Hadis: Tatacara Memasukkan Jenazah ke Liang Kubur

Dari Abu Ishaq, beliau mengatakan.

أَوْصَى الْحَارِثُ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ، ثُمَّ أَدْخَلَهُ الْقَبْرَ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيِ الْقَبْرِ، وَقَالَ: هَذَا مِنَ السُّنَّةِ

Al-Harits telah berwasiat agar ‘Abdullah bin Yazid radhiyallahu ‘anhu menyalatkannya. Beliau pun menyalatkannya, kemudian memasukkannya ke liang kubur dari sebelah kaki kuburan. Beliau berkata, ‘Ini termasuk sunah.’” (HR. Abu Dawud no. 3211, dinilai sahih oleh Al-Albani)

Hadis ini dinilai marfu’ (disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung). Hal ini karena ‘Abdullah bin Yazid mengatakan, “Ini termasuk sunah.” Sedangkan ‘Abdullah bin Yazid radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat, sehingga beliau pasti mendapatkan tuntunan tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadis tersebut menunjukkan adanya dalil bahwa ketika memasukkan jenazah ke liang kubur, dianjurkan untuk diletakkan terlebih dahulu dari sebelah kaki di liang kubur. Maksudnya, tempat kedua kaki jenazah ketika jenazah sudah diletakkan di liang kubur. (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9: 30)

Adapun tata caranya, bagian kepala jenazah diletakkan terlebih dahulu di tempat kedua kaki jenazah tersebut di liang kubur, kemudian digeser dengan hati-hati (pelan-pelan) ke ujung satunya (tempat kepala diletakkan di liang kubur). Sehingga bagian yang pertama kali masuk ke liang kubur adalah bagian kepala, karena kepala adalah bagian tubuh yang paling mulia. Ini adalah tata cara pertama.

Syekh Abdullah Alu Bassam berkata, “Inilah tata cara yang dikenal pada zaman sahabat, dan inilah yang dipraktekkan oleh kaum Muhajirin dan Anshar.” (Taudhihul Ahkam, 3: 227)

Sebagian ulama berkata, jenazah dimasukkan dari arah kiblat (yaitu, dengan dimiringkan ke kanan menghadap kiblat ketika dimasukkan ke liang kubur), karena inilah yang lebih mudah. Mereka berdalil bahwa sahabat ‘Ali radhiyallahu ‘anhu memasukkan jenazah Yazid bin Mukaffaf dengan tata cara tersebut. (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razaq 3: 499; Ibnu Abi Syaibah 3: 328; dan Ibnul Munzir dalam Al-Ausath 5: 453. Lihat Al-Muhalla, 5: 178)

Ini adalah tata cara kedua. Tata cara kedua inilah yang banyak dipraktekkan sekarang ini.

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa jenazah itu dimasukkan dari arah sisi kepala di liang kubur (yaitu, tempat ketika bagian kepala tersebut sudah diletakkan di liang kubur). Ini adalah tata cara ketiga, yang merupakan kebalikan dari tata cara pertama.

Syekh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan hafizahullah berkata, “Menurut pendapatku, terdapat kelonggaran dalam masalah ini.” (Minhatul ‘Allam, 4: 336)

Artinya, menurut beliau, tata cara yang sudah disebutkan tersebut boleh dikerjakan semuanya. Dalam Masail Imam Ahmad li Abi Dawud (hal. 158) disebutkan, “Aku bertanya kepada Imam Ahmad, berkaitan dengan mayit apakah diletakkan dari sisi arah kiblat? Imam Ahmad rahimahullah menjawab, “Semua tata cara tersebut tidak masalah dikerjakan, insyaAllah.”

Syekh Abdullah Alu Bassam berkata, “Jika tidak memungkinkan dimasukkan dengan tata cara ini (sebagaimana hadis Abu Ishaq di atas, pent.) atau terdapat kesulitan, jenazah boleh dimasukkan menurut tata cara yang paling mudah. Karena maksudnya adalah memperlakukan jenazah dengan hati-hati.” (Taudhihul Ahkam, 3: 227)

Beliau juga menjelaskan, “Para ulama sepakat (ijma) bolehnya memasukkan jenazah ke liang kubur dengan tata cara yang bebas. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat, manakah tata cara yang paling afdal?”

Syekh Abdullah Alu Bassam kemudian merinci bahwa ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tata cara yang paling afdal adalah tata cara pertama sesuai hadis dari Abu Ishaq di atas. Sedangkan Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu dari dua pendapatnya menyatakan bahwa yang lebih afdal adalah kebalikannya, yaitu dari sisi tempat kepala (tata cara ketiga, pent.). Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa yang lebih afdal adalah dengan dimiringkan menghadap kiblat (tatacara kedua, pent.), karena inilah yang paling mudah. (Lihat Taudhihul Ahkam, 3: 228)

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizahullah berkata setelah menyebutkan tiga tata cara yang telah kami sebutkan di atas, “Semua tata cara ini boleh dikerjakan. Perkara ini bebas, insyaAllah. Jika dimasukkan dari sisi tempat dua kaki, dia geser jenazah tersebut sampai diletakkan di lahad. Atau sebaliknya, jika dimasukkan dari sisi tempat kepala, dia geser ke arah sisi tempat dua kaki, sampai diletakkan di lahad. Atau dia letakkan menghadap ke kiblat, kemudian diturunkan ke liang kubur secara miring (yaitu miring kanan menghadap kiblat, pent.). Tiga tata cara ini tidak dilarang (bebas boleh dipilih mana saja, pent.) dan hal ini dalam rangka memudahkan kaum muslimin.” (Tashilul Ilmam, 3: 59)

Demikian sedikit pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Rumah Kasongan, 30 Muharram 1445/ 17 Agustus 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87193-tatacara-memasukkan-jenazah-ke-liang-kubur.html

Penetapan Hakikat Tauhid

Syekh Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili hafizhahullah berkata, “Barangsiapa mentadaburi Kitabullah serta membaca Kitabullah dengan penuh perenungan, niscaya dia akan mendapati bahwasanya seluruh isi Al-Qur’an, dari Al-Fatihah sampai An-Nas, semuanya berisi dakwah tauhid. Ia bisa jadi berupa seruan untuk bertauhid, atau bisa juga berupa peringatan dari syirik. Terkadang ia berupa penjelasan tentang keadaan orang-orang yang bertauhid dan keadaan orang-orang yang berbuat syirik. Hampir-hampir Al-Qur’an tidak pernah keluar dari pembicaraan ini. Ada kalanya ia membahas tentang suatu ibadah yang Allah syari’atkan dan Allah terangkan hukum-hukumnya. Maka, ini merupakan rincian dari ajaran tauhid…” (lihat Transkrip Syarh Al-Qawa’id Al-Arba’, hal. 22)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Seluruh isi Al-Qur’an berbicara tentang penetapan tauhid dan menafikan lawannya. Di dalam kebanyakan ayat, Allah menetapkan tauhid uluhiyah dan kewajiban untuk memurnikan ibadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah pun mengabarkan bahwa segenap rasul hanyalah diutus untuk mengajak kaumnya supaya beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Allah pun menegaskan bahwa tidaklah Allah menciptakan jin dan manusia, kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah juga menetapkan bahwasanya seluruh kitab suci dan para rasul, fitrah, dan akal yang sehat, semuanya telah sepakat terhadap pokok ini. Yang ia merupakan pokok paling mendasar di antara segala pokok ajaran agama.” (lihat Al-Majmu’ah Al-Kamilah, 8:23)

Allah Ta’ala berfirman,

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلۡعِلۡمِ قَاۤىِٕمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ

“Allah bersaksi bahwa tidak ada ilah/sesembahan (yang benar) selain Dia, dan (begitu pula) para malaikat serta orang-orang yang berilmu (bersaksi), demi tegaknya keadilan. Tiada ilah (yang benar) selain Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)

Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini mengandung penetapan hakikat tauhid dan bantahan bagi seluruh kelompok sesat. Ia mengandung persaksian yang paling mulia, paling agung, paling adil, dan paling jujur, yang berasal dari semulia-mulia saksi terhadap sesuatu perkara yang paling mulia untuk dipersaksikan.” (lihat Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 90 cet. Al-Maktab Al-Islami)

Makna persaksian ini adalah bahwa Allah telah mengabarkan, menerangkan, memberitahukan, menetapkan, dan memutuskan bahwa segala sesuatu selain-Nya bukanlah ilah/sesembahan (yang benar) dan bahwasanya penuhanan segala sesuatu selain-Nya adalah kebatilan yang paling batil. Menetapkan hal itu (ilahiah pada selain Allah) adalah kezaliman yang paling zalim. Dengan demikian, tidak ada yang berhak untuk disembah, kecuali Dia, sebagaimana tidak layak sifat ilahiah disematkan kepada selain-Nya. Konsekuensi hal ini adalah perintah untuk menjadikan Allah semata sebagai ilah dan larangan mengangkat selain-Nya sebagai sesembahan lain bersama-Nya. (lihat At-Tafsir Al-Qayyim, hal. 178 oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah)

Sesembahan yang hak

Allah Ta’ala berfirman,

ذَ ٰ⁠لِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡحَقُّ وَأَنَّ مَا یَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلۡبَـٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡعَلِیُّ ٱلۡكَبِیرُ

“Yang demikian itu, karena Allah adalah (sesembahan) yang benar. Adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil. Dan sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Adapun segala yang mereka seru selain Allah adalah batil. Yaitu, patung, tandingan, berhala, dan segala sesuatu yang disembah selain Allah, maka itu adalah (sesembahan yang) batil. Karena ia tidak menguasai kemanfaatan maupun mudarat barang sedikit pun.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 449)

Orang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus melaksanakan konsekuensinya, yaitu beribadah kepada Allah, tidak berbuat syirik, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam. Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya mengenai amalan yang bisa memasukkan ke dalam surga. Maka, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

تعبدُ الله لا تشركُ به شيئًا، وتُقيمُ الصلاةَ، وتُؤتي الزكاةَ، وتَصومُ رمضانَ، …

“Kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kamu mendirikan salat wajib, zakat yang telah difardukan, dan berpuasa Ramadan …” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)

Kalimat laa ilaha illallah mengandung konsekuensi tidak mengangkat ilah/sesembahan selain Allah. Sementara ilah adalah Zat yang ditaati dan tidak didurhakai, yang dilandasi dengan perasaan takut dan pengagungan kepada-Nya. Zat yang menjadi tumpuan rasa cinta dan takut, tawakal, permohonan, dan doa. Dan ini semuanya tidak pantas dipersembahkan, kecuali kepada Allah ‘Azza Wajalla. Barangsiapa yang mempersekutukan makhluk dengan Allah dalam masalah-masalah ini (yang ia merupakan kekhususan ilahiah), maka hal itu merusak keikhlasan dan kemurnian tauhidnya. Dan di dalam dirinya terdapat bentuk penghambaan kepada makhluk sesuai dengan kadar ketergantungan hati kepada selain-Nya. Dan ini semuanya termasuk cabang kemusyrikan. (lihat Kitab At-Tauhid; Risalah Kalimat Al-Ikhlas wa Tahqiq Ma’naha, hal. 49-50)

Dengan demikian, seseorang yang telah mengucapkan laa ilaha illallah wajib mengingkari segala sesembahan selain-Nya. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من قال لا إله إلا الله، وكَفَرَ بما يُعْبَدُ من دون الله حَرُمَ مالُه ودمُه وحِسابُه على الله

“Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah dan mengingkari segala yang disembah selain Allah, maka terjaga harta dan darahnya. Adapun hisabnya adalah urusan Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Muslim dari Thariq bin Asy-yam radhiyallahu’anhu)

Adapun orang yang mengucapkan laa ilaha illallah, akan tetapi tidak mengingkari sesembahan selain Allah atau justru berdoa kepada para wali dan orang-orang saleh (yang sudah mati), maka orang semacam itu tidak bermanfaat baginya ucapan laa ilaha illallah. Karena hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu saling menafsirkan satu sama lain. Tidak boleh hanya mengambil sebagian hadis dan meninggalkan sebagian yang lain. (lihat Syarh Tafsir Kalimat At-Tauhid, hal. 12)

Seseorang yang mengucapkan laa ilaha illallah harus melandasi syahadatnya dengan keikhlasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فإنَّ اللَّهَ قدْ حَرَّمَ علَى النَّارِ مَن قالَ: لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بذلكَ وجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan laa ilaha illallah karena (ikhlas) mencari wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu ’anhu)

Seseorang yang mengucapkan laa ilaha illallah pun harus melandasi syahadatnya dengan keyakinan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أشهَدُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ ، و أنِّي رسولُ اللهِ ، لا يلْقَى اللهَ بِهِما عبدٌ غيرُ شاكٍّ فِيهِما إلَّا دخَلَ الجنةَ

“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Allah dan bahwasanya aku (Muhammad) adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa dua persaksian ini tanpa keragu-raguan, kecuali ia masuk surga.” (HR. Muslim)

Dakwah yang paling utama

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ’anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya,

إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أولَ ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله” –وفي رواية: “إلى أن يوحدوا الله-

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis yang agung ini menunjukkan bahwasanya dakwah kepada laa ilaha illallah adalah dakwah kepada tauhid. (lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 67 oleh Syekh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syekh).

Orang-orang ahli kitab di masa itu telah mengucapkan kalimat laa ilaha illallah (berdasarkan perintah Kitab suci mereka). Akan tetapi, karena ucapan mereka tidak dilandasi dengan ilmu dan pemahaman, maka ucapan itu tidak bermanfaat bagi mereka, sehingga mereka justru beribadah kepada selain Allah. Oleh sebab itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Mu’adz untuk menjadikan dakwah tauhid sebagai dakwah yang paling utama untuk diserukan kepada mereka. (lihat Qurrat ‘Uyun Al-Muwahhidin, hal. 36 oleh Syekh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah)

Di antara pelajaran berharga yang bisa kita petik dari hadis di atas adalah wajibnya menerima hadis ahad dan mengamalkannya. Sebab di dalam hadis ini, Mu’adz diutus ke Yaman seorang diri. Hadis ini juga menunjukkan bahwa orang-orang kafir didakwahi kepada tauhid sebelum kepada perkara-perkara wajib yang lain. Demikian pula, hadis ini menunjukkan bahwa tauhid adalah kewajiban yang paling wajib. (lihat Ibthal At-Tandid bi Ikhtishar Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 42 oleh Syekh Hamd bin ‘Atiq rahimahullah)

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Di dalam hadis ini terkandung pelajaran diterimanya khabar/hadis ahad dan wajib beramal dengannya.” Beliau juga berkata, “Di dalamnya juga terdapat pelajaran bahwa dituntunkan untuk mendakwahi orang kafir kepada tauhid sebelum memerangi mereka. Dan tidaklah mereka dihukumi sebagai muslim, kecuali setelah mengucapkan dua kalimat syahadat.” (lihat Syarh Muslim, 2:48)

Demikian sedikit kumpulan catatan yang bisa kami susun dengan taufik dari Allah semata. Semoga bermanfaat bagi kami dan segenap pembaca. Wallahul muwaffiq.

***

Yogyakarta, 24 Shafar 1445 H / 10 September 2023

Disusun di Markas YPIA Pogungrejo – semoga Allah menjaganya –

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87679-penetapan-hakikat-tauhid.html

Belajar Waras dari “Si Gila” Bahlul

Bahlul adalah tokoh yang hidup di era Khalifah Harun Al-Rasyid, ia lebih waras dari orang yang mengaku waras, tetapi tergila-gila dunia hingga lupa akhirat

“ENTE BAHLUL!!” kata seseorang kepada kawannya. Dalam keseharian, mungkin sering kita mendengar umpatan tersebut.

Ya, banyak orang menggunakan kata “bahlul” untuk mencela orang yang dianggap bodoh, dungu atau gila.

Sebetulnya “bahlul” berasal dari panggilan seseorang yang dipandang sufi yang unik. Ia hidup pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad.

Bahkan menurut sebagian riwayat, ia termasuk kerabat Khalifah. Bahlul adalah seorang sufi yang tawadhu’ dan zuhud. Kata-kata dan perilakunya yang terkesan aneh banyak membuat orang terkesima.

Caranya merenung dan berpikir sering di luar nalar. Ia acap bisa bicara sendiri, ketawa sendiri atau menangis sendiri dalam perenungannya.

Ia biasa berpakaian kotor, kumal seperti orang gila. Itulah sebabnya ia sering dipanggil “al-majnun” (si gila).

Jelas, Bahlul bukan tokoh fiktif. Nama aslinya Abu Wahb Amr as-Shairafi al-Kufi.

Ia lahir di Kufah, Iraq. Ia menjalani kehidupan sebagai sufi eksentrik sehingga digelari “bahlul”.

Ia wafat tahun 197 H atau 190 H dalam sebagian riwayat. Biografi Bahlul dapat dilacak di  sejumlah sumber literatur Arab. Antara lain: Al-Bayan wa at-Tabyin (karya Al-Jahiz), Ar-Rijal (karya Ath-Thusi), Lisan al-Mizan (karya Ibnu Hajar Asqalani), Al-A’lam (karya Az-Zirkili), juga dalam ‘Uqala al-Majanin (karya An-Naisaburi).

Sejumlah karya berbentuk kasidah dinisbatkan kepada Bahlul  antara lain: Al-Qashidah al-Bahluliyyah, Qashidah Ibn Arus dan Al-Qashidah al-Fiyasyiyyah.

Alhasil, Bahlul bukan termasuk sosok biasa. Anekdot-anekdotnya mengandung pelajaran berharga ditinjau dari aspek pendidikan akhlak. Juga aspek sosial-politik pada masanya.

Bahlul lebih suka hidup bebas, berkeliaran, dan tinggal di gubuk. Ia sering juga singgah di pekuburan.

Pada mulanya, Bahlul termasuk orang cerdas. Akan tetapi, ia konon mengalami gangguan jiwa, semacam schizophrenia.

Namun demikian, ia bukan hanya mampu menyairkan aforisme yang sarat hikmah yang amat dalam, tetapi juga petuah-petuah bijak yang kadang membuat banyak orang tertegun.

Cacian dan hinaan yang menyakitkan menjadi makanan kesehariannya. Sebutan “Bahlul al-Majnun” sering dilontarkan kepada dia untuk menertawakan dan mempermainkan dirinya.

Akibatnya, ia sering menyendiri di tempat sepi atau kuburan. Ada kisah menarik tentang Bahlul dalam kitab berjudul ‘Uqala al-Majanin karya Abu al-Qasim an-Naisaburi.

Dalam kitab tersebut dinukil kisah penuturan Muhammad bin Ismail bin Abi Fadik.

Dikisahkan: Aku mendengar suatu hari Bahlul sedang di suatu pekuburan. Ia sedang duduk sembari kakinya mempermainkan butiran tanah di sana. “Sedang apa engkau?” Sapa Abu Fadik.

“Aku berada di tengah-tengah kaum yang tidak pernah menyakiti aku. Saat aku tidak berada di antara mereka, mereka  pun tidak menggunjingku.” (An-Naisaburi, ‘Uqala al-Majanin, 1/24).

Demikianlah, orang mati kadang lebih baik daripada orang yang hidup. Orang mati tak mungkin merugikan orang lain.

Berbeda dengan orang yang hidup. Banyak orang yang hidup berlaku lalim terhadap orang lain.

Abu Fadik lalu berkata, “Bahlul, saat ini orang-orang sedang resah karena harga barang-barang sedang naik. Tidakkah kamu berdoa kepada Allah agar harga-harga barang segera turun?”

“Demi Allah. Aku tak peduli berapa pun harga barang-barang naik. Sungguh Allah telah menuntut kita untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana yang Dia perintahkan kepada kita. Sungguh Allah pun pasti memberi kita rejeki sebagaimana yang telah Dia janjikan kepada kita,” jawab Bahlul (Ibnu Hamdun, At-Tadzkirah al-Hamduniyyah, 1/320).

Lalu Bahlul pun pergi sambil bersyair:

Wahai yang menikmati dunia dan hiasannya,

Kedua matanya tak pernah terlelap dari ragam nikmatnya,

Kau habiskan usia tuk perkara yang tak kau tahu,

Apa yang akan kau katakan saat berjumpa dengan Tuhanmu?

(An-Naisaburi, ‘Uqala al-Majanin, 1/24).

***

Ada cerita menarik lainnya tentang Bahlul.

Suatu hari, Bahlul datang ke Istana Khalifah Harun dan melihat bahwa singgasananya dalam keadaan kosong. Lalu tanpa ragu-ragu dan tanpa takut ia duduk di singgasana Khalifah.

Tiba-tiba orang-orang dengan segera mencambuk dia dan menarik dirinya dari singgasana. Bahlul pun menangis. Khalifah  Harun ar-Rasyid datang.

Khalifah mendekat dan bertanya mengapa Bahlul menangis. Seorang budak menceritakan kejadiannya.

Khalifah Harun pun memarahi mereka dan mencoba untuk menghibur Bahlul. Bahlul berkata bahwa ia tidak menangisi keadaannya, tetapi ia justru menangisi keadaan Harun.

Ia berkata, “Aku duduk di kursi Kekhalifahan hanya untuk sesaat saja. Lalu aku menerima pukulan dan menanggung kemalangan seperti tadi. Adapun engkau telah duduk di singgasana itu sekian selama! Alangkah banyak kesulitan yang mesti kau tanggung nanti. Namun, masih saja engkau tidak takut akan akibatnya.”

Mendengar itu, Harun ar-Rasyid pun menangis. Dalam kisah lain diceritakan, suatu hari, seorang pejabat Istana mengejek Bahlul, “Khalifah telah mengangkat kamu menjadi amir (pemimpin) para anjing, ayam dan babi!”

Dengan enteng Bahlul menjawab; “Baiklah. Berarti mulai sekarang, kamu jangan melanggar perintahku karena kamu telah menjadi bawahanku!”

Semua orang tertawa mendengar kata-kata Bahlul. Pejabat itu pun merasa malu.

Suatu waktu Bahlul keluar menuju kota (Baghdad). Di tengah perjalanan ia bertemu dengan anak-anak.

Mereka melempari Bahlul sembari meneriakkan “Bahlul gila..Bahlul gila..!” Bahlul tak membalas kecuali dengan sebuah syair:

“Cukuplah kupasrah pada-Mu, Tuhanku,

Dari segala apa yang mereka lakukan padaku,

Tak ada tempat pelarian yang abadi, kecuali menuju-Mu.” (An-Naisaburi, ‘Uqala al-Majanin, 1/24).

***

Dalam riwayat lain diceritakan sebuah kisah Bahlul dengan Khalifah Harun ar-Rasyid.

“Hai Bahlul, kapan kau sembuh dari gilamu? Tanya Khalifah Harun ar-Rasyid.

Bahlul balik bertanya;  ”Aku atau engkau yang gila, wahai Harun?

Khalifah menukas; “Engkau yang gila karena setiap hari duduk di atas kuburan.”

Bahlul menjawab: “Aku yang waras. Engkau yang gila!”

“Mengapa begitu?” kata Harun.

Bahlul menjawab: “Ya, karena aku tahu istana (kekuasaan)-mu akan musnah. Lalu semua orang, termasuk engkau, pada akhirnya akan masuk ke kuburan ini.”

“Oleh karena itu aku mempersiapkan diri untuk tinggal kekal di sini. Sebaliknya, engkau malah terus menyibukkan diri dengan membangun istanamu yang bakal punah!”

Sebagian kisah terakhir ini antara lain dinukil oleh Abu Qasim an-Naisaburi dalam kitabnya, ‘Uqala al-Majanin.

Demikianlah Bahlul. Sungguh ia bukan orang gila.

Ia bahkan lebih waras daripada orang yang mengaku waras, tetapi tergila-gila oleh dunia hingga lupa akhirat.*/ Arief B. Iskandar, Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

HIDAYATULLAH

Viral Baca Teks Arab dari Kiri ke Kanan; Bukti Perlu Hati-hati Berguru Agama di Media Sosial

Viral di media sosial seorang mubaligh medsos yang membaca teks Arab dari kiri ke kanan. Karuan saja hal ini menuai kritikan, bahkan menjadi bahan olokan karena memang suatu kesalahan fatal. Teks bahasa Arab semestinya dibaca dari kanan ke kiri bukan sebaliknya.

Lebih fatal lagi, kelucuan atau lebih tepatnya kesalahan itu tampak ketika mubaligh berinisial HBS yang memiliki follower atau subscriber yang lumayan banyak tersebut adalah ketika membaca teks Arab blepotan kesalahan baca.

Di video yang viral di media sosial tersebut HBS sedang membaca salah satu halaman kitab Dzurrotun Nashihin tentang keutamaan shalat tarawih. Alhasil, semua orang dibuat tercengang ketika ia membaca teks arab kitab gundul tersebut dari kiri ke kanan dan bacaannya sangat menyimpang dari kaidah gramatikal bahasa Arab yang seharusnya.

Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi mereka yang gemar belajar agama dari media sosial. Sebab, umumnya media sosial merupakan sumber yang kurang begitu otoritatif dalam hal pembelajaran agama.

Suatu peringatan akan bahaya belajar agama dari media sosial tanpa meneliti sumber dan kemampuan ilmu agama yang dimiliki oleh mubaligh yang bersangkutan. Belajar agama mestinya berguru langsung kepada ahlinya. Hal lain yang harus diperhatikan, belajar ilmu agama harus memperhatikan sanad keilmuan seorang guru. Keduanya menjadi syarat mutlak supaya tidak terjebak pada pemahaman agama yang keliru.

Belajar ilmu agama yang keliru akan berakibat fatal. Menyebabkan pemahaman yang parsial dan berakibat pada kesalahan penafsiran. Tanpa seorang guru agama yang kredibel dengan keilmuan agamanya seseorang akan terjebak pada pemahaman agama yang dangkal dan doktriner, hitam putih, serta memiliki kecenderungan senang menyalahkan orang atau kelompok lain. Padahal, sejatinya dirinya sendiri yang salah.

Belajar agama dari media sosial hanya akan menyebabkan seseorang gagal paham dengan term-term agama. Sebagai contoh adalah kesalahan memahami term jihad dalam Islam yang selalu dimaknai dengan perang dan negara harus berbentuk khilafah. Dua contoh ini merupakan efek buruk belajar agama dari media sosial. Sebab, di media sosial siapapun bisa menjadi dai atau mubaligh bermodal ketenaran.

Ekspresi keagamaan di ruang publik, khususnya di media sosial, dimana banyak sekali mempertontonkan sikap keagamaan yang radikal merupakan fenomena buruk akibat banyak orang banyak belajar kepada mereka yang hanya pandai berorasi dan kemampuan retorika. Sementara segmentasi dan penetrasi konten keagamaan yang disajikan tidak merepresentasikan ilmu agama yang sesuai dan seharusnya.

Ibnu Sirin mengingatkan: “Sesungguhnya ilmu agama ini adalah agama itu sendiri, maka cermati dari siapa kalian mengambil ilmu agama”.

Imam Nawawi juga mengatakan: “Tidak boleh meminta fatwa (belajar ilmu agama) kepada selain orang berilmu yang terpercaya”.

Kasus HBS menjadi alarm peringatan bagi umat Islam, bahwa ketenaran dan popularitas tidak memberikan garansi atas validitas kebenaran pengetahuan agama yang disampaikan. Disamping itu, popularitas tidak memberikan jaminan adanya sanad pengetahuan yang bisa dibuktikan validitasnya.

Fenomena HBS semakin memudarkan otoritas keilmuan. Membuktikan, kepakaran seseorang atas agama bisa saja dikalahkan oleh popularitas dengan jutaan subscriber dan follower. Suatu gejala beragama yang miris sekaligus sangat disayangkan. Dan, selama ini, banyak yang tertipu oleh penampilan lahiriah, popularitas dan retorika semata.

ISLAMKAFFAH

8 Cara Sehat ala Rasulullah

ADA beberapa cara sehat ala Rasulullah.

Kesehatan adalah hal yang paling berharga bagi diri kita. Kita akan merasakannya setelah kita terkena suatu penyakit. Rasa penyesalan seringkali hadir dikala sakit. Sebab, terkadang ketika sehat kita lupa untuk menjaga kesehatan diri.

Nah, jika kita tak ingin merasakan penyesalan di kemudian hari, alangkah lebih baik bagi kita untuk menjaga kesehatan diri. Dalam hal ini, kita bisa meniru apa yang dilakukan oleh sosok penyeru pada kebaikan, panutan bagi umat Muslim Rasulullah ﷺ. Memang, apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menjaga kesehatan diri?

Cara Sehat ala Rasulullah yang Pertama, selalu bangun sebelum shubuh.

Rasulullah mengajak umatnya untuk bangun sebelum shubuh untuk melaksanakan shalat sunah, dan shalat shubuh secara berjamaah. Hal ini memberi hikmah yang mendalam. Di antaranya mendapat limpahan pahala, kesegaran udara shubuh yang baik terutama untuk me

Cara Sehat ala Rasulullah yang Kedua, aktif menjaga kebersihan.

Rasulullah senantiasa bersih dan rapi. Setiap Kamis atau Jum’at, beliau selalu mencuci rambut halus di pipi, memotong kuku, bersikat serta memakai minyak wangi. sebagaimana hal ini tercantum dalam sabdanya, “Mandi pada hari Jum’at adalah sangat dituntut bagi setiap orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman,” (HR. Muslim).

njaga diri dari berbagai penyakit, serta memperkuatkan akal pikiran.

Cara Sehat ala Rasulullah yang Ketiga, tidak pernah makan berlebihan.

Rasulullah bersabda, “Kami adalah satu kaum yang tidak makan sebelum lapar dan apabila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai kekenyangan),” (Muttafaq Alaih).

Perlu diketahui bahwa, dalam tubuh manusia ada tiga ruang untuk tiga benda; sepertiga untuk udara, sepertiga untuk air dan sepertiga lainnya untuk makanan. Oleh sebab itu, gunakanlah sesuai porsinya. Jangan sampai makanan yang lebih banyak mengisi ruang. Alangkah lebih baik, jika kita melakukan puasa. Dengan begitu, kesehatan tubuh kita akan seimbang.

Cara Sehat ala Rasulullah yang Keempat, gemar berjalan kaki.

Rasulullah berjalan kaki ke masjid, pasar, medan jihad dan mengunjungi rumah sahabat. Berjalan kaki memang mampu melancarkan peredaran darah. Sehingga, hal ini baik dilakukan untuk mencegah penyakit jantung.

Cara Sehat ala Rasulullah yang Kelima, tidak suka marah.

Nasihat Rasulullah ‘jangan marah’ diulangi sampai tiga kali. Ini menunjukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasad, tetapi lebih kepada kebersihan jiwa.

Ada terapi yang tepat untuk menahan perasaan marah yaitu dengan mengubah posisi ketika marah. Misalnya ketika berdiri maka hendaklah kita duduk. Dan apabila sedang duduk, maka berbaringlah. Kemudian bacalah ta’awwudz, kerena marah itu datangnya dari syetan. Selanjutnya, segera berwudhu’ dan laksanakanlah shalat dua rakaat untuk mendapat ketenangan serta menghilangkan rasa gundah di hati.

Cara Sehat ala Rasulullah yang Keenam, optimis dan tidak putus asa.

Sikap optimis memberikan kesan emosional yang mendalam bagi kelapangan jiwa. Selain itu, perlu juga bagi kita untuk selalu bersikap sabar, istiqamah, bekerja keras serta tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Cara Sehat ala Rasulullah yang Ketujuh, tidak pernah iri hati. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan dan kesehatan jiwa. Mohonlah pada Allah agar kita terhindar dari sifat buruk ini.

Cara Sehat ala Rasulullah yang Kedelapan, pemaaf.

Sifat pemaaf merupakan hal yang sangat dianjurkan untuk memperoleh ketentraman hati dan jiwa. Dengan memaafkan orang lain, maka diri kita akan terhindar dari belenggu kemarahan. []

ISLAMPOS

Arab Saudi dan Negara Teluk Mengutuk Perobekan Alquran di Belanda

Tindakan berulang seperti itu tidak dapat dibenarkan dalam keadaan dan alasan apapun.

Arab Saudi mengecam tindakan seorang aktivis sayap kanan Belanda yang menginjak-injak dan merobek Alquran pada sebuah demonstrasi di luar kedutaan Turki di Den Haag. Saudi mengatakan tindakan yang berulang seperti itu tidak dapat dibenarkan dalam keadaan dan alasan apa pun.

“Kementerian Luar Negeri menegaskan kembali kecaman keras Kerajaan Saudi atas tindakan tercela dan berulang ini yang tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apa pun. Tindakan tersebut jelas mendorong kebencian, pengucilan, dan rasisme, dan secara langsung bertentangan dengan upaya internasional untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan penolakan terhadap ekstremisme,” kata Kementerian Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi pada Ahad.

Dilansir dari Al Arabiya, Selasa (26/9/2023), Kementerian menilai tindakan seperti itu telah merusak pondasi penting dari rasa saling menghormati yang diperlukan dalam hubungan antar masyarakat dan negara. Pada Agustus, pemimpin kelompok sayap kanan Pegida Belanda Edwin Wagensveld merusak salinan Alquran sebagai bagian dari demonstrasi di depan kedutaan Turki.

Pemerintah Belanda mengecam pengorganisasian demonstrasi menjelang acara tersebut. Belanda mengatakan mereka tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mencegahnya.

Wagensveld pada Januari juga merobek salinan Alquran di luar gedung parlemen selama demonstrasi serupa sambil menyamakan kitab suci Islam dengan Mein Kampf karya Adolf Hitler. Dia menghadapi persidangan atas komentar yang dibuatnya selama demonstrasi.

Pada Senin (25/9/2023), Sekretaris Jenderal Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) Jassim Mohammed Al-Budaiwi, mengecam perobekan Alquran dan menyerukan langkah-langkah internasional yang mendesak dan efektif untuk menghadapi tindakan agresif dan provokatif terhadap umat Islam.

Al-Budaiwi menekankan perlunya negara-negara tempat terjadinya demonstrasi untuk melakukan intervensi dan memikul tanggung jawab hukum dan moral untuk mengakhiri praktik serupa yang berulang kali dilakukan dengan dalih kebebasan berekspresi, menurut laporan dari Saudi Press Agency (SPA).

Serangkaian serangan terhadap Alquran telah terjadi di negara-negara Eropa lainnya baru-baru ini. Pada Juli, dua pria membakar salinan Alquran di depan parlemen Swedia dan penodaan serupa terhadap Alquran juga terjadi di Denmark tahun ini, sehingga memicu kemarahan dan protes di beberapa negara Muslim.

REPUBLIKA

Jagalah Shalatmu, Wahai Saudaraku!

Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa ini nampaknya menjadi sebab utama, kenapa banyak dari kaum muslimin tidak mengerjakan shalat. Tak usah jauh-jauh untuk melaksanakan sholat sunnah, sholat 5 waktu yang wajib saja mereka tidak kerjakan padahal cukup 10 menit waktu yang diperlukan untuk melaksanakan shalat dengan khusyuk.

Bukan sesuatu yang mengherankan, banyak kaum muslimin bekerja banting tulang sejak matahari terbit hingga terbenam. Pertanyaannya, kenapa mereka melakukan hal itu?

Karena mereka mengetahui bahwa hidup perlu makan, makan perlu uang, dan uang hanya didapat jika bekerja. Karena mereka mengetahui keutamaan bekerja keras, maka mereka pun melakukannya. Oleh karena itu, dalam tulisan yang singkat ini, kami akan mengemukakan pembahasan keutamaan shalat lima waktu dan hukum meninggalkannya. Semoga dengan sedikit goresan tinta ini dapat memotivasi kaum muslimin sekalian untuk selalu memperhatikan rukun Islam yang teramat mulia ini.

Kedudukan Shalat dalam Islam

Shalat memiliki kedudukan yang agung dalam islam. Kita dapat melihat keutamaan shalat tersebut dalam beberapa point berikut ini[1].

1) Shalat adalah kewajiban paling utama setelah dua kalimat syahadatdan merupakan salah satu rukun islam.

Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”[2]

2) Shalat merupakan pembeda antara muslim dan kafir.

Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” [3]. Salah seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”[4]

3) Shalat adalah tiang agamadan agamaseseorang tidak tegak kecuali dengan menegakkan shalat.

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”[5]

4) Amalan yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala  mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”  Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.”[6]

5) Shalat merupakan Penjaga Darah dan Harta Seseorang

Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq kecuali Allah), menegakkan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan semua itu, berarti mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku kecuali ada alasan yang hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala.”[7]

Keutamaan Mengerjakan Shalat 5 waktu

Shalat memiliki keutamaan-keutamaan berupa pahala, ampunan dan berbagai keuntungan yang Allah sediakan bagi orang yang menegakkan sholat dan rukun-rukunnnya dan lebih utama lagi apabila sunnah-sunnah sholat 5 waktu dikerjakan, diantara keutamaan-keutamaan tersebut adalah

1) Mendapatkan cinta dan ridho Allah

Orang yang mengerjakan shalat berarti menjalankan perintah Allah, maka ia pantas mendapatkan cinta dan keridhoan Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (wahai muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)

2) Selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71). Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Rahimahullahu ta’ala berkata, “Yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini adalah selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga”[8]. Dan melaksanakan sholat termasuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.

3) Pewaris surga Firdaus dan kekal didalamnya

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh beruntung orang-orang yang berimandan orang-orang yang memelihara sholatnya mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-11)

4) Pelaku shalat disifati sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah: 2-3)

5) Akan mendapat ampunan dan pahala yang besar dari  Allah

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)

6) Shalat tempat meminta pertolongan kepada Allah sekaligus ciri orang yang khusyuk

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah: 45)

7) Shalat mencegah hamba dari Perbuatan Keji dan Mungkar

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 45)

Hukum Meninggalkan Shalat

Di awal telah dijelaskan bahwa shalat merupakan tiang agama dan merupakan pembeda antara muslim dan kafir. Lalu bagaimanakah hukum meninggalkan shalat itu sendiri, apakah membuat seseorang itu kafir?

Perlu diketahui, para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa meninggalkan shalat lima waktu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[9]

Adapun berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat, kami dapat rinci sebagai berikut:

Kasus pertama: Meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, ‘Sholat oleh, ora sholat oleh.’ [Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa]. Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.

Kasus kedua: Meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya.  Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in. Contoh hadits mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]

Kasus ketiga: Ttidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya].[11]

Kasus keempat: Meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.

Kasus kelima: Mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5)[12]

Nasehat Berharga: Jangan Tinggalkan Shalatmu!

Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“

Imam Ahmad –rahimahullah- juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“[13]

Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq) saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini  hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).“[14]

Semoga tulisan sederhana ini dapat memotivasi kita sekalian dan dapat mendorong saudara kita lainnya untuk lebih perhatian terhadap shalat lima waktu. Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Rahmat Ariza Putra[15]

Muroja’ah: M. A. Tuasikal


Sumber: https://muslim.or.id/5403-jagalah-shalatmu-wahai-saudaraku.html

Minat Investasi Halal Meningkat, Singapura Luncurkan  Platform RizqX

Perusahaan konsultan keuangan Islamic Finance Singapore (IFSG) meluncurkan platform gratis RizqX untuk memenuhi permintaan investasi berbasis syariah yang terus meningkat pada hari Sabtu, 23 September 2023.

Fitur platform ini antara lain memberikan informasi dan saran terkait keuangan dan investasi Islam khususnya untuk komunitas Muslim setempat.

Menurut IFSG, membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk mengembangkannya, seluruh informasi dan referensi yang tersedia untuk lebih dari 100 produk investasi berbasis syariah, merupakan hasil upaya bersama para pakar keuangan Islam dan ulama syariah.

Hal ini didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap produk keuangan syariah di Singapura. “Ada keinginan dari masyarakat untuk berinvestasi. Tapi tidak ada satu tempat bagi mereka untuk berinvestasi dan berinvestasi di peluang apa pun di Singapura atau di luar negeri. Makanya kami meluncurkan RizqX. Sehingga komunitas kami bisa berinvestasi di berbagai investasi syariah yang ada. di Singapura atau di luar negeri,” kata Managing Director IFSG, Muhammad Ridhwaan Radzi.

Bersamaan dengan peluncuran platform tersebut, diadakan juga festival investasi, Rizq Investment Festival 2023. Mulai pukul 09.00 hingga 18.00, festival yang baru pertama kali digelar ini juga menghadirkan seminar dan sesi diskusi.

Hal ini merupakan bagian dari upaya menumbuhkan literasi keuangan dan budaya berinvestasi pada komunitas Muslim.

Lebih dari 10 pakar keuangan diundang dan mereka memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berbagi mengenai tren dan peluang investasi sesuai syariah serta memberikan pencerahan mengenai isu halal dan haram dalam investasi.

“Investor syariah punya banyak pilihan dibandingkan 10-15 tahun lalu. Bagi yang tidak bisa mengambil risiko, ambillah investasi yang risikonya lebih kecil, volatilitasnya lebih kecil seperti ‘sukuk’. Biasanya investasi ‘sukuk’ lebih stabil dan tidak mudah berubah-ubah dan sebagainya. Tapi kalau mau ambil risiko, kita bisa beli ekuitas, saham, dan sebagainya,” ujar Direktur Ekonomi dan Pasar Financial Alliance,  Sani Hamid, beritaMediaCorp.

Menurut Sani yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di bidang keuangan, sebagian besar peserta tertarik pada investasi halal namun kurang memahami tentang investasi sesuai prinsip syariah. Di antara peserta yang hadir adalah Mohdhamad Ajwad Abdul Rahman.

“Peluang berinvestasi di Singapura sangat besar. Ada 143 saham syariah yang bisa masyarakat kita investasikan. Kita belum tahu tantangan ke depan dari sisi ekonomi apa. Jadi kita harus bersiap,” kata dia.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Muhammad Dzulfaidz Ismail, seorang Manajer Investasi. “Saya belajar tentang perencanaan harta benda dimana ketika saya mungkin akan pergi dari dunia ini, apa yang akan terjadi pada keluarga saya, akankah mereka bangun dan bagaimana caranya,” ujarnya.

Sebanyak 60 peserta hadir dalam acara yang didukung oleh sembilan perusahaan keuangan dan investasi.*

HIDAYATULLAH

Hukum Memberikan “Like” pada Video Menarik di Media Sosial

Mengenai hukum memberikan “like” pada video seksi di media sosial, perlu diperhatikan aspek-aspek hukum dan etika yang relevan. Di era konten digital, banyak individu, baik wanita maupun pria, menciptakan video untuk berbagai tujuan, termasuk sebagai sumber penghasilan. Namun, penting untuk memahami pandangan hukum dan etika dalam hal ini.

Dalam Islam, para pencari nafkah dianjurkan untuk menjaga diri dan menjauhi tindakan yang diharamkan oleh syariah. Ini termasuk tindakan yang dapat merangsang hawa nafsu dan merusak kehormatan. Dalam konteks ini, jika seorang individu, terutama wanita, membuat video seksi di media sosial yang memicu hasrat seksual dan mengancam kehormatan, maka tindakan tersebut dapat dianggap haram menurut pandangan Islam.

Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa kitab fikih, tindakan-tindakan yang dapat memicu hasrat dan memengaruhi perilaku masyarakat secara negatif biasanya dihindari. Meskipun tidak ada penjelasan langsung tentang memberikan “like” pada video tersebut dalam teks-teks tersebut, penting untuk memahami bahwa mendukung atau mempromosikan konten yang melanggar nilai-nilai etika dan moral juga dapat menjadi tindakan yang tidak dianjurkan.

Dalam hal ini, pandangan berbeda-beda terkait dengan hukum memberikan “like” pada video yang kontroversial atau berpotensi merusak. Seseorang mungkin ingin mempertimbangkan nilai-nilai pribadi, keyakinan agama, dan etika dalam pengambilan keputusan tentang memberikan “like” pada video tertentu.

Kesimpulannya, meskipun tidak ada pandangan hukum yang pasti tentang memberikan “like” pada video seksi di media sosial dalam Islam, penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai etika, moral, dan agama Anda saat berinteraksi dengan konten di platform media sosial. Memberikan “like” pada konten yang mendukung nilai-nilai positif dan menghindari yang merusak adalah suatu pertimbangan bijak dalam penggunaan media sosial. Semoga informasi ini membantu.

sumber: BINCANG SYARIAH

Badai Petir Diprediksi Landa Wilayah Ini di Arab Saudi, Jamaah Umroh Diminta Waspada 

Badai petir akan melanda Arab Saudi hingga Kamis nanti

Direktorat Jenderal Pertahanan Sipil mengeluarkan imbauan bagi masyarakat dan para peziarah untuk berhati-hati dan waspada. Prakiraan cuaca mengenai kemungkinan terjadinya badai petir terjadi di sebagian besar wilayah Arab Saudi, mulai Ahad hingga Kamis nanti. 

Direktorat mengatakan hujan sedang hingga lebat akan terjadi di beberapa wilayah Kerajaan. Taif, Maysan, Adham dan Al-Ardiyat di wilayah Makkah dan wilayah Asir, Jazan dan Al-Baha akan menerima hujan sedang hingga lebat, yang dapat menyebabkan hujan lebat, hujan es, bahkan badai pasir pada hari-hari tersebut. 

Dilansir di Saudi Gazette, Senin (25/9/2023), otoritas terkait juga mengindikasikan bahwa hujan ringan hingga sedang, disertai badai debu akan terjadi di beberapa kota. Di antaranya adalah Makkah, Al-Jamoum, Al-Kamil, Qunfudhah dan Allaith di wilayah Makkah, serta di wilayah Najran, Al-Baha, Madinah dan Asir. 

Pertahanan Sipil lantas mengimbau masyarakat untuk tetap berada di tempat yang aman. Mereka juga fiharap menjauhi beberapa titik, terutama lembah yang rawan banjir dan rawa air. 

Tidak hanya itu, masyarakat setempat diimbau untuk tidak berenang di rawa-rawa. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut tidak pantas untuk dijadikan tempat berenang dan dapat menimbulkan bahaya. 

Terakhir, kepada masyarakat diimbau agar mentaati instruksi yang telah diumumkan direktorat, melalui berbagai media dan situs jejaring sosial. 

Doa-doa perlindungan badai

Angin kencang, badai, maupun petir merupakan kondisi yang tidak bisa dikontrol oleh manusia dan menjadi kuasa Allah SWT. Ketika menghadapi cuaca buruk, dianjurkan untuk membaca doa dan berlindung kepada Allah SWT. 

Dikutip dari buku Sukses Dunia-Akhirat Dengan Doa-Doa Harian oleh Mahmud Asy-Syafrowi, Rasulullah SAW disebut telah mengajarkan untuk berdoa saat mengalami cuaca buruk.

1. Doa ketika hujan lebat

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Bacaan latin: Allahumma haawalaina wa laa ‘alaina. Allahumma ‘alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari.

Artinya: “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkan lah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR Bukhari).

2. Doa ketika angin kencang

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ  مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا رَحْمَةً وَلَا تَجْعَلْهَا عَذَابًا، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا رِيَاحًا وَلَا تَجْعَلْهَا ضَرُوْرَةً.

Bacaan latin: Allâhumma innî as’aluka khairahâ wa khairamâ fîhâ wa khairamâ ursilat bih, wa a’ûdzubika min syarrihâ wa syarrimâ fîhâ wa syarrimâ ursilat bih. Allâhummaj’alhâ rahmatan wa lâ taj’alhâ ‘adzâban. Allâhummaj’alhâ riyâhan wa lâ taj’alhâ dharûratan.

Artinya: “Wahai Tuhanku, aku minta kepada-Mu kebaikan ini angin, kebaikan barang yang ada di dalamnya, dan kebaikan barang yang diutus melaluinya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan ini angin, kejahatan barang yang ada di dalamnya, dan kejahatan barang yang diutus melaluinya. Wahai Tuhanku, jadikan ini sebagai angin rahmat dan jangan jadikan ini sebagai angin siksa. Wahai Tuhanku, jadikan ini sebagai angin manfaat dan jangan jadikan ini sebagai angin bahaya.” (HR Muslim).

Ada bacaan lain yang bisa dibaca Muslim ketika hujan turun. Dalam salah satu riwayat, istri Rasulullah SAW Aisyah RA, juga pernah mendengar Nabi Muhammad membaca doa hujan dengan harapan hujan yang diturunkan dapat bermanfaat.

Bacaan doanya adalah:  

اللَّهُمَّ صَيِّباًنَافِعاً 

Bacaan latin: Allahumma shoyyiban nafi’an

Artinya: “Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat.”

3. Doa ketika Melihat Petir

اَلًلهُمَ لا تقتلنا بغضبك ولا تهلكنا بعذابك وعافنا قبل ذلك

Arab-latin: Allahumma la taqtulna bighadhabika wala tuhlikna bi’adzabika wa ‘afina qabla dzalika.

Artinya: Ya Allah, janganlah kau bunuh diriku dengan kemarahan-Mu, dan janganlah kau rusak diriku dengan siksa-Mu, dan maafkanlah aku sebelum semua itu. 

Sumber: saudigazette