Haji Mengajarkan tentang Kepatuhan tanpa Syarat kepada Allah

Ibadah haji merupakan ibadah yang di dalamnya penuh dengan goresan hikmah. Membicarakan hikmah yang terkandung di setiap ibadah layaknya membicarakan pijar matahari yang tidak akan ada habisnya.

Pernyataan itu disampaikan Ustaz Oemar Mita kepada Republika.co.id, akhir pekan lalu. “Maka sesungguhnya hikmah yang terkandung dalam ibadah haji sangat banyak. Poin penting di dalam haji kita belajar tentang kepatuhan tanpa syarat dan ketaatan tanpa tapi terhadap segala titah dan perintah yang disampaikan Allah, rab semesta alam,” kata Ustaz Oemar Mita.

Menurut alumnus LIPIA Jakarta ini, ketika kita melaksanakan ibadah haji, banyak sekali ritual di dalam haji yang berbeda dengan kebiasaan kita, kita diperintahkan memakai pakaian ihram di mana pakaian ihram tidak berjahit. Sama antara laki laki yang kaya atau yang miskin, kita melakukan itu. Kemudian kita tawaf tujuh kali dimulai dari hajar aswad, melempar jumrah dan lainnya.

“Antum kalau perhatikan, di situ kita belajar Allah memerintahkan kita terhadap syariat haji dan menyampaikan kepada kita patuhlah kamu tanpa syarat dan taatlah tanpa tapi sebagaimana kepatuhan seorang mukmin, dia memberikan kepatuhan total kepada Allah,” ujar Ustaz Mita menjelaskan.

Ia berkata, tidak ada orang di dalam melaksanakan ibadah haji dia bertanya-tanya kenapa harus tawaf tujuh kali, melempar jumrah dan lain sebagainya. “Kenapa? karena setiap mukmin mengerti setiap melaksanakan haji dia paham bahwasanya itu merupakan syariat yang harus dipatuhi tanpa syarat, dan ditaati tanpa tapi,” ucap dia.

REPUBLIKA 

 —————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

55 Persen Jamaah Haji 2017 Perempuan

Kabid Data dan Informasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Hasan Afandi menjelaskan total ada 203.065 jamaah haji Indonesia yang tiba di Arab Saudi. Sebanyak 98,47 persen atau 199.961 orang adalah jamaah yang belum pernah berangkat haji.

“Lebih dari 55 persen jamaah haji Indonesia adalah perempuan,” ujar Hasan di Madinah, Kamis (14/9).

Berdasarkan pendidikan, jamaah haji Indonesia didominasi mereka yang hanya pernah belajar di SD/MI sebanyak 67.617 orang. Mayoritas jamaah sebanyak 56.990 orang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Profesi kedua didominasi pekerja swasta.

“Kalau dari sisi usia, 34,78 persen dalam rentang usia 51 sampai 60 tahun. Sebanyak 23,38 persen berusia 61-75 tahun. Sedangkan 4,37 persen atau 8.883 jamaah masuk kategori lansia karena berusia di atas 75 tahun,” ujarnya.

Penyelenggaran ibadah haji 1438 H/2017 M hampir usai. Fase pemulangan jamaah haji Indonesia sudah berlangsung sembilan hari dan akan terus berjalan sampai akhir penerbangan ke Tanah Air dari Madinah pada 5 Oktober mendatang. Sedangkan jamaah haji gelombang dua masih berada di Madinah untuk melaksanakan shalat arbain selama delapan hingga sembilan hari.

IHRAM

Jangan Coba-Coba Foto Polisi Makkah, Fatal Akibatnya!

Wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, dari Makkah, Arab Saudi

Ini prosedur: Jangan sesekali Anda memotret polisi yang tengah sibuk bekerja di berbagai kawasan Makkah. Entah kalau di luar Makkah, tapi tampaknya sama saja ketentuannya. Asal masih di Arab Saudi, mending jangan coba-coba. Panjang urusannya.

Siang itu, Rabu (30/8), adrenalin saya terpacu mencoba mengambil gambar para polisi lalu lintas yang sedang mengatur penutupan terowongan King Fahd. Terowongan ini adalah akses terdekat yang menghubungkan ke arah Mina dan lokasi jamarat.

Pos jaga mereka berada di seberang jalan, Kantor Misi Haji Daker Makkah, di Distrik Shisha. Secara diam-diam tentu. Jika izin pasti sudah ditolak.

Semula saya memotret mereka dari jarak jauh. Lalu perlahan mendekat hingga akhirnya benar-benar tepat di depan polisi, pos jaga, dan portal yang mereka pasang sebagai penutup jalan.

Saya juga mengambil gambar aksi mereka di pintu masuk toilet yang ada di sebelah pos. Suasana saat itu memang sedang benar-benar ramai. Jalanan Makkah jelang masa puncak haji bisa jauh lebih padat ketimbang jalanan Jakarta.

Otoritas Saudi memberlakukan penutupan sejumlah akses utama menuju lokasi-lokasi ritual haji (masya’ir). Di antaranya akses ke Masjid al-Haram, Mina, lokasi Jamarat, dan jalan utama menuju Arafah dan Muzdalifah.

Pengalihan rute alternatif bisa jadi jalannya memutar lebih jauh. Itulah mengapa antrean mobil tampak mengular di beberapa ruas jalan protokol. Tak sedikit pengendara memilih memutar arah dengan menerjang pembatas jalan.

Saya sukses mendapat empat jepretan askar, begitu orang kita menyebutnya. Semula semua berjalan lancar. Tiba-tiba dari kejauhan, sang kapten dengan berlari kecil mengampiri saya.

Waduh, alamat brabe dah. Dia mendekati saya dengan berteriak, menegur saya, dengan sangat keras. Dengan dialek gaul Jakarta-an, kurang lebih maknanya: “Lo ngapain foto-foto kami, bodoh, pergi lo!.”

Dia merebut kamera saya dan gelagatnya, gerakan tangan Si Kapten hendak membanting kamera saya yang sudah berpindah tangah. Eitss gawat ini.

Kalau sampai benar-benar dibanting, pusing. Pusing ganti rugi ke kantor, bisa potong gaji tiap bulan! Pikiran itu terus berkutat di benak.

Saya berusaha tetap tenang. Tidak membalas teriakannya. Hingga tiba-tiba dia berteriak sembari mengangkat kerah saya, ”Enta Hayawan!” Anda binatang! Begitu makna teriakannya.

Dia terus keras berteriak. Saya mencoba jelaskan. Dia tidak mau terima. Saya didorong. Kacamata saya jatuh. Pundak saya dipukul.

Untung bukan kepala. Sang Kapten kelihatan menghindari memukul bagian kepala, dia sadar betul, pukulan di kepala tanpa alasan kuat, bisa kena pasal. Apalagi pelanggaran saya tidak berat.

Di sejumlah negara Timur Tengah, silakan Anda berkelahi adu jotos, asal jangan kepala sasarannya, sungguh rumit urusan, kawan.

Sang Kapten terus mendesak saya. Saya jelaskan, saya wartawan Kantor Misi Haji Indonesia. Dia tak peduli. Lalu memaksa meminta film kamera saya. Apa? Film? Saya tertawa dalam hati. Saya tak banyak cakap.

Zaman sekarang semua serba digital, barangkali yang dimaksud adalah micro sd. Tapi saya memilih diam. Saya meminta dan memohon dengan sangat, kembalikan kamera saya dan berjanji, akan hapus semua foto di depan dia.

Dia terlihat melunak, meski tak berhenti meneriaki saya, enta hayawan! Suasana juga sempat tegang.

Semua mata tertuju pada kami. Beberapa jamaah haji Pakistan penasaran mendekat dan ingin tahu, apa yang sedang terjadi. Saya pun menghapus satu per satu gambar jepretan saya, di hadapan dia dan beberapa anak buahnya.

It’s done. Terhapus semua. Sang Kapten pun menjauh. Lantas apakah dia berhenti ‘mengoceh’? Tidak. Dia masih tidak terima, dari kejauhan satu kalimat saya dengar. “Kalau bukan Anda sudah saya jebloskan ke penjara.” Di tengah kemelut ini, saya masih beruntung!

Kemudian beberapa saat kemudian saya tunjukkan tasrih izin dari Kementerian Penerangan yang saya dan tim Media Center Haji (MCH) 2017 peroleh untuk melakukan liputan kepada salah satu anak buah si kapten. Dia menerangkan izin ini untuk memotret suasana masya’ir, bukan polisi.

Saya berkilah, justru dengan jepretan ini saya ingin tunjukkan kepada publik Indonesia keseriusan dan komitmen tinggi Arab Saudi mengamankan peyelenggaraan haji. Tidak ada faedah, kata dia.

Suara keras si kapten kembali terdengar nyaring di telinga, ruh enta hayawan! Pergi Anda binatang. Baik saya pergi, tapi dengar juga teriakan saya: ana musy hayawan, ana insan!Saya bukan hewan saya manusia, Kapten!

 

REPUBLIKA

Sempurnakan Hajimu!

Ibadah haji adalah ibadah super akumulatif yang terdiri dari beberapa manasik yang terangkum di dalamnya ibadah fisik dan harta, ibadah hati, lisan dan perbuatan, ibadah yang bersifat personal dan kolektif, ibadah yang mengarah kepada ma’rifatullah (mengenal Allah) dan ma’rifatun nafs (mengenal diri sendiri). Haju juga sebagai ibadah yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, bahkan bangsa dan negara ikut serta terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam prosesi ibadah agung ini. Karenanya tepat perintah Allah SWT untuk ibadah yang satu ini adalah ‘sempurnakan’!.

Perintah ‘sempurnakan haji dan umrahmu karena Allah’ adalah perintah yang tertuang di surat Al-Baqarah: 196. Sesuai dengan urutan mushaf, ayat ini adalah ayat pertama yang berbicara tentang ibadah haji.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian karena Allah…..”

Secara redaksional, perintah Alquran untuk menjalankan ibadah berbeda-beda, masing-masing memiliki penekanan sendiri yang beragam. Redaksi perintah shalat misalnya adalah ‘dirikanlah shalat’. Redaksi perintah zakat adalah ‘tunaikanlah zakat’. Sedangkan redaksi perintah haji adalah ‘sempurnakanlah’.

Selain aspek bahasa yang merupakan salah satu bentuk dari i’jazul Quran yang dikupas oleh para ulama atas perbedaan redaksional tersebut, tentu menyimpan hikmah yang layak untuk digali dengan ‘nawaitu’ kesempurnaan ibadah haji semua jamaah. Karena siapapun ingin ibadah yang dijalankannya bernilai sempurna ‘cum laude’. Kesempurnaan dalam menjalankan ibadah menunjukkan kesungguhan seseorang dalam beribadah. Apalagi memang untuk ‘ibadah’ inilah segenap manusia dan jin diciptakan oleh Allah swt.

Kenapa ‘sempurnakanlah’? Tidak cukup dengan ‘laksanakan, kerjakan atau redaksi lain yang semisal dengannya?. Menyempurnakan berarti menjalankan manasik dengan sebaik-baiknya, memenuhi ketentuan wajib dan sunnahnya, memelihara diri dari larangan yang dapat mengurangi nilai kesempurnaan, atau malah menggugurkannya.

Ibadah haji adalah ibadah yang paling banyak manasiknya, pantang larangnya, juga paling besar keutamaan dan pahalanya. Kesempurnaan itulah yang disebut oleh Rasulullah saw dengan istilah haji mabrur :
والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
‘Haji yang mabrur tidak ada balasan lain melainkan surga’. (HR. Bukhari)

Mari kita doakan semua jamaah yang akan, sedang, dan berniat utk menunaikan haji agar mereka mampu menyempurnakan haji mereka karena Allah swt. Amiin. Titel atau gelar haji mabrur itulah yang diharapkan dapat mempengaruhi segenap perilaku kehidupannya pascaibadah haji lebih baik, lebih maslahat, dan lebih bermanfaat.

Oleh: Attabik Lutfi, Ketua Bidang Dakwah PP Ikadi

IHRAM

Tips Jemaah Haji Agar Tetap Sehat Sampai Ibadah Puncak!

Calon Jemaah haji Indonesia diminta untuk waspada menghadapi cuaca yang ekstrem di Arab Saudi. Pasalnya, saat puncak haji, suhu bisa mencapai 50-60 derajat celcius. Keadaan ini mengulang kondisi saat 20 tahun silam.

Tak sedikit Jemaah yang harus di rawat lantaran dehidrasi, disorientasi, dan kaki melepuh, akibat kepanasan. Maka dari itu, Jemaah harus lebih mempersiapkan fisik untuk menunaikan ibadah haji. Jemaah haji diimbau untuk menggunakan waktu untuk beristirahat karena puncak haji masih lama.

Nah, berikut ini ada beberapa tips agar Jemaah tetap dalam kondisi yang baik hingga puncak haji:

  1. Jemaah harus banyak istirahat dan tidak perlu banyak melaksanakan umrah. Ini dikhawatirkan akan membuat mereka cepatlelah dan sakit. Padahal puncak haji masih 30 hari lagi.
  2. Selalu membawa botol yang berisikan air minum saat pergi. Disarankan Jemaah untuk meminum 330 mililiter setiap jam, agar tidakdehidrasi.
  3. Gunakan masker guna menghindari debu yang bercampur pasir halus. Sakit batuk dan flu akan membuat ibadah menjadi tidak maksimal.
  4. Bawa semprotan air dan semprotkan ke wajah dan masker setiap 30 menit. Hal ini akan membuat Jemaah lebih segar, saat cuaca melanda.
  5. Bawalah kantong plastik, untuk wadah sandal saat ke Masjid Nabawi. Bawa sandal dekat tempat Jemaah salat dan jangan ditinggal di luar, atau tempat kotak sandal. Ini bisa berpotensi lupa atau hilang. Setelah berputar-putar mencari sandal dan putus     asa, Jemaah memutuskan pulang tanpa sandal dan membuat kulit kakinya melepuh
  6. Gunakan payung atau kaca mata guna menghindari sinar matahari secara langsung. panas yang langsung mengenai tubuh, akan membuat Jemaah haji cepat kehilangan tenaga.
  7. Tetap melakukan olahraga sesuai dengan kemampuan fisik setiap pagi minimal 30 menit. Kemudian, penting juga untuk menghindari kontak dengan unta. Karena ini, dikhawatirkan dapat terpapar virus MERS.

 

Itu tadi sederet tips yang dapat dilakukan agar Jemaah haji tetap sehat sampai ibadah puncak. Semoga ulasan di atas dapat bermanfaat buat para Jemaah, sehingga bisa membuat ibadah Anda lebih maksimal.

 

 

INDOWARTA

Belajar dari Haji: Bergerak Dalam Kebaikan

PADA hakikatnya haji merupakan perjalanan menghampiri Allah. Dalam prosesnya, perjalanan haji memang tidaklah mudah. Ada antrian panjang dalam rentang waktu empat hingga sepuluh tahun, ditambah dengan biaya yang cukup besar bagi sebagian orang.

Haji merupakan ibadah yang penuh pengorbanan, baik materi, kemantapan hati, fisik, dan perpisahan dengan orang-orang tersayang. Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassalam menggolongkan orang yang berhaji sebagai pejuang agama (Mujahid).

Sebagai perjalanan menuju Allah, haji menjadi ibadah yang sarat dengan gerakan-gerakan dari suatu tindakan ke tindakan berikutnya, dari sebuah ritual menuju ritual selanjutnya. Haji dapat disebut sebagai ibadah bergerak.

Sebagai “ibadah bergerak” sebuah jamaah haji Kota Malang, misalnya, mengawali perjalanannya ke rumah Allah dari rumah masing-masing, lalu bergerak ke Lapangan Rampal. Dari sana, ia kembali bergerak menuju Asrama Haji Sukolilo, Sidoarjo. Beberapa waktu kemudian, ia bergerak menuju Bandara Juanda untuk diterbangkan menuju bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Sesampainya di bandara King Abdul Aziz, ia bergerak lagi ke Madinah atau Makkah, dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ke sesi-sesi berikutnya. Itulah mengapa haji disebut sebagai ibadah yang menggerakkan, sehingga dibutuhkan persiapan matang dan kemampuan menjaga irama hati agar konsisten (istiqamah) di jalan Allah.

Di zaman penjajahan, pihak Belanda begitu takut dengan kedatangan kaum Muslimin usai menunaikan haji. Pengalaman ketika itu, setibanya para jamah haji, mereka giat melakukan gerakan pembebasan bangsa dan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Cara-cara yang ditempuh dilakukan lewat majlis-majlis ta`lim, pesantren-pesantren, sekolah, organisasi politik maupun sosial.

Menghadapi fenomena ini, pihak Kafir Belanda acap mencekal keberangkatan orang-orang yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan kepentingannya di Tanah Air setibanya dari Tanah Suci. Para pejuang kemerdekaan menjadikan musim haji sebagai musim menggelindingkan ide dan aksi perlawanan terhadap segala bentuk penindasan, kesewenang-wenangan, dan karenanya banyak muncul tokoh-tokoh yang menjelma menjadi pejuang, seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan.

Setiap orang yang telah menunaikan hajinya, ia dituntut untuk selalu bergerak mengajak masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya, termasuk bergerak membawa dirinya sendiri ke arah perubahan yang positif.

Sama halnya bagi umat Islam dalam momentum haji ini, harus pro aktif dalam membangun sinergi untuk kemaslahatan bagi sesama. Meliputi bergerak mencari dan mengamalkan ilmu, berdakwah, memberantas penyakit masyarakat seperti Miras, Narkoba, seks bebas, tawuran antar pelajar atau warga; bergerak mengajak masyarakat untuk memakmurkan masjid, Taman Pendidikan Al-Qur`an, sekaligus memperbaiki kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga ungkapan indah, “baldatun tayyitabatun wa Rabbun Ghafur,” dapat terwujud.

Tentunya kita masih ingat Kisah Thariq bin Ziyad. Selaku panglima perang ia berusaha melakukan pembebasan Andalusia (Spanyol) yang selama ini lebih kita kenal sebagai negara asal klub Barcelona dan Real Madrid. Setibanya di Selat Giblartar, selat yang memisahkan antara benua Afrika dan Eropa, ia menuangkan minyak ke seluruh kapal-kapal yang telah mengantarkan mereka ke daratan eropa ini.

Aksi Sang Panglima sontak membuat jantung pasukannya berdegub kencang. Pikir mereka, apakah panglima kita tidak menyadari dampak yang timbul akibat tindakannya ini. Apakah panglima tidak memikirkan nasib pasukannya jika kapal-kapal yang telah dituangi minyak itu tersulut api, terbakar, ludes tidak tersisa, lalu bagaimana dengan kepulangan mereka.
Thariq bin Ziyad menjawab dengan senyum optimis, penuh keyakinan yang tinggi. Ia menyadari bahwa pasukannya tengah menantikan suaranya, seperti kita menanti suara Presiden kita dalam masalah antara KPK dan Polri beberapa waktu silam.

Ternyata yang menjadi kekhawatiran pasukan benar-benar terjadi! Kapal-kapal itu dibakar habis. Tidak ada yang tersisa. Semuanya ludes terbakar, tanpa menyisakan satu kapalpun. Kepulan asap hitam membumbung tinggi, menutupi langit biru selat nan indah tersebut.

“Hanya ada satu pilihan: maju ke depan, maju dan terus maju. Tak ada kata mundur! Kita harus menang!” demikian kalimat pernyataan menyongsong kemenangan dengan segala tekad bajanya. Sebuah kalimat bergerak maju pantang mundur yang teilhami firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 159 : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Kita bisa menjadi pemenang dalam segala lapangan kehidupan bila kita tidak tinggal diam, duduk-duduk saja, pasif, tapi bangkit dari kursi kemalasan, menggerakkan kaki, tangan, dan hati kita, dalam tiap hembusan nafas, dengan pertolongan Allah.

Seorang ulama salaf, Hasan Al-Bashri, mengatakan, “Jauhilah sifat menunda-nunda. Nilai dirimu tergantung pada hari ini, bukan besok. Kalau besok engkau beruntung, maka keuntunganmu akan bertambah bila hari ini engkau telah beramal. Dan kalau toh besok engkau rugi, engkau takkan menyesal, karena hari ini engkau telah beramal.”

Jangan pernah lagi menunda. Sekarang juga kita harus melakukan gerakan perubahan kepada diri kita sendiri, keluarga, kemudian masyarakat, bangsa dan negara. Dengan mengambil hikmah haji sebagai ibadah yang sarat gerakan, kita bisa dan mampu memperbaiki keadaan yang ada saat ini. “Sesungguhnya dalam pergerakan ada keberkahan luar biasa,” bunyi sebuah pameo klasik. Belajar dari haji, belajar untuk bergerak demi keberkahan yang luar biasa.*

 

Oleh: Ali Akbar bin Agil, Pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Kota Malang

HIDAYATULLAH

Serdadu-Serdadu Cantik di Depan Ka’bah

Seorang ibu jamaah haji Indonesia tiba-tiba mendekati Nurlaili, petugas Perlindungan Jamaah (Linjam) Sektor Khusus Masjid al-Haram yang berjaga di Pos II, tepat di depan Ka’bah. “Mbak, saya mau sa’i, ke mana arahnya?” kata ibu yang ternyata terungkap bernama Mumtinah, jamaah asal Embarkasi Surabaya SUB 09, Senin (15/8) usai shalat Maghrib, waktu Arab Saudi (WAS). 

Sesuai prosedur, Nurlaili yang merupakan anggota polisi tersebut menanyakan kepada siapa pun yang tersesat dan tertinggal rombongan mereka di area masjid terkait dengan kelengkapan ibadahnya. “Apakah sudah tawaf, Bu?” kata Nurlali yang sehari-hari berdinas di SSDM Mabes Polri tersebut.

Dengan wajah panik dan kelelahan, sang ibu menganggukkan kepala, pertanda dia sudah mengerjakan tawaf, tersisa sa’i dan tahalul yang belum dia tunaikan. Dia tertinggal dari rombongannya di putaran terakhir tawaf, hingga akhirnya bertemu Nurlaili. “Baik, mari saya temani, Bu,” kata Nurlaili yang berpangkat kompol ini tanpa berpikir panjang.

Sambil membawa dan membacakan buku manasik haji berkover hijau itu, Nurlaili bertindak sebagai pembimbing manasik. Dia membaca perlahan doa-doa tiap putaran saat berada di Safa ataupun Marwah. Nurlaili benar-benar tuntas mengantarkan Mbah Mumtinah menyelesaikan sa’i hingga bertahalul.

Jarak perjalanan dari Safa dan Marwah selama tujuh kali putaran bisa mencapai tujuh kilometer, dengan durasi standar rata-rata 45 menit. Usai bertahalul, Mbah Mumtinah pun merangkul Nurlaili, sembari mengusap air mata, dia berucap, ”Matursuwun ya nak..mugi Mbak pikantuk berkahipun Gusti Alllah. ”Mumtimnah mendoakan agar perempuan jangkung yang mengantarnya itu mendapat berkah Allah SWT. Ucapan dan pelukan Mbah Mumtinah disambut dengan air mata haru di ujung kelopak mata Nurlaili.

“Beginilah tugas sektor khusus Haram,” kata Elly, sapaan akrap Nurlaili seperti dilaporkan wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, dari Makkah, Arab Saudi. Sektor Khusus Haram yang dia gawangi bersama anggota TNI dan Polri mempunyai tugas ganda. Tidak hanya melindungi jamaah, tapi juga harus siap berlaku sebagai pembimbing manasik dan memastikan terpenuhinya tawaf dan sa’i yang dilakukan jamaah.

“Membimbing manasik jamaah di depan Ka’bah dan area sai sudah tugas sehari-hari kami,” kata Nurhamidah Lubis, salah satu anggota sektor khusus yang berasal dari unsur TNI.

Dia harus terjun langsung menemani jamaah yang tertinggal untuk menyempurnakan tawaf atau sa’i mereka. Apakah cukup demikian tidak? Tugas patroli anggota TNI berpangkat serka ini juga harus ditunaikan. Dia harus berkeliling menyisir jamaah yang tersesat dan tertinggal. Mulai dari area Ka’bah hingga memutar di ketiga lantai Masjid al-Haram.

Menurut Nurhamidah yang sehari-hari berdinas di Kostrad ini, sering kali menemukan jamaah yang tertinggal dari rombongannya. Dari segi usia, jangan tanya, sudah pasti di atas 60 tahun. Dengan sigap, dia mengantarkan jamaah tersebut, bahkan hingga pemondokan.

Dia mengaku jika ditanya capek atau tidak, pasti capek. Dia dan teman-teman Sektor Khusus Haram, berjaga masing-masing 12 jam, dan terbagi menjadi dua shift. Shift pertama dari pukul 09.00 pagi hingga 21.00 malam. Sedangkan, shift yang kedua mulai pukul 21.00 hingga 09.00.

Tapi, rasa letih dan capek tersebut terbayarkan melihat kebahagian jamaah begitu sampai di pemondokan dan berkumpul dengan rombongan atau keluarganya kembali.

“Ada kepuasaan tersendiri, saya sampai diciumin nenek-nenek yang saya antar dan sampai tidak mau melepaskan genggaman tangannya,” kata dia. Serdadu-serdadu cantik itu berjaga di depan Ka’bah, dengan niat mulia dan misi yang tak kalah mulia pula.

 

REPUBLIKA

Terlalu Murah, Biaya Umrah First Travel Tak Realistis

Biaya umrah yang sangat murah diperkirakan jadi faktor penyebab banyaknya jemaah memilih jasa PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel). Namun biaya yang ditetapkan oleh First Travel memberangkatkan seseorang ke Tanah Suci untuk umrah itu dinilai terlalu murah.

First Travel memasang tarif umrah paling murah Rp14,5 juta per orang.

Ketua Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (HIMPUH) Baluki Ahmad menganggap biaya itu tidak realistis. Untuk layanan standar saja, uang sejumlah itu sebenarnya tak mencukupi.

“Kalau sekadar berangkat dengan Rp19 juta ya bisa, tapi itu masih tidak terlayani dengan baik,” ujar Baluki dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Sabtu (12/8).

Baluki mengatakan, biaya layanan umrah yang normal berkisar di angka Rp21 juta hingga Rp23 juta. Biaya tersebut sudah menutup kebutuhan pembimbing, pelayanan hotel yang bagus, transportasi, dan lainnya. “Jadi tidak asal berangkat, kan orang mau nyaman berangkatnya.”

Ayu, seorang jemaah dari First Travel yang gagal berangkat, mengaku sudah merogoh Rp14,5 juta dikali empat orang secara tunai pada Juli 2015 silam. Beberapa kali dijanjikan berangkat, hingga saat ini Ayu belum menginjakkan kaki ke Tanah Suci.

Ayu yang berasal dari Tangerang mengaku mengetahui First Travel dari teman kantornya yang juga seorang agen di sana. Mendengar sepak terjang First Travel dari kawannya itu, ia akhirnya memutuskan umrah memakai jasa mereka.

“Tertarik karena testimoni dan harga yang terjangkau,” ucap Ayu melalui sambungan telepon.

Akibat ketidakjelasan pengelola, ditambah penangkapan bos First Travel, Ayu tak lagi percaya dengan janji-janji yang diumbar. Ia hanya mau uangnya dikembalikan.

Aldwin Rahardian, kuasa hukum korban penipuan First Travel, menyatakan sebagian besar mereka yang terbuai janji First Travel kini berpikir seperti Ayu. Mereka kebanyakan tak lagi peduli dengan janji penjadwalan ulang keberangkatan oleh First Travel.

“Rata-rata fokus refund saja. Mereka [para korban] sudah memberikan data ke kita dan kuitansi pembayarannya,” ujar Aldwin memaparkan. (rsa)

 

CNN INDONESIA

Inilah Pengertian Mampu Terkait Pelaksanaan Haji

Salah satu syarat melaksanakan haji ke Mekah adalah mampu. Apakah yang dimaksud mampu dalam hal ini? Komisi Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi pernah ditanya,

”Apakah yang dimaksud dengan mampu dalam pelaksanaan ibadah haji? Apakah pahalanya lebih besar ketika seseorang pergi menuju ke Makkah Al-Mukarramah, atau setelah ia kembali dari sana menuju tanah airnya?”

Komisi Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa memaparkan jawabannya sebagai berikut

Maksud mampu dalam ibadah haji adalah orang yang menunaikan ibadah haji sehat badannya, ada alat transportasi yang dapat membawanya menuju Baitullah Al-Haram (Masjidil Haram), baik berupa pesawat terbang, mobil, binatang atau biaya untuk itu, sesuai dengan keadaannya.

Di samping itu, orang yang menuaikan ibadah haji memiliki bekal yang cukup untuk pergi dan pulang serta untuk menafkahi orang-orang yang wajib ia nafkahi sampai kembali dari menunaikan ibadah haji, dan seorang istri harus ditemani oleh suami atau mahramnya dalam menunaikan ibadah haji atau umrah.

Adapun pahala hajinya, sangat bergantung pada tingkat keikhlasannya kepada Allah. Manasik haji yang ia kerjakan, sejauh mana ia mampu menjauhi hal-hal yang menghilangkan kesempurnaan ibadah haji, berapa harta yang ia keluarkan, kesungguhannya dalam beribadah, baik setelah kembali atau ketika berada di sana, atau meninggal dunia sebelum sempurna pelaksanaan haji atau sesudahnya.

Hanyalah Allah yang mengetahui keadaan seseorang, dan hanya Dia yang menentukan balasannya.

Kewajiban seorang mukallaf (yang dibebani hukum syariat) hanyalah beramal, menyempurnakan amalnya dan memperhatikan kesesuaiannya dengan syariat islam secara zhahir dan batin, seakan-akan dia melihat Tuhannya, meskipun ia tidak melihat-Nya, karena Allah pasti melihatnya.

Hendaknya ia tidak mencari-cari apa yang telah dia infakkan karena Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya.

Sungguh, Allah Ta’ala melipatgandakan kebaikan untuk mereka dan memaafkan kesalahan mereka, dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan menganiaya seorang pun di antara hamba-hamba-Nya.

Kamu bertanggungjawab atas dirimu sendiri, maka biarkan apa yang menjadi milik Allah untuk Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Adil dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga Allah memberi hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Langkah Cici Menuju Baitullah: dari Jualan Sayur, Menabung 7 Tahun, hingga Bersedekah

“Alhamdulillah, dari hasil penjualan sayur, saya tabung dan mengikuti arisan bersama teman-teman hingga uang saya terkumpul sebanyak Rp 25 juta. Dan saya mampu mendapatkan kursi di tahun 2011, hingga tahun 2017 mampu melunaskan keseluruhan dari biaya haji.”

 

TAQDIR, kemauan, dan usaha yang gigih. Tiga kekuatan yang dimiliki seorang wanita renta, yang bersama suaminya dalam perjalanan menunaikan rukun Islam yang kelima.

Di Masjid Asrama Haji Jawa Barat Embarkasi Bekasi, wanita itu mengambil shaf di bagian belakang, ia tampak duduk dan mulai mengaji.

Cici, 64 tahun, demikian nama singkat jamaah calon haji asal Sumedang itu. Kamis siang, 10 Agustus 2017, hidayatullah.com menghampiri Cici. Setelah mengucapkan salam, ia menutup mushafnya dan memulai percakapan.

Ia bertutur, kesehariannya merupakan penjual sayur di Pasar Darmaraja, Sumedang, Jabar. Saban hari, sebelum sakit-sakitan, Cici pergi ke pasar pada pukul 1 dini hari dan pulang ke rumahnya jika azan ashar mulai berkumandang.

Namun ketika ia mulai sakit-sakitan, Cici bersama suami berangkat ke pasar setelah shalat subuh bersama suami dan anak-anaknya.

Keberangkatan Cici untuk naik haji berawal dari niatnya yang kuat bersama suami, Parja. Segala daya dan upaya ia usahakan, mulai dari menjual sayur mayur, kelontongan, serta apa saja yang bisa menghasilkan uang.

“Saya selalu mendawamkan dalam hati saya, agar diberangkatkan ke Tanah Suci, ada aja rezeki yang Allah kasih,” ungkapnya saat ditemui media ini sehabis shalat zhuhur di Masjid Embarkasi Bekasi.

Selama tujuh tahun pun, Cici terus menabung rupiah demi rupiah bersama suaminya. Sembari mengumpulkan dana untuk berangkat ke Baitullah, ia selalu bermunajat kepada Allah, agar selalu dimantapkan hatinya dan selalu bertawakal kepada-Nya.

“Alhamdulillah, dari hasil penjualan sayur, saya tabung dan mengikuti arisan bersama teman-teman hingga uang saya terkumpul sebanyak Rp 25 juta. Dan saya mampu mendapatkan kursi di tahun 2011, hingga tahun 2017 mampu melunaskan keseluruhan dari biaya haji,” lanjutnya dengan wajah tampak gembira.

Cici lantas menuturkan kehidupan masa lalunya, dimana ia mengalami kesempitan ekonomi. Belum lagi, saat anak laki-lakinya mulai terpengaruh lingkungan buruk dengan menenggak minuman keras, ini merupakan episode terburuk yang Cici alami dalam hidupnya.

Hingga kemudian, tuturnya, ia mulai rajin berpuasa, dan berdoa kepada Allah agar dimudahkan segala urusannya.

 

Harapan di Baitullah

Tentu, jamaah calon haji pasti memiliki azam yang tinggi dan berharap banyak sesampainya nanti di Tanah Suci, salah satunya untuk memanjatkan doa. Begitulah yang dirasakan Cici. Ia memiliki harapan yang kuat agar dimudahkan beribadah di Baitullah nanti.

“Insya Allah, jika saya sampai di Makkah, saya ingin shalat di depan Kabah dan berdoa agar anak-anak saya menjadi anak yang shaleh dan shalehah, rajin beribadah, dijauhkan dari bala dan marabahaya, dipanjangkan umurnya, serta diberikan segala kebaikan,” tuturnya.

Saat menuturkan cerita itu, tak terasa air matanya mulai mengaliri pipinya. Sesekali ia sesenggukkan mengingat masa lalu yang pernah ia hadapi, termasuk ketika orangtuanya meninggal dunia, hingga ia banting tulang bersama suami demi menafkahi anak-anaknya yang masih kecil kala itu.

Cici pun bertutur, di balik usaha-usaha untuk bisa menuju Baitullah itu, ada kebiasaan lain yang ia amalkan bersama suaminya. Ia juga mengajak keluarganya yang lain untuk selalu mengamalkan kebiasaan ini.

Apa itu? Rupanya, Ibu Cici selalu berusaha untuk bersedekah kepada orang yang lebih membutuhkan darinya,

“Banyak sedekah, Nak, kepada anak yatim piatu dan peduli kepada sesama, insya Allah dimudahkan segala urusan kita,” pesannya kepada awak media ini.

“Selalu bahagia, Nak, meski sesusah apa pun kamu. Allah masih selalu bersama kamu,” pungkasnya berwasiat, sambil menghadiahkan senyuman kepada hidayatullah.com sebelum ia pamit ke kamar tempatnya beristirahat.

Selamat menunaikan ibadah haji Cici beserta suami, semoga Allah menjadikan keduanya dan jamaah yang lain sebagai haji mabrur.* Zulkarnain

 

HIDAYATULLAH