Hari raya Idul Fitri tidak hanya dirayakan dengan bersenang-senang namun bisa juga dirayakan dengan berbagi. Seperti yang dilakukan Rasulullah di hari lebaran kepada seorang anak yatim.
Dikisahkan saat semua orang bergembira menyambut lebaran, terdapat lah seorang gadis kecil di sudut jalan Kota Madinah dengan pakaian lusuh. Seorang diri, dia tampak menangis tersedu-sedu.
Rasulullah melihat gadis itu, lantas menghampirinya. “Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?”, kata Rasulullah dikutip dari laman Rumah Yatim dan Dhuafa, Rabu (15/7).
Dengan suara lirih, gadis itu bercerita kepada Rasulullah SAW. “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia.”
“Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah. Ia berjuang bersama Rasulullah Saw bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?”.
Hati Nabi langsung terenyuh, sambil membelai rambut anak itu, Nabi berkata, “Anakku, hapuslah air matamu. Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu. dan Aisyah menjadi ibumu. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”
Gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Dia tatap lekat-lekat Rasulullah dan memastikan bahwa di hadapannya adalah seorang utusan Allah. Anak yatim itu kaget sekaligus bahagia sampai bibirnya tidak bisa berucap dan hanya menganggukan kepala.
Rasulullah pun menggandeng tangan mungilnya ke rumah Aisyah. Sesampai di rumah Rasulullah sendiri yang menyisirnya dan membersihkan badannya dengan penuh kasih sayang.
Dibantu Fatimah, gadis itu dipakaikan baju bagus dan diberi makanan serta uang saku. Dia lalu dipersilakan untuk bermain dengan teman sebayanya.
Teman-teman gadis itu bertanya, “Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”
Dengan senyum mengembang, gadis kecil itu menjawab, “Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.