibadah haji dengan mengambil manasik tamattu’ dan qiron punya kewajiban untuk menunaikan hadyu (hewan sembelihan yang dihadiahkan untuk tanah haram Mekkah). Sedangkan di sisi lain saat Idul Adha juga dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berqurban (menunaikan udhiyah). Bagaimanakah dengan jama’ah haji? Apakah mereka disunnahkan pula melakukan kedua-duanya? Apakah berhaji mesti juga berqurban?

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Udhiyah (qurban) disunnahkan untuk jama’ah haji dan seorang musafir sebagaimana disunnahkan bagi orang yang mukim. Tidak ada beda dalam hal ini dan tidak ada beda pula sunnahnya hal ini bagi laki-laki maupun perempuan.” (Al Muhalla, 7: 375)

Riwayat berikut ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk istri-istrinya saat berhaji.

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ عَلَيْهَا وَحَاضَتْ بِسَرِفَ ، قَبْلَ أَنْ تَدْخُلَ مَكَّةَ وَهْىَ تَبْكِى فَقَالَ « مَا لَكِ أَنَفِسْتِ » . قَالَتْ نَعَمْ . قَالَ « إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ » . فَلَمَّا كُنَّا بِمِنًى أُتِيتُ بِلَحْمِ بَقَرٍ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا قَالُوا ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ أَزْوَاجِهِ بِالْبَقَرِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (ia berkata), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah  menemui ‘Aisyah di Sarif sebelum masuk Mekkah dan ketika itu ‘Aisyah sedang menangis. Beliau pun bersabda, “Apakah engkau haidh?” “Iya”, jawab ‘Aisyah. Beliau bersabda, “Ini adalah ketetapan Allah bagi para wanita. Tunaikanlah manasik sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji selain dari thawaf di Ka’bah.” Tatkala kami di Mina, kami didatangkan daging sapi. Aku pun berkata, “Apa ini?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan udhiyah (berqurban) atas nama dirinya dan istri-istrinya dengan sapi.” (HR. Bukhari no. 5548)

Guru kami, Syaikh Dr. ‘Abdullah As Sulmiy, Dosen Ma’had ‘Ali lil Qodho di Riyadh KSA ditanya, “Apa hukum menggabungkan antara hadyu dan udhiyah (qurban)?”

Beliau -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur beliau- berkata,

“Yang kita bahas pertama, apakah udhiyah (qurban) dianjurkan (disunnahkan) untuk jama’ah haji. Para ulama Hanafiyah, Malikiyah dan dipilih oleh Ibnu Taimiyah bahwasanya hal itu tidak dianjurkan (disunnahkan). Sedangkan ulama Syafi’iyah, Hambali dan juga Ibnu Hazm berpendapat tetap disunnahkannya udhiyah (qurban) bagi jama’ah haji. Pendapat terakhir inilah yang lebih kuat. Karena udhiyah itu umum, untuk orang yang berhaji maupun yang tidak berhaji. Dan ada hadits yang menunjukkan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu berqurban (menunaikan udhiyah) padahal beliau sedang berhaji. Seperti riwayat Daruquthni, namun asalnya dalam shahih Muslim yaitu dari hadits Tsauban …. Ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban saat haji dan waktu lainnya.” [Sumber fatwa: http://www.youtube.com/watch?v=F-Oy26wROk0]

Lantas bagaimana mengenai larangan mencukur bagi shohibul qurban, apa berlaku juga untuk jama’ah haji yang juga berqurban di negerinya?

Syaikh Dr. Abdullah As Sulmi mengatakan bahwa larangan tersebut tetap berlaku bagi jama’ah haji yang berqurban. Namun setelah tahallul awal mereka boleh memotong kuku dan mencukur rambut meski qurbannya belum disembelih. Karena mencukur saat tahallul itu perintah dan untuk shohibul qurban tadi adalah larangan. Berdasarkan kaedah, perintah didahulukan dari larangan. [Faedah dari ceramah beliau pada link di atas]

Mudah-mudahan bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Setelah shalat Isya’ @ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSU, 29/11/1433 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/18147-berhaji-mestikah-berkurban.html

Kejujuran adalah Salah Satu Kunci dari Kunci-Kunci Surga

Kejujuran adalah Salah Satu Kunci dari Kunci-Kunci Surga

Share on facebookShare on whatsappShare on twitterShare on googleShare on telegram

Kejujuran adalah Salah Satu Kunci dari Kunci-Kunci Surga

khazanahalquran.com – Allah Swt Berfirman :

هَٰذَا يَوۡمُ يَنفَعُ ٱلصَّادِقِينَ صِدۡقُهُمۡۚ لَهُمۡ جَنَّاتٌ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا

“Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS.Al-Ma’idah:119)

Dari berbagai ayat dan riwayat dapat kita simpulkan bahwa الصِدق (kejujuran atau bertindak dengan benar) memiliki bobot yang berat dalam timbangan amal. Hal ini dikarenakan sifat ini adalah sifat yang tertinggi dari para Auliya’ Allah dan kejujuran adalah salah satu kunci dari kunci-kunci surga.

Jelas yang dimaksud الصِّدق di dunia adalah bertindak benar dalam akidah serta jujur dalam perkataan dan perbuatan. Sifat-sifat ini adalah tanda-tanda ketakwaan yang sejati.

Bila kita renungkan, semua amal kebaikan membutuhkan kejujuran. Amal tanpa kejujuran (tiadanya ketulusan) tak akan memiliki nilai apa-apa di mata Allah Swt.

Bahkan seluruh dosa dan kesalahan yang diperbuat manusia berawal dari tidak adanya kejujuran dalam keimanannya. Apabila ia benar-benar jujur dan tulus dalam meyakini syariat Allah, mungkinkah ia membiarkan dirinya melawan syariat tersebut?

Pentingnya kejujuran ini juga tampak dari sisi bahwa Allah Swt menjadikan sifat ini sebagai cara untuk menyingkap sifat asli dari seseorang. Rasulullah Saw bersabda :

“Janganlah engkau melihat pada banyaknya sholat mereka, banyaknya puasa mereka, banyaknya haji dan kebaikan mereka, serta ibadah mereka di tengah malam, namun lihatlah pada kejujuran perkataan mereka dan penjagaan mereka terhadap amanat.”

Dalam Hadist lain beliau bersabda :

“Sesungguhnya kejujuran membimbing (seseorang) menuju kebaikan dan kebaikan membimbing menuju surga.”

Karenanya, kejujuran adalah kunci dari kunci-kunci surga.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAHALQURAN

Tak Hanya Peduli, Umar bin Abdul Aziz Juga Sosok Tegas

Umar bin Abdul Aziz sosok yang tegas dan peduli terhadap umat.

Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz memeriksa daftar sertifikat tanah, dia menemukan bahwa ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, memiliki perkebunan kurma yang sangat luas dan subur di Khaibar, dekat Madinah.

kemungkaran tak cuma itu. Dalam biografinya yang ditulis Abdullah bin Abdul Hakam diriwayatkan, Umar melarang aparat negara dan rakyat menyiksa hewan. Kepada Hayyan, pejabatnya di Mesir, Umar menyatakan unta pengangkut barang dilarang dimuati melebihi 600 rithl (sekitar 240 kg).

Sebagai kepala negara ia selalu memudahkan orang mencari pekerjaan, gemar menasihati rakyat, serta membagikan harta negara kepada orang miskin, dan sebagainya. Sayangnya, keteladanan Umar itu tidak banyak yang mencontoh. Kini, walaupun banyak pejabat Muslim, mereka terkesan enggan memakai kekuatan dan kekuasaannya untuk mencegah kezaliman dan kemaksiatan.

Padahal, saban hari mereka bisa dengan mudah melihat dosa besar serta dosa yang status keharamannya didasari dalil yang qathi tsubut (pasti sumber hukumnya) dan qathi dilalah (pasti penunjukan makna/tafsirnya). Keharaman judi misalnya, bukanlah hasil ijtihad, melainkan firman Allah SWT (QS 5:90-91).

xMASUKREGISTER Thursday,26 Syawwal 1441 / 18 June 2020HomeIhram.co.idrepublika.idGerai RepublikaJadwal Shalat

About UsContact UsDari RedaksiPedoman SiberKarir

Thursday, 18 Jun 2020 20:14 WIB

Tak Hanya Peduli, Umar bin Abdul Aziz Juga Sosok Tegas

Umar bin Abdul Aziz sosok yang tegas dan peduli terhadap umat.Red: Nashih Nashrullah

Umar bin Abdul Aziz sosok yang tegas dan peduli terhadap umat. Berdoa kepada Allah/ilustrasi

Umar bin Abdul Aziz sosok yang tegas dan peduli terhadap umat. Berdoa kepada Allah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz memeriksa daftar sertifikat tanah, dia menemukan bahwa ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam, memiliki perkebunan kurma yang sangat luas dan subur di Khaibar, dekat Madinah.

Baca Juga:

Harta itu lalu diwariskan kepadanya. Usai menyelidiki kronologinya, lahan itu diambil kakek Umar dari milik kaum Muslimin, maka Umar langsung merobek sertifikat tanah dan kebun miliknya itu, lalu mengembalikan kepada negara agar hasilnya untuk rakyat semata.

Ketegasan, keberanian, dan kecepatan Umar bin Abdul Aziz memberantas kemungkaran tak cuma itu. Dalam biografinya yang ditulis Abdullah bin Abdul Hakam diriwayatkan, Umar melarang aparat negara dan rakyat menyiksa hewan. Kepada Hayyan, pejabatnya di Mesir, Umar menyatakan unta pengangkut barang dilarang dimuati melebihi 600 rithl (sekitar 240 kg).

Sebagai kepala negara ia selalu memudahkan orang mencari pekerjaan, gemar menasihati rakyat, serta membagikan harta negara kepada orang miskin, dan sebagainya. Sayangnya, keteladanan Umar itu tidak banyak yang mencontoh. Kini, walaupun banyak pejabat Muslim, mereka terkesan enggan memakai kekuatan dan kekuasaannya untuk mencegah kezaliman dan kemaksiatan.

Padahal, saban hari mereka bisa dengan mudah melihat dosa besar serta dosa yang status keharamannya didasari dalil yang qathi tsubut (pasti sumber hukumnya) dan qathi dilalah (pasti penunjukan makna/tafsirnya). Keharaman judi misalnya, bukanlah hasil ijtihad, melainkan firman Allah SWT (QS 5:90-91).Berita Terkait

Apalagi kemusyrikan, seperti ajakan mempercayai sihir lewat novel anak-anak, pertunjukan TV yang membuat orang berdoa pada jin-jin, dan seterusnya. Padahal, syirik merupakan dosa terbesar tak terampuni (QS 1:5, 2:102, 4:48).

Begitu juga dengan korupsi dan suap-menyuap. Kedua hal ini jelas diterangkan dalam beberapa hadis shahih riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Abu Dawud, bahwa Rasulullah SAW enggan menolong koruptor di akhirat. Beliau pun bersabda, penyuap dan yang disuap dilaknat Allah SWT. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Kemenag Pastikan Jamaah tak Kehilangan Porsi Berangkat Haji

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar Ali memastikan jamaah tidak kehilangan porsi berangkat haji tahun depan akibat pembatalan pengiriman calhaj.

“Kalau Keppres belum dibatalkan maka porsinya tidak hilang,” kata Nizar dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI yang dipantau daring dari Jakarta, Kamis (18/6).

Adapun yang dimaksud Dirjen PHU adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1441 Hijriyah/2020 Masehi. Menurut dia, Keppres itu masih berlaku sehingga ada jaminan pembatalan keberangkatan jamaah tahun ini tidak membuat yang bersangkutan kehilangan porsi haji.

Keberangkatan calon haji hanya menjadi mundur untuk tahun depan. Hal itu, kata dia, juga berlaku mundur satu tahun bagi jamaah setahun setelah itu dan seterusnya.

Nizar mengatakan jamaah yang tidak menarik setoran awal haji akan tetap memiliki porsi berangkat haji. Dengan kata lain, jamaah tidak kehilangan porsi jika hanya menarik setoran pelunasan haji.

Menurut dia, pembatalan pengiriman haji melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) juga tidak menyalahi aturan.

“Keppres hanya menentukan dasar pembiayaan BPIH dan Bipih. Sementara menteri ada kewenangan dia untuk pembatalan,” kata dia.

Sementara itu di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily dalam raker dengan Kemenag itu mengatakan memang dalam undang-undang tidak dijelaskan secara khusus mengenai penundaan atau pembatalan haji. Akan tetapi, kata dia, seharusnya itu diputuskan secara konsensus dalam rapat kerja antara DPR dengan pemerintah.

“Karena belum ada di undang-undang. Itulah pentingnya kita ada konsensus. Karena apa yang diputuskan pemerintah dan DPR setingkat dengan UU,” kata dia.

Kemenag, kata dia, tidak pada tempatnya berkonsultasi kepada Kemenkumham soal pembatalan haji karena seharusnya kepada DPR. Ada aturan yang menurut dia dilangkahi dan salah prosedur.

IHRAM

Doa dan Tingkatan Iman

MENURUT Imam al-Ghazali, tingkatan iman itu ada enam. Pertama, keyakinan yang cuma berdasar pada kecenderungan hati. Ibaratnya seseorang yang mendengar sebuah ceramah tentang Allah yang menyukai orang meminta kepada-Nya. Orang itu percaya karena kecenderungan hatinya yang memang sedang menginginkan sesuatu, dan berharap pertolongan.

Iman pada tingkatan ini, dapat terasa dari doa yang ia panjatkan. Yang biasanya cuma meminta duniawi saja. Seperti, “Ya Allah saya ingin motor, yang baru, dan kalau bisa yang 1000 cc.” Dan terkadang cenderung mengatur Allah dalam doanya. Namun tidak masalah, asalkan orang tersebut sadar bahwa semua diinginkan adalah milik Allah. Itu sudah lumayan bagus.

Kedua, iman berdasarkan sebuah dalih yang lemah, tapi bukan dalil. Misalkan orang tadi meminta bukti jika Allah akan mengabulkan doanya, maka ia akan percaya saat ada yang bercerita padanya tentang tukang bubur yang rajin salat, lalu dikabulkan doanya sehingga bisa membeli motor keluaran terbaru dan tercanggih.

Pada tingkat ini, ia biasanya masih memohon yang duniawi, namun sudah mulai tidak mengatur Allah dalam doanya. “Ya Allah, terserah Engkau ingin memberi motor yang mana, saya terima asalkan dapat saya beli dengan uang halal, bisa membuat saya makin dekat kepada-Mu, dan tidak membuat saya sombong.” Ia sudah mulai ingin diatur Allah.

Ketiga, iman yang berdasar pada prasangka baik dan kepercayaan terhadap sang pembawa kabar. Misalkan orang tadi mendengar langsung dari sesosok ulama yang menyampaikan tentang kehidupan dunia. Keyakinannya atas apa yang disampaikan berdasar pada sosok yang menurutnya bukanlah seorang pembohong, sombong maupun pendengki.

Pada tingkat ini, doanya sudah berbeda. “Ya Allah, saya serahkan sepenuhnya kepada-Mu, Engkau ingin memberi saya motor atau tidak, yang saya mohonkan adalah agar ketika saya hendak bepergian, saya selamat sampai di tujuan.” Sudah tidak mengatur Allah sesuai keinginan, pakai motor sendiri misalnya. Tetapi terpenting adalah yang menyelamatkan dan terbaik menurut-Nya.

Keempat, iman berdasar dalil yang dipakai orang banyak, meski dalil tersebut masih bisa menimbulkan keraguan. Misal, kalau Allah SWT menciptakan manusia satu macam saja, yang sama-sama punya motor dan semua motornya mirip, maka hidup ini pasti membosankan, tak bisa saling mengenal. Namun dengan dalil itu masih bisa membuatnya agak diragukan dengan pernyataan, misalnya, “Harusnya Allah memberi sama agar tidak ada pencuri motor.” Pada tingkat ini, pikiran, amal dan doa yang dipanjatkan sudah berfokus pada pahala semata. Ketika misalnya, ia bisa menabung, maka tujuan menabungnya sudah bukan untuk membeli motor baru, tapi untuk berangkat ke Mekah. Karena salat di sana pahalanya sangat dahsyat.

TASAWUF SASTRA FIQIHMOZAIKKamis 18 Juni 2020

waspada virus corona, kenali dan pahami pencegahannya - inilah.com
  1. Home
  2.  Mozaik
  3.  Tasawuf

Doa dan Tingkatan Iman

KAOleh KH Abdullah GymnastiarKamis 18 Juni 2020 

MENURUT Imam al-Ghazali, tingkatan iman itu ada enam. Pertama, keyakinan yang cuma berdasar pada kecenderungan hati. Ibaratnya seseorang yang mendengar sebuah ceramah tentang Allah yang menyukai orang meminta kepada-Nya. Orang itu percaya karena kecenderungan hatinya yang memang sedang menginginkan sesuatu, dan berharap pertolongan.

Iman pada tingkatan ini, dapat terasa dari doa yang ia panjatkan. Yang biasanya cuma meminta duniawi saja. Seperti, “Ya Allah saya ingin motor, yang baru, dan kalau bisa yang 1000 cc.” Dan terkadang cenderung mengatur Allah dalam doanya. Namun tidak masalah, asalkan orang tersebut sadar bahwa semua diinginkan adalah milik Allah. Itu sudah lumayan bagus.

Kedua, iman berdasarkan sebuah dalih yang lemah, tapi bukan dalil. Misalkan orang tadi meminta bukti jika Allah akan mengabulkan doanya, maka ia akan percaya saat ada yang bercerita padanya tentang tukang bubur yang rajin salat, lalu dikabulkan doanya sehingga bisa membeli motor keluaran terbaru dan tercanggih.

Pada tingkat ini, ia biasanya masih memohon yang duniawi, namun sudah mulai tidak mengatur Allah dalam doanya. “Ya Allah, terserah Engkau ingin memberi motor yang mana, saya terima asalkan dapat saya beli dengan uang halal, bisa membuat saya makin dekat kepada-Mu, dan tidak membuat saya sombong.” Ia sudah mulai ingin diatur Allah.

Ketiga, iman yang berdasar pada prasangka baik dan kepercayaan terhadap sang pembawa kabar. Misalkan orang tadi mendengar langsung dari sesosok ulama yang menyampaikan tentang kehidupan dunia. Keyakinannya atas apa yang disampaikan berdasar pada sosok yang menurutnya bukanlah seorang pembohong, sombong maupun pendengki.

Pada tingkat ini, doanya sudah berbeda. “Ya Allah, saya serahkan sepenuhnya kepada-Mu, Engkau ingin memberi saya motor atau tidak, yang saya mohonkan adalah agar ketika saya hendak bepergian, saya selamat sampai di tujuan.” Sudah tidak mengatur Allah sesuai keinginan, pakai motor sendiri misalnya. Tetapi terpenting adalah yang menyelamatkan dan terbaik menurut-Nya.

Keempat, iman berdasar dalil yang dipakai orang banyak, meski dalil tersebut masih bisa menimbulkan keraguan. Misal, kalau Allah SWT menciptakan manusia satu macam saja, yang sama-sama punya motor dan semua motornya mirip, maka hidup ini pasti membosankan, tak bisa saling mengenal. Namun dengan dalil itu masih bisa membuatnya agak diragukan dengan pernyataan, misalnya, “Harusnya Allah memberi sama agar tidak ada pencuri motor.” Pada tingkat ini, pikiran, amal dan doa yang dipanjatkan sudah berfokus pada pahala semata. Ketika misalnya, ia bisa menabung, maka tujuan menabungnya sudah bukan untuk membeli motor baru, tapi untuk berangkat ke Mekah. Karena salat di sana pahalanya sangat dahsyat.Baca jugaAntara Doa dan Pemberian Allah


Menyehatkan Kembali Pola Hidup yang Lama Sakit


Antara Doa dan Pemberian Allah

Kelima, iman dengan dalil-dalil yang kuat dan sudah terbukti secara ilmiah. Ia akan merasa aneh jika masih terselip ragu, karena banyak dalil-dalil kuat yang sudah diakui. Nah, pada tingkatan ini, amal, doa dan dalam hati seseorang sudah tidak menghitung-hitung pahala, melainkan hanya surga semata. Dan tingkatan ini termasuk yang tertinggi.

Ketika kehilangan kesempatan bersedekah untuk pembangunan masjid, ia akan sangat sedih. Kesedihannya bukan karena kehilangan kesempatan memperoleh pahala. Namun kesedihan akibat kehilangan sepotong langkah menuju surga. Ia berdoa untuk kebahagiaan, dan kebahagiaan baginya adalah surga.

Keenam, iman sepenuh hati berdasar seluruh dalil yang teruji, baik kata demi katanya maupun kalimat demi kalimatnya, dan sudah tidak mungkin lagi digoyahkan oleh apapun. Tingkatan ini adalah puncaknya.

Sepenuh hati, segenap amal perbuatan, dan sedalam kemampuannya berdoa, maka permintaan dan upaya yang ditujunya sudah melampaui surga. Yang diinginkannya adalah dicintai dan diridhai Allah, dan bisa bertemu dengan-Nya. Harap, takut, sabar, syukur, ikhlas, dan seluruhnya hanyalah supaya bisa berjumpa dengan Allah. Di sinilah puncak kebahagiaan yang sesungguhnya.

Memang menurut Imam al-Ghazali, dalam suatu zaman, amat jarang orang yang sanggup mencapai tingkatan keenam yang puncak itu. Tetapi, pastinya yang paling baik bagi kita adalah terus-menerus meningkatkan keimanan kita.

Nah, saudaraku, dari enam tingkatan tersebut, masing-masing kita dapat mengevaluasi sudah sampai tingkatan manakah iman kita. Bertanya pada diri sendiri, dan bukan menilai orang lain. Dan dari sini, kita mulai melatih diri sendiri, terus dan tanpa putus supaya naik tingkat. Karena tidak mungkin, misalnya, cuma dengan sekali membaca tulisan ini, iman saudara langsung naik ke tingkatan tertinggi. [*]

INILAH MOZAIK