Batas Usia Prioritas Calhaj Dinaikkan Jadi 80 Tahun

Kementerian Agama (Kemenag) menaikkan batas usia prioritas calon jamaah haji (calhaj) yang diberangkatkan ke Tanah Suci dari 75 tahun menjadi 80 tahun. Kebijakan ini dilakukan karena masih ada 20 ribu orang dalam daftar tunggu haji yang berusia lebih dari 80 tahun. Jumlah tersebut setara dengan 10 persen dari total kuota haji nasional.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Nizar Ali menjelaskan, secara bertahap batas usia prioritas akan diturunkan bila calhaj berusia 80 tahun ke atas sudah dimasukkan dalam daftar estimasi keberangkatan haji. Misalnya, 2019 batas usia prioritas diturunkan lagi menjadi 75 tahun.

 

“Jadi, kalau pada tahap pelunasan awal masih ada sisa kuota, nanti dibuka tahap kedua dan usia lanjut akan diprioritaskan,” kata Nizar saat meresmikan revitalisasi Asrama Haji Padang, Sumatra Barat (Sumbar), Rabu (7/3).

Terkait hal itu, lanjut dia, Kemenag kemungkinan akan menerapkan afirmasi atau penegasan dalam bentuk regulasi bahwa usia 80 tahun ke atas akan menjadi prioritas keberangkatan haji. Menurut dia, upaya ini dilakukan untuk menjawab keluhan bahwa daftar tunggu haji di Indonesia semakin panjang. Pada saat bersamaan, tak sedikit calhaj berusia lanjut yang juga menunggu diberangkatkan.

 

“Tahun 2018-2019 usia 80 tahun ke atas akan kami selesaikan sehingga nantinya, kalau semua beres, yang berangkat haji usia-usia muda,” kata Nizar.

Selain itu, Kemenag juga mulai memberlakukan kebijakan baru tentang penggantian calhaj yang wafat. Nizar menjelaskan, calhaj yang wafat dan telah masuk dalam daftar estimasi keberangkatan bisa digantikan oleh ahli warisnya. Proses penggantiannya pun bisa langsung dilakukan tanpa mendaftar ulang.

 

“Karena ini bagian dari porsi warisan. Kalau dikembalikan biaya hajinya kan eman-eman(sayang). Rasanya tidak adil kalau tak bisa digantikan,” ujar dia.

Penerapan kebijakan ini, menurut Nizar, sudah melalui pembahasan dengan Komisi VIII DPR. Jika tak ada halangan, kebijakan penggantian calhaj yang wafat bisa mulai diterapkan pada 2018.

 

Pembahasan soal penggantian calhaj yang wafat sebetulnya sudah dilakukan sejak lama. Kebijakan ini bermula dari kepedulian kepada keluarga calhaj yang wafat. Dikhawatirkan, kesedihan anggota keluarga semakin bertambah bila kuota haji yang sudah dibayar lunas terpaksa dikembalikan.

Saat meresmikan gedung baru hasil revitalisasi di Asrama Haji Kota Padang, Sumbar, Nizar juga mengatakan, pemerintah pusat mencanangkan revitalisasi untuk seluruh asrama haji di Indonesia, termasuk di Padang. Seluruh proyek dibiayai melalui surat berharga syariah negara (SBSN) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.

 

Hingga 2006, Asrama Haji Tabing di Padang hanya berfungsi sebagai asrama haji transit. Namun, saat ini Asrama Haji Tabing sudah berfungsi sebagai asrama haji pemberangkatan dan pemulangan bagi jamaah haji asal Sumbar, Bengkulu, dan daerah lainnya. Di luar musim haji, asrama haji ini difungsikan untuk keperluan masyarakat umum dan pemerintahan.

Kemenag, menurut Nizar, terus memperbaiki pelayanan untuk jamaah haji. Pelayanan yang ia maksud terdiri dari pelayanan dalam negeri dan pelayanan di luar negeri atau di Tanah Suci. Revitalisasi di kompleks Asrama Haji Tabing, Padang, tersebut menelan biaya hingga Rp 11 miliar.

 

Sementara di Padang Pariaman, tak jauh dari Bandara Internasional Minangkabau, pemerintah juga merampungkan pembangunan asrama haji senilai Rp 48 miliar. Seluruh fasilitas di asrama haji akan disamakan standarnya dengan hotel bintang tiga dan empat.

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menilai, revitalisasi asrama haji bisa ikut mendongkrak perputaran uang di wilayah yang ia pimpin. Setiap tahunnya, Asrama Haji Tabing melayani sekitar 4.000 jamaah haji dari Sumbar, Bengkulu, dan daerah lainnya. Menurut dia, secara tak langsung kunjungan jamaah haji di Kota Padang ikut menggerakkan ekonomi, minimal dari pemanfaatan fasilitas di asrama haji. “Tak hanya itu, adanya pelayanan yang baik membawa nama Padang menjadi baik.’’ ed: wachidah handasah

 

IHRAM

Lagu Ketika Sa’i, Umrah, Haji, dan Politik?

Apakah pergi ke tanah suci untuk umrah, melakukan Sa’i, berhaji, hingga tinggal di Arab Saudi tidak terkait dengan politik? Pertanyaan itu menggelegak ketika beberapa hari lalu ramai kontroversi soal adanya jamaah umrah yang melakukan Sa’i sembari meneriakkan lagu cinta tanah air yang berbahasa Arab: ’Ya Lal Wathan’. Bagi mereka yang paham bahasa Arab langsung tahu itu hanya sekadar lagu, bukan doa yang lazim di berbagai majelis pengajian yang memakai bahasa Arab.

Soal lagu berbahasa Arab, ingatan ini kembali berputar kepada tingkah sosok seseorang Yusuf Roni pada tahun 70-an. Saat itu di Surabaya mendiang ulama kondang Bey Arifin protes keras terhadap perilakunya. Hal ini karena Yusuf Roni yang kala itu sudah berpindah dari Islam ke Kristen mengutip lagu ‘ya habibi’ pada sebuah forum. Ketika dia diminta berdoa dia mengutip lagu berbahasa Arab tersebut.

Dan jelas, sebagai orang yang paham bahasa itu, Bey Arifin tahu bahwa Yusuf Roni sengaja membaca lagu itu dengan maksud yang tidak baik, yakni mengolok atau pejoratif. Ceramah Yusuf Roni kala itu tersebar ke berbagai tempat melalui kaset rekamanan. Dulu saya sempat mendengarnya, tapi kini entah hilang ke mana. Yang jelas, kemudian kala itu ada berita Yusuf Roni masuk ke dalam bui.

Lalu bagaimana soal lagu berbahasa Arab di dalam Sa’i yang menimbulkan kontroversi itu? Jawabnya memang tak lazim. Apabila sejak dahulu kala sudah ada panduan adab berdoa ketika melakukan ‘lari kecil’ antara dua bukit di dekat Ka’bah: Safa dan Marwah. Dari zaman nenek moyang sudah ada panduan bagaimana hendak memulai, menuruni bukit, berlari kecil, hingga ketika naik kembali ke bukit dan mengakhiri saat menunaikan Sa’i. Bahkan ketika hendak potong rambut seusai sa’i (takhalul) pun ada syarat dan doanya.

Lalu apakah doa itu wajib? Tentu saja tidak. Hanya dianjurkan atau paling tidak disunahkan. Bahkan dengan hanya membaca Al Fatikhah saja dan melafalkan ayat Alquran yang dihapalnya semua tetap sah. Ingat haji serta juga umrah sebenarnya lebih merupakan ibadah fisik. Jadi doa, gerakan, dan hapalan ayat Alquran seperti layaknya, misalnya shalat, bisa saja tidak dilakukan.

Selain itu, semenjak zaman dahulu hubungan tanah suci dengan orang Nusantara (kini Indonesia,red), selain berkaitan soal ibadah selalu berhubungan pula dengan urusan politik-kenegaraan. Pada awal atau menjelang pendirian kerajaan Demak tercatat beberapa kali Sunan Gunung Jati pergi ke Makkah untuk naik haji. Memang di sana tidak diceritakan mengenai aktivitasnya, tapi kiranya dapat ditebak, bahwa dia menemui banyak ulama dan tokoh. Harap ingat saat itu Makkah dan Madinah masih berada di bawah Kekhalifahan Turki Utsamani. Dan waktu itu sama sekali belum ada tanda-tanda berdirinya Kerajaan Arab Saudi. Masih sekitar 400 tahun lagi.

Semenjak zaman dahulu seperti halnya disebutkan dalam disertasi Azyumardi Azra, Arab Saudi (Makkah) adalah salah satu pusat berkumpulnya para ulama. Bahkan, jaringan ulama yang berada di Arab dan Nusantara saat itu selalu punya simpul atau ‘buhul’ dengan kawasan itu. Tak hanya ibadah, hubungan itu selalu punya kaitan hubungan sekaligus ekonomi-politik. Ingat pada dekade akhir 1700-an di Mataram Surakarta ada surat dari ulama Makkah yang menyerukan perlawanan jihad kepada Belanda. Kopian suratnya tersebar di berbagai masjid yang ada di ibu kota kerajaan itu. Waktunya adalah sebelum datangnya bulan Ramadhan.

Bahkan, sebelum meletusnya Perang Jawa, di rumah Diponegoro di Tegalrejo lazim orang-orang dari Makkah menginap di rumah yang luas itu. Kedatangan para ulama Makkah di sambut gembira oleh pangeran yang kaya dan merakyat itu. Tak hanya raja dan Pangeran Jawa — seperti Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) atau Sultan Banten pada sekitar tahun 1620-an saja yang sudah punya hubungan khusus dengan ‘Syarif Makkah’ — para Sultan di luar Jawa pun punya juga. Bahkan di antara mereka banyak yang pergi secara langsung ke Makkah dengan membawa para pengawalnya.

Nah, mau tidak mau, hubungan antara pergi tanah suci untuk ibadah atau mencari ilmu (kini sebagian orang Indonesia untuk mencari nafkah) juga berkelindan dengan masalah politik. Bila dulu Sutan Agung mengirimkan utusan untuk meminta restu kepada ’Syarif Makkah’ dan kemudian mendapat hadiah balik berupa pemberian izin pemakaian gelar Sultan dan hadiah kain Kiswah (bendera Tunggul Wulung), hubungan antara politik dengan orang yang datang ke sana banyak pula bersifat lebih teknis.

Selain itu, banyak pula catatan ‘Rihlah’ sejak zaman Ibnu Batutah, menuliskan bila pihak penguasa tanah Arabia harus memastikan jaminan pasokan makan dan minum, jaminan keamanan dari pembegalan para penyamun, jaminan sanitasi dan kesehatan, atau yang sangat penting adanya jaminan pasokan air minum untuk berjalan di tengah padang pasir.

Hingga tak heran dan lazim, bila di zaman dulu setiap kafilah (rombongan) yang hendak pergi mengarungi padang pasir dengan naik unta harus mendapat pengawalan legiun tentara serta pengawasan oleh pihak penguasa kala itu, yakni kerajaan Turki. Bukan hanya pengawal militer, petugas kerajaan pun harus ada di setiap titik untuk memastikan lancarnya perjalanan.

Ada contoh lainnya, juga soal hubungan tanah suci dan politik kenegaraan. Satu yang melekat pada ingatan adalah peristiwa dikirimnya ke tanah suci sosok orientalis Belanda, Snouck Hurgonje pada tahun 1800-an. Tujuannya untuk mencari akar dan penyebab ketika mereka yang pulang ke Nusantara (para haji) selalu menjadi pelawan tangguh dari eksistensi kolonial. Contoh yang terkenal misalnya Teungku Cik Pante Kulu. Orang Aceh inilah yang mengorbarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda dengan menuliskan ‘Syair Perang Sabi’ sepanjang perjalanannya pulang dari Makkah.

Campur tangan politik kekuasaan yang lebih netral pun pernah terjadi. Ini menyangkut soal pelayanan kepada para jamaah haji. Peristiwanya terjadi pada tahun 1920-an ketika wabah kolera menyebar di tanah suci, bahkan hingga Eropa. Konon sumber penyebabnya adalah dari sisa hewan kurban yang dipotong dengan baik. Nah, akibat meluasnya wabah kolera ini maka peristiwa ibadah haji diputuskan ditutup sementara waktu sampai wabah ini lewat.

Peristiwa lebih terkini sempat juga terjadi di awal 80-an atau pada masa awal Revolusi Iran. Kala itu jamaah haji Iran selalu ribut meneriakan yel-yel yang terkait revolusi pimpinan Ayatullah Khomeni. Tak cukup berteriak, mereka juga menggelar aneka poster dan selebaran.

Akibat ulah itu, pihak Arab Saudi segera membereskannya. Sampai kini semua poster, spanduk, bendera, atau identitas politik sewaktu haji dan umrah dilarang di area haji dan umrah. Tak hanya dilarang, pihak yang masih saja nekad membawanya akan ditangkap dan menginap di ‘tarhil’ alias tempat tahanan. Imbas lainnya, mulai saat itu muncul atau menjadi pemicu isu ‘internasionaliasi’ masalah urusan haji.

Akhirnya, janganlah heran bila ada sebagian jamaah umrah kini meneriakan Pancasila dan menyanyikan lagu ‘Hizbul Wathan’. Itu jelas bukan bagian ibadah ‘mahdoh’ karena hanya ekspresi poitik atas nama idiologi ‘nation state’ yang tercipta baru beberapa lama, yakni usai tumbangnya kerajaan Turki Utsmani dan hadirnya imperium kolonial negara barat. Kala itu Jazirah Arab, setelah Turki tersungkur dan terbagi dalam banyak negara. Salah satu di antaranya kemudian muncul negara Arab Saudi, Irak, Qatar, Turki, dan lainnya.

Walhasil, marilah direnungkan kata seorang pemilik travel haji dan umrah yang terkenal. Dia mengatakan, janganlah lagu itu menjadi ekspresi dari nafsu agar menjadi sukses dengan slogan-slogan travel mereka, bukan dengan pertolongan dari Allah SWT. Sebab, seharusnya orang beriman dan shaleh tidak akan melakukan hal-hal yang sifatnya keduniaan di dalam pelaksanaan umrah dan haji.

Dan, mudah-mudahan pula sekarang mulai muncul kesadaran bahwa salah satu kemampuan ‘Istito’ah’ dalam penyelengaraan ibadah haji juga mencakup adanya dukungan yang memadai dari pihak penguasa politik. Ingat dari dulu Snouck Hurgonje pun sudah mengatakan bagi setiap Muslim melakukan ibadah haji (umrah) adalah bentuk ekspresi dari ‘nasionalisme Islam’. Dan para jamaah di sana bukan hanya sekadar menghadiri sebuah perayaan ‘Het Mekkaansche feest’ (Festival Makkah)!

 

IHRAM

Kemenag Minta Masyarakat tak Tergiur Tawaran Haji Non Kuota

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Nizar Ali mengingatkan, masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran berangkat haji melalui jalur non kuota atau furoda. Apalagi, persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1439H/2018M belum dimulai.

Namun viral di media sosial, selebaran, bahkan reklame tentang tawaran dari travel terkait keberangkatan haji melalui jalur non kuota. Tawaran itu menjanjikan “daftar sekarang berangkat tahun ini”. Untuk meyakinkan masyarakat, tawaran itu mencantumkan lambang asosiasi dan Kementerian Agama.

“Masyarakat agar tidak tergiur, meski banyak iming-iming yang dijanjikan. Itu berpotensi adanya penipuan,” kata Nizar Ali usai melantik pejabat Eselon III dan IV Ditjen PHU di Jakarta, Jumat (17/11).

Menurut Nizar, Kemenag tidak tahu menahu dengan adanya jemaah haji yang disebut dengan furoda itu. Kemenag hanya mengurus dan bertanggung jawab kepada jemaah haji reguler dan khusus yang resmi menggunakan kuota nasional.

“Di luar itu, terhadap porsi jamaah haji non kuota yang diperjualbelikan, Kemenag sama sekali melarangnya,” tegasnya.

Senada dengan itu, Sesditjen PHU yang juga Plt Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Muhajirin Yanis menegaskan, bahwa tidak ada kepastian berangkat bagi jemaah yang mendaftar melalui jalur non kuota. Untuk itu, jemaah agar waspada dan tidak mudah tergiur dengan tawaran yang diberikan.

“Sebaiknya, jemaah mendaftar melalui jalur resmi, apakah melalui jalur reguler atau jalur haji khusus,” tuturnya.

Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Baluki Ahmad menilai ada kekeliruan dalam penyampaian program haji furoda. Baluki meminta kepada seluruh jajaran anggota Himpuh, baik penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) maupun umrah (PPIU) untuk tidak pelanggaran atas aturan yang sudah digariskan Kementerian Agama.

“(Patuhi aturan Kemenag) sehingga tidak lagi terjadi adanya iklan-iklan penawaran yang dikategorikan pelanggaran,” tandasnya.

 

REPUBLIKA

Haji adalah Ibadah, Jaga Akhlak, dan Perbuatan

Haji bukanlah hanya bepergian naik pesawat dari bandara Indonesia yang telah ditetapkan pemerintah maupun hingga Bandara King Abdul Azis Jeddah, pesiar, refreshing, shooping atau kegiatan rekreasi lain yang bisa seenaknya saja untuk bertindak dan berbuat.

Haji merupakan bagian dari rukun Islam, haji adalah wajib bagi Muslim yang mempunyai kesanggupan. Haji merupakan sebuah pelaksanaan dari bberbagai rangkaian ibadah yang harus dilakukan, karenanya setiap jamaah haji diharuskan menjaga akhlak dan perbuatan, dan sangat dianjurkan untuk berakhlak yang baik, dari mulai pra berangkat, selama di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.

Sebab, pada hakikatnya, orang yang sedang menunaikan ibadah haji, sedang menjalani penggemblengan akhlak. Sehingga, bila ia benar-benar menjalani ibadah ini dengan baik, maka niscaya akan ada perubahan pada kepribadian dan perilakunya.

Ibadah haji yang pertama, berihram, maka ia tidak dibenarkan untuk berkata-kata jelek, berkata kata yang kotor, atau melakukan kezaliman terhadap orang lain, berbuat kerusakan, meninggalkan segala hal yang tidak berguna bagi dirinya, termasuk dalamnya perdebatan yang tidak bermanfaat, terlebih-lebih bila perdebatan tersebut hanya akan mendatangkan timbulnya hal yang tidak terpuji.

Kejahatan dan perbuatan yang tidak terpuji terjadi, disebabkan karena hawa nafsu yang tidak dikendalikan, dan kebodohan ketidaktahuan akan akibat perbuatan atau sifat tersebut. Untuk menghindari akhlak dan prilaku yang tidak baik tersebut, seorang calon jamaah haji harus dari sekarang untuk selalu berprilaku baik, berakhlakul karimah.

Pertama, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, yakni dengan memperbanyak dzikir dan ibadah kepada Allah SWT. edua, tadabbur, yaitu mengambil hikmah dari seluruh peristiwa perjalanan hidupnya dan menjadikannya semakin taqwa kepada Allah SWT, ketiga, ta’awun, yakni mengembangkan saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.

Sifat yang harus diutamakan dalam berhaji adalah sifat qanaah, ikhlas, yaitu menerima segala sesuatu yang terjadi dan itu semuanya adalah merupakan ketentuan dari Allah dan diridhai-Nya, baik itu sesuai dengan keinginannya ataupun tidak, serta sabar dalam menjalaninya, sabar menerima sunnatullah, sabar menjalankan perintah Allah, sabar meninggalkan laranganNya, sabar menerima kawan sekamar, sabar berdesak desakan, sabar dalam antrian, dan sabar.

Karena itu, buang jauh jauh dan hilangkan dalam hati sifat sombong, angkuh, dan takabbur dalam hati, selalu bertawakkal kepada Allah SWT, dan perbanyak selalu beristigfar kepada Allah SWT, berzikir, Insya Allah perjalanan dan penunaian rangkaian ibadah haji akan lancar, baik, selamat dan selalu mendapat kemudahan dan pertolongan dari Allah SWT, dan meraih haji mabrur.

Oleh:  H Irfansyah Nasution SAg MMp, Kasubbag TU Kemenag Madina

 

REPUBLIKA

Haji dan Umrah Salah Satu Faktor Dimudahkannya Rezeki

Melakukan haji dan mengiringnya dengan ibadah umrah adalah satu faktor dimudahkannya rezeki seorang hamba. Keduanya mengikuti salah satunya. Artinya, setelah menunaikan haji tunaikanlah umrah atau sebaliknya, setelah umrah tunaikanlah haji.

Mengenai haji dan umrah sebagai sebab dihilangkannya kemiskinan, Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat menghilangkan kotoran besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur itu melainkan surga.”

Hal itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengasara dan fakir.” (QS. Al-Hajj: 27-28)

Dikutip dari buku yang berjudul ’20 Amalan Pelancar Rezeki dalam Berbisnis’ karya Yunus Mansur bahwa selain menghilangkan dosa-dosa, haji dan umrah mampu menghapuskan kemiskinan setiap muslim. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang berharap adar dosa-dosanya dihapuskan dan kemiskinan dihilangkan dari dirinya, maka tunaikan ibadah haji yang diiringi dengan umrah.

Imam Ath-Thayyaibi menjelaskan bahwa haji dan umrah mampu menghilangkan kemiskinan sebagaimana sedekah mampu menambah harta orang beriman. “… Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terdadap Allah yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97)

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa melakukan haji tanpa berkata-kata kotor dan tidak fasik, maka ia kembali suci dari dosa-dosanya sebagaimana waktu ia dilahirkan dari rahim ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa di antara keduanya dan haji yang mabrur itu tidak ada balasannya melainkan surga.” (HR. Bukhrai dan Muslim)

Maka, tak ada salahnya ketika merintis sebuah usaha atau bisnis, langsung membuat tabungan haji atau jika mampu langsung tunaikan haji dan umrah. Tak perlu khawatir akan kehilangan uang berjuta-juta karenanya. Sesungguhnya Allah akan menggantikannya dengan pahala dan rezeki berkali lipat jumlahnya. Insya Allah.

 

REPUBLIKA

Antara Sedekah dan Pergi Haji

Seorang tabiin, Abdullah bin Mubarak, sedang tertidur di Masjid al-Haram saat menunaikan haji. Dalam tidurnya, ia bermimpi mendengar dua orang malaikat yang sedang bercakap-cakap.

“Berapa banyak umat Islam yang berhaji di tahun ini?” tanya sang malaikat kepada malaikat yang satunya. “Enam ratus ribu orang, tapi tidak ada satu pun yang diterima. Hanya ada satu orang tukang sepatu bernama Muwaffaq dari Damsyik yang tak bisa berangkat haji, tapi malah diterima. Karena sang tukang sepatu tersebut, semua yang haji pada tahun ini bisa diterima,” ujar sang malaikat satunya.

Abdullah pun terbangun dari tidurnya. Ia tak percaya dengan apa yang didengar dalam mimpinya tersebut. Penasaran dengan mimpinya, Abdullah mendatangi Damsyik dan menemukan rumah tukang sepatu bernama Muwaffaq. Ia pun yakin mimpinya tadi bukan sembarang mimpi, melainkan sebuah petunjuk dari Allah SWT.

Ibnu Mubarak berhasil menemui Muwaffaq. Ia pun masuk ke rumahnya dan dimulailah pembicaraan untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. Mengapa seseorang yang tidak berangkat haji, namun dihitung amal ibadahnya telah naik haji?  “Kebaikan apa yang telah Kau lakukan hingga kau bisa tercatat telah berhaji, padahal kau tidak pergi?” tanya dia.

Tukang sepatu pun menjawab. Ia bercerita sebenarnya sudah berniat untuk pergi berhaji karena mendapatkan rezeki sebesar 300 dirham, setelah menambal sepatu seseorang. Dengan sejumlah uang tersebut, Muwaffaq berniat untuk pergi haji. Dengan uang yang didapatnya tersebut, ia merasa mampu berangkat ke Tanah Suci. Dia pun meminta persetujuan istrinya yang sedang hamil.

Sebelum suaminya pergi, istri Muwaffaq mencium bau masakan dari rumah sebelah. Karena sedang hamil, dia pun meminta suaminya menanyakan masakan itu kepada tetangganya.  Muwaffaq pergi ke rumah tetangganya, dengan maksud meminta sedikit makanan itu.

Saat meminta masakan itu, Muwaffaq ternyata tak diberikan masakan itu sedikit pun. Meski Muwaffaq sudah berdalih bahwa istrinya sedang hamil. Dengan lembut, tetangganya kemudian beralasan. “Aku sebenarnya tak mau membuka rahasiaku ini, sebenarnya rumah ini dihuni olehku dan anak-anak yatim yang telah tiga hari tak makan, karena memang kami tak punya apa pun untuk dimakan,” ujar dia.

“Kemudian, aku keluar rumah untuk mencari apa pun yang bisa kami makan, hingga tiba-tiba saat berada di jalanan, aku menemukan bangkai kuda. Bangkai itulah yang aku potong kemudian aku bawa pulang dan kumasak hingga aromanya sampai tercium oleh istrimu,” ujar tetangganya.

Sang tetangga menambahkan, ”Maafkan aku, bagi kami masakan bangkai kuda ini halal karena memang tidak ada pilihan lain, tapi bagimu masakan ini haram untuk kau makan,” katanya menjelaskan. Muwaffaq lantas membatalkan niatnya untuk pergi haji. Dia pun mengalihkan dana 300 dirham tersebut untuk membantu tetangganya agar dapat makan dengan layak.

 

IHRAM

Selfie di Depan Ka’bah: Semoga tak Menjelma Stupid Man, Smart Phone!

Lengan Abdul Rahman telulur ke depan. Setela itu telepon genggamnya disapunya. Posisi badannya kemudian diluruskan dengan pemandngan suasana Masjidil Haramam Makkah. Setelah itu dipencet tombol kamera telepon genggamnya. Jepret. Maka sebuah gambar foto dirinya dengan latar belakang Ka’bah bisa diunggahnya.

Rahman girang bukan kepalang. Dia bayangkan Nabil anaknya yang baru berisuai 18 tahun dan berada ribuan kilometer jauhnya dan berada di benya lain. Ia yakin anaknya akan senang melihat foto yang akan dikirimkan melalui applikasi di telepon selularnya itu. Tak hanya foto Rahman juga mengirimkan tayangan video tentan kegiatan dirinya dirinya ketika di tanah suci.

“Suatu hari saya berharap bisa melakukan ziarah,” katanya di layar telepon seluluarnya. Ayahnya tersenyum lebar, anaknya pun tersenyum lebar juga.

Abdul Rahman adalah satu dari lebih dari 1,7 juta peziarah asing yang bepergian ke Makkah untuk berhaji pada tahun 2017. Bagi dia, dan  umat beriman lainnya haji adalah perjalanan spiritual yang sangat dalam, yang selama berabad-abad oleh setiap Muslim yang ‘mampu’ telah diminta untuk melakukan setidaknya sekali seumur hidup.

Nah, di era smartphone, media sosial dan live video streaming sekarang ini, pengalaman spiritual ini bisa dibagikan secara real time.

“Saya menunjukkan kepadanya hidup,  betapa bahagianya kita, betapa beruntungnya kita,” kata Abdul Rahman seraya memamerkan imo, aplikasi yang dia gunakan untuk melakukan video call.

Tak hanya Rahan, dii seantero kota Makkah, para peziarah yang datang dari seluruh dunia dapat melihat suasana kota suci ini dengan melalui telepon selular yang ada lengan mereka yang diperpanjang dengan tongkat selfie. Mereka memamerkan lingkungan baru mereka kepada teman dan keluarga yang berada di rumah.

Agen perjalanan yang bertugas mengatur perjalanan ke haji sekarang pun memberi fasilitasnya. Mereka menawarkan paket internet yang melalui mobile internet sehingga mereka dapat menghindari biaya roaming.

Di sebuah pusat perbelanjaan tempat rombongan pejiarah haji membeli suvenir, tampak satu peziarah sedang memindai gambar di teleponnya.

Dia berhenti di selfie dan ragu-ragu – apa efeknya untuk memilih, hitam-putih atau retro? Dia meletakkannya saat panggilan untuk mendengarkan suara dan para peziarah menggelar karpet mereka di antara eskalator dan butik untuk berdoa.

Kemudian, di lantai atas pusat perbelanjaan, Mohammed Ismaelzad, seorang peziarah berusia 26 tahun dari Mali, melihat dari atas gambar di teleponnya, memutuskan mana yang akan diposkan di akun Instagram atau Facebook-nya.

Dia memiliki foto-foto Masjidil Haram dan Ka’bah, Dia memiliki video Tawaf, saat peziarah mengelilingi Ka’bah tujuh kali berlawanan arah jarum jam, dan dia lebih banyak mempunyai berbagai foto ketika jamaah haji tengah shalat secara massal.

“Melali foto ini mereka tidak hanya akan memberikan kenangan akan perjalanannya, namun memberi kesempatan kepada orang lain untuk melihatnya,’’ kata Ismaelzad.

“Banyak sekai teman saya di negara saya, tidak bisa datang ke sini. Jadi mereka bisa melihat situasi kita dis ini melalui kiriman gambarnya,” kata Ismaelzad yang mengenakan  syal keffiyeh hitam-putih dengan meilitkan di lehernya.

“Mereka hanya melihat di TV, tapi dengan foto saya mereka akan melihat sudut lain, seperti dari sudut saya saat saya melakukan sholat,” ujarnya lagi.

Saat malam tiba, para peziarah berkumpul di pelataran terbuka Masjidil Haram untuk berbaur, seperti dua orang sepupu Mohammed dan Abdelaziz Zahran, berusia 19 dan 20 tahun. Dan tentu saja momen itu juga digunakan oleh dua anak muda ini untuk melakukan selfie.

“Anda bisa melihat segala macam kebangsaan, Anda bergaul dengan orang lain, terkadang kami mencoba untuk berbicara dengan mereka. Dan tentu saja kami melakukan selfie,” kata Abdelaziz.

Bagi jamaah yang berkesempatan menunaikan ibadah haji dan umrah adalah kesempatan yang patut disyukuri dengan penuh sukacita. Tentu saja, akan lebih penuh arti bila ibadah ini mampui menuai kesempurnaan dan ampunan, yakni menjadi haji yang mabrur.

Dan seiring dengan perkembangan teknologi, setiap orang atau jamaah saat pergi berhaji pasti sudah menyediakan berbagai peralatan untuk mengabadikan perjalanan sucinya itu. Kecanggihan teknologi telepon seluler adalah alat utama untuk merekam berbagai aktivitas jamaah, baik dalam bentuk foto maupun rekaman video.

Ibaratnya, hanya dengan mengeklik telepon seluler semua aktivitas ketika di Tanah Suci bisa langsung terlihat dan dapat segera diunggah ke media sosial yang saat ini tengah menjadi tren masyarakat Indonesia.

“Tapi ingat, hati-hati bila berfoto ria dan melakukan selfie (swafoto) ketika mengenakan pakaian ihram,’’ begitu nasihat seorang petugas pembimbing jamaah haji pada sebuah travel yang ada di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.

Nasihat agar berhati-hati ketika melakukan selfie saat mengenakan umrah memang terasa mengejutkan. Sebab, pada waktu kepergian umrah sebelumnya nasihat ini belum ada.

“Apa jadinya ketika tengah mengenakan ihram Anda berfoto selfi dan tanpa sadar anda memperlihatkan aurat yang seharusnya tak boleh terbuka. Celakanya, foto Anda mengenakan ihram itu sudah keburu diunggah ke media massa sehingga seluruh dunia bisa melihatnya. Nah, berapa besar nilai dham bila dibandingkan masa lalu, di mana aurat Anda saat itu hanya dilihat oleh beberapa orang saja?’’ ujarnya.

Kejidan ini patut diperhatikan karena kini memang banyak jamaah haji masa kini yang terkena sindrom “baper selfie” (ke mana-mana bawaan perasaannya ingin berfoto dan ber-selfie ria).

Melihat gairah selfie yang begitu hebat ini, apalagi  kinipun  sudah muncul larangan dari pemerintah Arab Saudii agar jamaahh tidak berselfie ria dia Masjidil Haram, mudah-mudahan selfie menjadi bisa teratur dan menggangu ibadah jamaah.

Dan harapannya pula selfie tidak menjelma menjadi menjadi perlaku yang tak beradab sehingga membenarkan apa yang menjadi tagline tayangan di chanel TV kabel History: Stupid man, smart phone (orang bebal untuk ponsel yang pintar)!

 

IHRAM

Catatan Pergi Haji dari Bosnia

Tahun 2017, tercatat 1.411 peziarah haji asal Bosnia pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka telah berangkat sekitar tanggal 29 Agustus dan 31 Agustus, dan kembali pada periode 17 September sampai 19 September.

Memang, sama halnya dengan umat Islam di seluruh dunia, termasuk yang berasal dari Bosnia Herzegovina, mengunjungi Ka’bah untuk berhaji setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka yang mampu. Namun, situasi keuangan yang sulit merupakan kendala bagi banyak dari mereka tak menghalangi niat mereka. Biaya haji tahun 2017 mencapai 7.490 BAM ( Mark Bosnia-Herzegovina). Sebagian orang mengatakan harganya cukup mahal, namun pihak Departemen Haji dan Umroh dalam Riyasat Komunitas Islam di Bosnia menjelaskan bahwa harga haji sebenarnya tidak tinggi. Hal ini mengingat dana sebesar itu untuk mempunyai semua kebutuhan perjalanan selama berhaji.

“Harga haji terbentuk berdasarkan layanan yang ditawarkan kepada warga Muslim. Harga ini termasuk transportasi dari markas mufti ke Sarajevo, pajak bandara, transportasi udara, akomodasi selama tinggal berada di Makkah dan Madinah. Ini juga mencakup transportasi di Arab Saudi, biaya kunjungan ke berbagai tempat untuk berziarah, biaya pengadaan koper, rompi, jilbab, biaya dam untuk hewan kurban, dan serta menyediakan pakaian yang sesuai. Jadi itu adalah harga yang realistis, mengingat layanan yang kami tawarkansesuai dengan kualitas transportasi dan akomodasi dan, tentu saja, biaya makanan disertakan juga, “kata Nezim Halilović, Kepala Departemen Haji dan Umrah dalam Riyasat Komunitas Islam di Bosnia Herzegovina.

Edhem Effendi Čamdžić, mantan Mufti Banja Luka, yang mengaku sudah empat kali pergi ke haji. Kepergian pertamanya dia lakukan pada tahun 1980. Dia pun mengatakan bahwa sesampai di tanah suci perasaannya memang tak bisa dilukiskan.

“Kita tahu bahwa tidak semua orang bisa pergi berhaji. Inilah yang membuat orang tidak boleh mengatakan bahwa pergi haji mahal. Saya pergi ke sana empat kali dan saya akan pergi 40 kali lagi. Dahulu kala, orang-orang dari wilayah Bosnia ini pergi ke haji dengan kuda, pertama ke Dubrovnik, kemudian dengan perahu ke Mesir, di sepanjang Alexandria ke Terusan Suez, dan kemudian ke Jeddah. Ada sekitar 70 kilometer dari Jeddah ke Makkah. Sekarang semuanya berbeda,” kata Čamdžić.

Čamdžić mengatakan jumlah seluruh jamaah haji di Makkah pada tahun 1980 mencapai hampir satu juta orang.”Meski prang sebanyak itu, tapi tidak ada yang mengganggu siapa pun. Itu adalah kenangan tak terlupakan. Ketika saya melihat Ka’bah untuk pertama kalinya pada tahun 1980, saya sangat gembira. Aku juga seperti merasa pingsan di Masjid Nabawi. Bayangkan, saya ini seseorang yang datang dari sebuah negara kecil, berhasil mendekati Nabi. Maka saya hanya bisa menangis saat membicarakan hal itu, “kata Čamdžić.

 

IHRAM

Pergi Haji ke Makah: Kembalinya Rasa Hormat Muslim Rusia

Dagestan secara historis dan tradisional merupakan wilayah Rusia terkemuka, di mana sebagian besar Muslim Rusia berhaji. Sejak adopsi kewarganegaraan Rusia, pada akhir abad ke 18 sampai awal abad ke 19, sekitar 50 sampai 80% calon jamaah haji Rusia selalu berasal dari Dagestanis.

Pemerintah daerah, komunitas Muslim, atau khatib agama Islam di daerah-daerah terpencil di Rusia menjelaskan syariat dan peraturan negara, jadwal perjalanan, ritual haji, seperti yang telah dilakukan di Dagestan.

Bagaimana Semua Dimulai

Mengutip Menteri Kebijakan Nasional, Agama dan Hubungan Eksternal Republik Dagestan, Bekmurza Bekmurzaev, seperti dilansir dari Islamic.ru semuanya dimulai pada periode sebelum Revolusi 1917 (Sejarah Haji di Rusia dari Abad 18 sampai Abad 21).

Kemudian ditahun-tahun setelah revolusi, tepatnya saat perestroika (restrukturisasi ekonomi Soviet )dari tahun 1985 sampai 1992, dan setelah jatuhnya Uni Soviet merupakan tahap utama dan pengalaman Rusia dalam mengatur haji dalam sejarah kontemporer. Pada akhir abad 18 dan 19 awal, ketika jumlah warga Muslim di kekaisaran tumbuh hingga 16 sampai 20 juta orang.

Pada masa itu menurut berbagai perkiraan orang bahwa ibadah haji ke Mekkah diasumsikan semakin penting. Naturalisasi orang-orang Kaukasus tradisional  bersama-sama dengan Khan Bukhara dan Khiva yang bergantung pada Rusia secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan dan pengaruh Rusia terhadap politik dunia.

Rusia menyatakan dirinya kepada dunia bukan hanya karena kekuatan Ortodoks , tapi juga komunitas orang yang mempraktikkan cara hidup dan budaya  Muslim. Ini mengasumsikan tanggung jawab historis untuk mempertahankan keadaan domestik dan internasional dalam pengembangan identitas sosial, budaya, etnis dan agama mereka.

Selama abad ke-19 dan pada awal abad ke-20, Rusia mengembangkan konsepnya sendiri. Strategi pengelolaan empiris batas nasional, taktik pengorganisasian integrasi masyarakat dan organisasi keagamaan menjadi  urusan negara. Pembentukan melalui tipe baru hubungan agama dan masyarakat yang memperhitungkan keistimewaan agama dan nasional.

Strategi dan taktik Rusia terbilang unik. Berbeda secara mendasar dari standar penjatahan dan asimilasi kekerasan di Eropa. Karena itu, masih ada periode eskalasi ketegangan, gerakan kampanye militer dan hukuman saat hubungan ini berkembang.

Analisis yang tidak memihak mengenai peristiwa dan bukti sejarah menunjukkan bahwa Rusia mengintensifkan pengaruh militer, politik dan diplomatiknya dalam berurusan dengan Eropa. Selain itu terus melakukan penetrasi ke negara-negara Timur Tengah, mendorong usaha di Asia Tenggara. Namun faktanya Eropa selalu mengganggu dan menerima hukuman.

Alhasil adanya konflik bersenjata Rusia yang berkepanjangan di Balkan, Kaukasus, dan di perbatasan China dan Jepang.
Namun, bukan perang dan konflik yang mendefinisikan kebijakan domestik dan luar negeri utama Rusia dengan dunia Muslim. Sebagai gantinya, hal itu selalu menjadi perhatian keamanan orang-orang dan agama-agama besar Rusia.

Meneruskan semangat toleransi agama Bizantium, dan kepercayaan akan koeksistensi damai bangsa-bangsa Ortodoks, Muslim dengan tradisi nasional mereka di dalam kesatuan dan tanah air yang tak terpisahkan.

Itulah kebijakan orang-orang yang menginginkan rasa aman di Rusia. Seperti masa Byzantium, di mana setiap orang: Yahudi, Kristen, dan Muslim, akan hidup dan bekerja dengan damai, sebagai persaudaraan negara diciptakan oleh Sang Pencipta.

Berkaitan dengan hal tersebut Eropa merasa terancam maka upaya mereka membagi-bagi kita atas nama etnis dan agama. Ingat tragedi  berabad-abad di Rusia dimana kolektor dan penggabungan tanah masyarakat yang selalu ditentang Eropa. Hingga memunculkan gagasan tentang ancaman Muslim terhadap dunia dan ketidakcocokan agama-agama lain dengan Islam.

Dalam keadaan sulit ini, Rusia mencari dan menemukan cara dan pengelolaan di perbatasan nasional yang jauh dari Amerika Serikat dan Tanah Air yang tak terpisahkan. Cukup menyita perhatian kekaisaran untuk memenuhi kebutuhan nasional, budaya terlebih agama Muslim dalam pengelolaan urusan di wilayah mereka tinggal.

Sebab, masalah agama cukup rapuh dan rentan  maka administrasi wilayah kekaisaran terus memperkuat kerja sama dengan para pemimpin agama dan komunitas Muslim yang terkenal. Yang sangat penting melekat pada organisasi haji, depolitisasi asingnya (berjuang melawan campur tangan Persia dan Kekaisaran Ottoman dalam penyelenggaraan ibadah haji dari Rusia).

‌Misalnya, pada pergantian abad ke 18-19, utusan agama dan politik dari Iran dan Turki bertindak di bawah naungan Inggris, Prancis, dan Porte (Turki) mendesak Dagestan untuk mengeluarkan bantuan dan perlindungan yang besar-besaran. Pada saat yang sama, utusan tersebut menuduh Rusia melanggar hak-hak agama, ketidakmampuan untuk mengatur populasi subjek Muslim mereka dan menekan keinginan mereka untuk memisahkan diri dari Rusia.

Perhatian khusus harus dilakukan agar pekerjaan ini dilakukan sepanjang dua arah utama. Di satu sisi, ini dilakukan untuk memastikan isolasi internasional Rusia setelah kekalahannya dari Napoleon, yang mengejutkan Eropa, dan keberhasilan perpanjangan pengaruh Rusia serta penguatan otoritasnya di Timur.

Di sisi lain, Eropa menjalankan sebuah kebijakan aktif untuk merongrong pendirian internasional Khilafah Turki dalam pemerintahannya di wilayah tradisional Muslim di Timur, Eropa, Asia Tengah, Transcaucasia dan Kaukasus Utara.

Hal ini mengingat keadaan internasional yang rumit sejak abad ke-19 dan awal abad ke-20, agen militer dan politik Rusia di wilayah-wilayah Muslim di kekaisaran dan di kedutaan di Konstantinopel (Istanbul), di konsulat di Baghdad, Mashhad, Jeddah, memantau situasi tersebut. Di Rusia, daerah muslim yg banyak melalukan haji merupakan daerah yang paling rentan untuk kesatuan, integritas dan keamanan Kekaisaran Rusia.

Dilaporkan bahwa ada jaringan luas orang-orang yang berwenang  di kekaisaran yang berada di luar kendali pemerintah daerah dan negara. Muncul praktik “pemerasan” para calon jamaah haji yang tentunya membawa keuntungan bagi mereka. Sehingga banyak calon jamaah haji Rusia menggunakan paspor Turki, Persia, Bokharan, bahkan Cina untuk meninggalkan kekaisaran.

Kemudian pada akhir abad ke-19 sebagian besar juga disebabkan oleh rintangan birokrasi  untuk mendapatkan paspor asing di Rusia. Agen-agen Rusia di luar negeri melapor kepada pihak berwenang kekaisaran bahwa kekurangan paspor Rusia tidak hanya mengurangi jumlah calon jamaah haji, tapi juga membuat mereka bergantung para calo yang menagih  harga tinggi.

Pengiriman dari luar negeri terutama Jeddah melaporkan bahwa sama sekali tidak mungkin untuk menentukan jumlah jamaah Rusia dengan tepat. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka tiba tanpa paspor sama sekali. Klaim  kekaisaran tentang keikutsertaan haji dengan 8-10 orang ribu peziarah setiap tahunnya tidak memadai.

Namun  sebenarnya jamaah yang tiba di Mekah diperkirakan berjumlah 18-25 ribu per tahun. Proposal diajukan ke otoritas kekaisaran untuk mempertimbangkan masalah perampingan ziarah Muslim Rusia. Perhatian diberikan pada kematian dua pertiga jemaah haji dalam perjalanan dan setibanya di kota suci karena wabah penyakit seperti kolera, tifus, cacar.

Pada tahun 1896-1897 setelah kembalinya beberapa peziarah dari haji, sebuah wabah meletus di provinsi Astrakhan. Pada periode yang sama, Kaukasus dilanda kolera. Pada bulan Januari 1897, sebuah Komisi Khusus untuk memerangi wabah di bawah Kementerian Dalam Negeri Kekaisaran Rusia dibentuk oleh Pangeran AP Oldenburg. Isu perampingan jamaah Rusia dipindahkan ke tanggung jawab Komisi ini. Komisi melakukan sebuah pekerjaan besar. Dokter Sokolov, Dalgat, Takaev, Tulanov dikirim ke Jeddah.

Pertama kalinya dalam sejarah jamaah Rusia, seorang perwira Angkatan Darat Rusia, Abdul Aziz Davletshin, dikirim ke Mekkah untuk mendapatkan penilaian komprehensif mengenai aspek keagamaan dan politik, medis dan epidemiologi haji. Laporannya yang diklasifikasikan, diterbitkan pada tahun 1899, memainkan peran penting dalam penilaian yang tidak memihak tentang peran dan pentingnya haji bagi orang-orang Muslim yang berangkat dari Rusia, untuk kekaisaran itu sendiri dan prestise internasionalnya. Laporan Davletshin, yang berjudul di luar negeri sebagai “Misi Rahasia seorang perwira Rusia”, membuka sebuah babak baru dalam penyelenggaraan haji dari Rusia.

Banyak ketentuannya masih relevan sampai sekarang.Gagasan dan pemikiran asli untuk memerangi penetrasi dan difusi di wilayah kekaisaran kepercayaan akan separatis yang memusuhi Islam tradisional, dijalankan melalui keseluruhan laporan tersebut. Penelitian, bahan asing dan nasional yang ekstensif disiapkan untuk mengadopsi “Peraturan Sementara tentang jamaah haji pada tahun 1902.

Peraturan tersebut diungkapkan dengan formula alami untuk umat Islam: haji adalah pilar Islam, satu manifestasi utama milik seseorang terhadap Umma, dan salah satu unsur paling penting dari hubungan antara negara Rusia dengan komunitas Muslim dan Timur Muslimnya. Rusia mengakui dan menghormati tradisi umat Islam. Ini menilai secara tidak memihak situasi internasional dan epidemiologi di Timur. Ini bertindak di tempat kebutuhan untuk memperkuat ukuran kepercayaan antara pemerintah dan kaum Muslimin.

Pada saat yang sama, ini dipandu oleh tuntutan keamanan publik dan keamanan nasional kekaisaran dan keamanan subyek Muslimnya yang melakukan ziarah di luar Rusia. Penting diingat bahwa pada awal abad ke-20, haji sebenarnya menjadi faktor kepercayaan antara pemerintah dan komunitas Muslim, dan hal itu diakui sebagai pilar integral Islam dan sebagai elemen penting dari hubungan religius internasional. Haji diberi status yang sama dengan ziarah orang Kristen Ortodoks dan Yahudi ke Yerusalem. Ini menilai secara tidak memihak situasi internasional dan epidemiologi di Timur. Upaya untuk memperkuat tingkat kepercayaan antara pemerintah dan kaum Muslimin.

Peraturan tersebut mengakhiri spekulasi politik provokatif anti-Rusia dan internasional mengenai pelanggaran hak-hak Muslim di Rusia. Menurut data resmi, pada tahun 1901 menyatakan sekitar 6000 jamaahbdari Rusia melakukan haji. Sedangkan setelah mengadopsi Peraturan Sementara yang baru pada tahun 1902 jumlahnya mencapai lebih dari 16000 orang. Pada saat yang sama, sumber-sumber asing melaporkan bahwa jumlah jamaah sebenarnya  yang telah tiba dari wilayah kekaisaran Rusia berjumlah sekitar 25 ribu. Setelah bertahun-tahun keterasingan dan saling tidak percaya, sebuah pengalaman unik tentang koeksistensi damai terhadap agama dan peradaban dunia  mulai bangkit dan berkembang di kekaisaran.

Pada tahun 1903 Rusia mengirim 5000 jamaah, pada tahun 1904  sekitar 7000 jamaah, dan pada tahun 1905 sebanyak 10000 jamaah. Pada tahun 1905, Rusia memasuki perang bersama Jepang dan mengambil langkah besar menuju revolusi  pertama. Jepang menyumbang 10 juta dolar AS untuk kebutuhan Revolusi Rusia pertama pada tahun 1905 – 1907.

Fenomena historis yang unik pada abad ke-20 , yakni adanya revolusi dan perang terbukti. 1) bisnis yang menguntungkan, 2) alat kebijakan domestik dan luar negeri yang hebat, 3) bentuk penggelapan dana publik yang disamarkan, 4) faktor yang membenarkan korupsi dan kegiatan kelompok kriminal terorganisir, 5) pembenaran ideologis tindakan ilegal pihak berwenang terhadap warganya sendiri dalam keadaan darurat, 6) skema bayangan arus keluar massal bahan baku, mineral, teknologi, modal, sumber daya intelektual dan staf yang menjanjikan, dll. .

Pada awal abad 20, gagasan dari gagasan luar negeri tentang “kedaulatan rakyat, reformasi revolusioner dan demokrasi” yang diberlakukan di Rusia berdasarkan model pengembangan sosial Euro-Atlantik. Dimana melemparkan kembali kekuatan dahsyat ke jurang maut perang sipil yang menghancurkan dunia dan reformasi revolusioner, represi, pencairan, stagnasi, perestroikas tanpa henti.
 
Masalah haji dikesampingkan. Ibadah dan agama, pada umumnya dianggap pemikiran lama.

Setelah represi pada akhir tahun 1930an, hubungan dengan Kerajaan Arab Saudi “dikurangi” dengan ditutupnya kedutaan. Selama Perang Dunia II tahun 1941-1945, dalam mengorganisir jamaah haji agak berubah. Dari tahun 1945 sampai 1990, Uni Soviet dapat menerima dan menggunakan kuota tersebut hingga 25 orang per tahun untuk populasi 250 juta orang, di mana umat Islam terdiri dari 40 sampai 60 juta, menurut berbagai perkiraan.

Dalam keadaan seperti ini, Federasi Rusia (sebagai subjek Uni Soviet) tidak memiliki kuota sendiri dan kadang-kadang harus bertanya dari Dewan Agama Muslim di republik-republik Asia Tengah untuk 4-5 tempat agar diberikan kepada umat Islam Rusia.

Tak perlu dikatakan lagi, umat Muslim menarik perhatian pihak berwenang Rusia atas ketidakadilan yang jelas dalam menangani masalah hak dan kebebasan beragama yang dijamin oleh Konstitusi Uni Soviet. Sampai tahun 1985, menerima 3-5 tempat untuk Muslim Dagestani dengan banyak sekali skandal. Sejujurnya, ini adalah periode yang sulit bagi pemerintah dan organisasi keagamaan.

Tahun 1985 perestroika meledak di tempat kejadian dan membuka warganya untuk keluar dan masuk ke Rusia. Sebagai hasil dari demokratisasi publik, pengakuan konstitusional, konsolidasi legislatif hak dan kebebasan beragama, umat Islam sekarang memiliki hak untuk melakukan haji tahunan.

Rasa hormat telah kembali secara bertahap untuk tradisi Muslim Rusia, adanya pengalaman historis interaksi dan kerjasama otoritas di semua tingkat dengan organisasi keagamaan. Keadaan domestik dan luar negeri yang kondusif kini diberikan setiap tahun di Rusia untuk mengorganisir jamaah.

Untuk tujuan ini, potensi sumber daya negara, administrasi, persediaan, keuangan, internasional, manusia, organisasi nonpemerintah, publik dan keagamaan dimobilisasi.

 

IHRAM