Di penghujung akhir tahun 2020 Arab Saudi kembali menutup penerbangan internasional dari dan ke Arab Saudi setelah munculnya temuan mutasi virus Covid-19 di wilayah Eropa. Kebijakan ini dalam rangka melindungi kesehatan warga Saudi dan jamaah umroh pada umumnya.
Hal ini otomatis menjadikan akses jamaah umroh dari luar Arab Saudi kembali tertutup. Lalu, bagaimana proyeksi pemberangkatan umroh dan haji tahun 2021?
Kesuksesan penyelenggaran haji dan umroh Arab Saudi pada 2020 cukup membuat optimistis umroh bakal tetap berjalan 2021 dengan sejumlah skenario. Awal tahun 2021, jika mengikuti skenario tahapan pembukaan umroh dari Arab Saudi maka Masjidil Haram diharapkan dapat menampung 100 persen sesuai hitungan protokol tindakan pencegahan, yaitu 20 ribu jamaah umroh per hari dan 60 ribu jamaah sholat per hari.
Pada skenario tahap ketiga, Arab Saudi mengizinkan ibadah umroh dan sholat bagi warga Saudi, mukimin, dan warga dari luar kerajaan sejak 1 November 2020. Penerapan aturan bagi calon jamaah umroh dari luar Kerajaan Arab Saudi sesuai dengan skenario tahapan pembukaan umroh yang telah disusun jauh-jauh hari.
Ada tiga tahap yang direncanakan. Pertama, mengizinkan warga negara Saudi dan ekspatriat yang tinggal di sana (mukimin) untuk menunaikan ibadah umroh mulai 4 Oktober 2020 M. Kedua, mengizinkan ibadah umroh dan sholat di Masjidil Haram bagi warga negara Saudi dan mukimin mulai 18 Oktober 2020 M.
Skenario ini sebenarnya sudah berjalan mulus, namun Arab Saudi perlu sejenak membaca kembali situasi setelah munculnya temuan mutasi virus Covid-19 di wilayah Eropa. Baru kemudian membuka kembali akses umroh bagi jamaah asing, termasuk jamaah umroh dari Tanah Air.
Di sisi lain, Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR telah memetakan mitigasi penyelenggaraan haji Tahun 2021 seiring masih berlangsungnya pandemi Covid-19. Waktu terus berjalan sehingga berbagai potensi masalah dipetakan dan disiapkan skema mitigasinya.
Kemenag-DPR memetakan, masalah penyelenggaraan haji, antara lain, terkait tiga skema penyelenggaraan ibadah haji, kuota normal, pembatasan kuota, dan pembatalan keberangkatan dan dampak yang ditimbulkannya. Dampak tersebut, terutama terkait layanan akomodasi, transportasi, konsumsi dan juga kesehatan, termasuk juga kemungkinan dampak pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).
Berdasarkan sejumlah catatan pengiriman jamaah umroh ke Tanah Suci, Kemenag juga melakukan sejumlah evaluasi atas penyelenggaraan ibadah umroh pada masa pandemi. Pertama, Kemenag menilai, perlu dilakukan karantina jamaah sebelum saat keberangkatan, minimal tiga hari.
Karantina ini dilakukan guna memastikan proses tes PCR/SWAB dilakukan dengan benar dan tidak mepet waktu keberangkatan. Karantina juga dinilai dapat menghindari risiko adanya pemalsuan data status Jamaah. Kedua, Kemenag menyebut penting melakukan verifikasi dan validasi dokumen hasil SWAB/PCR.
Proses ini bisa dilakukan oleh petugas Kementerian Kesehatan RI, sesuai protokol kesehatan untuk pelaku perjalanan dari luar negeri. Evaluasi ketiga, jamaah harus melaksanakan disiplin ketat terkait penerapan protokol kesehatan selama masa karantina. Penerapan protokol dilakukan baik di Tanah Air maupun di hotel tempat jamaah menginap di Saudi.
Skenario perjalanan umroh tahun 2021 juga akan ditunjang dengan hadirnya vaksin Covid-19. Sehingga dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan ditunjang oleh vaksin Covid-19 diharapkan penyelenggaran ibadah umroh 2021 berjalan lancar.
Kesuksesan penyelenggaran umroh menjadi kunci dibukanya penyelenggaraan ibadah haji 2021 bagi jamaah asing. Selama proses menuju ke sana, Arab Saudi yang sudah pengalaman dengan penyelenggaraan umroh dan haji tahun 2020 pada masa pandemi, kemungkinan bakal lebih fleksibel menerapkan buka tutup penerbangan internasional atau mengaturan pembagian visa jamaah umroh, sesuai dengan ambang batas ancaman penularan Covid-19 yang masih menghantui.
Oleh: Muhammad Fakhruddin, Jurnalis Republik
KHAZANAH REPUBLIKA