Keutamaan Hari Arafah

SEPULUH hari pertama bulan Dzulhijjah mempunyai keutamaan luar biasa berdasarkan dalil yang terdapat dalam al-Qur’an dan As-Sunnah. Di antara hari-hari pada sepuluh hari pertama tersebut terdapat satu hari yang istimewa dengan banyak keutamaan, yang dikenal dengan hari Arafah, yaitu hari ketika jamaah haji wukuf di Padang Arafah.

Hari Arafah berlangsung pada 9 Dzulhijjah. Pada tahun 2021 ini, hari Arafah berlangsung pada Senin, 19 Juli 2021. Pada hari itu jamaah haji berbodong-bondong menuju padang Arafah setelah sehari sebelumnya melewati hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).

Di Padang Arafah ini mereka mendengarkan khutbah Arafah, lalu menghabiskan waktu dengan memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala. Sebab, kata Rasulullah ﷺ, “Doa terbaik adalah doa pada hari Arafah.” (Riwayat At-Tirmidzi dengan sanad hasan). Adapun waktu paling istimewa dalam memanjatkan doa di hari Arafah ini adalah semenjak Dhuhur sampai masuk Maghrib.

Waktu terbaik dalam berdoa ini bukan sekadar untuk mereka yang sedang berada di Padang Arafah, namun juga bagi kaum Muslim yang tidak sedang behaji. Al-Hafidh Ibnu Rajab Rahimahullah dalam kitabnya Latha’iful Ma’arif mengatakan, “Hari Arafah adalah hari pengampunan dosa dan pembebasan dari api neraka serta doa mustajab bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah dan bagi semua umat Islam di semua negeri.”

Selain itu, bagi kaum Muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji disunnahkan untuk berpuasa pada hari Arafah. Keutamaannya sangat besar. Rasulullah ﷺ

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Artinya, “Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun yang telah lalu dan akan datang, dan puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) menghapus dosa setahun yang lalu,” (HR Muslim).

Mari kita perbanyak dzikir, doa dan istighfar di hari Arafah. Kita doakan keluarga yang sedang sakit atau berjuang mempertahankan hidup dari himpitan ekonomi agar segera Allah sembuhkan dan Allah lapangkan.

Kita doakan juga sahabat-sahabat kita yang kini sedang berjuang mengatasi Covid agar Allah Ta’ala limpahkan kesabaran dan Allah angkat penyakitnya. Dan, jangan lupa doakan negeri kita dan negeri-neri kaum Muslimin agar segera Allah angkat wabah ini. *

HIDAYATULLAH

5 Cara Meraih Keutamaan Hari Arafah Selain Pergi Haji

Sepuluh hari pertama Dzulhijjah adalah hari-hari penuh berkah.

Bagi umat Islam, tidak ada yang lebih kuat dan memuaskan secara spiritual di bulan Dzulhijjah selain mengikuti panduan Nabi Muhammad SAW. Caranya dengan meningkatkan perbuatan baik, meminta ampunan kepada Allah SWT, dan melakukan ibadah haji.

Namun, bagaimana dengan banyak orang yang tidak pergi haji? Terlebih di masa pandemi seperti sekarang. Apakah ada berkah yang tersisa untuk mereka? Jawabannya iya.  

Sepuluh hari pertama Dzulhijjah adalah hari-hari penuh berkah.  Apalagi hari kesembilan, yang dikenal juga sebagai hari Arafah. Ini adalah hari yang sangat istimewa bagi semua umat Islam baik yang sedang berhaji atau tidak.

Untuk menunjukkan pentingnya sepuluh hari pertama Dzulhijjah, Nabi Muhammad (SAW) mengatakan, “Tidak ada hari yang amal shalehnya lebih dicintai Allah daripada sepuluh hari ini.”  Orang-orang bertanya, “Bahkan tidak berjihad karena Allah?”  Dia berkata, “Tidak juga jihad karena Allah, kecuali dalam kasus seorang pria yang keluar, menyerahkan dirinya dan hartanya untuk jalan (Allah), dan kembali tanpa membawa apa-apa” (HR. Bukhari)

Lantas apa saja yang harus dilakukan agar memperoleh keutamaan hari Arafah? Berikut adalah cara yang diajarkan Nabi terutama selama 10 hari yang diberkahi dan selama hari Arafah, dilansir di About Islam.

Puasa

Puasa adalah salah satu ibadah yang paling penting selama 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, terutama pada hari Arafah.  Puasa Arafah menghapus dosa kita selama dua tahun penuh, setahun yang lalu dan yang akan datang.

“Barang siapa yang berpuasa dengan ikhlas di hari Arafah, maka akan diampuni dosa-dosanya setahun yang lalu dan yang akan datang.”  (HR. Muslim)

Dzikir

Hari-hari yang diberkahi ini adalah tentang melakukan perbuatan baik yang akan sangat dihargai di mata Allah. Mengingat hari-hari ini adalah waktu terbaik untuk melakukan amal baik, terutama dzikir.

Maka bacalah: “Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil adziim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya).

“Dua kalimat (subhanallah wa bihamdihi) ringan di lidah, berat di timbangan, dan dicintai oleh Yang Maha Penyayang.” (HR. Bukhari)

Tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil

Empat jenis dzikir ini harus dibaca sebanyak mungkin pada hari Arafah. Tahlil atau membaca “Laa ilaaha il-lal-laah”, Tahmid atau membaca “Alhamdulillah”, Tasbih atau membaca “Subhanallaah” dan Takbir atau membaca “Allahu Akbar”.

Membaca Alquran

Meskipun seseorang harus membaca Alquran setiap hari, hari Arafah ini memiliki keutamaan khusus karena setiap perbuatan baik dikalikan dan ayat-ayat Alquran itu mencari pengampunan Allah 

Berdoa

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Doa yang paling utama adalah doa pada hari Arafah, dan yang paling baik dari apa yang saya dan para nabi sebelum saya katakan, “Tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, Dia Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.” , kepunyaan-Nya kerajaan dan kepunyaan-Nya segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Tirmidzi)

Berdoalah sebanyak yang Anda bisa. Carilah pengampunan Allah dan mintalah semua yang Anda inginkan! Teruslah berdoa sampai waktu berbuka (Maghrib) tiba. Imam Muslim meriwayatkan dari `Aisyah bahwa Nabi (damai dan berkah besertanya) berkata, “Tidak ada hari di mana Allah membebaskan lebih banyak budak dari neraka daripada yang Dia lakukan pada hari Arafah.” 

KHAZANAH REPUBLIKA

Saat PPKM Pemerintah Putuskan Tutup Masjid, Zakir Naik; Ikuti dan Patuhi

Sebelumnya belum pernah terjadi dalam sejarah Islam, mayoritas masjid di dunia Islam ditutup seperti  beberapa waktu lalu. Sekitar75 persen masjid ditutup akibat pandemi Covid 19.

Di Indonesia sendiri, pada awal-awal Pandemi masjid ditutup. Kegiatan keagamaan ditiadakan. Shalat Jamaah lima waktu dikerjakan dari rumah. Shalat Jumat, diganti dengan Zuhur. Sebagai keringanan hukum. Shalat taraweh, tadarus Al-Qur’an, dan kultum ditiadakan selama Ramadhan tahun lalu.

Pun ketika Idul Fitri, masjid dianjurkan tidak menggelar ibadah shalat Idul Fitri. Demikian juga Idul Adha. Untuk meminimalisir penyebaran virus Covid-19. Itulah sekelumit kenangan pahit di tahun 2020.

Kini, 2021 pun keadaan tak jauh berubah. Bahkan terbilang lebih parah. Varian baru Delta Covid-19 menyebar begitu cepat. Di susul pelbagai  kebijakan pihak terkait yang gagal dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19.

Akhirnya, jutaan orang kembali terjangkit. Ribuan nyawa meninggal setiap hari. Rumah sakit full akibat pasien. Oksigen langka, padahal itu wajib ketika ada pasien terjangkit Covid-19. Tenaga kesehatan kelelahan. Sebab beban kerja yang berat.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat diambil pemerintah. Untuk mumutus mata rantai penularan Covid-19. Pelbagai isi point PPKM adalah penutupan rumah ibadah, termasuk masjid. Kemudian direvisi, dengan meniadakan kegiatan keagamaan di dalam masjid.

Pro kontra timbul di tengah masyarakat Islam terkait penutupan masjid dan peniadaan kegiatan keagamaan dalam masjid selama PPKM berlangsung. Lantas bagaimana seyogianya sikap seorang muslim ketika menghadapi kebijakanseperti ini?.

Dokter Zakir Naik, seorang ahli medis, ulama, dai, pakar studi perbandingan agama, dan juga penceramah, memberikan nasihat dan arahan. Nasihat itu ia sampaikan untuk merespons penutupan masjid dan peniadaan kegiatan keagamaan di negara muslim.

Menurut Dokter Zakir Naik Ketika terjadi wabah, pandemi, epidemi—yang kemungkinan besar menular—, merupakan kewajiban dari pemerintah negara Islam, untuk bertanya pada ahlinya. Mereka adalah pakar kesehatan, ahli medis, dan para dokter terkait keadaan ini. Sebagaimana diperintahkan Al-Qur,an Q.S an Nahal ayat 43;

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Di samping bertanya pada ahli medis, pemerintah juga harus bertanya pula pada mufti atau ulama di negara tersebut— dalam konteks Indonesia ada MUI. Yang terdiri dari para pakar dalam studi Islam. Misalnya ahli hadis, fikih, sejarah, usul fiqih, dan tafsir Al-Qur’an. Pemerintah bertanya keadaan ini dalam kajian keislaman.

Kemudian, pemerintah mengadakan dialog bersama antara pakar medis dan mufti Islam—ulama-ulama Islam—, terkait persoalan wabah. Dan mengantisipasinya penularan pandemi dalam bidang keagamaan.

Ketika hasil dialog tiga otoritas itu; pemerintah, dokter, dan ahli fikih memutuskan menutup masjid dan meniadakan ibadah selama Covid-19, maka Anda harus setuju. Sebagai seorang muslim kita harus ikut perintah tersebut. Pasalnya mereka adalah orang yang pakar dan juga pemimpin yang sah.

Sebagaimana dikatakan oleh Al-Qur’an dalam Q.S an Nisa, ayat 59, tentang mentaati perintah Allah dan Rasul, pun perintah pemimpin yang sah. Allah berfirman dalam kitab suci Al-Qur’an;

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ

Artinya; Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.

Terlepas dari pendapat pribadi seorang muslim,—apakah ia setuju dan tidak terhadap hasil keputusan itu—, maka kita sebagai muslim harus ikut aturan tersebut. Bila otoritas terkait memutuskan peniadaan kegiatan keagamaan di masjid, kaum muslim harus ikut.

Termasuk dalam hal ini bila seorang muslim tinggal di negera mayoritas non Muslim. Pemerintah non muslim tersebut memutuskan menutup masjid dalam keadaan wabah, maka anda harus mengikuti aturan negara tersebut. Terlebih jika pemerintah sudah melakukan konsultasi dengan pihak medis.

Melihat kasus Covid-19 di Indonesia yang kian parah. Pemerintah Indonesia, pakar medis—para dokter dan epidemolog—, dan pakar hukum Islam (MUI)  telah melakukan dialog. Kemudian memutuskan untuk menutup masjid dan meniadakan kegiatan keagamaan di masjid, termasuk shalat Idul Adha.

Sikap seorang muslim yang taat adalah mengikutinya. Pasalnya, kebijakan itu merupakan bentuk penjagaan keselamatan dan kesehatan umat Islam. Sekaligus, ikhtiar untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Demikian nasihat bijak dan fatwa Dokter Zakir Naik terhadap persoalan penutupan masjid dan peniadaan ibadah, serta kegiatan keagamaan lain. penjelasan ini diambil dari kanal Youtube Dr Zakir Naik dan Cordoba Media. Semoga bermanfaat.

Sebagai catatan, meskipun dr. Zakir Naik dalam masalah atau persoalan lain mengutarakan pendapat yang kontroversial. Pendapat yang perlu untuk dikritisi dan ditelaah bersama. Terutama terkait dialog antar iman dan penafsiran pelbagai ayat dalam Al-Qur’an. Juga persoalan hukum Islam (fiqih). Tetapi dalam persoalan Covid-19, nasihat bijak beliau penting untuk kita renungkan bersama.

BINCANG SYARIAH

Hukum Shalat Idul Adha di Rumah

Pandemi Covid-19 di Indonesia tak kunjung jua usai. Semakin hari korban yang terjangkit positif kian bertambah. Pun korban yang meninggal akibat Covid-19, sepanjang bulan Juni-Juli terus bertambah. Total angka kematian mencapai 69.210 jiwa. Belum lagi kondisi rumah sakit yang full pasien. Dan juga kelangkaan oksigen.

Pemerintah mengeluakan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Kebijakan ini sebagai upaya memutus mata rantai laju Covid-19. Laju Covid-19  kian semakin mengkhawatirkan. Terutama bagi mereka yang berada dalam zona hitam dan merah, seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bila tidak mampu menjaga diri, bisa dipastikan akan terjangkit virus Covid-19.

Kebijakan PPKM dari 3-20 Juli 2021, sebagai upaya penyelamatan kehidupan manusia dari Covid-19. Salah satu poin dalam kebijakan ini adalah menganjurkan kegiatan keagamaan di dalam rumah ibadah ditiadakan. Artinya; ibadah keagamaan dikerjakan dari rumah saja. Misalnya shalat berjamaah, shalat Jumat, dan Idul Adha.

Pada tahun ini, Idul Adha akan jatuh pada  Selasa, 20 Juli 2021 mendatang. Artinya, umat Islam akan merayakan Idul  Adha dalam suasana PPKM Darurat. Lantas bagaimana dengan seorang muslim yang ingin mengerjakan shalat Idul  Adha, padahal masjid ditutup atau meniadakan kegiatan shalat Ied? Bolehkah shalat Idul Adha di rumah saja?

Mengenai hukum shalat Idul Adha, para ulama klasik dan kontemporer  mengatakan bahwa hukum shalat Idul Adha di rumah adalah boleh. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Lembaga Fatwa Mesir. Dar Ifta Mesir menyebutkan di tengah wabah Covid-19 seyogianya melaksanakan shalat Idul Adha di rumah.  Agar terhindar dari wabah virus SAR- CoV 2.

Dar Ifta Mesir mengeluarkan  fatwa berikut;

فإن صلاة العيد سنة مؤكدة لمواظبة سيدنا النبي صلى الله عليه وسلم عليها، ويُستحبُّ أن تصلى جماعة؛ ولأنّ الضرورةَ اقتضت إبقاء المساجد مغلقة للحفاظ على سلامة أرواح الناس وصحتهم، فعندئذٍ تصلى صلاة العيد في البيوت، إما جماعة مع أهل البيت الواحد، ولا يشترط لصحتها الخطبة فلا يؤثر تركُ الخطبتين على صحة الصلاة؛ لأن الخطبة في العيد سنة وليست شرطا لصحة الصلاة

Artinya; Sholat Idul Fitri adalah sunnah muakkad, yang ditegaskan dan ditekuni Nabi Muhammad SAW, dan shalat Ied itu disunnahkan mengerjakannya dalam keadaan shalat berjamaah.  Dan karena keharusan menutup masjid untuk menjaga keselamatan  jiwa dan juga kesehatan manusia, maka shalat Ied dilakukan di rumah, baik secara berjamaah dengan penghuni satu rumah.

Dan khutbah Ied tidak menjadi syarat sahnya shalat.  Dan tidak ada mempengaruhi keabsahan shalat dengan meninggalkan dua khutbah; Karena khutbah di hari raya, adalah sunnah dan bukan syarat sahnya shalat.

Sementara itu, mazhab Syafi’iyyah  membolehkan shalat Idul Adha di dalam rumah. Bahkan bagi orang yang ingin melaksanakan shalat Ied secara munfarid atau sendirian sebaiknya melaksanakan shalat di rumah saja.  Pendapat ini dikatakan oleh Imam Muzani—menukil pendapat dari Imam Syafi’i—, dalam kitab Mukhtasor Al-Umm. Imam Al Muzani berkata;

ويصلي العيدين المنفرد في بيته والمسافر والعبد والمرأة

Artinya; Dibolehkan mengerjakan shalat dua hari raya (Adha dan Fitri) baik sendirian, musafir, hamba sahaya dan wanita di dalam rumahnya. Selesai

Sementara itu, Syekh Syauqi Ibrahim Alam, Mufti Agung Dar Ifta Mesir mengatakan dalam keadaan wabah Covid-19, maka dianjurkan mengerjakanshalat Idul Adha di dalam rumah. Syekh Syauqi Ibrahim Alam  berkata;

وكذا إذا تَعذَّرت إقامة صلاة العيد لمانعٍ -كوباءٍ أو غيره يمنع اجتماع الناس للصلاة-؛ فإنه يُشْرَع لمَنْ كان هذا حاله فِعْل صلاة العيد في البيت

Artinya: dan demikian apabila ada uzur melaksanakan shalat Ied (di masjid atau tanah lapang),—seperti ada wabah atau selainnya yang melarang manusia berkerumun untuk shalat—, maka dalam keadaan seperti ini dianjurkan untuk melaksanakanshalat Idul Adha di rumah.

Lantas bagaimana keutamaan shalat Idul Adha di rumah ketika Covid-19? Syekh Sauqi Alam Ibrahim menjelaskan ibadah yang dikerjakan di rumah disebabkan adanya Pandemi, maka pahalanya setara dengan pahala ibadah yang dikerjakan di masjid. Bahkan, terkadang bisa melebihi pahala ibadah di masjid.

Terlebih dikonsi sekarang, merebaknya wabah mematikan yang telah merenggut nyawa ribuan orang dan telah menyebar di puluhan negara. Syekh Sauqi Alam Ibrahim berkata;

والعبادة في البيت في هذا الوقت توازي في الأجر العبادة في المسجد، بل قد تزيد أجرًا على العبادة في المسجد؛ وذلك لأنَّ هذا هو واجب الوقت الآن لا سيما مع تَفَشِّي الوباء القاتل الذي ذهب ضحيتَه آلافُ البشر، وانتشر في عشرات البلدان، وهو فيروس (كوفيد-19)،

Artinya;  dan ibadah yang dikerjakan di rumah pada waktu ini (wabah) akan menyamai bagi pahala ibadah yang dikerjakan di masjid, bahkan bisa jadi pahalanya akan melebihi ibadah yang dikerjakan di masjid.  Terlebih dengan merebaknya wabah mematikan yang telah merenggut nyawa ribuan orang dan telah menyebar di puluhan negara, dan wabah itu adalah Covid-19.

Demikian penjelasan hukum shalat Idul Adha di rumah.  Pasalnya, di saat PPKM dan wabah yang tengah merebak ini, ibadah di rumah menjadi solusi terbaik. Semoga memberikan manfaat.

BINCANG SYARIAH

Keutamaan Amalan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijah (2)

Adapun amalan yang selayaknya dilakukan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah ini adalah sebagai berikut:

Pertama, haji dan umrah. Rasulullah bersabda, “Satu umrah ke umrah lainnya menjadi penghapus dosa-dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan yang setimpal untuknya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan ikhlas demi meraih ridha Allah dan dikerjakan sesuai tuntunan Rasulullah. Ciri utamanya adalah keimanan, ketakwaan, dan amal shalih pelakunya setelah mengerjakan haji mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik.

Ketiga,  Shaum sunnah, yaitu shaum sunnah antara tanggal 1-9 Dzulhijah. Minimal mengerjakan shaum sunnah Arafah tanggal 9 Dzulhijah bagi selain jama’ah haji.

Shaum sunnah adalah amal shalih yang sangat dicintai oleh Allah. Allah bahkan menganggap Dzat-Nya sebagai pemilik khusus shaum, dan Allah sendiri yang akan memberikan balasannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi bahwa Allah berfirman, “Semua amal anak manusia untuk dirinya sendiri, kecuali shaum, karena sesungguhnya shaum itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika kita tidak mampu memperbanyak shaum sunnah pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijah ini, maka setidaknya kita melaksanakan shaum hari Arafah pada tanggal sembilan Dzulhijah. Rasulullah  bersabda tentang keutamaan shaum hari Arafah.

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ

“Shaum hari Arafah, aku mengharap Allah menghapuskan dengannya dosa satu tahun sebelumnya dan dosa satu tahun sesudahnya.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Empat, shalat wajib lima waktu secara berjama’ah di masjid dan memperbanyak shalat sunnah.

Sebaiknya setiap muslim menjaga pelaksanaan shalat sunnah Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tahajud, shalat Witir, shalat tahiyatul masjid, dan shalat sunnah lainnya. Dalam hadits qudsi Allah SWT berfirman, “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Lima,  tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan dzikir

Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak bacaan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan dzikir pada sepuluh hari pertama Dzulhijah berdasar firman Allah,

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Haj (22): 28)

Dari Ibnu Umar dari Nabi SAW bersabda :                            

عَنِ  ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيد

 “Tiada hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal kebaikan pada hari tersebut lebih dicintai oleh Allah, melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah ini. Maka hendaklah kalian memperbanyak tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad)

Imam Bukhari berkata, “Ibnu Umar dan Abu Hurairah RA keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Keduanya mengumandangkan takbir, maka orang-orang mengikuti keduanya dalam mengumandangkan takbir. Ibnu Umar juga mengumandangkan takbir dari dalam tendanya di Mina, maka jama’ah masjid yang mendengarnya ikut mengumandangkan takbir. Mendengar hal itu, orang-orang di Pasar ikut mengumandangkan takbir, sehingga Mina bergemuruh dengan suara takbir. Pada hari-hari tersebut, Ibnu Umar mengumandangkan takbir di Mina, setelah shalat wajib, di atas kasur, tenda, tempat duduk, dan jalan yang dilaluinya. Ia bertakbir pada seluruh hari tersebut.”

Enam. sedekah.

Sedekah secara umum hukumnya sunnah, dan nilai kesunnahannya pada sepuluh hari pertama bulanDzulhijah ini semakin kuat. Allah SWT berfirman (yang artinya).

 “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 261).

Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.”  (QS. Saba (34) : 39).

Tujuh. Menyembelih hewan kurban

Di antara bentuk sedekah adalah menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikan dagingnya kepada kaum muslimin pada tanggal 10 Dzulhijah.

Dari Anas bin Malik RA berkata, “Nabi SAW berkurban dengan menyembelih dua ekor domba yang berwarna putih dan bertanduk dua. Beliau membaca bismillah dan takbir, menekankan kakinya ke sisi leher domba, dan menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sepertiga untuk yang berkurban dan panitia, sepertiga untuk hadiah kepada kaum muslimin, sepertiga untuk yang memerlukan.

Selain amalan-amalan di atas, terdapat banyak amalan yang selayaknya digalakkan. Antara lain: membaca Al-Qur’an, membaca istighfar, berbakti kepada orang tua, menyambung tali kekerabatan, menyebar luaskan salam, memberikan makanan, mendamaikan dua pihak yang bersengketa, amar ma’ruf dan nahi munkar, menjaga lisan dan kemaluan, berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, memberi nafkah kepada keluarga, mengasuh anak yatim, menengok orang sakit, membantu kesulitan orang lain, menunaikan amanat, mengembalikan barang titipan, melunasi hutang, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam bishshawab. Dari berbagai sumber. Kudus, 6 Oktober 2013/01 Dzulhijjah 1434 H. Al Faqir Ilal ‘Aliyyil Qadir.*/Abu Ali Haidar

HIDAYATULLAH

Keutamaan Amalan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijah (1)

SAAT ini  kini berada dalam rangkaian sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijah.  Sepuluh hari yang agung. Allah Subhanahu wa ta’ala, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, dan seluruh kaum muslimin memuliakan dan mengagungkannya. Syariat memerintahkan umat Islam untuk menyemarakkannya dengan berbagai amal shalih yang istimewa.

ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan, memuliakan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul/lahir dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj [22] : 32).

Syi’ar Allah Ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.

Keutamaan 10 hari pertama bulan Dzulhijah

Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah memiliki keutamaan yang agung/mulia dalam syariat Islam. Di antaranya adalah:

1. Allah SWT bersumpah dengannya. Allah berfirman,

“Demi waktu fajar. Dan demi sepuluh malam.” (QS. Al-Fajr [89] : 1-2)

Makna sepuluh malam dalam ayat yang mulia ini adalah sepuluh malam yang pertama dalam bulan Dzulhijah, menurut mayoritas ulama tafsir, dan inilah pendapat yang benar menurut penelitian imam Ibnu Katsir ad-Dimasyqi.

2. Ia merupakan hari-hari yang disyariatkan secara khusus untuk memperbanyak dzikir. Allah berfirman (yang artinya).

 “Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj [22] : 28)

Menurut mayoritas ulama tafsir, termasuk di antaranya sahabat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas RA, maksud dari menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah.

3. Rasulullah  bersaksi bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah adalah hari-hari di dunia yang paling mulia.

Dari Jabir RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Hari-hari di dunia yang paling utama adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijah)” Para sahabat bertanya, “Hari-hari yang dipergunakan (jihad) di jalan Allah juga tidak menandinginya?” Beliau menjawab, “Hari-hari yang dipergunakan di jalan Allah juga tidak mampu menandinginya, kecuali seseorang yang wajahnya terjerembab di dalam debu (gugur di medan jihad hingga wajahnya beralaskan tanah).” (HR. Al-Bazzar dan Ibnu Hibban)

4. Hari Arafah. Wuquf di Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijah setiap tahun. Hari wuquf di Arafah adalah hari yang sangat agung. Pada saat tersebut Allah mengabulkan doa, mengampuni dosa, menerima taubat, dan membebaskan hamba-hamba yang diridhai-Nya dari siksa api neraka. Begitu agungnya hari tersebut, sehingga Rasulullah bersabda, “Haji adalah (wuquf di) Arafah.” (HR. Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad. Hadits shahih)

5. Hari penyembelihan

Hari penyembelihan atau biasa disebut yaum an-nahr dan idul Adha, jatuh pada tanggal 10 Dzulhijah setiap tahun. Ia merupakan hari raya seluruh umat Islam, dan bagi para jama’ah haji merupakan salah satu rangkaian manasik haji yang sangat penting. Sebagian ulama bahkan berpendapat hari tersebut merupakan hari paling mulia dalam satu tahun, sebagaimana hadits dari Abdullah bin Qurth RA bahwasanya Nabi bersabda :

أَعْظَمُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

 “Hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari penyembelihan dan hari sesudahnya.”(HR. Ahmad, An-Nasai, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ath-Thabarani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Abu Nu’aim al-Asbahani)

6. Induk berbagai ibadah terkumpul pada hari-hari tersebut.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari mengatakan, “Nampaknya hal yang menyebabkan keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah adalah berkumpulnya induk-induk ibadah pada hari-hari tersebut, yaitu shalat, shaum, sedekah, dan haji. Hal itu tidak mungkin terkumpul pada hari-hari yang lain”

Keutamaan amal shalih pada 10 hari pertama Dzulhijah

Terdapat beberapa hadits shahih yang menerangkan keutamaan amal shalih pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Di antaranya adalah :

عَنْ  ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ الله وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Dari Ibnu Abbas RA berkata, Rasulullah bersabda, “Tidak ada hari-hari yang amal shalih pada waktu tersebut lebih dicintai Allah melebihi hari-hari sepuluh (bulan Dzulhijah ini)” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga amalan jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar berperang di jalan Allah dengan nyawa dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan membawa sesuatu pun (ia gugur di jalan Allah).” (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : كُنْتُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فَذُكِرَتِ الْأَعْمَالُ فَقَالَ : مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ فِيهِنَّ أَفْضَلُ مِنْ هَذِهِ الْعَشْرِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ ؟ قَالَ : فَأَكْبَرَهُ فَقَالَ : وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا أَنْ يَخْرُجَ رَجُلٌ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فِي سَبِيلِ اللهِ  ثُمَّ تَكُونَ  مُهْجَةُ نَفْسِهِ فِيهِ

Dari Abdullah bin Amru bin Ash RA berkata: “Saya tengah berada di sisi Rasulullah lalu disebutkan beberapa amal shalih, maka beliau bersabda, “Tidak ada hari-hari yang amal shalih pada waktu tersebut lebih mulia daripada hari-hari sepuluh (bulan Dzulhijah ini)” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga amalan jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar berperang di jalan Allah dengan nyawa dan hartanya, kemudian ia gugur di jalan Allah.” (HR. Ahmad, Ath-Thahawi, dan Abu Nu’aim al-Asbhani. Dinyatakan shahih oleh muhaqqiq Hilyatul Awliya’)

Imam At-Tirmidzi menyatakan terdapat hadits dengan lafal yang serupa dari jalur Abu Hurairah dan Jabir bin Abdullah RA. Kedua hadits di atas dan hadits-hadits penguatnya menunjukkan beberapa pelajaran penting bagi umat Islam:

Amal shalih apapun lebih dicintai oleh Allah jika dikerjakan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, melebihi cinta Allah apabila amal shalih tersebut dikerjakan di hari-hari yang lain.

Karena amal shalih yang dikerjakan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah, maka hal itu bermakna amal tersebut lebih mulia dan lebih utama di sisi Allah.

Orang yang beramal shalih pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah lebih utama daripada orang yang berjihad dengan nyawa dan hartanya di hari-hari yang lain lalu ia bisa kembali kepada keluarganya dengan selamat.

Semua amal shalih pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, tanpa terkecuali, akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah.

Sungguh sebuah bazar amal yang sangat menguntungkan bagi setiap Muslim.

Amalan-amalan yang sangat dianjurkan dalam 10 hari pertama Dzulhijah Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah adalah musim kebaikan. Sudah selayaknya setiap muslim memberikan perhatian yang lebih terhadapnya. Sudah sewajarnya setiap muslim meningkatkan amal shalihnya pada waktu tersebut, melebihi amal shalihnya pada waktu yang lain. Seorang ulama tabi’in, Abu Utsman Abdurrahman bin Mull an-Nahdi (wafat tahun 95 H) berkata:

Generasi salaf (sahabat) sangat memuliakan puluhan hari yang tiga; sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama Dzulhijah, dan sepuluh hari pertama Muharram.”*/Abu Ali Haidarer

HIDAYATULLAH

Apa yang Dimaksud dengan Takhayul?

Kita sering mendengar kata “takhayul”. Namun apa sebenarnya makna dari takhayul itu? Dan apa hukumnya dalam pandangan Islam? Simak uraian ringkas berikut ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takhayul bermakna:

  1. (sesuatu yang) hanya ada dalam khayal belaka.
  2. kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti.

Makna yang pertama

Makna yang pertama, ini sesuai dengan makna dalam bahasa Arab. Dalam Mu’jam Musthalahat Fiqhiyyah disebutkan:

تخيل ، تصور الشيء في النفس

takhoyyala artinya: tergambarnya suatu hal dalam jiwa (pikiran)”.

Maka takhayul di sini sama dengan kata “berkhayal” atau “khayalan” yang kita tahu bersama. Jika demikian, takhayul dengan makna pertama ini hukumnya tergantung apa yang dikhayalkan dan apa manfaat atau mudaratnya.

Jika yang dikhayalkan adalah perkara yang mubah, maka hukumnya mubah. Jika yang dikhayalkan adalah perkara yang haram, atau mengkhayalkan yang tidak bermanfaat, atau terlalu banyak berkhayal, maka ini terlarang.

Contoh khayalan yang haram adalah seorang lelaki mengkhayalkan wanita yang tidak halal baginya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه

“Sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Bukhari no. 6243 dan Muslim no.2657).

Allah Ta’ala dan Rasul-Nya mencela sifat panjang angan-angan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ

“Janganlah kalian seperti orang-orang yang telah diberikan kitab (Ahlul Kitab) sebelumnya, panjang angan-angan mereka sehingga rusak hati mereka. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Al Hadid: 16).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَزالُ قَلْبُ الكَبِيرِ شابًّا في اثْنَتَيْنِ: في حُبِّ الدُّنْيا وطُولِ الأمَلِ

“Hati orang yang sudah tua akan senantiasa seperti anak muda dalam menyikapi dua hal: cinta dunia dan panjang angan-angan” (HR. Bukhari no. 6420).

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ اتِّبَاعُ الْهَوَى، وَطُولُ الْأَمَلِ. فَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ، وَأَمَّا طُولُ الْأَمَلِ فَيُنْسِي الْآخِرَةَ

“Perkara yang paling aku takutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu, ia akan memalingkan dari kebenaran. Adapun panjang angan-angan, ia akan membuat lupa akan akhirat” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya‘, 1: 76).

Makna yang kedua

Adapun makna yang kedua, takhayul di sini lebih dekat kepada dua perkara:

  1. Khurafat

Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Aisyah radhiyallahu ’anha, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

أتدرون ما خرافةُ ؟ إنَّ خُرافةَ كان رجلًا من عذرةٍ أسرَتْه الجنُّ في الجاهليةِ ، فمكث فيهم دهرًا ، ثم ردُّوه إلى الإنسِ ، فكان يُحدِّثُ الناسَ بما رأى فيهم من الأعاجيبِ ، فقال الناسُ : حديثُ خُرافَةَ

“Apakah kalian tahu kisah tentang khurafah? Sesungguhnya khurafah adalah seorang lelaki dari Bani Udzrah, yang ditawan oleh kaum jin di masa Jahiliyah. Khurafah tinggal bersama para jin beberapa waktu. Kemudian para jin mengembalikannya ke tengah manusia. Kemudian si Khurafah ini menceritakan kisah-kisah ajaib yang ia lihat. Maka setelah itu, manusia punya istilah baru yaitu: cerita khurafah” (HR. Ahmad no. 25283, dinilai sebagai hadis yang dhaif oleh Al-Albani dalam Silsilah Adh-Dha’ifah no. 1712).

Hadis ini lemah, namun memiliki makna yang sejalan dengan perkataan para ulama, bahwa khurafah adalah cerita tentang hal-hal yang ajaib dan aneh yang merupakan kedustaan.

Ibnu Manzhur rahimahullah dalam Lisanul Arab menjelaskan makna khurafah dalam hadis dhaif di atas. Beliau rahimahullah berkata,

أَن يريد به الخُرافاتِ الموضوعةَ من حديث الليل، أَجْرَوْه على كل ما يُكَذِّبُونَه من الأَحاديث، وعلى كل ما يُسْتَمْلَحُ ويُتَعَجَّبُ منه

“Yang dimaksud khurafat dalam hadis di atas adalah cerita-cerita malam yang dibuat-buat. Istilah khurafah ini (yang awalnya merupakan nama seorang lelaki) menjadi identik dengan semua cerita yang dusta, yang mengandung kisah-kisah ajaib yang dibumbui”.

Dan khurafat itu minimalnya adalah kebid’ahan dalam keyakinan terhadap perkara gaib, dan seringkali khurafat itu berupa kesyirikan. Contoh khurafat yang berupa cerita adalah cerita-cerita legenda, urban legendfolklore, mitos dan semisalnya.

Demikian juga mitos-mitos yang dikaitkan dengan suatu manfaat atau bahaya, tanpa landasan dalil atau bukti ilmiah, seperti:

  • Berdiri di pintu nanti akan membuat sulit jodoh.
  • Jika gigi putus, lemparkan ke atas atau ke bawah, supaya tumbuh dengan baik.
  • Jika sedang hamil tidak boleh membunuh binatang, nanti anaknya akan lahir dalam keadaan cacat.
  • dan semisalnya.

Ini semua khurafat atau takhayul yang tidak boleh diyakini.

  1. Sihir takhayyul

Salah satu jenis sihir adalah sihir takhayyul. Disebutkan oleh Syekh Shadiq Ibnul Haaj,

سحر التخيل وهو أن يعمـد الساحـر إلـى القـوى المتخيلـة فيتصرف فيها بنوع من التصرف ويلقى فيها أنواعـا من الخـيالات والمـحاكاة وصورا مما يقصده من ذلك ثم ينزلها إلى الحس من الرائيـن بقـوة نفسه الخبيثة المؤثرة فيه فينظرها كأنها فى الخارج وليس هناك شيء من ذلك

“Sihir takhayyul adalah seorang penyihir mengandalkan kekuatan yang mengendalikan khayalan orang, sehingga ia melakukan berbagai macam cara untuk menimbulkan suatu khayalan dan gambaran dalam benak seseorang sesuai dengan keinginan si penyihir. Kemudian khayalan tersebut seolah-olah bisa diindera secara fisik karena kuatnya pengendalian khayalan tersebut. Sehingga orang yang disihir merasa itu terjadi secara nyata, padahal tidak ada apa-apa” (Al-Iidhahul Mubin, li Kasyfi Hiyalis Saharah wal-Musya’wadzin, hal. 9).

Contohnya sebagaimana penyihir yang dihadapi Nabi Musa ‘alaihis salaam,

قَالَ بَلْ أَلْقُوا ۖ فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ

“Nabi Musa mengatakan, ‘Hendaknya kalian (penyihir) yang melempar duluan.’ Seketika itu tali dan tongkat mereka dikhayalkan dengan sihir mereka seolah-olah benda-benda tersebut bergerak-gerak” (QS. Thaha: 66).

Jika demikian, maka takhayyul di sini termasuk sihir dan sihir itu termasuk kekufuran. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Mereka (Harut dan Marut) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya ujian (bagimu), sebab itu janganlah kamu kufur’” (QS. Al-Baqarah: 102).

Maka, takhayul dalam artian sihir takhayul ini wajib dijauhi sejauh-jauhnya.

Wallahu a’lam. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Baca Juga:

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/67397-apa-yang-dimaksud-dengan-takhayul.html

Hukum Menikah dalam Keadaan Haid

Di antara sebagian perkara yang kadang ditanyakan oleh sebagian orang adalah mengenai hukum menikah dalam keadaan haid. Pasalnya, tidak sedikit perempuan yang menikah dengan suaminya dalam keadaan dia sedang haid. Sebenarnya, bagaimana hukum menikah atau mengadakan akad bagi perempuan dalam keadaan haid ini, apakah boleh?

Menikah atau mengadakan akad nikah bagi perempuan pada saat haid hukumnya adalah boleh. Tidak masalah bagi perempuan mengadakan akad nikah dengan suaminya pada saat haid, karena mengadakan akad nikah tidak termasuk perkara yang dilarang bagi perempuan haid.

Menurut para ulama, terdapat tujuh hal yang dilarang bagi perempuan haid, dan menikah tidak termasuk di dalamnya. Yaitu, shalat, membawa mushaf dan menyentuhnya, membaca Al-Quran meskipun dengan hafalan, thawaf, berdiam di masjid, puasa dan berjima’ dengan suaminya, juga bersenang-senang di antara pusar dan lutut tanpa ada penghalang.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

يحرم على كل من الحائض والنفساء الأمور التالية: الصلاة، حمل المصحف ومسه، قراءة القرآن ولو غيباً، الطواف، المكث في المسجد، الصوم، ووطء زوجها لها، ومباشرته لها فيما بين السرة والركبة ( لمس ما بين السرة والركبة) بدون حائل

Haram bagi perempuan haid dan nifas hal-hal berikut; shalat, membawa mushaf dan menyentuhnya, membaca Al-Quran meskipun dengan hafalan, thawaf, berdiam di masjid, puasa dan berjima’ dengan suaminya, juga bersenang-senang di antara pusar dan lutut tanpa ada penghalang.

Meski mengadakan akad nikah boleh dan tidak dilarang bagi perempuan haid, namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai melakukan hubungan badan dan bersenang-senang antara pusar dan lutut dengan suaminya. Jika melakukan hubungan badan atau bersenang-senang antara pusar dan lutut dengan suaminya, meskipun masih berstatus sebagai penganten baru, maka hukumnya haram.

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Malik dari Zaid bin Aslam, dia berkata;

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا يَحِلُّ لِي مِنَ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ: لِتَشُدَّ عَلَيْهَا إِزَارَهَا ثُمَّ شَأْنَكَ بِأَعْلَاهَا

Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw seraya berkata; Apakah yang dihalalkan bagiku dari istriku yang sedang haid? Beliau bersabda; Hendaklah kamu kencangkan sarungnya, kemudian dibolehkan bagimu bagian atasnya.

BINCANG SYARIAH

Istri Hendak Puasa Arafah, Apa Harus Izin Suaminya Dulu?

Di antara puasa sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan di bulan Dzulhijjah adalah puasa Arafah. Puasa ini dianjurkan kepada seluruh kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Namun bagaimana jika seorang perempuan yang sudah berstatus sebagai istri hendak melaksanakan puasa Arafah, apakah dia harus minta izin suaminya terlebih dahulu?

Menurut ulama Syafiiyah, ketika seorang istri hendak melakukan puasa Arafah, maka dia boleh melakukannya tanpa harus minta izin suaminya terlebih dahulu. Tidak masalah baginya melakukan puasa Arafah meskipun tanpa minta izin pada suaminya terlebih dahulu, puasanya tetap dinilai sah dan tidak haram.

Hal ini karena puasa Arafah tidak termasuk puasa sunnah yang harus minta izin suami terlebih dulu saat istri hendak melakukannya. Menurut ulama Syafiiyah, puasa Arafah hanya terjadi sekali dalam setahun sehingga jika seorang istri hendak melakukannya, maka dia tidak perlu minta izin pada suaminya.

Ini berbeda jika puasa sunnah tersebut terjadi berulang-ulang dalam setahun, seperti puasa Senin dan Kamis. Dalam puasa sunnah yang terjadi berulang-ulang ini, maka seorang istri harus minta izin suaminya terlebih dahulu ketika hendak melakukannya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Hasyiatul Jamal berikut;

أما ما لا يتكرر كعرفة وعاشوراء فلها صومها إلا إن منعها

Adapun puasa sunnah yang tidak terjadi berulang-ulang, seperti puasa Arafah dan Asyura, maka istri boleh mempuasainya kecuali jika suaminya melarangnya.

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah juga disebutkan sebagai berikut;

 ولو صامت المرأة بغير إذن زوجها صح مع الحرمة عند جمهور الفقهاء ، والكراهة التحريمية عند الحنفية ، إلا أن الشافعية خصوا الحرمة بما يتكرر صومه ، أما ما لا يتكرر صومه كعرفة وعاشوراء وستة من شوال فلها صومها بغير إذنه ، إلا إن منعها

Jika seorang istri menjalankan puasa tanpa izin suaminya, maka puasanya tetap sah, namun ia telah melakukan keharaman. Demikian pendapat kebanyakan ulama fiqih. Ulama Hanafiyah menganggapnya makruh tahrim. Hanya saja ulama Syafiiyah mengkhususkan keharaman jika puasa tersebut terjadi berulang kali. Adapun jika puasa tersebut tidak terjadi berulang-ulang, seperti puasa Arafah, puasa Asyura, puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia boleh melakukannya tanpa izin suaminya, kecuali jika memang suaminya melarangnya.

BINCANG SYARIAH

Mufti Zimbabwe Sebut Penceramah Agama Tak Seharusnya Menyebut Covid-19 Hoaks

Pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum usai. Justru hari-hari terakhir ini kian bertambah orang positif—terjangkit Covid-19. Pada sisi lain, korban yang meninggal akibat Covid-19, sepanjang bulan Juni-Juli terus bertambah. Total angka kematian mencapai 69.210 jiwa. Belum lagi kondisi rumah sakit yang full pasien. Dan juga kelangkaan oksigen untuk  mereka korban sesak pernapasan.

Meski sudah ribuan nyawa yang melayang. Jutaan orang yang positif. Dan jutaan pula yang dirawat di rumah sakit atau isolasi mandiri, tapi masih ada saja orang yang tak percaya Covid-19 ini. Tak sedikit jumlahnya orang yang denial atas Covid-19. Mereka menyangkal keberadaan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19.

Mereka yang denial itu datang dari latar belakang berbeda-beda. Ada dari kalangan dokter. Ada karwayan. Kelompok penceramah agama, juga banyak yang menyangkal Covid-19. Terlebih masyarakat umum, tak sedikit yang menafikan keberadaan Covid-19 ini.

Untuk mereka yang tak denial terhadap Covid-19— terutama penceramah agama dan orang-orang yang membawa motif agama—, saya harapkan Anda untuk sudi mendengarkan dan membaca nasihat dari ulama besar, Mufti Ismael Menk. Seorang mufti agung dari Zimbabwe.

Ismail Menk termasuk orang yang pada awalnya denial  terhadap Covid-19.  Mufti Agung yang berasal dari Zimbabwe ini mengira bahwa  Covid-19 adalah hoaks yang besar. Pun ia sempat berpikir bahwa Covid-19 adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan.

Namun, mufti agung ini mulai berpikir secara mendalam. Apa penyebabnya? Syekh Ismael Menk sadar posisinya sebagai seorang tokoh agama. Yang memiliki jutaan pengikut. Umat yang senantiasa menunggu pelbagai fatwanya. Ia merasa iba hati bila umat salah tafsir terhadap Covid-19 ini.

Kemudian di tahun 2020 itu—awal-awal  kemunculan Covid-19—, ulama besar ini mulai melaksanakan observasi terkait virus Corona itu. Di tahun itu juga  ia juga melakukan sedikit riset. Agar memperoleh fakta valid terkait pandemi ini.

Langkah itu ternyata memberikan hasil. Setelah melakukan observasi, penelitian, dan berbicara dengan epidemolog, Ia meyakini  bahwa Covid-19 itu nyata dan berbahaya. Dalam sekejap mengubah pemikirannya. Yang awalnya ragu dan menganggap bohong, kini ia telah mantap membenarkan keberadaa Covid-19.

Lebih lanjut, Syekh Ismael Menk juga menyesalkan tindakan kaum agamawan, terutama yang menyebarkan Covid-19 sebagai hoaks. Padahal mereka belum melaksanakan observasi dan riset mendalam.”Sebagai pemimpin (pemimpin umat) Anda seharusnya jangan mengeluarkan kata kata itu, “ katanya menyesalkan perbuatan itu.

Teruntuk para  kaum agamawan dan siapapun yang menganggap Covid-19 konspirasi, Ismael Menk memberikan pesan. Mungkin saja ada teori konspirasi di balik Covid-19. Mungkin saja ada motif yang bertujuan ekonomi dan politik, tetapi itu bukan bidang Anda. Yang harus diperhatikan oleh seorang ulama dan penceramah agama adalah fakta di lapangan.

Ada umat di sana. Jutaan pasien terjangkit Covid-19. Ribuan nyawa melayang. Orang tua kehilangan anaknya. Ibu berpisah dari buah ahtinya. Anak kehilangan bapak dan ibunya. Virus semakin menggila. Itulah fakta ril di lapangan.

Anologi sederhana. Ketika terjadi kebakaran besar di semak-belukar di Australia. Pihak Australia bisa saja menyalahkan siapa saja, dan menganggap ada konspirasi besar.Pun misalnya, di Indonesia ada kebakaran besar, siapa saja silahkan menyebutkan ada konspirasi besar di balik itu semua.

Tetapi penting dicatat, kebakaran itu kemudian jadi bencana bagi kemanusiaan. Bukan hanya bencana bagi Australia dan Indonesia. Tapi  bencana kemanusiaan bagi dunia. Yang terpenting bagi kita adalah untuk menyelamatkan nyawa. Menjaga lisan agar tak memberikan nasihat yang keliru.

Dan untuk Penceramah agama yang menakutkan orang lain menggunakan dalil agama. Menyebutkan Covid-19 konspirasi, lantas mengutip ayat dan hadis yang keliru. Itu sungguh perbuatan tak terpuji. Bagaimana mungkin seorang paham agama melakukan perbuatan itu?

Pada masyarakat umum, Covid-19 ini adalah urusan ahli medis dan kesehatan. Mereka orang yang berwenang bicara dan memiliki otoritas. Maka dengarkanlah dan ikuti perintah mereka. Merekalah pemimpin kita di tengah pandemi Covid-19.

Pada umat Islam, Mufti  Ismael Menk berpesan. Jaga jarak ketika berbicara. Agar manusia lain tidak tertular virus. Sembari itu, jangan lupa memakai masker. Pasalnya, masker menurut pakar kesehatan, itu akan bermanfaat  bagi Anda.

Saban orang pasti ingin sakit. Meskipun seseorang menjadi direktur di 12 rumah sakit, lengkap dengan ICU nya. Tetapi si direktur itu pasti tidak ingin masuk rumah sakit, bukan? Nah Anda pun yang sehat, jangan sekali-kali menimbulakn penyakit pada orang lain.

Terutama pada mereka yang rentan, karena ada komorbid. Pun orang yang lanjut usia.  Jangan sekali-kali membuat mudharat bagi makhluk Allah lain. Pasalnya, itu perbuatan terkutuk. Nasihat dan petuah bijak ini diutarakan oleh Mufti Zimbabwe, Ismail ibn Musa Menk, yang dinukil dari video Youtube Cordova Media. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH