Clarence Jack Ellis: Iman yang Saya Yakini Sekarang adalah Islam

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, ”Tidak ada agama tanpa akal.” Hadis ini secara tersirat menegaskan bahwa suatu agama, terlebih agama Islam, harus dipahami inti sari ajarannya dengan cara berpikir. Segala sesuatu yang ada di alam ini merupakan buah karya Allah SWT, sang pencipta alam semesta. Keberadaan alam ini pun adalah wujud dari keberadaan-Nya.

Tak salah bila kemudian banyak orang yang berusaha mempelajari agama dengan sungguh-sungguh karena mereka akan menemukan hakikat jati dirinya dan Tuhan sang Pencipta. Ini pulalah yang dialami dan dilakukan mantan wali kota Macon, sebuah negara bagian di Georgia, Amerika Serikat, Clarence Jack Ellis. Ia menemukan jati diri yang sesungguhnya setelah benar-benar mempelajari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

“Mengapa seseorang beragama Kristen? Itu karena Anda merasa melakukan sesuatu yang benar. Bagi saya, hal itu bukan persoalan besar. Namun, banyak orang yang ingin tahu apa yang Anda yakini. Bagi saya, Islam adalah agama yang cocok buat saya. Saya seperti kembali ke akar saya setelah bertahun-tahun melakukan perenungan,” kata Ellis kepada surat kabar Boston Herald saat ditanya mengapa ia memilih pindah ke agama Islam, sebagaimana dikutip Islamonline.

Ellis mengatakan, ia mempelajari Alquran selama bertahun-tahun. Dan, ia menemukan tujuan hidupnya dalam Islam. Terlebih lagi setelah ia berkunjung ke Senegal. Menurut Ellis, nenek-nenek moyangnya sudah memeluk agama Islam sebelum mereka dibawa ke Amerika Utara sebagai budak. Ellis mengaku jiwanya terasa tenteram dan damai setelah masuk Islam. Ia juga merasa tidak perlu menyembunyikan keislamannya dari publik yang telah memilihnya sebagai wali kota Macon walaupun keputusan memeluk Islam adalah keputusan yang sangat pribadi sifatnya.

Pria kelahiran Macon, 6 Januari 1946, ini masuk Islam pada Desember 2007 lalu. Sebagai seorang pejabat negara, keislaman Ellis mengundang perha tian publik Amerika. Namun demikian, ia sudah bulat pada keputusannya.

”Ini adalah keputusan yang sangat personal, tapi saya juga memahami bahwa saya seorang publik figur. Sebagai wali kota, saya pikir masyarakat berhak tahu apa yang saya yakini sebagai orang yang beriman. Iman yang saya yakini sekarang adalah Islam,” kata Ellis.

Bersyahadat

Ellis yang semula menganut agama Kristen hijrah menjadi seorang Muslim menjelang akhir kepemim pinannya. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat dalam sebuah upacara kecil di Senegal, Afrika Barat. Setelah masuk Islam, Ellis mengurus status hukum perubahan namanya dari Clarence Jack Ellis menjadi Hakim Mansour Ellis. Ia tetap menggunakan nama keluarganya atas permintaan kedua putrinya. Keislaman Ellis menghiasi berbagai media massa di AS dan sejumlah media internasional.

Tak heran bila keputusannya itu menjadi buah bibir. Karena, sejak memutuskan masuk Islam, ia masih menjabat sebagai wali kota Macon. Setelah menjadi seorang Muslim, ayah dari lima anak itu mulai membiasakan diri untuk menunaikan shalat lima waktu dan secara rutin berkunjung ke Islamic Center di Bloomfield Road.

Ellis mengaku bangga dengan kebebasan beragama di AS. ”Kami meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, seperti kami meyakini Musa sebagai seorang nabi,” ujar Ellis.

Karier Peraih gelar sarjana muda di bidang sastra dari Saint Leo College di Florida, AS, ini menjabat sebagai wali kota Macon selama dua periode, sejak 14 Desember 1999 hingga Desember 2003. Kemudian, ia terpilih kembali dan menjabat hingga Desember 2007. Ia tidak bisa menjabat lagi sebagai wali kota karena sudah terpilih sebanyak dua kali masa jabatan yang lamanya empat tahun.

Ellis adalah warga kulit hitam pertama yang terpi lih sebagai wali kota Macon sepanjang 176 tahun sejarah kota itu. Ia menjadi wali kota Macon ke-40 yang berhasil terpilih dua kali berturut-turut. Selama menjabat sebagai wali kota Macon, Ellis dikenal sebagai sosok yang memberikan kontribusi besar bagi kemajuan kota itu. Ia menggunakan bantuan dari negara bagian dan Federal untuk membantu latihan kerja bagi anak-anak muda, membuat program pengarahan, penyuluhan, program usai sekolah, dan program untuk mengurangi jumlah kriminalitas di kota itu.

Dengan dana bantuan tersebut, ia juga mencanangkan program perumahan rakyat. Pada saat ia memerintah, telah dibangun lebih dari 200 unit rumah baru dengan harga terjangkau dan lebih dari 100 rumah susun di pusat kota Macon. Pada masa pemerintahannya, Macon ditetapkan sebagai kota unggulan oleh Asosiasi Kotamadya Georgia serta dianuegrahi The City Livability Award oleh Konferensi Wali Kota se-AS. Bahkan, mantan ibu negara Laura Bush menunjuk Macon sebagai cagar komunitas Amerika.

”Saya tetap berbagi dengan keluarga besar saya, komunitas Macon yang mendukung saya ketika saya masih menjadi seorang Kristiani dan masih memercayai saya hingga kini. Saya masih orang yang sama meski saya mengganti nama saya,” kata Ellis.

Sepanjang kariernya, sebagai mana tercatat dalam situs pribadi nya, Macon tercatat pernah bertugas di dinas kemiliteran AS selama dua tahun dan ikut dikirim ke Perang Vietnam dalam Divisi ke-101 Angkatan Udara AS dengan pangkat sersan. Atas jasa-jasanya di kemiliteran, Ellis menda patkan sejumlah penghargaan, antara lain tiga penghargaan Bronze Star, medali Army Commendation for Valor and Heroism, serta penghargaan Purple Heart karena luka-luka yang dialaminya dalam perang Vietnam.

Duta Uganda

Kiprah Clarence Jack Ellis saat menjabat sebagai wali kota tidak hanya sebatas urusan yang terkait dengan kota yang dipimpinnya, tetapi juga sampai ke tataran internasional. Saat memerintah, Ellis membina hubungan dengan beberapa kota internasional di Rusia, Afrika, dan Korea. Hubungan yang dibina antara Macon dan kota-kota dunia tersebut mengarah kepada bentuk kerja sama sister city. Dengan mengatasnamakan Konferensi Wali Kota se-AS, Konferensi Nasional Wali Kota Kulit Hitam, dan Konferensi Wali Kota sedunia, Ellis memimpin beberapa delegasi ke sejumlah negara Afrika, termasuk Ethiopia, Afrika Selatan, Ghana, Senegal, Uganda, dan Kamerun.

Lawatan-lawatan yang kerap ia lakukan ke sejumlah ne ga ra Afrika ini ternyata menarik perhatian Pemerintah Ugan da. Karena itu, tak mengherankan jika ia kemudian diangkat menjadi duta kehormatan bagi Uganda pada April 2007 lalu. Posisi sebagai duta kehormatan ini akan dijalan kannya setelah masa jabatannya sebagai wali kota Macon berakhir. Ellis berharap bisa menggunakan posisi kehormatan itu untuk mempromosikan Uganda di wilayah tenggara Ame ri ka Serikat. Seorang duta kehormatan biasanya mengemban tugas untuk membantu warga negara dari negara yang mereka wakili dalam menyelesaikan semua bentuk persoal an yang dihadapi mereka di negara di mana mereka tinggal.

Dukung Hugo Chavez Pada saat menjabat, Ellis juga pernah mendapat sorotan tajam publik Amerika menyusul sikapnya yang dengan te rang-terangan mendukung pemerintahan Presiden Vene zuela Hugo Chavez. Atas sikapnya ini, Ellis tidak hanya didemo oleh warga kota Macon, tetapi juga mendapat kecaman dari para pemimpin lokal lainnya di Negeri Paman Sam. Mantan calon wali kota saat itu, David Corr, mengata kan, pernyataan wali kota merupakan sebuah bentuk kemarahan. ”Kita harus mengutuk Chavez sebagai musuh kebebasan.”

Sementara itu, seorang anggota senat Partai Republik dari wilayah pemilihan Macon, Allen Peake, menilai bahwa tindakan yang dilakukan Ellis sebagai tindakan yang mencemarkan nama kota Macon. ”Saya pikir, itu negatif bagi kami,” ujarnya kepada The Macon Telegraph. ”Kita perlu melakukan hal-hal yang bisa mengembalikan citra positif Macon,” tambahnya. Peristiwa tersebut terjadi pada pertengahan Agustus 2007 silam.

Sebagaimana pemberitaan yang dilansir situs foxnews, wali kota Jack Ellis telah mengirimkan surat dukungan yang disampaikan melalui kurir kepada Presiden Chavez. Dalam suratnya, Ellis menuliskan pesan bahwa para pemimpin lokal di AS dapat berdiri bersamasama pemimpin Venezuela meskipun perbedaan pendapat terjadi di tingkat pemerintah pusat. Ia tak peduli tudingan miring yang ditujukan padanya. Baginya, sebuah kebenaran harus ditegakkan, apa pun risikonya.

 

Pastor Ini Masuk Islam Setelah Bandingkan “Ya Ayyuhal Ladzina Amanu” vs “Wahai Anak Domba”

Sejak kecil ia sekolah di sekolah Katolik. Mulai TK Katolik Kristus Raja, SD Katolik Santo Yohanes Gabriel, SMP Katolik Santo Stanilslaus, SMA Katolik Santa Maria, Sekolah Pastor Tingkat Menengah Santo Vincentius a Paulo, Sekolah Tinggi Pastor Katolik Santo Giovanni, Magister Teologi Vatikan Roma.

Namun siapa sangka, setelah 35 tahun menempuh pendidikan Katolik dan menjadi seorang pastor, Allah justru memberikan hidayah kepadanya.

Ustadz Bangun Samudra, demikian nama muslim-nya sekarang. Ia masuk Islam setelah mempejari dan membandingkan antara Al Qur’an dan Alkitab. Antara Islam dan agamanya. Antara aqidah Islamiyah dengan dogma-dogma agama lamanya.

Salah satu yang menarik dan membuatnya berpikir mendalam adalah saat mempelajari Al Qur’an. Semula, ia mempelajari Al Qur’an untuk menentang dan menolaknya. Tapi ia justru terkesima saat mendapati di dalam Al Qur’an banyak panggilan mulia dari Allah untuk hambaNya.

Di surat An Nisa’ ayat 1 ada “yaa ayyuhan naas” (wahai manusia). Di surat Al Baqarah juga ada “yaa ayyuhan naas”

Yang lebih dalam lagi, dalam sekian banyak ayat Al Qur’an mendahului dengan panggilan “yaa ayyuhal ladziina aamanuu” (wahai orang-orang yang beriman).

“Panggilan-panggilan ini begitu memuliakan. Kita dipanggil sebagai manusia, bahkan kita dipanggil sebagai orang-orang beriman,” pikir Bangun Samudra.

Ia lantas membandingkan dengan kitabnya yang menyebut “wahai anak-anak domba.”

“Mengapa Tuhan kami memanggil kami sebagai anak domba yang dalam bahasa Jawa berarti wedhus? Benarkah ini panggilan dari Tuhan”

Panggilan dari kedua kitab itu adalah salah satu di antara sekian banyak hal yang menjadi dasar pemikiran mengapa ia akhirnya masuk Islam. Dengan kedalaman ilmu yang ia dapatkan sejak kecil hingga di Vatikan, Bangun Samudra akhirnya mengetahui bahwa Islam-lah yang benar. Al Qur’an-lah kitab suci yang benar-benar datang dari Tuhan tanpa diselewengkan atau dipalsukan manusia.

 

[Muchlisin BK/Bersamadakwah]

Innalillahi, Ustadzah Ita Meiga Fitri Meninggal Dunia Saat Akan Mengisi Pengajian

Innalillahi Wa Inna Ilahi Roojiun, Ustadzah Ita Meiga Fitri meninggal dunia.  Ustadzah Ita meninggal dalam kecelakaan di Tol Palikanci Cirebon, Jawa Barat, ahad (30/4/2017).
Selain Ustadzah Ita, dua orang lainnya yang meninggal adalah Anto (45), pengemudi yang juga suaminya dan Alfian Fatih Junianto (4) yang merupakan anak Ustadzah Ita.
Sementara tiga penumpang lainnya selamat, namun mengalami luka-luka. Ketiganya adalah Cinta (9), anak Ustadzah Ita, serta dua asistennya yang bernama Siti Mujiah (40) warga Kebumen dan Neti (29) Warga Sukoharjo, Purworejo.
Tujuan Ustadzah Ita bersama rombongan ke Cirebon adalah untuk mengisi pengajian. “Tujuannya (Ita Meiga Fitri) ke Cirebon berencana untuk mengisi pengajian,” ujar Sandi Setiawan, adik kandung Ustadzah Ita Meiga Fitri yang datang ke RSUD Gunung Jati, seperti dilansir jawapos, senin(1/5/2017).
Dalam perjalanan menuju Cirebon, mobil Innova yang ditumpangi Ustadzah Ita Meiga Fitri beserta rombongan menabrak belakang kendaraan bus Luragung Jaya nopol E 7519 YB. Sehingga menyebabkan Ustadzah Ita dan keluarganya tewas di lokasi kejadian.
Kecelakaan maut kembali terjadi di Tol Palikanci, terjadi di KM 190.500 A, tepatnya di Desa Danawinangun, Kecamatan Kelangenan, Kabupaten Cirebon. Kecelakaan tersebut terjadi sekitar pukul 10.15 WIB antara Toyota Innova nopol AA 9427 JL dengan Bus Luragung Jaya nopol E 7519 YB.

Ustadzah Ita berasal Desa Sinopo, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo. Ustadzah Ita merupakan mantan misionaris yang kemudian memeluk agama Islam. Aktifitasnya sebagai seorang Daiyah keliling ke seluruh penjuru Indonesia menyampaikan dakwah Islamiyahnya. Banyak non Muslim akhirnya memeluk Islam setelah mendengarkan dakwah Ustadz Ita.

Kristiane Backer Merasa Tenang Berkat Ayat Suci Alquran

Kristiane Backer adalah mantan presenter di MTV Eropa. Besar di Jerman, ia tumbuh di lingkungan keluarga Protestan. Kemudian pada 1989 Backer pindah ke London untuk mengikuti MTV Eropa.

Sebagai presenter terkenal di dunia hiburan, Backer memiliki banyak hal. Dari kecukupan materi, relasi, dan ketenaran. Ia pernah mewawancarai bintang-bintang terkenal, mulai dari Bob Geldof hingga David Bowie.

Meskipun memiliki segalanya, Backer masih merasa ada yang kurang di hidupnya. Ia merasa ada yang hilang. Backer mulai menyadari bahwa kekosongan yang ia rasakan tidak dapat terpenuhi  dengan ketenaran, uang, bahkan oleh seorang pasangan.

“Ini adalah dilema bagi saya saat itu. Saya berada di atas panggung dengan 70 ribu  orang bersorak dan seolah-olah saya berada di atas awan. Tapi, saya merasa kesepian,” ujarnya.

Saat itu, masih sulit bagi Backer mengakui bahwa yang ia butuhkan adalah dipertemukan dengan penciptanya. Menurut Backer, ia telah gagal mengenal dirinya sendiri walaupun telah banyak membaca buku.

Ia mengaku telah mampu melampaui puncak kariernya, tetapi ia gagal memasuki hatinya sendiri. Dimensi spiritual ini tidak pernah dikejar oleh Backer sampai krisis identitasnya memuncak dan menjadi sangat tak tertahankan.

Perkenalan Backer dengan Islam terjadi melalui bintang olahraga Imran Khan. Saat itu, Imran memainkan musik sufi dan menjelaskan bahwa lirik itu ditujukan untuk Allah.

Sejak saat itu, Backer mengetahui bahwa Allah SWT adalah bahasa Arab untuk Tuhan, pencipta alam semesta. Dan ia juga mulai mengetahui tentang iman dalam Islam. Ia memahami iman inilah yang membuat seorang Muslim menjalani kehidupan dengan tujuan yang jelas.

Untuk menjawab rasa penasaran Backer terhadap Islam, Imran Khan memberi Backer buku tentang Islam dan mengajak Backer bepergian bersamanya ke Pakistan. Backer mengakui, perjalanan menuju Pakistan membuka dimensi baru dalam hidupnya, yakni sebuah kesadaran akan spiritualitas.

Di Pakistan, Backer merasa tersentuh dengan kepribadian Muslim yang ia temui. Menurutnya, Muslim di sana sangat mudah membantu orang lain dan bersyukur walaupun kondisi mereka memprihatinkan.

Ia menemukan bahwa Tuhan memainkan peran penting dalam kehidupan setiap orang. “Tuhan di mana-mana, dalam arsitektur yang indah, dalam musik, dan di hati orang-orang,” katanya. Backer menyadari ada perbedaan mencolok antara dunianya dan budaya Pakistan.

Tepat setelah perjalanannya ke Pakistan, Backer menghadiri penghargaan musik MTV di Los Angeles. Ia merasa apa yang ia saksikan begitu palsu. Backer merindukan kehangatan orang-orang yang ia temui di Pakistan.

Pada tahun-tahun berikutnya, Backer terus bepergian bolak-balik ke Pakistan. Selain untuk misi kemanusiaan dan budaya, Backer juga terpikat secara intelektual. Imran memberikan buku-buku tentang Islam yang kemudian mereka bahas secara mendalam.

Doktrin Islam lebih masuk akal baginya. Orang-orang menyembah satu Tuhan, mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, bayi dilahirkan suci, dan kehidupan ini hanyalah jembatan menuju alam baka.

Ia mengaku merindukan semua stimulasi intelektual ini, ada banyak hal yang bisa ditemukan. Setelah bekerja di MTV, Backer merasa hanya bersenang-senang di tempat kerja.

Saat membaca buku-buku Islam, Backer merasa menemukan fakta-fakta mengejutkan tentang hakikat nabi. Ia baru mengetahui ada begitu banyak kesamaan antara ketiga agama, yaitu Yudaisme, Kristen, dan Islam. Ketiga agama tersebut berasal dari sumber yang sama.

Backer terus mengajukan pertanyaan tentang tujuan hidup dan pertanyaan besar yang ia ajukan hanya mampu dijawab dalam Islam. Ia bahkan mulai melihat industri hiburan dengan mata kritis. Khususnya terkait cara berpakaian para perempuan yang berada di industri tersebut.

Ia menyadari, Islam menghargai perempuan berdasarkan karakter dan perilaku mereka. Bukan hanya penampilan fisik semata. Untuk itu, sering kali ditemukan perbedaan antara perempuan Barat dan perempuan Muslim.

Baginya, pembahasan soal perempuan dalam Islam bukan berkaitan dengan uang, ketenaran, dan dunia mode, melainkan menjadikan Tuhan sebagai tujuan hidupnya.

Backer semakin banyak mengetahui tentang Islam. Ia percaya bahwa Islam telah mengubah hidupnya. Dan bahkan pada saat ia merasa ada banyak tekanan, Backer tetap merasa tenang berkat ayat suci Alquran.

Dalam Alquran dikatakan bahwa Tuhan tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya. Potongan ayat inilah yang menguatkannya. Backer semakin mencintai Islam. Baginya, Islam telah masuk ke dalam hatinya. Akhirnya, Backer memutuskan memeluk Islam pada 1995.

Setelah memeluk Islam, karier Backer segera berakhir. Kontraknya dihentikan karena media Jerman menyampaikan berita negatif tentang Islam. Namun, ia tidak memedulikannya. Ia menganggap hal tersebut sebagai ujian dari Allah. Ia sadar, ujian yang ia terima tidak sebanding dengan apa yang telah ia kerjakan pada masa lalu.

Sehingga Backer menganggap hal ini merupakan cara Tuhan menghapus dosa-dosanya. Ia mengaku menerima ujian yang diberikan dengan senang hati dan menyerahkannya kepada Allah.

Pada 2009 Kristiane Backer menerbitkan biografi resminya yang berjudul From MTV to Mecca di Jerman. Saat ini, buku tersebut telah diterjemahkan ke bahasa Belanda, Turki, Arab, dan Inggris.

Backer juga mulai aktif dalam kegiatan dialog antaragama dan antarbudaya serta menjadi duta untuk Yayasan Penjelajahan Islam. Ia merasa memiliki peran menjembatani komunitas Muslim dan masyarakat luas.

 

REPUBLIKA

Ceramah Zakir Naik Jadi Ajang Bersyahadat

Cendekiawan Muslim bertaraf Internasional Dr Zakir Naik memberikan ceramah di hadapan puluhan ribu jamaah yang hadir di Gymnasium UPI, Kota Bandung, Ahad (2/4), selama sekitar satu setengah jam. Selesai berceramah, Zakir Naik mempersilakan peserta yang hadir untuk bertanya. Namun, Ia memprioritaskan peserta non-Muslim untuk memberikan pertanyaan.

Beberapa orang yang beragama non-Muslim beragama Katolik, Kristen Protestan, ateis, dan Buddha melontarkan banyak pertanyaan tentang Nabi Isa, tentang Allah SWT, dan tentang Islam. Dari belasan orang yang bertanya, ada sekitar empat orang yang langsung bersyahadat menyatakan diri masuk Islam. Di antaranya adalah Danalia Permata Sari (26 tahun) beragama Buddha, Novita Luciana (25) beragama Katolik, Kevin beragama Katolik, dan Deni Saputra seorang ateis.

Saat mualaf tersebut membacakan syahadat, banyak peserta yang tak bisa menahan tangisnya. Begitu juga, para mualaf, mereka terbata-bata membacakan dua kalimat syahadat sambil menangis.

Salah satu mualaf yang terus menangis setelah membacakan syahadat adalah Novita Luciana (25). Menurut Novi, Ia tak bisa menahan rasa harunya karena akhirnya bisa memeluk Islam dan membaca syahadat.

Menurut Novi, dirinya mengenal Islam awalnya dari pacarnya yang Muslim. Namun, selama ini pacarnya tak pernah memaksa dirinya untuk masuk Islam. Rasa penasaran justru timbul dari dirinya sendiri. Ia pun, melihat  video Zakir Naik di Youtube yang membandingkan tentang Bibel dan Alquran.

“Saya semakin yakin untuk memeluk Islam, setelah melihat video Zakir Naik. Sudah dua tahun, saya nggak ke gereja,” katanya.

Novita mengatakan, sudah dua tahun ini mulai mempelajari Islam. Semakin dipelajari, ia merasa cocok karena agama Islam masuk akal dan mudah dipahami. Ia pun, mulai mengomunikasikan keinginan kuatnya untuk masuk Islam kepada orang tuanya.

“Alhamdulillah, saya bisa bertanya langsung ke Zakir Naik dan dibimbing bersyahadat langsung oleh beliau,” ujar Novi sambil terus menangis tak bisa menahan harunya.

Bagi Novi, adanya ceramah Zakir Naik di Youtube bisa memudahkan non-Muslim yang ingin mencari tahu tentang Islam. Karena kalau harus membaca buku biasanya Ia susah paham.

“Tadi saya pun dapat jawaban dari Zakir Naik, agar jangan khawatir kehilangan pekerjaan setelah masuk Islam karena Allah yang memberikan rezeki,” kata Novi seraya mengatakan bahwa ia sebernarnya sudah belajar shalat dan sudah hapal surah al-Ikhlas, an-Nas, dan al-Falaq.

Sementara menurut Deni Saputra, dia sebenarnya lahir dari orang tua beragama Islam. Namun, kedua orang tuanya bercerai. Jadi, dia pun mempelajari banyak paham. Yakni, dari mulai paham komunis, sosialis, Kristen, Buddha, dan agama yang lainnya.

Namun, sampai sekarang dia belum meyakini satu agama pun. “Saya ke sini untuk menguatkan keyakinan saya, agama apa yang harus saya pilih. Soalnya, saya sering lihat Zakir Naik di Youtube memang masuk akal,” katanya.

Deni mengatakan, ia sempat melontarkan beberapa pertanyaan kepada Zakir Naik, yang selama ini mengganjal pikirannya. Ternyata, Zakir Naik bisa menjawab semua pertanyaannya dan menjelaskannya. “Ya, saya mengikrarkan kembali untuk masuk Islam,” katanya.

 

sumber:republika Online

Dari Hindu Hingga Jadi Profesor Hadis Madinah Mualaf Hindu Buktikan Kebenaran Sabda Rasulullah

TIDAK ada yang menyangka, seorang anak laki-laki yang terlahir di sebuah keluarga Hindu di kemudian hari menjadi guru hadits di Universitas Islam Madinah dan pengajar di Masjid Nabawi. Profesor Azmi merupakan orang yang istimewa. Perjalanannya hidupnya mengajarkan kita bahwa kehidupan ini bagaikan roda yang berputar. Seseorang bisa di berada di putaran bawah menghadapi kesulitan. Kemudian berada di bagian atas menikmati kesuksesan. Seseorang harus berusaha menyelesaikan putaran kesulitan yang ia hadapi sampai ia berhasil membuktikan kepada dunia -dengan izin Allah-, ia mampu berkontribusi untuk peradaban.

Kesederhanaan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter. Karena kesederhanaan mampu menahan seorang untuk berbuat yang tidak semestinya ia lakukan. Kesederhanaan juga menjadi perisai yang menghalangi sifat sombong. Kesederhanaan adalah kunci untuk kesalehan dan baiknya perbuatan. Kesederhanaan, sopan santun, dan kerendahan hati begitu tampak pada sosoknya.

Prof. Azmi adalah figur yang membuat kita teringat dengan kebenaran sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

“Manusia ibarat barang tambang berharga seperti tambang emas dan perak. Orang yang mulia pada masa jahiliyah, akan menjadi orang yang mulia juga dalam Islam apabila ia paham agama. Ruh ibarat pasukan yang dikumpulkan, ia akan bersatu jika serasi dan akan berselisih jika tidak serasi”. (HR Muslim).

[Sumber: http://saudigazette.com.sa/life/faith/journey-hinduism-islam-professor-hadith-madinah/,kisahmuslim]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2364405/mualaf-hindu-buktikan-kebenaran-sabda-rasulullah#sthash.vLh9VWiy.dpuf

 

—————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297
—————————————————————

Pernah Berpikir Agama Barbar, Susan Carland Kini Bangga dan Cinta Islam

Seorang sosiolog asal Australia Susan Carland mengaku pernah takut membuka jati dirinya sebagai seorang Muslim. Hal itu karena banyaknya tekanan dari orang-orang di sekitar yang mengatakan padanya bagaimana buruknya Islam.

Bahkan, ia sendiri pernah berpikir bahwa Islam adalah sebuah agama yang kuno dan bar-bar. Carland tidak pernah tertarik menjadi seorang Muslim hingga hidayah benar-benar datang kepadanya di usia 19 tahun.

“Saya sangat takut ketika itu memberi tahu orang-orang terdekat mengenai kepercayaan yang saya anut dan membayangkan mereka beraksi negatif,” ujar Carland seperti dikutip News.au.com.

Ia menjelaskan, pikiran-pikran negatif mengenai Islam mulai hilang saat Carland masuk ke universitas dan mempelajari berbagai agama. Dengan membaca berbagai buku, hingga bergabung dengan grup perempuan Muslimah, istri dari Waleed Aly ini yakin bahwa Islam yang terbaik untuknya.

Meski banyak orang yang bereaksi negatif terhadapnya, Carland tidak mengurungkan niat untuk mengenakan hijab. Ia mengaku saat ini hidup mungkin terasa lebih mudah bila dirinya bukan seorang Muslim. Hal itu tidak terlepas dari bagaimana Islam dikaitkan dengan terorisme global yang melanda dunia.

“Saat ini saya mengakui bagaimana terorisme selalu dikaitkan dengan Islam dan saya juga harus melawan orang-orang yang berpikir mengapa saya yang berpendidikan memilih agama ini,” jelas Carland.

Meski demikian, perempuan lulusan Universitas Monash itu tidak putus asa. Carland tetap yakin bahwa Islam adalah agama yang membawa rahmat dan kebaikan bagi banyak orang.  “Saya percaya Islam adalah agama sesungguhnya dan dunia harus menyadari betapa indahnya menjadi seorang Muslim,” kata Carland menambahkan.

 

sumber:Republika Online

Ini Sosok Mualaf Berdarah Cina yang Cium Kening Raja Salman

Sebuah foto Raja Arab Saudi Salman Abdulaziz al-Saud tengah dicium oleh seorang pria tua di Malaysia telah beredar saat kunjungan resmi Raja selama sebulan di Asia. Orang yang dimaksud adalah Sheikh Hussain Yee.

Sheikh Hussain Yee, seorang berdarah Cina-Malaysia yang masuk Islam pada usia 18 tahun. Sebelumnya ia adalah pemeluk agama Budha. Kini ia dikenal sebagai dai dan pengkhutbah Islam yang sudah terkenal di Malaysia.

Al Arabiya melaporkan, Sheikh Yee memiliki sejarah panjang dengan Arab Saudi. Ia telah melakukan studi dan penelitian tentang Arab Saudi dan Islam di Universitas Madinah.

Pada kunjungannya ke Malaysia, Raja Salman menyempatkan diri untuk bertemu Sheikh Yee yang juga merupakan pendiri sekaligus pemimpin organisasi Al-Khaadem di Malaysia. Pada kesempatan itulah Sheikh Yee mencium kening Raja Salman.

Selain itu, Sheikh Yee juga menjabat sebagai Penasehat dan Mubaligh Officer di PERKIM Kuala Lumpur, lembaga Malaysia untuk muallaf. Ia juga pernah menjadi Direktur Da’wah untuk Islamic Center di Hong Kong pada 1984-1985.

 

sumber: Republika Online

 

———————————————————————————————
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com
atau hubungi handphone/WA 08119303297

Penciptaan Adam Mengantar Jeffrey Lang Menjadi Muslim

Prof Dr Jeffrey Lang, nama lengkapnya. Sehari-hari dia bekerja sebagai dosen dan peneliti bidang matematika di Universitas Kansas, salah satu universitas terkemuka di Amerika Serikat. Gelar master dan doktor matematika diraihnya dari Purdue University pada tahun 1981. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga penganut paham Katolik Roma di Bridgeport, Connecticut, pada 30 Januari 1954.

Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di sekolah berlatar Katolik Roma selama hampir 18 tahun lamanya. Selama itu pula, menurut Lang–sebagaimana ditulis dalam catatan hariannya tentang perjalanannya mencari Islam–menyisakan banyak pertanyaan tak berjawab dalam dirinya tentang Tuhan dan filosofi ajaran Kristen yang dianutnya selama ini.

”Seperti kebanyakan anak-anak lain di kisaran tahun 1960-an hingga awal 1970-an, saya melewati masa kecil yang penuh keceriaan. Bedanya, pada masa itu, saya sudah mulai banyak bertanya tentang nilai-nilai kehidupan, baik itu secara politik, sosial, maupun keagamaan. Saya bahkan sering bertengkar dengan banyak kalangan, termasuk para pemuka gereja Katolik,” papar dia.

Menginjak usia 18 tahun, Lang remaja memutuskan menjadi seorang atheis.

”Jika Tuhan itu ada dan Dia punya belas kasih dan sayang, lalu mengapa ada begitu banyak penderitaan di atas bumi ini? Mengapa Dia tidak masukkan saja kita semua ke dalam surga? Mengapa juga dia menciptakan orang-orang di atas bumi ini dengan berbagai penderitaan?” kisah Lang tentang kegelisahan hatinya kala itu. Selama bertahun-tahun, pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggelayuti pikirannya.

Akhirnya, Lang baru mendapat jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut ketika ia bekerja sebagai salah seorang asisten dosen di Jurusan Matematika, Universitas San Francisco. Di sanalah, ia menemukan petunjuk bahwa Tuhan itu ada dan nyata dalam kehidupan ini. Petunjuk itu ia dapatkan dari beberapa mahasiswanya yang beragama Islam.

Saat pertama kali memberi kuliah di Universitas San Francisco, Lang bertemu dengan seorang mahasiswa Muslim yang mengambil mata kuliah matematika. Ia pun langsung akrab dengan mahasiswa tersebut. Mahmoud Qandeel, nama mahasiswa tersebut. Dia berasal dari Arab Saudi.

Mahmoud, kata Lang, telah memberi banyak masukan kepadanya mengenai Islam. Menariknya, semua diskusi mereka menyangkut dengan sains dan teknologi.

Salah satu yang pernah didiskusikan Lang dan Qandeel adalah riset kedokteran. Lang dibuat terpana oleh jawaban Qandeel, yang di negaranya adalah seorang mayor polisi. Qandeel menjawab semua pertanyaan dengan sempurna sekali dan dengan menggunakan bahasa Inggris yang bagus.

Ketika pihak kampus mengadakan acara perpisahan di luar kampus yang dihadiri oleh semua dosen dan mahasiswa, Qandeel menghadiahi asisten dosennya ini sebuah Alquran dan beberapa buku mengenai Islam.

Atas inisiatifnya sendiri, Lang pun mempelajari isi Alquran itu. Bahkan, buku-buku Islam tersebut dibacanya hingga tuntas. Dia mengaku kagum dengan Alquran. Dua juz pertama dari Alquran yang dipelajarinya telah membuat dia takjub dan bagai terhipnotis.

”Tiap malam muncul beraneka macam pertanyaan dalam diri saya. Tapi, entah mengapa, jawabannya segera saya temukan esok harinya. Seakan ada yang membaca pikiran saya dan menuliskannya di setiap baris Alquran. Saya seakan menemukan diri saya di tiap halaman Alquran,” ungkap Lang.

Sebagai seorang pakar dalam bidang matematika dan dikenal sebagai seorang peneliti, penjelasan yang didapatkannya tidak langsung ia percayai begitu saja. Ia meneliti dan menelaah secara lebih mendalam ayat-ayat Alquran.

Beberapa ayat yang membuatnya kagum dan telah membandingkannya dengan ajarannya yang lama adalah ayat 30-39 surah Albaqarah tentang penciptaan Adam. 

Dalam bukunya Losing My Religion: A Call for Help, Jeffrey Lang secara lengkap menjelaskan pergulatannya dalam memahami ayat 30-39 surah Albaqarah tersebut.

”Saya membaca ayat tersebut beberapa kali, tak tak kunjung sanggup menangkap apa maksud Alquran,” ujarnya.

”Bagi saya, Alquran sepertinya sedang menyampaikan sesuatu yang sangat mendasar atau mungkin keliru. Lalu, saya membacanya lagi secara perlahan dan saksama, baris demi baris, untuk memastikan pesan yang disampaikan,” lanjutnya.

Ketika membaca ayat ke-30 surah Albaqarah, ”Dan, ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Malaikat berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi, mereka adalah orang-orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Padahal, kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan menyucikan Engkau?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.”

Menurut Lang, ayat ini sangat mengganggunya. ”Saya merasa sangat kesepian. Seakan-akan penulis kitab suci ini telah menarik diri saya ke dalam ruang hampa dan sunyi untuk berbicara langsung dengan saya,” ujarnya.

”Saya berpikir, keterangan ayat tersebut ada sesuatu yang keliru. Saya protes. Lalu, saya baca lagi. Saya amati dengan saksama. Sebab, menurut ajaran yang pernah  saya dapatkan, diturunkannya Adam ke bumi bukan menjadi khalifah, tetapi sebagai hukuman lantaran dosa Adam. Namun, dalam Alquran, tidak ada satu kata pun yang menjelaskan sebab-sebab diturunkan Adam karena perbuatan dosa,” jelasnya.

Menurut Lang, pertanyaan yang diutarakannya sama dengan pertanyaan malaikat yang menyatakan bahwa manusia itu berbuat kerusakan.

”Tapi, saya merasa ada sesuatu yang lain dari keterangan ayat selanjutnya. Allah hanya menjawab, ‘Sesungguhnya, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’ Jawaban ini terkesan sederhana dan enteng, namun mengandung makna yang dalam,” ungkapnya.

Lang menjelaskan, dalam Alkitab, jawaban Tuhan atas pertanyaan malaikat disampaikan tentang hukuman yang diberikan karena berbuat dosa. ”Penjelasan ini berbeda dengan Alquran. Alquran menjawab pertanyaan para malaikat dengan memperlihatkan kemampuan manusia, pilihan moral, dan bimbingan Ilahi. Allah mengajarkan manusia (Adam) nama-nama benda.”

”Ayat tersebut menunjukkan kemuliaan dan kemampuan manusia yang tidak diberikan kepada malaikat,” ujarnya.

Bahkan, pada ayat ke-39 diterangkan, ”Adapun orang-orang yang tidak beriman dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya.” 

”Saya merasa ayat ini makin kuat menyerang saya. Namun, saya semakin percaya akan kebenaran Alquran dan meyakini agama Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW,” jelasnya.

Sekitar tahun 1980-an, belum banyak pelajar Muslim yang menuntut ilmu di Universitas San Francisco. Sehingga, kalau bertemu dengan mahasiswa Muslim di area kampus, menurut Lang, itu merupakan hal yang sangat langka.

Ada cerita menarik tatkala Lang sedang menelusuri kampus. Secara tak terduga, ia menemukan sebuah ruangan kecil di lantai bawah sebuah gereja. Ruang tersebut rupanya dipakai oleh beberapa mahasiswa Islam untuk menunaikan shalat lima waktu.

Kepalanya dipenuhi tanda tanya dan rasa ingin tahu. Dia pun memutuskan masuk ke tempat shalat tersebut. Waktu itu, bertepatan dengan masuknya waktu shalat Zuhur. Oleh para mahasiswanya, dia pun diajak untuk ikut shalat. Dia berdiri persis di belakang salah seorang mahasiswa dan mengikuti setiap gerakannya.

Dengan para mahasiswa Muslim ini, Lang berdiksusi tentang masalah agama, termasuk semua pertanyaan yang selama ini tersimpan dalam kepalanya. ”Sungguh luar biasa, saya benar-benar terkejut sekali dengan cara mereka menjelaskan. Masuk akal dan mudah dicerna. Ternyata, jawabannya ada dalam ajaran Islam,” tuturnya.

Sejak saat itu, Lang pun memutuskan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Dia menjadi seorang mualaf pada awal 1980. Ia mengaku bahwa dengan menjadi seorang Muslim, banyak sekali kepuasan batin yang didapatkannya.

Itulah kisah perjalanan spiritual sang profesor yang juga meraih karier bagus di bidang matematika. Dia mengaku sangat terinspirasi dengan matematika yang menurutnya logis dan berisi fakta-fakta berupa data riil untuk mendapatkan jawaban konkret.

”Dengan cara seperti itulah, saya bekerja. Adakalanya, saya frustrasi ketika ingin mencari sesuatu, tapi tidak mendapat jawaban yang konkret. Namun, dengan Islam, semuanya rasional, masuk akal, dan mudah dicerna,” tukasnya.

Prof Lang saat ini ditunjuk oleh fakultasnya sebagai pembina organisasi Asosiasi Mahasiswa Islam guna menjembatani para pelajar Muslim dengan pihak universitas. Tak hanya itu, dia bahkan ditunjuk untuk memberikan mata kuliah agama Islam oleh pihak rektorat.

Ia menikah dengan seorang perempuan Arab Saudi bernama Raika pada tahun 1994. Mereka dikaruniai tiga anak, yakni Jameelah, Sarah, dan Fattin. Selain ratusan artikel ilmiah bidang matematika, dia juga telah menulis beberapa buku Islam yang menjadi rujukan komunitas Muslim Amerika. Even Angels ask: A Journey to Islam in America adalah salah satu buku best seller-nya. Dalam buku itu, dia menulis kisah perjalanan spiritualnya hingga memeluk Islam.

Beberapa tahun belakangan ini, Lang aktif pada banyak kegiatan Islami dan dia merupakan pembicara inspirasional yang paling terkenal di sebuah organisasi pendidikan bernama Mecca Centric. Di sana, dia melayani konsultasi segala sesuatu tentang Islam ataupun kegiatan kepemudaan.

 

sumber:RepublikaOnline

 

———————————————————————————————————–
Umrah resmi, Hemat, Bergaransi
(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)
Kunjungi www.umrohumat.com  atau hubungi handphone/WA 08119303297

Martin Thomson: Islam tak Sekadar Bersyahadat

Pemilik nama kecil Martin Thomson ini dikenal sebagai pengacara terkemuka di Inggris. Ia juga mengetuai Wynne Chambers, badan hukum Islam yang didirikannya pada 1994.

Berislam 38 tahun lalu, Thomson meyakini cara terbaik mengamalkan ajaran Islam adalah memahami dan meneladani sumbernya, yakni Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. “Seperti pepatah yang mengatakan bahwa semakin dekat kita pada sumber mata air, semakin murni air yang kita minum,” ujar pria kelahiran Afrika ini.

Dilahirkan di Rhodesia Utara (sekarang Zambia), Thomson menempuh pendidikan dasar serta menengahnya di Rhodesia Selatan (sekarang Zimbabwe). Masa awal hidupnya, ia lalui di daerah-daerah terpencil Afrika yang kala itu belum tersentuh peradaban modern, seperti listrik, gas, dan saluran air bersih.

Lahir dan besar di Afrika, Thomson muda merasa tidak puas pada ajaran Kristen. Ia mulai mempertanyakan banyak hal seperti, “Jika setiap manusia itu sama di hadapan Tuhan, lalu mengapa kaum Afrika kulit putih seperti dia harus beribadah di gereja yang berbeda dengan kaum kulit hitam?”

Pertanyaan lain yang kerap mengganggunya sebagai pemeluk Kristen adalah soal ketuhanan Yesus. “Jika Yesus adalah Tuhan, kepada siapa dahulu ia berdoa? Jika Yesus adalah Tuhan dan disalib, lalu siapa yang menghidupi surga dan dunia? Pertanyaan itu tak pernah terjawab selama aku memeluk ajaran Kristen,” ujar lulusan Exeter University, Inggris, ini.

Ketika berusia 12 tahun, Thomson sampai pada satu titik di mana ia memercayai Tuhan dan Yesus. “Hanya saja, aku tidak yakin pada gereja.” Terhenti pada berbagai pertanyaan itu, Thomson mulai membaca apa pun dan memikirkan kehidup an yang dijalaninya sejauh itu. Ia mengunjungi berbagai kelompok spiritual dan mencoba meditasi selama beberapa bulan. “Itu menenangkan, tapi sama sekali tak mengubah gaya hidupku.”

Hingga akhirnya, Thomson bertemu Syekh Abdalqadir as-Sufi (tokoh tarbiyah, penggagas Gerakan Dunia “Murabitun”). Pertemuan itu menjadi awal perkenalannya dengan Islam, agama yang tak pernah terpikirkan oleh Thomson sebelumnya.

Saat berbicara dengan Syekh Abdalqadir dan mendengarkan berbagai hal yang disampaikannya, Thomson merasa telah menemukan jalan menuju transformasi yang ia butuhkan. “Sejak itu, perlahan aku menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang memenuhi otakku,” katanya. Thomson pun rutin mengunjungi pusat kajian Islam Syekh Abdalqadir. Ia juga membaca The Book of Strangeryang ditulis Sang Syekh.

Thomson mantap mengakhiri pencariannya pada 13 Agustus 1973. Ia pun mengikrarkan syahadat dan berhaji empat tahun kemudian. Sepulang haji, ia menyelesaikan pelatihannya sebagai pengacara. Lalu, pada 26 Juli 1979, ia dipanggil ke Pengadilan England & Wales dan mulai meniti karier di bidang advokasi dan hukum Islam.

Thomson pertama kali memperoleh perhatian publik pada 2001, saat tampil dalam sebuah film dokumenter berjudul My Name is Ahmed yang menyabet sebuah penghargaan. Ia pun tampil di film dokumenter lainnya, Prince Naseem’s Guide to Islam. Kedua film itu ditayangkan di BBC2 pada Agustus 2001. Setelah itu, wajahnya kerap mewarnai layar kaca dalam berbagai program, terutama program-program Islam.

Kini, hari-harinya diisi dengan aneka kegiatan keislaman, mulai dari memberikan ceramah rutin tentang Islam di berbagai wilayah di Inggris, menulis untuk Jurnal al-Kala, sampai menjadi kontributor tetap dalam konferensi lintas agama yang digelar setiap tahun di Masjid Regents Park dan Pusat Ke bu dayaan Islam Inggris.

Empat tahun pertama keislamannya, Thomson mengaku tak memahami apa pun tentang Islam. “Yang kutahu, komunitas Muslim di mana aku bergabung lebih berpengetahuan, menonjol, dan memiliki perangai yang lebih baik dari umat lain yang pernah kutemui.”

Pria yang kini menjabat sekretaris Pengacara Muslim Eropa ini memegang suatu konsep tegas tentang Islam yang sesungguhnya. “Islam bukan semata persoalan kata-kata,” ujarnya seperti dikutip gatewaytodivinemercy.com.

Mengutip sabda Rasulullah SAW, ia mengatakan, syahadat adalah satu ikrar yang mudah diucapkan, namun banyak yang berlalu begitu saja. “Sejak aku mengucapkan syahadat, aku menjalani setiap momen hidupku untuk menemukan berbagai kewajiban dan konsekuensi yang mengikuti kesaksian itu. Pencarian ini adalah proses yang tidak memiliki akhir.”

Selain itu, Thomson adalah satu dari miliaran Muslim yang tidak membenarkan terorisme. Ia berpendapat, “Islam radikal” adalah istilah yang mengandung kontradiksi. “Tidak mungkin seseorang menjadi Muslim seutuhnya dan dalam waktu yang sama menjadi teroris yang bengis.”

Sejak berislam, Thomson telah menulis sejumlah buku, di antaranya, The Difficult Journey and The Way Back (1994); The Next World Order(1994); dan edisi revisi Jesus, Prophet of Islam and Blood on the Cross (disusun dalam dua jilid yakni For Christ’s Sake dan Islam in Andalus, ditulis bersama Muhammad Ata’ur Rahim pada 1996).

Beberapa judul lainnya adalah Dajjal: the AntiChrist(1997); Making History(1997); The Last Prophet(2000), dan Golden Days on the Open Road(2005). Kemudian, bersama Abdalhaqq dan Aisha Bewley, ia menulis buku The Islamic Will(1995).

sumber: Republika ONline