Kisah Nabi pergi dari rumah saat para istri merengek karena miskin

Sepanjang hidupnya Rasulullah tak pernah meminta kepada Allah SWT kekayaan di dunia. Padahal jika dia mau, jangankan harta seluruh kekayaan di bumi bisa Nabi Muhammad SAW dapatkan dalam sekejap mata.

Allah pun menawarkan kekayaan itu, tapi Nabi justru selalu berdoa,”Jadikan lah rezeki keluarga Muhammad sekadar memenuhi kebutuhan. Ketika suatu hari aku lapar, aku berdoa pada-Mu dan ketika ku kenyang, ku bersyukur pada-Mu,”

Rasulullah lebih sering berpuasa jika tidak ada makanan di rumahnya. Beliau juga kerap mengganjal perutnya dengan mengikatkan batu jika rasa lapar itu tidak tertahankan.

Jika ada makanan, Rasulullah selalu memberinya kepada yang dia anggap lebih berhak.
Harta rampasan perang pun banyak yang dibagikan, sampai suatu kali istri-istri Rasulullah meminta agar diberikan harta yang banyak mengingat mereka adalah istri seorang Rasul.

Nabi tidak menghardik istri-istri beliau, namun saat istri-istrinya mulai mengeluh, Nabi Muhammad SAW langsung pergi dari rumah dan beritikaf.

Umar bin khattab pernah menuturkan peristiwa ini, “Seorang sahabat menemuiku dan berkata ada peristiwa besar. Katanya Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya,” dikutip dari buku Bilik-Bilik Cinta Muhammad, Jumat (10/7).

Lalu Umar mendatangi Nabi dan bertanya apa benar kabar tersebut dan Rasulullah langsung menjawab,”Tidak!”.

Fitnah ini tersebar setelah Rasulullah tidak menemui istrinya selama sebulan. Tak ayal, Allah menegurnya dengan berfirman dalam surat Al-Azhab ayat 28-34.

“Hai Nabi, katakan pada istrimu jika kalian menginginkan dunia dan perhiasannya maka marilah akan ku berikan mut’ah dan kuceraikan dengan cara yang baik. Dan jika kamu menghendaki akhirat maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian dengan pahala besar,”

Nabi langsung menemui istri-istrinya dan membacakan ayat ini. Semua istri beliau sepakat tetap berada di sisi beliau hingga akhir hayat karena menghendaki pahala yang besar.

 

sumber: Merdeka.com

 

Uwais al-Qarni, Sang Penghuni Langit

Dikisahkan dari hadis Riwayat Muslim dari Ishak bin Ibrahim, seorang pemuda bernama UwaisAl-Qarni. tinggal di negeri Yaman. Ia seorang fakir dan yatim dan hidup bersama ibunya yang lumpuh dan buta.

Uwais Al-Qarni bekerja sebagai penggembala domba. Hasil usahanya hanya cukup untuk makan ibunya sehari-hari. Bila kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin. Uwais Al-Qarni dikenal seorang yang taat beribadah dan sangat patuh pada ibunya. ia sering kali berpuasa.

Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya sering bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah SAW. Namun, ketika mendengar gigi Nabi Muhammad patah karena dilempari batu oleh kaum thaif yang enggan diajak dalam dakwahnya, segera Uwais ikut mematahkan giginya dengan batu hingga patah.

Ia rindu ingin mendengar suara Nabi SAW, kerinduannya karena iman kepada Allah dan Muhammad sebagai rasulnya.

Ia tak dapat membendung lagi keinginannya itu. Pada suatu hari Uwais datang mendekati ibunya mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah.

Setelah ia menemukan rumah Rasulullah, hanya bertemu istri Aisyah r.a. Sementara, di waktu yang sama ia ingat pesan ibunya agar cepat pulang ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya itu mengalahkan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah pun pulang dari medan pertempuran. Sesampainya di rumah beliau menanyakan kepada Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Aisyah ra menjelaskan bahwa memang benar ada yang mencarinya, tetapi karena tidak menunggu, ia segera kembali ke Yaman karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa orang itu penghuni langit. Nabi menceritakan kepada para sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Nabi pun menyarankan para sahabatnya ketika bertemu dengan Uwais Al-Qarni, “Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan bumi.”

Suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais Al-Qarni si penghuni langit. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al-Qarni.

Sesampai di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam namun rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekat kepada kedua sahabat Rasulullah ini.

Uwais mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan telapak tangan Uwais. Tampaklah tanda putih di tengah telapak tangan Uwais Al-Qarni.

Khalifah berkata,”Kami datang ke sini untuk memohon doa dan istighfar darimu.” Uwais Al-Qarni akhirnya berdoa dan membacakan istighfar kepada Khalifah Umar dan Ali. Setelah itu,Khalifah Umar ra menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya.

Namun Uwais menampik dengan berkata,”Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal dunia. Banyak orang berebut untuk memandikan. Saat mau dikafani, ada orang-orang yang menunggu mengafaninya. Saat hendak dikuburkan, sudah banyak orang yang siap menggali kuburannya. Banyak orang ingin mengusung kerandanya pula.

 

sumber: Republika Online

Tradisi ‘Megang di Sore Hari’

Masyarakat Pekanbaru, Riau, memiliki tradisi ‘Petang Megang’ dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Dari akar katanya, ‘petang’ berarti sore dan ‘megang’ berarti memegang sesuatu.

Tradisi ‘Petang Megang’ memang digelar sore hari sehari sebelum bulan Ramadhan tiba. Tradisi ini dimulai dari melaksanakan shalat Ashar berjamaah di Masjid Raya Senapelan (Masjid Raya Pekanbaru). Acara dilanjutkan dengan ziarah ke makam pendiri kota pekanbaru, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M), yang terletak di sebelah kanan masjid.

Selesai melakukan ziarah, masyarakat berbondong-bondong menuju tepian Sungai Siak dengan berjalan kaki sekitar 1,6 kilometer. Iringan musik kompang (salah satu alat kesenian Melayu Riau) ikut memeriahkan suasana dengan sekelompok ibu-ibu menjunjung pulut (kepok) yang diletakkan di atas talam atau baki.

Pulut adalah sejenis penganan yang terbuat dari beras ketan yang terdiri dari warna putih, kuning, dan hitam. ”Dalam ritual ini, penganan tersebut dibuat empat tingkat dengan ketinggian mencapai tiga meter,” demikian situs wisatamelayu.

Sesampainya di tepian Sungai Siak, masyarakat menggelar berbagai kegiatan dan lomba. Acara berikutnya adalah mendengarkan kata sambutan pemimpin daerah.

Setelah itu, Gubernur Riau mengambil ramuan (air limau) yang terdiri dari tujuh jenis tumbuh-tumbuhan, yakni serai wangi (cymbopogon nardus), daun pandan (pandanaceae), daun limau timun/limau pagar (fortunella polyandra), akar siak-siak (daniella ensifolia), daun nilam (pogostemon cablin benth), daun seman, dan mayang pinang.

Ramuan tersebut kemudian disiramkan kepada beberapa orang sebagai perwakilan warga. Mandi bersama di tepian Sungai Siak merupakan acara puncak dan sekaligus akhir dari rangkaian prosesi ritual Petang Megang. Tradisi ini memiliki makna membersihkan diri dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

Muslim Batak Punya Tradisi Marpangir

Sebagian besar masyarakat di Indonesia memilih membersihkan diri di sungai-sungai dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tidak terkecuali dengan masyarakat muslim Batak yang mempunyai tradisi Marpangir.

Sehari sebelum Ramadhan, mereka membasuh seluruh tubuh dengan air rebusan rempah-rempah. Warga memilih melakukannya di lokasi-lokasi pemandian alam.

Seperti dikutip dari Melayuonline, Marpangir berasal dari kata pangir yaitu ramuan dari bahan-bahan alami yang digunakan untuk membersihkan rambut (keramas). Ramuannya terdiri dari limau atau jeruk nipis, daun pandan, dan ampas kelapa yang dilengkapi dengan bunga mawar, bunga kenanga, dan akar wangi.

”Bahan-bahan ini direndam di dalam air (ada juga yang direbus) untuk memperoleh wangi-wangian yang khas yang akan digunakan dalam ritual mandi pangir,” tulisMelayuonline.

Sejarawan Melayu, Tengku Luckman Sinar, mengatakan tradisi mandi menggunakan bahan-bahan rempah ini sudah ada sejak jaman pra-Islam. Hingga kini sebagian besar masyarakat masih mempraktekkan ritual mandi tersebut dengan tujuan menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Tujuan utama Marpangir adalah membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah puasa, sehingga ketika mengerjakan ibadah suci tersebut badan, hati, dan pikiran telah bersih.

 

sumber: Republika Online

Bolehkah Konsumsi Gorengan Saat Berbuka Puasa?

Mayoritas warga Indonesia khususnya di kota-kota besar sering kali berbuka puasa dengan mengonsumsi gorengan seperti risoles, tahu goreng atau bakwan.

Apakah pola makan seperti itu benar bagi orang yang sedang berpuasa? Berikut penjelasan dokter.

“Gorengan memang dasarnya tidak baik, jadi minimal harus bisa dikurangi,” kata dr. Inge Permadi SpGK kepada Republika beberapa waktu lalu.

Menurutnya, konsumsi gorengan ketika puasa atau tidak puasa tergolong kurang baik. Sehingga ia menyarankan konsumsinya kalau bisa dikurangi. Salah satu yang berbahaya dari gorengan adalah minyaknya. Minyak yang digunakan dalam proses penggorengan tentunya mengandung kolesterol. Pastinya hal itu tidak baik bagi kesehatan tubuh, khusunya jantung. Pasalnya minyak mampu mempercepat penyakit jantung karena kandungan minyak mampu menghambat proses peredaran darah.

Selanjutnya, ia yakin gorengan berminyak bisa memicu sariawan ketika tubuh dalam kondisi puasa. Pasalnya tubuh mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi sehingga minyak bisa mempercepat penyakit sariawan pada mulut. Selain itu gorengan seringkali dimakan dengan sambal pedas yang tentunya berbahaya bagi perut yang kosong.

Sedangkan Dr. Saptawati Bardosano SpGk menyarankan agar gorengan tidak dikonsumi saat awal berbuka puasa. “Pada saat berbuka puasa diutamakan untuk mengganti cairan dan energi selama berpuasa. Untuk gorengan bisa dikonsumsi setelahnya,” ujar dosen Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia tersebut.

sumber: Republika Online

Zakat Fitrah Satukan Umat

Selain melaksanakan puasa satu bulan penuh, seorang Muslim mempunyai kewajiban lainnya dalam bulan Ramadhan, yaitu mengeluarkan zakat fitrah.

Setiap orang yang hidup di bulan Ramadhan serta mencapai bulan yawal, wajib baginya untuk mengeluarkan zakat fitrah. Makna Zakat fitrah pun luar biasa karena bisa menumbukan persatuan umat muslim.

Seperti dikatakan Presiden Direktur Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Agung Notowiguno, sebenarnya fungsi zakat fitrah merupakan pemenuhan kebutuhan pokok para golongan penerima zakat.

“Itu pemenuhan kebutuhan lebaran para mustahik terkait kebutuhan pokok seperti makanan. Jadi mereka wajib dapat itu sebelum Hari Raya,” ujarnya kepada Republika.

Terkait tujuan diwajibkannya zakat fitrah bagi umat Muslim yang tergolong mampu ternyata mengandung makna kebersamaan.

“Secara real disampaikan dalam alquran maknanya itu menumbuhkan rasa sayang antar umat, mensucikan diri pribadi dan harta,” katanya. Bahkan Agung mengatakan jika zakat fitrah bisa menjadi kekuatan sosial umat Muslim.

Selain itu, zakat fitrah tidak bisa hanya dilihat dari nilainya yang sekitar dua setengah kilogram bahan makanan pokok. Menurutnya, umat Muslim tidak boleh mengatakan itu terlalu sedikit, khususnya bagi yang memiliki kelebihan harta.

Ia meyakini jumlah pemberian yang diwajibkan pada zakat fitrah disesuaikan dengan kebutuhannya. “Memang karena hanya kebutuhan makan menjelang Hari Raya, jadi jumlahnya cuma 2,5 kg beras,” jelasnya.

zakat fitrah pada hakikatnya adalah lambang untuk menggambarkan setiap yang hidup harus bersedia dan bahkan berkewajiban untuk memberi hidup bagi orang lain. Pemberian dalam zakat fitrah berupa bahan makanan pokok masing-masing.

Sebagai contoh, kebanyakan orang Indonesia makan nasi, maka zakat fitrahnya berupa beras. Hal ini menjadi lambang semua orang harus bisa memperoleh pokok kehidupannya, baik melalui usahanya sendiri atau berkat bantuan sesama saudaranya, demi kelangsungan hidupnya.

Namun patut disadari, kadang ada umat Muslim yang lebih memilih membayar zakat fitrah secara tunai bukan dengan memberikan bahan makanan pokok. Menurut Agus, ia tidak melarang hal tersebut karena perlu mempertimbangkan wilayah.

“Kalau memang tidak ada bahan makanan, ya lebih baik di datangkan. Kalau bahan makanan sudah ada, kasih uang saja biar mereka membeli kebutuhannya sendiri,” terangnya.

 

sumber: Republika Online

Kisah Umar bin Khattab menghukum putranya hingga mati

Sebagai seorang Khalifah, Umar bin Khattab terkenal sangat tegas dan tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran. Dia menghukum semua pelaku pelanggaran tanpa pandang bulu, termasuk putranya sendiri, Abdurrahman.

Abdurrahman merupakan salah satu putra Umar yang tinggal di Mesir. Dia telah melakukan pelanggaran dengan meminum khamr bersama dengan temannya hingga mabuk.

Abdurrahman kemudian menghadap ke Gubernur Mesir waktu itu, Amr bin Ash, meminta agar dihukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Amr bin Ash pun menghukum Abdurahman dan temannya dengan hukuman cambuk.

Tetapi, Amr bin Ash ternyata memberikan perlakuan yang berbeda. Jika teman Abdurrahman dihukum di hadapan umum, maka si putra Khalifah ini dihukum di ruang tengah rumahnya.

Umar bin Khattab pun mendengar kabar itu. Dia kemudian mengirim surat kepada Amr bin Ash agar memerintahkan Abdurrahman kembali ke Madinah dengan membungkuk, dengan maksud agar si anak dapat merasakan bagaimana menempuh perjalanan dengan kondisi yang sulit.

Amr bin Ash kemudian melaksanakan isi surat itu dan mengirim kembali surat balasan yang berisi permohonan maaf karena telah menghukum Abdurrahman tidak di hadapan umum. Umar tidak mau menerima cara itu.

Mendapat perintah itu, Abdurrahman kemudian kembali ke Madinah sesuai perintah, yaitu dengan berjalan membungkuk. Dia begitu kelelahan ketika sampai di Madinah.

Tanpa memperhatikan kondisi putranya, Umar bin Khattab langsung menyuruh algojo untuk melaksanakan hukuman cambuk kepada putranya. Seorang sahabat sepuh, Abdurrahman bin Auf pun mengingatkan agar Umar tak melakukan hal itu.

“Wahai Amirul Mukminin, Abdurrahman telah menjalani hukumannya di Mesir. Apakah perlu diulangi lagi?” kata Abdurrahman bin Auf.

Umar pun tidak mau menghiraukan perkataan Abdurrahman bin Auf. Dia meminta Algojo segera melaksanakan penghukuman itu.

Kemudian, Umar mengingatkan kepada seluruh kaum muslim akan hadis Rasulullah tentang kewajiban menegakkan hukum, “Sesungguhnya umat sebelum kamu telah dibinasakan oleh Allah karena apabila di antara mereka ada orang besar bersalah, dibiarkannya, tetapi jika orang kecil yang bersalah, dia dijatuhi hukuman seberat-beratnya.”

Abdurrahman lalu dicambuk berkali-kali di hadapan Umar. Dia pun meronta-ronta meminta tolong agar ayahnya mengurangi hukuman itu, tetapi Umar sama sekali tidak menghiraukan.

Bahkan, teriakan Abdurrahman semakin menjadi, dan mengatakan, “Ayah membunuh saya.” Sekali lagi, Umar tidak menghiraukan perkataan anaknya.

Hukuman itu terus dijalankan sampai Abdurrahman dalam kondisi sangat kritis. Melihat hal itu, Umar hanya berkata, “Jika kau bertemu Rasulullah SAW, beritahukan bahwa ayahmu melaksanakan hukuman.”

Akhirnya, Abdurrahman pun meninggal dalam hukuman. Umar sama sekali tidak menunjukkan kesedihan.

Usai hukuman terhadap Abdurrahman dijalankan, Umar melakukan pelacakan terhadap siapa saja penyebar khamr. Tidak hanya peminum, bahkan sampai penjual khamr pun mendapat hukuman yang berat.

(Disarikan dari buku ‘Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam’ Nasiruddin)

 

sumber: Merdeka.com

Sebuah Kisah dari Facebook

Nangis saya baca cerita ini…

HARI ini, sesosok wanita tua mengetuk pintu kaca toko.

“Bu… Beli kue saya… Belum laku satupun… Kalau saya sudah ada yang laku saya enggak berani ketuk kaca toko ibu…”

Saya persilakan beliau masuk dan duduk. Segelas air dan beberapa butir kurma saya sajikan untuk beliau.

“Ibu bawa kue apa?”
“Gemblong, getuk, bintul, gembleng, Bu.”
Saya tersenyum… “Saya nanti beli kue ibu… Tapi ibu duduk dulu, minum dulu, istirahat dulu, muka ibu sudah pucat.”

Dia mengangguk. “Kepala saya sakit, Bu.. Pusing, tapi harus cari uang. Anak saya sakit, suami saya sakit, di rumah hari ini beras udah gak ada sama sekali. Makanya saya paksain jualan,” katanya sambil memegang keningnya. Air matanya mulai jatuh.

Saya cuma bisa memberinya sehelai tisu…
“Sekarang makan makin susah, Bu…. Kemarin aja beras gak kebeli… Apalagi sekarang… Katanya bensin naik.. Apa-apa serba naik.. Saya udah 3 bulan cuma bisa bikin bubur… Kalau masak nasi gak cukup.

Hari ini jualan gak laku, nawarin orang katanya gak jajan dulu. Apa apa pada mahal katanya uang belanjanya pada enggak cukup…”

“Anak ibu sakit apa?” Saya bertanya.
“Gak tau, Bu… Batuknya berdarah…”

Saya terpana. “Ibu, Ibu harus bawa anak Ibu ke puskesmas. Kan ada BPJS…”
Dia cuma tertunduk. “Saya bawa anak saya pakai apa, Bu? Gendong gak kuat.. Jalannya jauh… Naik ojek gak punya uang…”

“Ini Ibu kue bikin sendiri?”

“Enggak, Bu… Ini saya ngambil.” jawabnya.

“Terus ibu penghasilannya dari sini aja?”
Dia mengangguk lemah…
“Berapa Ibu dapet setiap hari?”
“Gak pasti, Bu… Ini kue untungnya 100-300 perak, bisa dapet Rp4 ribu -12 ribu paling banyak.”
Kali ini air mata saya yang mulai mengalir. “Ibu pulang jam berapa jualan?”
“Jam 2.. .Saya gak bisa lama lama, Bu.. Soalnya uangnya buat beli beras… Suami sama anak saya belum makan. Saya gak mau minta-minta, saya gak mau nyusahin orang.”

“Ibu, kue-kue ini tolong ibu bagi-bagi di jalan, ini beli beras buat 1 bulan, ini buat 10x bulak-balik naik ojek bawa anak Ibu berobat, ini buat modal ibu jualan sendiri. Ibu sekarang pulang saja… Bawa kurma ini buat pengganjal lapar…”
Ibu itu menangis… Dia pindah dari kursi ke lantai, dia bersujud tak sepatah katapun keluar lalu dia kembalikan uang saya.

“Kalau ibu mau beli.. Beli lah kue saya. Tapi selebihnya enggak bu… Saya malu….”

Saya pegang erat tangannya… “Ibu… Ini bukan buat ibu… Tapi buat ibu saya… Saya melakukan bakti ini untuk ibu saya, agar dia merasa tidak sia-sia membesarkan dan mendidik saya… Tolong diterima…

” Saya bawa keranjang jualannya. Saat itu aku memegang lengannya dan saya menyadari dia demam tinggi. “Ibu pulang ya…”

Dia cuma bercucuran airmata lalu memeluk saya. “Bu.. Saya gak mau ke sini lagi… Saya malu…. Ibu gak doyan kue jualan saya… Ibu cuma kasihan sama saya… Saya malu…”

Saya cuma bisa tersenyum. “Ibu, saya doyan kue jualan Ibu, tapi saya kenyang… Sementara di luar pasti banyak yang lapar dan belum tentu punya makanan. Sekarang Ibu pulang yaa…”

Saya bimbing beliau menyeberang jalan, lalu saya naikkan angkot… Beliau terus berurai air mata.

Lalu saya masuk lagi ke toko, membuka buka FB saya dan membaca status orang orang berduit yang menjijikan.

Mariiiii budayakan untuk berusaha semaksimal hidup kita, jangan mudah menadahkan tangan… memberi dengan bijak, membuat hidup lebih bermakna.

Selama badan sanggup berdiri, kaki sanggup melangkah, pantanglah untuk berkeluh kesah dan mengasihani diri ….

The show must go on.
JIKA Bermanfaat, silahkan share

Sumber: ibu Ernydar Irfan

Zakat Fitrah Bersihkan Keburukan pada Bulan Ramadhan

Menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, ada satu kewajiban yang harus ditunaikan umat Muslim, yakni berzakat fitrah. Inilah salah satu kewajiban di Ramadhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi agar membersihkan segala keburukan di bulan Ramadhan.

Menurut ustaz Erick Yusuf, zakat fitrah dipercaya mampu melenyapkan hal-hal negatif yang dilakukan selama berpuasa. “Zakat fitrah gunanya membersihkan hal-hal tidak bermanfaat yang dilakukan selama bulan ramadhan,” katanya kepada Republika. Sehingga berbeda dengan zakat lainnya, zakat fitrah hanya diwajibkan di bulan Ramadhan.

Meski fungsinya terbilang luar biasa sebagai pembersih keburukan tapi jumlah zakat fitrah tergolong tidak banyak yaitu sebesar dua setengah kilogram bahan makanan pokok.

Menurut ustaz Erick hal itu terjadi karena zakat fitrah bersifat spesial untuk menggugurkan keburukan umat Muslim. “Jumlahnya dikit supaya semua orang mampu membayarnya. Kalau banyak, ya cuma sedikit yang bisa membayar,” ujarnya.

Ia menegaskan Allah SWT memiliki sistem yang luar biasa dengan kewajiban zakat fitrah yang sedikit supaya semua orang mampu membayarnya, kecuali golongan mustahik zakat.

Terkai dengan pola pembayaran kepada pihak amil zakat, dirinya menyarankan lebih baik bersifat tunai saja. “Sebaiknya sih tunai dan bayar di awal biar gampang diatur sama amil zakat,” imbaunya.

Sedangkan jika ada orang yang memberikan zakat fitrah berupa uang kontak kepada mustahik zakat, ia tidak melarangnya. Ia hanya menyarankan lebih baik diberikan bahan makanan saja agar bisa langsung digunakan.

“Kalau kasih bahan makanan itu supaya mereka (penerima zakat) ikut rayakan hari raya. Jangan  sampai ada kaum duafa yang tidak  makan di hari raya,” ucapnya.

 

sumber: Republika Online

Supaya tamu tidak sakit hati, perhatikan adab bertamu Rasulullah

Rasulullah SAW sudah mengajarkan umatnya cara bertamu yang baik. Ini perlu diperhatikan agar sebagai tamu, kita tetap menjaga kehormatan dan perasaan tuan rumah.

Pernah suatu kali Nabi menunjukkan ketidaksukaannya kepada Jabir yang hendak menagih hutang. Menurut Hadis Riwayat Al Bukhari, Jabir mengetuk pintu rumah Rasulullah.

Saat Rasulullah bertanya, “siapa?.
Jabir hanya menjawab,”Aku”. Jawaban itu terus diulang-ulang.

Nabi tidak menyukainya dan menasehati Jabir agar menyebutkan nama ketika ditanya.

Saat berkunjung pun, Nabi mengajari sahabatnya agar mengucapkan salam dan bertanya, “Boleh aku masuk?” dikutip dari riwayat Abu Dawud, Kamis (9/7).

Jika sudah meminta izin tiga kali namun tidak ada jawaban maka diperbolehkan pulang.

Kemudian Rasulullah juga meminta para sahabat untuk tidak mengetuk pintu rumah dengan kuku, seperti yang dilakukan masyarakat Arab kala itu. “Mengetuk pintu dengan jari untuk menunjukkan kesopanan,” kutip Hadis Riwayat Al- Bukhari.

 

sumber: Merdeka.com