Tata Cara Wudhu Nabi Shallallahu “Alaihi Wa Sallam

Pengertian Wudhu

Secara bahasa wudhu berasal dari kata : wadha’ah, yang artinya indah, bagus, dan bersih. [al-Munawi, at-Tauqif `ala Muhimmaati at-Ta`arif, Dar al-Fikr, Beirut, 1410 H, fashl: Dhad]. Jika huruf wawu-nya di-fathah, sehingga dibaca wadhu, artinya air yang digunakan untuk berwudhu. Sedangkan, jika huruf wawu-nya di-dhammah, sehingga dibaca: wudhu maka artinya kegiatan berwudhu.

Secara istilah, wudhu dalam pengertian syariat adalah bersuci dengan menggunakan air pada anggota badan tertentu, dengan tata cara tertentu. (Mausu`ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 43:315)

Shalat Tidak Sah Tanpa Berwudhu

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

Shalat tidak diterima tanpa bersuci dan tidak ada sedekah dari hasil korupsi”

(HR. Muslim 557)

An Nawawi –rahimahullah- mengatakan, “Hadits ini adalah dalil tegas mengenai wajibnya thoharoh untuk shalat. Kaum muslimin telah bersepakat bahwa thoharoh merupakan syarat sah shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 3:102)

Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima -ketika masih

Berhadats- sampai dia berwudhu.” (HR. Muslim 225)

Tata Cara Wudhu

Mengenai tata cara berwudhu diterangkan dalam hadits berikut:

حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ

Humran mantan budak Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu pernah meminta air kemudian beliau berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur sambil memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya 3 kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku 3 kali, kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki 3 kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak berkaitan dengan shalat, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.

Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan bahwa wudhu seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna yang dilakukan seorang hamba untuk shalat”. (HR. Muslim 226)

Dalam hadis yang lain disebutkan,

عمرو بن أبي الحسن سأل عبد الله بن زيد عن وضوء رسول الله صلى الله عليه وسلم فدعا بتور من ماء فتوضأ لهم وضوء رسول الله صلى الله عليه وسلم فأكفأ على يديه من التور فغسل يديه ثلاثاً ثم أدخل يديه في التور فمضمض واستنشق واستنثر ثلاثاً بثلاث غرفات ثم أدخل يده في التور فغسل وجهه ثلاثاً ثم أدخل يده فغسلهما مرتين إلي المرفقين ثم أدخل يديه فمسح بهما رأسه فأقبل بهما وأدبر مرة واحدة ثم غسل رجليه.

وفي رواية (( بدأ بمقدم رأسه حتى ذهب بهما إلي قفاه ثم ردهما حتى رجع إلي المكان الذي بدأ منه ))

Dari Amr bin Abil Hasan, bahwa beliau bertanya kepada Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, tentang wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau meminta air satu bejana, dan berwudhu di hadapan mereka sebagaimana wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menuangkan air di bejana ke kedua tangannya, dan mencuci tangannya tiga kali. Lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam bejana, dan berkumur sambil menghirup air ke dalam hidung dan disemprotkan, dilakukan sebanyak tiga kali dengan tiga telapak tangan. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke bejana dan mengusap wajahnya tiga kali. Kemudian memasukkan lagi tangan beliau, dan mencuci kedua tangan sampai ke siku dua kali. Kemudian beliau memasukkan lagi kedua tangan, dan digunakan mengusap kepalanya. Belilau mulai dari awal lalu ke belakang sekali. Kemudian beliau mencuci kedua kakinya.

Dalam riwayat yang lain: Beliau mulai dari depan kepalanya, kemudian ditarik sampai ke tengkuknya, lalu kembali lagi sampai depan. (Muttafaq ‘alaihi)

Dari hadits di atas dan hadits lainnya, dapat disimpulkan tahapan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut:

  1. Berniat – dalam hati – untuk menghilangkan hadats.
  2. Membaca basmalah : “bismillah...” dan bacaan basmalah ketika wudhu hukumnya wajib. Berdasarkan hadis:
  3. Menuangkan air ke telapak tangan dan mencuci tangan sampai pergelangan tiga kali.
  4. Mengambil air dengan tangan kanan, lalu digunakan untuk berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung ) sekaligus dengan satu cidukan. Ini berdasarkan hadis dari Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkumur dan menghirup air ke dalam hidung dengan satu telapak tangan, dan beliau lakukan sebanyak tiga kali. (HR. Muslim 235)
  5. Mengeluarkan air dari hidung dan mulut dengan menggunakan tangan kiri.
  6. Mencuci wajah sebanyak tiga kali.
  7. Menyela-nyelai jenggot, sekali. Berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu, beliau mengambil secakup air kemudian memasukkannya ke bawah dagunya lalu digunakan menyela-nyelai jenggot beliau. (HR. Abu Daud 145 dan dinilai sahih oleh al-Albani)
  8. Mencuci tangan kanan terlebih dahulu 3 kali, kemudian kiri 3 kali. Sambil menyela-nyelai jari. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sempurnakanlah wudhu dan sela-selai jari-jari”. (HR. Abu Daud 142 dan dinilai sahih oleh al-Albani)
  9. Mengusap kepala, di mulai dari depan, tempat tumbuhnya rambut paling awal, kemudian ditarik ke belakang, lalu kembali lagi ke depan.
  10. Mengusap telinga, tanpa mengambil air lagi, namun cukup menggunakan air bekas mengusap telinga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telinga bagian dari kepala”. (HR. Abu Daud 134, Turmudzi 37 dan dinilai sahih oleh al-Albani)
  11. Mencuci kaki tiga kali, dengan menyela-nyelai jari dengan menggunakan kelingking. Berdasarkan riwayat, dari Mustaurid bin Syaddad, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu, beliau menyela-nyelai jari kakinya dengan kelingkingnya. (HR. Abu Daud 148 dan dinilai sahih oleh al-Albani)

Beberapa catatan hal penting terkait wudhu

Ada beberapa catatan penting terkait wudhu yang tidak disebutkan dalam tata cara wudhu di atas. Diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Jumlah bilangan gerakan wudhu:
  2. Bagian siku wajib basah ketika mencuci tangan
  3. Dibolehkan mengusap kepala dengan menggunakan air sisa mencuci tangan
  4. Tiga cara dalam mengusap kepala
  5. Mengusap kepala boleh tiga kali
  6. Tertib (berurutan) dalam berwudhu
  7. Muwalah (berkelanjutan dan tidak putus) dalam wudhu

Referensi:

  • Al-Munawi, At-Tauqif `ala Muhimmaati At-Ta`arif, Dar al-Fikr, Beirut, 1410 H, fashlDhad.
  • Mausu`ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, 1427 H., 43/315.

Syarh Shahih MuslimAn-Nawawi, Dar Ihya` at-Turats, Beirut, 1392 H, 3:102.

Artikel www.Yufidia.com

Ujian Terbesar bukanlah Musibah dan Kesulitan Hidup!

Allah Swt berfirman :

وَبَلَوۡنَٰهُم بِٱلۡحَسَنَٰتِ وَٱلسَّيِّـَٔاتِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

“Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (QS.Al-A’raf:168)

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS.Al-Anbiya’:35)

Dari dua ayat ini cukup menjelaskan bahwa ujian di dunia ini bukan hanya berupa musibah dan kesulitan, namun setiap sisi dalam kehidupan kita adalah ujian.

Sakit adalah ujian, kesehatan pun ujian.

Kemiskinan adalah ujian, kekayaan pun ujian.

Kesengsaraan hidup adalah ujian, kesenangan pun ujian.

Tapi nyatanya, ujian berupa kesenangan sebenarnya lebih “berbahaya” daripada ujian berupa kesulitan. Mengapa?

Karena musibah dan kesulitan seringkali membuat seseorang merasa lemah dan butuh kepada pertolongan Allah, yang akhirnya menjadikannya berusaha mendekat kepada-Nya agar segala kesulitannya bisa terselesaikan.

Dalam sebuah ayat, Allah Swt Berfirman :

وَإِذَا غَشِيَهُم مَّوۡجٞ كَٱلظُّلَلِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ فَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞۚ وَمَا يَجۡحَدُ بِـَٔايَٰتِنَآ إِلَّا كُلُّ خَتَّارٖ كَفُورٖ

“Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami hanyalah pengkhianat yang tidak berterima kasih.” (QS.Luqman:32)

Sementara kesenangan adalah ujian yang lebih dahsyat. Karena seringkali seorang yang mendapatkan kenikmatan terlalu sibuk dengan kenikmatan tersebut dan lupa terhadap Pemberinya. Dan pada akhirnya ia menjadi budak dari kenikmatan itu sendiri sehingga membuatnya celaka di dunia dan akhirat.

Karenanya jangan bangga bila hidup kita selalu senang dan penuh kenikmatan, karena itu semua adalah ujian terbesar yang seringkali melenakan.

Jangan dulu berbangga karena kita masih dalam ruang ujian. Boleh kita berbangga jika telah lulus dalam ujian ini yaitu selamat dari api neraka dan meraih surga.

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ

‘Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS.Ali ‘Imran:185)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Perkataan Makruf Lebih Baik dari ‘Sedekah Pesawat’ Sekalipun

Iman muaranya adalah akhlak mulia. Begitupun syariat tujuannya juga akhlak mulia, seperti shalat, puasa, zakat dll. Ibarat tanaman, iman adalah akar.

MANUSIA bukan hanya makhluk individu, tapi juga makhluk sosial yang harus berinteraksi satu dengan yang lain. Bukan hanya makhluk yang berinteraksi dengan Tuhannya sehingga lupa di kanan kirinya ada tetangga yang mendampinginya. Rasulullah telah mencontohkan secara sempurna, baik hubungan individu dengan Allah, dengan manusia lain dan dengan alam.

Rasulullah ﷺ adalah tipe ideal (مثل الاعلى). Beliau teladan yang baik dalam segala hal. Sebagai individu, suami, ayah, kakek bahkan hingga kepala negara. Umat Islam wajib mencontoh beliau. Selain beliau, pendapat dan perbuatannya bisa diambil juga bisa ditolak. Tokoh Islam jika diidolakan karena beliau mengikuti Rasulullah ﷺ. Saat tokoh menyimpang, maka tidak boleh diikuti. Apalagi tokoh dan idola di luar islam yang sangat jelas jauh dari petunjuk dan tidak ada jaminan selamat dunia akhirat.

Rasulullah ﷺ diutus untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana sabdanya yang populer :

انمابعثت لاتمم مكارم الاخلاق. اخرجه احمد والحاكم والبخاري فى ادب المفرد

Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak. (Riwayat Imam Ahmad, Hakim dan Bukhari dalam kitab adabul mufrad).

Akhlak Rasulullah ﷺ adalah Al-Qur’an. Beliau dihiasi dengan akhlak akhlak yang mulia dan dijauhkan dari akhlak yang tercela.  Beliau juga dianugerahi kalimat yang padat, ringkas dan penuh makna (jawamiul kalim).

Di antara akhlak Rasulullah ﷺ adalah berkata baik dan tidak keluar dari lisannya kecuali itu adalah wahyu. Rasulullah bersabda :

( من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره، ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت ) رواه البخاري .

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sakiti tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, muliakanlah tamunya dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam. (Hadist riwayat Bukhari)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa berkata baik atau diam adalah sebagai salah satu tanda bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Iman tidaklah cukup dalam hati saja. Namun, dibuktikan dengan perbuatan dan lisan.

Iman muaranya adalah akhlak mulia. Begitupun syariat tujuannya juga akhlak mulia, seperti shalat, puasa, zakat dll. Ibarat tanaman, iman adalah akar. Syariat adalah pohonnya dan akhlak adalah buahnya. Perkataan baik termasuk bagian dari akhlak mulia.

Di dalam surah Al-baqarah 263, Allah juga berfirman :

قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعها اذى و الله غني حليم

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun.

Ayat ini menjelaskan bahwa kata-kata yang baik  (akhlak yang mulia) lebih baik daripada sedekah, apabila orang yang bersedekah tersebut menyakiti orang yang diberi. Bisa dengan lisan menyebut-nyebut, mengungkit pemberiannya, atau dengan perbuatan yang sekiranya menyakitkan. Misal, aku beri engkau pesawat terbang supaya tidak miskin terus, supaya tidak kelihatan susah dst.

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa perkataan baik atau akhlak mulia lebih baik daripada pemberian pesawat sekalipun. Karena lafadz صدقة / shadaqah bentuknya adalah nakirah umum, tidak menyebut sedekah spesifik tertentu. Sehingga bisa termasuk sedekah apapun.

Benarlah ungkapan bahwa :

ادب المرء خير من ذهبه

Adab seseorang itu lebih baik daripada emas atau hartanya.

Persoalan di masyarakat saat ini adalah banyak orang yang sudah tidak membantu terhadap tetangganya, tidak punya emas dan memberi emas, tapi masih banyak komentar buruk atau bahkan melakukan ghibah. Padahal seharusnya berkata baik atau diam agar selamat.

Allah menjamin surga bagi orang yang berkata-kata baik (akhlak mulia) dan termasuk orang muflis (bangkrut) jika lisannya tidak dijaga. Sebagaimana dijelaskan dalam 2 hadits ini :

Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah ﷺ bersabda,

ﻣَﻦْ ﻳَﻀْﻤَﻦَّ ﻟِﻲ ﻣَﺎﺑَﻴْﻦَ ﻟِﺤْﻴَﻴْﻪِ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺭِﺟْﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺿْﻤَﻦْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ

“Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara dua janggutnya (lisan) dan dua kakinya (farji), maka kuberikan kepadanya jaminan masuk Surga.” (HR. Bukhari).

Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda,

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Apakah kalian tahu siapa muflis atau orang bangkrut itu?”

Para sahabat menjawab, ”Muflis atau orang yang bangkrut itu adalah yang tidak mempunyai dirham (uang) maupun harta benda.”

Tetapi Nabi ﷺ berkata, “Muflis atau orang yang bangkrut dari umatku ialah, orang yang datang pada hari Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun saat di dunia dia telah mencaci dan menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain tanpa hak. Maka orang-orang itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka akan ditimpakan kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. Muslim).

Walhasil, kata-kata yang baik termasuk akhlak yang mulia. Sedangkan akhlak mulia adalah buah dari aqidah dan syari’ah. Rasulullah pun diutus untuk menyempurnakan akhlak. Semoga kita semua mendapatkan anugerah akhlak mulia.  Wallahu a’lam.*/ Herman Anas, penulis adalah Alumnus Ponpes Annuqayah, Sumenep.

HIDAYATULLAH




Fiqih: Istri tak Wajib Perhatikan Keluarga Suami

FIQIH mengatur segala aspek kehidupan manusia agar sesuai dengan syariat (syar’i). Baik kehidupan pribadi maupun hubungannya dengan makhluk lain. Selama 24 jam dalam sehari, dan 7 hari dalam seminggu. Kelak, semua itu harus ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Sementara Akhlak Mahmudah adalah tabiat, tingkah laku atau perangai baik dan patut, yang harus dijaga oleh setiap muslim agar senantiasa terjaga keharmonisan hubungan dengan makhluk di sekitarnya, khususnya antarsesama manusia.

Dalam hal pernikahan, misalnya;

5. Dalam Ilmu Fiqih, seorang istri tidak wajib mengurus dan memperhatikan keluarga suaminya. Termasuk ibu mertua dan ipar-nya. Sebab bagi istri, kewajiban intinya adalah melayani dan menaati suaminya. Bukan keluarga suaminya.

Jika seorang istri enggan mengurus mertuanya yang sakit, itu memang hak yang “Syar’i tapi Tidak Patut.”

Mengapa?

Sebab rumah tangga dibentuk dengan azas “mu’asyarah bil ma’ruf”. Dan itu diwujudkan dengan saling memperlakukan diri dan keluarga masing-masing dengan baik.

Slogan “Yang Penting Syar’i” ternyata belum sempurna, jika tidak mengindahkan Akhlak Mulia. Sebab kita tidak hanya diperintahkan untuk menjaga hubungan baik dengan Allah, namun juga dengan sesama manusia.

Para penyayang itu akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya yang ada di langit akan menyayangi kalian. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah penduduk bumi niscaya penghuni langit pun akan menyayangi kalian. (HR. Ahmad)

Barangsiapa tidak menyayangi penghuni bumi, maka ia tidak akan disayang oleh penghuni langit. (HR. at-Thabrani)
Wallahu A’lam Bishshawab. [Aini Aryani, Lc]

INILAH MOZAIK


Menikmati Surga Dunia, sebelum ke Surga Akhirat

Ahli Surga selalu menebar senyuman; tidak merengut, judes, membenci, marah, dan sifat-sifat yang kurang baik lainnya, dan dengan senyuman seseorang kita selalu merasakan kebahagiaan.

Surga, idaman semua orang, semua agama, semua ajaran, semua kepercayaan, bahkan orang yang melakukan kemungkaran, kekejian, kerusakan juga mengharap berada di Surga.  Surga dalam pandangan mereka berbeda-beda, sesuai dengan nalar dan kepercayaan mereka.

Tidak hanya orang dewasa yang mengharapkan Surga, anak kecil pun yang belum tahu dosa dan pahala, juga menginginkan Surga. Dan dalam pandangan mereka Surga hanyalah satu keyakinan, yaitu tempat yang indah, semua serba ada, dan semua kebetuhan terpenuhi.

Orang yang bosan terhadap proses menuju Surga yang sebenarnya, terkadang membuat Surga-surga dalam pikiran dan perilaku mereka, dengan melakukan perzinahan, menegak minuman yang memabukkan, ekstasi, dan mengumbar segala kekayaannya, kemewahannya dan kesombongannya. Mereka melakukan dua hal demi kepuasan Surga dunia mereka, dengan (fisik) harta, tahta, perempuan/laki-laki, keturunan dan (non fisik) pujian, kesombongan, dan lain sebagainya.

Surga yang dijanjikan oleh Allah (bagi umat Islam) adalah tempat yang aman, nyaman, kekal (ad-Dukhan : 51-57), semuanya hidup rukun, tidak ada; pertengkaran, perselisihan, pertentangan, (al-Hijr : 45-48). Hidup dengan segala keindahan, kemewahan, dan segala perhiasan (al-Kahfi : 30-31). Memperoleh rizki yang tidak pernah ada habis-habisanya, disediakan minuman, buah-buahan, daging dsb, dan tidak pernah merasakan kenyang atau pusing dan mabu setelah memakan atau meminumnya. Disediakan pelayan dan ditemani oleh bidadari yang cantik dan sebaya umurnya (Shad : 49-54) dan (al-Waqi’ah : 13-38).

Tidak pernah kesulitan dalam kehidupan di Surga, tidak ada buah yang busuk. Semuanya diliputi dengan kemudahan, dan apapun yang diinginkan pasti terpenuhi. (QS: Ar-Rahman: 68). Serta semuanya tampan dan cantik, selalu muda, memiliki kulit yang mulus dengan pakaian yang tak pernah kumal.Tidak pernah sakit, menderita atau mati (HR.Muslim). dan kesenangan yang lainnya, perempuannya yang cantik-cantik, dan laki-lakinya tampan-tanpan, terdapat sungai-sungai yang mengalirkan susu, madu bahkan arak dan tidak memabukkan dan selalu menebar senyuman dan masih banyak gambaran-gambaran bagaimana kehidupan ahli Surga. yang pada intinya, adalah kehidupan yang indah.

Menurut pandangan saya, selain keindahan Surga yang Allah janjikan di atas (dan itu nanti setelah yaum hisab), maka kita akan selalu menemukan dan merasakan Surga yang berada di dunia dengan melakukan beberapa hal yang dilakukan oleh penduduk Surga. Karena kebaikan, keindahan, kebahagiaan, dan kenikmatan tidak pernah dilarang oleh Allah di dunia sebagaimana doa yang selalu kita harapkan, “Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar” (Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (QS. al-Baqarah : 201).

Ibnu Kasir memberi makna “hasanah fi dunya” dengan segala keinginan dan kebutuhan dunia seperti kesehatan, tempat yang nyaman, pasangan yang baik, rizki yang banyak (wasi’), ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan yang baik. Kenikmatan, kenyaman, kebahagiaan yang tidak dilarang oleh Allah adalah yang tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah, sedangkan kebahagiaan, kenyamanan, dan kenikmatan yang dirasakan indah tetapi bertentangan dengan ajaran Islam adalah kenikmatan semu belaka, menipu, dan pada akhirnya hanyalah fatamorgana, tidak akan menemukan kekekalannya.

Seperti orang yang mencari ketenangan dan kedamaian, ia mencarinya di dalam harta, tahta, perempuan/laki-laki, dan lainnya setelah ia menemukannya dan merasakannya, maka ketenangannya akan sirna pula. Tetapi berbeda dengan ketenangan yang Allah berikan, yaitu hanya dengan mengingatNya, “..Orang-orang yg beriman dan hati mereka menjadi tenteram (tahmainnu) dengan mengingati Allah, Ingatlah..hanya dengan mengingati Allah hati akan menjadi tenang (tahmainnu)…(QS: Ar-Ra’d:28).

Di sini ada pengulangan kata “tahmainnu” dua kali dengan menggunakan fiil mudhari’ (kata kerja sedang atau akan) yang memiliki arti “selalu” (liddawam). Serta menggunakan taukit (penguat/pengokohan). Artinya akan selalu merasa tenang (damai, tentram), jika seseorang mengingat Allah. Kedamaian, kebahagiaan, keindahan akan selalu menghiasinya jika ia selalu mengingat Sang Pencipta, Sang Tempat Kembali, Sang pemberi Rizqi dan Yang mengambilnya. Maka, ia akan merasakan Surga di dunia, jika selalu mengingat “dari” dan “ke” mana pada akhirnya.

Bagaiman menemukan Surga di dunia?, ini pertanyaannya. Seseorang yang melakukan apa yang dilakukan orang-orang ahli Surga, ia akan menemukan Surga itu. Seperti apa:

Pertama, menciptakan tempat yang aman; secara spikis dapat dilakukan dengan selalu berkhusnudhan kepada orang lain, tidak sombong, tidak hasad dan tidak dengki.

Kedua, nyaman; selalu berbuat baik kepada orang lain (maka insyallah orang lain akan juga demikian), selalu melayani kepentingan orang lain, tidak minta untuk selalu dilayani.

Ketiga, semuanya hidup rukun,tidak ada; pertengkaran, perselisihan, pertentangan, seperti cerminan ahli Surga dalam surat al-Hijr : 45-48.

Keempat, hidup dengan segala keindahan; berkata indah, bersikap indah, melihat keindahan-keindahan Allah dengan bersyukur dan bertasbih, seperti cerminan ahli Surga dalam surat al-Kahfi : 30-31.

Kelima, memperoleh rizki yang tidak pernah ada habis-habisanya; kalau gambaran ahli Surga selalu disediakan minuman, buah-buahan, daging dsb, dan tidak pernah merasakan kenyang atau pusing dan mabuk setelah memakan atau meminumnya. Disediakan pelayan dan ditemani oleh bidadari yang cantik dan sebaya umurnya (Shad : 49-54) dan (al-Waqi’ah : 13-38).

Maka bagaimana kita mendapatkannya di dunia?

Dengan bertakwa kepada Allah, maka akan dicukupkan rizkinya oleh Allah dan akan diberikan rizki dari berbagai arah (min haisu la yahtasib). Dan sikap kita di dunia juga menentukan kebahagian hidup dengan qonaah (merasa cukup) terhadap rizki yang sudah diberikan oleh Allah, orang qonaah adalah orang yang paling kaya dari pada kaya dengan limpahan harta, tetapi mereka (orang yang kaya) selalu kurang dan tidak pernah puas dengan pemberiaan lllah, sehingga orang yang seperti ini akan tersiksa di dunia, walau banyak harta dan serba tercukupi.

Keenam,  semuanya diliputi dengan kemudahan, dan apapun yang diinginkan pasti terpenuhi. (QS: Ar-Rahman: 68).

Orang yang bahagia, jika semua keinginannya selalu dimudahkan oleh Allah dan selalu tepenuhi, lagi-lagi orang yang bertaqwa dan beriman akan merasa, Allah selalu memberi kemudahan dalam segala urusannya, selalu diberikan jalan keluar dalam kesulitannya, dan cara menghadapi kesulitan pun tetap menggantungkan diri kepada Allah, sehigga dalam setiap nafasnya hanya Allahlah yang dapat memberi solusi dalam setiap permasalahan, maka jika Allah hanya tempat kembali, maka ia akan merasakan ketenangan, karena tidak ada angin yang berhembus keculi dengan kuasaNya, dan tidak ada nafas yang berhenti juga kecuali dengan kuasaNya.

Ketujuh, ahli Surga selalu menebar senyuman; tidak merengut, judes, membenci, marah, dan sifat-sifat yang kurang baik lainnya, dan dengan senyuman seseorang kita selalu merasakan kebahagiaan, demikian juga kita memberikan senyuman kepada orang lain, di sana ada keindahan , kedamaian dan kebahagiaan. Maka, memberikan senyuman, serasa kita menciptakan Surga di dunia.

Selain gambaran Surga di atas masih banyak gambaran-gambaran kehidupan ahli Surga lainnya. Mudah-mudahan coretan singkat, menambah kebaikan kepada penulis sendiri, dan juga bermanfaat apda pembaca. Allah A’lam bishawab.*/Halimi Zuhdipengajar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

HIDAYATULLAH


Batu Hitam yang Mulia

Sebagian besar umat Islam berusaha menciumnya sebagaimana dicontohkan Rasulullah.

Hajar Aswad yang bermakna batu hitam adalah sebuah batu yang sangat dimuliakan. Ia merupakan jenis batu ruby, yang berasal dari Surga. Sebagian besar umat Islam, terutama yang menunaikan ibadah haji, berusaha untuk menciumnya, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Umar bin Khathab RA pernah menyatakan, Rasulullah SAW sendiri pernah menciumnya. Saat Umar bin Khathab berada di hadapan hajar aswad dan menciumnya ia berkata, ”Demi Allah, aku tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu (Hajar Aswad–Red), niscaya aku tidak akan menciummu.” (Hadis No 228 Kitab Shahih Muslim).

Hajar Aswad terletak di sudut sebelah tenggara Ka’bah, yaitu sudut tempat memulai Tawaf, atau sebelah kiri Multazam (tempat dikabulkannya doa yang terletak di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah).

Menurut sejumlah sumber, batu hitam ini berukuran sekitar 10 sentimeter (cm) dengan luas lingkaran pita peraknya sekitar 30 cm. Tingginya dari lantai dasar Masjid al-Haram sekitar 1,5 meter. Karena pernah dipukul, akibatnya batu Hajar Aswad pun pecah. Pecahannya berjumlah delapan buah dengan ukuran yang sangat kecil. Mereka yang ingin menciumnya, harus memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran pita berwarna perak mengkilat.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Aisyah RA bertanya kepada Nabi SAW mengenai dinding di sebelah Ka’bah, ”Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?” Beliau bersabda, ”Sesungguhnya kaummu kekurangan biaya (dana).” Aisyah bertanya, ”Lalu mengapa pintunya naik ke atas?” Beliau menjawab, ”Kaummu melakukan hal itu agar mereka dapat memasukkan dan mencegah orang-orang yang mereka kehendaki. Seandainya kaummu tidak dekat dengan masa jahiliyah, aku akan memasukkan dinding itu ke dalam Baitullah, dan akan aku lekatkan pintunya ke bumi.” (HR Bukhari).

Sebagian besar umat Islam meyakini, bahwa berdoa di sekitar Hajar Aswad akan dikabulkan. Abdullah bin Amr bin Ash RA mengatakan bahwa ketika batu Hajar Aswad itu turun, dia lebih putih daripada perak. Dan seandainya dia tidak tersentuh oleh kotoran-kotoran jahiliah, niscaya setiap orang sakit, dengan penyakit apa pun, yang menyentuhnya akan sembuh.

Bahkan, ada yang meyakini bahwa dengan mengunjungi dan menyentuhnya, maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Ali bin Abi Thalib Ra meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Hurairah RA, ”Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya pada Hajar Aswad itu terdapat 70 malaikat tengah memohonkan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang Muslim dan mukmin dengan tangan-tangan mereka, seraya rukuk, sujud, dan bertawaf. Ia akan memberi kesaksian pada hari kiamat bagi siapa saja yang memegangnya dengan penuh keyakinan dan benar.”

Ketika Salman Al-Farisi RA tengah berada di antara Zamzam dan maqam (tempat berpijak) Ibrahim, dia melihat orang-orang berdesakan pada Hajar Aswad. Lalu dia bertanya kepada kawan-kawannya, ”Tahukah kalian, apakah ini?” Mereka menjawab, ”Ya, ini adalah Hajar Aswad.” Dia berkata, ”Ia berasal dari batu-batu surga. Dan demi Tuhan yang menggenggam jiwaku, ia akan dibangkitkan kelak dengan memiliki sepasang mata, satu lisan, dan dua buah bibir, untuk memberikan kesaksian bagi orang-orang yang pernah menyentuhnya secara hak (benar).”

Yang terpenting dan harus menjadi perhatian umat Islam, kendati terdapat berbagai kemuliaan pada Hajar Aswad, umat Islam diimbau untuk tetap menjaga hati dan keimanan kepada Allah SWT saat menyentuh atau menciumnya agar tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang menyekutukan Allah.

*berbagai sumber/dia

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Minggu, 04 Oktober 2009

IHRAM

Keutamaan Surah Al-Fatihah

Kandungan surah al-Fatihah sangat dalam dan kom prehensif, mulai hal-hal yang bersifat langit (celestial) sampai ke hal-hal yang bersifat bumi (terestrial); dari hal-hal yang bersifat duniawi (worldly) sampai ke hal-hal yang bersifat ukhrawi (escatologis), janji dan ancaman, dan penghambaan diri kepada Allah SWT.

Meskipun hanya ada tujuh ayat dalam surah al-Fatihah, ketujuh ayat ini mencakup keseluruhan, baik urusan makrokosmos berupa alam semesta maupun urusan mikrokos mos, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, baik urusan Tuhan maupun urusan manusia dan alam lingkungan hidupnya. Semuanya dibicarakan secara komprehensif dan saling mendukung satu sama lain di antara ayat-ayatnya.

Ada ulama menyatakan bahwa sesungguhnya surah al-Fatihah sudah cukup untuk menuntun hambanya menemukan diri-Nya, tetapi Allah SWT menambahkan surah-surah lain. Makin banyak petunjuk (directions) menuju ke sebuah alamat, makin kecil kemungkinan seseorang salah alamat. Bandingkan dengan The Ten Com mandments, 10 Perintah Tuhan, yang disampaikan kepada Nabi Musa AS.

Kesepuluh perintah itu berisi pesan yang amat padat, yakni pengesaan Allah, penghormatan kepada orang tua, pemeliharaan har-hari suci Tuhan, larangan penyembahan berhala, penghujatan, pembunuhan, perzinaan, pencurian, ketidakjujuran, dan hasrat kepada hal-hal yang buruk.

Bisa dibayangkan, 10 petunjuk diberikan kepada Nabi Musa dan 6.666 ayat Alquran yang berikan ke pada Nabi. Ini semua melambangkan kasih sayang Tuhan terhadap kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama sampai ayat ketiga berbicara tentang urusan kehidupan di dunia. Allah menggambarkan kelembutan dan kasih sayang-Nya.

Diri-Nya sebagai pribadi (Allah) lebih ditekankan sebagai Maha Pengasih (al-Rahman al-Rahim) dan diri-Nya sebagai Tuhan (ÑÈ) tetap lebih ditonjolkan sebagai Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jadi, pengulangan kata ini sebetulnya tidak ada unsur kemubaziran kata (redundant). Akan tetapi, ayat keempat dan seterusnya surah ini berbicara tentang hari kemudian, setelah hari kehidupan fisik manusia. Setelah manusia wafat, seolah-olah pintu kasih sayang Allah sudah tertutup, lalu diteruskan dengan ayat: ãMalik yaum al-din (Yang menguasai hari pembalasan/QS al-Fatihah [1]:4).

Seseorang yang membaca surah al-Fatihah diharapkan sudah menyingkirkan semua urusan dan kepentingan. Sedapat mungkin kita membayangkan kehadiran Allah SWT di hadapan kita. Inilah makna ayat: ÅIyyaka na’bud wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada Engkaulah kami me nyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan/QS al- Fatihah [1]:5). Ayat ini menggunakan kata iyyaka (hanya Engkau), bukan iyyahu (hanya Dia). Ini artinya Allah SWT tampil sebagai pihak kedua yang diajak berbicara (mukhathab), bukan pihak ketiga yang dibicarakan. Wajar jika kita diminta fokus dan mengerah kan segenap pikiran dan konsentrasi kita kepada Allah SWT saat membaca ayat ini. Bisa kita bayangkan, bagaimana jadinya jika mulut kita membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, tetapi dalam ingatan kita sepatu atau kendaraan kita di luar. Seolah-olah yang kita sembah adalah sang sepatu atau kendaraan.

Surah al-Fatihah juga mengandung kekuatan inti atau puncak segala doa, yaitu:Ihdina alshirath al-muttaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus/QS al-Fatihah: 6). Jika Allah SWT sudah menunjukkan jalan lurus dan sekali gus mengabulkan doa ini, mau minta apa lagi? Bukankah doa-doa lain hanya penegasan detail dari doa ini?

Kedudukan al-Fatihah dalam shalat amat penting. Nabi pernah mene gaskan: “La shalata li man la yaqra’ surah al-fatihah.” Artinya: “Tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fati hah.” (HR al-Bukhari/No 757). Shalat pada hakikatnya adalah perjalanan mendaki (mi’raj) menuju Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis: Al-shalatu mi’raj al-mu’minin (Shalat adalah mi’raj bagi orang-orang ber iman). Untuk mendaki ke puncak su dah tentu membutuhkan energi spiri tual yang luar biasa. Di sinilah ke du dukan surah al-Fatihah yang harus dihayati maknanya. Ayat demi ayat surah ini menjadi representasi dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Alquran.

Salah satu kekuatan shalat itu ada lah pembacaan surah al-Fatihah. Sangat disarankan jika seseorang tidak mampu khusyuk sepanjang shalat, setidaknya di dalam tiga tem pat, yaitu ketika membaca takbir ihkram, ketika membaca ayat kelima surah al-Fatihah: ÅIyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada Engkau lah kami menyembah dan hanya ke pada Engkaulah kami mohon perto longan/QS al-Fatihah [1]: 5).

Oleh Prof KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal)

KHAZANAH REPUBLIKA

Tiga Skema Pemberangkatan Jamaah Haji 2021

Untuk rencana musim haji 2021, Kementerian Agama RI (Kemenag) menggodok tiga skema pemberangkatan jamaah haji tahun 2021, yakni:

  1. Skema ketika Covid-19 sudah tidak ada lagi. Dalam hal ini, artinya kondisi sudah normal dan kuota haji pun normal;
  2. Kemenag mempersiapkan apabila terjadinya pengurangan kuota jamaah haji, yang dikarenakan masih adanya penyebaran Covid-19, sedangkan pelaksanaan ibadah haji tetap berjalan;
  3. Ada kemungkinan besar, pelaksanaan pemberangkatan jamaah haji kembali ditunda seperti haji tahun 2020. Hal ini dilakukan jika Covid-19 bertambah parah.

sumber: KHAZANAH REPUBLIKA

Jawaban Al-Qur’an Untuk Berbagai Masalahmu ! (Bag 1)

(1) Jika dirimu berkata : “Aku menderita.”

Al-Qur’an menjawab :

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.” (QS.Al-Baqarah:45)

(2) Jika dirimu berkata : “Tiada seorang pun yang mengerti betapa beratnya beban di hatiku.”

Al-Qur’an menjawab :

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِ وَ إِلَيهِ تُحشَرُون

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kalian akan dikumpulkan.” (QS.Al-Anfal:24)

(3) Jika dirimu berkata : “Aku tidak memiliki siapa-siapa.”

Al-Qur’an menjawab :

وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS.Al-Hadid:4)

(4). Bila dirimu berkata : “Jangan lupakan aku Ya Allah !”

Al-Qur’an menjawab :

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.” (QS.Al-Baqarah:152)

(5) Bila dirimu berkata : “Aku tidak punya harapan lagi.”

Al-Qur’an menjawab :

قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS.Az-Zumar:53)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Terhalang Masuk Surga

Setiap orang pasti mendambakan masuk surga. Dan, surga terbuka bagi siapa saja yang mau melakukan berbagai amalan ahli surga. Kenyataannya, tidak sedikit orang yang menginginkan masuk surga, tapi tidak melakukan amalan ahli surga.

Justru, ia malah sibuk melakukan amalan ahli neraka. Dan, akhirnya ia terhalang untuk masuk surga, naudzubillah min dzalik. Oleh karena itu, setiap kita harus mengetahui amalan apa saja yang dapat menjadi penghalang masuk surga. Lalu, kita berusaha meninggalkannya.

Amalan penghalang masuk surga itu, di antaranya, pertama memakan harta riba. Allah SWT berfirman, “ …orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 275).

Kedua, memakan harta anak yatim. “Sesungguhnya, orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS an-Nisa’ [4]: 10).

Ketiga, meninggalkan shalat. “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan, sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (QS al-Qalam [68]: 42-43).

Keempat, suka menggunjing. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka karena sebagian dari purbasangka itu dosa. Dan, janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat [49]: 12).

Kelima, pemimpin yang menipu rakyatnya. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang diberikan urusan oleh kaum Muslimin (sebagai pemimpin), lalu ia mengeksploitasi kekayaan mereka, kebutuhan mereka, kesulitan mereka, dan juga kemiskinan mereka niscaya Allah akan menghalanginya pada hari kiamat dari kekayaannya, kebutuhannya, kesulitannya, juga kemiskinannya.” (HR Abu Dawud).

Keenam, melakukan tindak korupsi. “Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS Ali Imran [3]: 161).

Dan, yang ketujuh berlaku kikir. Rasulullah bersabda, “Peliharalah diri kalian dari kezaliman karena itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Peliharalah diri kalian dari kekikiran karena akan menjadikan umat sebelum kalian binasa. Kekikiran menjadikan mereka mudah menumpahkan darah dan menghalalkan semua hal yang dilarang Allah.” (HR Muslim).

Semoga Allah menjauhkan diri kita dari amalan-amalan yang menjadi penghalang masuk surga. Amin.

Oleh Imam Nur Suharno

KHAZANAH REPUBLIKA