Syiah dan Kegagalan Mempropagandakan Imamah

Abu Bakar dan Umar meski memimpin dengan amanah, adil, jujur dan ihlas, tidak dianggap sebagai khalifah Islam oleh kaum Syiah, tapi sebagai perampok yang mengambil alih hak Ali sebagai pengganti Rasulullah.

 

Oleh: Bahrul Ulum

MINGGU ini, umat Islam Indonesia dihebohkan oleh status yang menamakan Emilia Renita AZ, istri Jalaluddin Rahmat, yang menyatakan bahwa Tuhan kaum Syiah berbeda dengan Tuhan umat Islam. Hal ini ia tulis dalam status akun Facebook Emilia Renita AZ yang diposting pada Selasa (04/10/2014).

Dalam statusnya, Emilia mengutip tokoh syiah Al-Gharawi yang mengatakan bahwa, “Tuhan kita (syiah) adalah Tuhan yang menurunkan wahyu kepada Ali, sedangkan Tuhan yang menurunkan wahyu kepada Muhammad maka bukan Tuhan kita. Shollu ‘Ala Nabii……”

Namun kabar yang baru saya dapatkan, Emilia menampik jika status akun itu adalah miliknya. [Baca: Emilia Renita: Saya Tak Tanggapi Fitnah dan Akun Facebook Palsu ]

Sebenarnya pernyataan seperti itu bukan hal baru dalam ajaran Syiah. Dan tulisan ini tidak membahas soal akun asli atau palsu.
Selain Al-Ghawari juga ada tulisan ulama hadits kenamaan Syiah bernama Sayyid Nikmatullah Al-Jazairi dalam kitabnya “Al-Anwar An-Nu’maniyyah” mengenai hal yang sama. Ia menulis,”Kita (Syiah Imamiyah dan Ahlus Sunnah) tidak satu Tuhan, tidak satu Nabi dan tidak satu Imam. Pasalnya, Tuhan yang mereka (Ahlus Sunnah wal Jamaah) akui adalah Tuhan yang menjadikan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Nabi-Nya dan Abu Bakar sebagai khalifahnya sepeninggal beliau, sedangkan kami (Syiah Imamiyah) tidak mengakui Tuhan yang seperti ini. Akan tetapi Tuhan yang menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah bukanlah Tuhan kami, dan Nabi itu pun bukanlah Nabi kami”. (Nikmatullah Al-Jazairi, Al-Anwar An-Nu’maniyyah, Jilid II/ hal 278).

Kalau kita telaah kitab-kitab Syiah, pernyataan seperti itu sebenarnya merupakan cerminan kegagalan Syiah memprogandakan konsep Imamah. Mereka sangat kecewa dengan nash-nash al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang ternyata tidak secara eksplisit menerangkan tentang konsep tersebut.

Kekecewaan itu kemudian diantaranya dengan menyalahkan Rasulullah karena dianggap menyembunyikan masalah tersebut. Dalam hal ini Khumaini dalam bukunya menulis bahwa seandainya Nabi Muhammad menyampaikan perkara Imamah sebagaimana yang Allah perintahkan (padanya) dan mencurahkan segenap kemampuannya dalam permasalahan ini, niscaya perselisihan yang terjadi di berbagai negeri Islam tidak akan berkobar…..” [Khumaini,Kasyful-Asraar, hal. 155].

Tentu saja tuduhan Khumaini ini tidak berdasar, karena Rasulullah telah menyampaikan semua ajaran yang diterimanya dari Allah. Tidak ada satupun khabar atau informasi yang beliau sembunyikan. Rasululah merupakan manusia yang paling takut kepada Allah dibanding manusia lainnnya. Dalam hal ini Allah berfirman:“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Al-Maidah (5): 670).
Ayat ini menurut para ahli tafsir sebagai jaminan dari Allah bahwa Rasulullah tidak akan terbunuh dalam menyampakaikan ajaran Islam. Beliau akan wafat setelah semua ajaran Islam tersampaikan kepada umat manusia.

Ternyata Rasulullah Memilih Abu Bakar dan Umar

Kekecewaan kaum Syiah bukan saja mereka tujukan kepada Rasulullah, tetapi juga kepada para sahabat beliau. Mereka menuduh para sahabat telah merampas hak Ali dalam soal Imamah. Ketiga khalifah sebelum Imam Ali, yaitu Abu Bakar, Umar dan Ustman dianggap sebagai perampok yang merampas hak Ali dalm masalah kekhalifahan.

Abu Bakar dan Umar meski memimpin dengan amanah, adil, jujur dan ihlas, tidak dianggap sebagai khalifah Islam oleh kaum Syiah, tapi sebagai perampok yang mengambil alih hak Ali sebagai pengganti Rasulullah. (Nashir Abdullah Ibnu Ali al-Qofari, Ushul Mazhab Syiah, hal 825)

Karena alasan itulah hingga saat ini kaum Syiah sangat membenci Abu Bakar dan Umar. Sebagai bentuk kebencian terhadap dua sahabat Rasulullah itu, mereka selalu melaknat keduanya dalam do’a harian. Al-Kaf’ami dalam kitabnya al-Mishbah, menyebutkan doa yang berisi laknat terhadap Abu Bakar dan Umar yang dinamakan dengan Doa Shanamai Quraisy (doa atas dua berhala Quraisy).

Dia menyebutkan bahwa doa ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. “Ya Allah limpahkan shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, dan laknatlah dua berhala Quraiys, dan kedua jibt dan thaghutnya (maksudnya: syetan yang disembah selain Allah-Pent), kedua tukang dustanya, dan kedua putrinya yang telah menyelisihi perintah-Mu dan mengingkari wahyu-Mu.” (Taqiuddin Ibrahim Ibnu Ali Husein ibnu Muhammad ibnu Shaleh al-Amili Kaf’ami, al-Mishbah, hal. 552)

Bahkan mereka menyalahkan secara total apa yang dilakukan oleh khalifah sebelum Ali, yang menurut kaum Syiah diangkat berdasar pemikiran atau persetujuan kaum muslimin. Bagi kaum Syiah, cara seperti ini dianggap melawan atau menentang wasiat Nabi Muhammad. Karena itu mereka menganggap ketiga khalifah sebelum Ali telah murtad dan kafir. Demikian pula orang yang mengakui kekhalifahan mereka juga dianggap sesat, baik orang-orang dahulu maupun orang-orang belakangan. ( al-Majalisi, Bihar al-Anwar, juz IV, hal. 385)

Berdasar keyakinan ini Syiah secara mutlak tidak mengakui kepemimpinan khalifah sebelum Ali karena mereka dipilih oleh manusia.
Padahal dalam persoalan kekhalifahan, Ali bin Abi Thalib tidak sebagaimana yang mereka yakini. Ali termasuk seorang sahabat yang tidak gila kekuasaan dan jabatan. Dalam kitab rujukan Syiah sendiri, yaitu Nahjul Balaghah, disebutkan bahwa Imam Ali menolak ketika akan diangkat menjadi khalifah/imam. Ia berkata: “Da’uuniy wal tamisuu ghairiy (Carilah orang selain aku)” (Sayid Syarif Radhi, Nahjul Balaghah, Khutbah 91)

Demikian juga saat khalifah Umar hendak wafat, beliau memilih 6 orang untuk melakukan syuro, supaya memilih diantara mereka sebagai penggantinya. Kemudian 3 orang dari mereka mengundurkan diri, lalu Abdurrahman bin Auf r.a. juga ikut mengundurkan diri, tinggal Utsman r.a. dan Ali r.a. Dalam kondisi seperti ini Imam Ali tidak mengatakan kepada mereka bahwa beliau telah menerima wasiat kekhalifahan dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam.

At-Thabarsy juga mengutip perkataan Muhammad Al-Baqir bahwa Ali menetapkan kekhilafahan Abu Bakar, mengakui akan keimanannya, turut mengangkatnya dengan kekuasaannya, sebagaimana yang disebutkan bahwa Usamah bin Zaid yang mencintai Rasul tatkala ia siap untuk berangkat, Rasul berpulang ke Al-Malaul A’la. Setelah ia menerima pemberitahuan akan kewafatan Rasulullah, ia kembali bersama pasukannya memasuki kota Madinah. Maka tatkala ia melihat bahwa manusia mengangkat Abu Bakar, ia mendatangi Ali bin Abi Thalib dan bertanya: “Apa ini?”. Ali menjawab: “Sebagaimana yang engkau lihat”. Berkata Usamah: “Apakah engkau turut mengangkatnya(Abu Bakar)?. Ali pun menjawab: “Iya”. (Abi Mansur Ahmad ibnu Ali ibnu Abi Thalib al-Thabarasy, al-Ihtijaj, Juz I,/hal.115

Adapun Ali yang terlambat membai’at Abu Bakar, diterangkan oleh ulama Syiah sendiri yaitu Ibnu Abil Hadid: “Kemudian berdiri Abu Bakar, berpidato kepada orang banyak dan menyatakan keuzurannya, berkata: “Sungguh pengangkatan saya adalah kekhilafan, mudah-mudahn Allah menghindarkan akan bahayanya. Aku takut akan fitnah, Demi Allah. Aku tak pernah menginginkannya walau hanya satu hari, aku sudah diserahi tugas yang amat berat lagi besar, aku merasa tak kuat dan tak mampu, aku ingin agar ada orang yang lebih kuat yang menggantikanku.’ Begitulah Abu Bakar mengakui keberatannya. Golongan Muhajirin menerima keberatan itu dan berkata Ali dan Zubair: “Kita tidak marah, kecuali melalui musyawarah, dan kami memandang Abu Bakar manusia paling berhak dengan pengangkatan itu, karena ia adalah teman Rasul di dalam gua, kami mengetahui pengalamannya, dan ialah yang diperintahkan Rasul untuk menggantikan beliau untuk memimpin shalat di saat Rasul masih hidup”. ( Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, juz II, hal.50).

Pernyataan Imam Ali ini menunjukkan bahwa ia mengakui kekhalifahan Abu Bakar. Jika kekhalifahan harus berdasar nash, tentu ia tidak akan mengakui kekhalifahan Abu Bakar.

Demikian juga para sahabat yang lain telah sepakat bahwa tidak ada wasiat dari Rasulullah mengenai Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti beliau. Disamping itu seandainya memang benar Nabi SAW bersabda demikian, pastilah akan terjadi, karena tidaklah beliau mengucapkan sesuatu melainkan dari wahyu yang diwahyukan oleh Allah dan Allah tak pernah menyelisihi perkataan-Nya/janji-Nya.

Bahkan ironisnya ada riwayat dari kitab Syiah yang dengan jelas menerangkan Rasulullah memberi tahu Khafsah, salah satu istrinya bahwa yang menggantikan beliau sebagai khalifah adalah Abu Bakar dan Umar. Diriwayatkan oleh al-Majlisi dan lainnya dari Imam Ja’far Shadiq berkata “Ketika nabi membisikkan kepada sebagian istrinya, yaitu Khafsah. Berkata Shadiq, ‘Dia telah ingkar dengan perkataanya’ ……..”Sesungguhnya Rasulullah memberi tahu Khafsah bahwasanya ayahnya (yaitu Umar bin Khatab) dan Abu Bakar Shidiq nanti bakal memimpin setelah beliau.” Maka keduanya (Abu Bakar dan Umar) mempercepat kematian Nabi dengan memberi racun. Lalu Allah memberitahu Nabi atas perbuatan kedua orang itu.” (Al-Majalisi,Biharul Anwar, Juz XXII/hal 246)

Meski riwayat tersebut dimaksudkan untuk mencela Abu Bakar dan putrinya serta Umar dan putrinya yang akan meracuni Rasulullah, namun penulis riwayat ini kurang jeli sehingga memasukkan cerita tentang Rasulullah yang memberitahu Khafsah bahwa ayahnya Umar dan sahabatnya Abu Bakar akan menjadi pemimpin atau Imam.*

Penulis adalah Sekretaris Umum Majelis Intelekual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jawa Timur

 

 

sumber: Hidayatullah

Pidato Ali bin Abi Thalib di Hari Wafatnya Khalifah Abu Bakar

HUBUNGAN Khalifah Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib dikenal sangat erat.  Dalam kitab Nahjul Balaghah, kitab yang diyakini kumpulan pidato Ali, dikatakan bahwa Ali memuji Abu Bakar dan Umar sebagai Khalifah.

Dr. ‘Aidh Al-Qarni dan Dr. Muhammad Al-Hasyimi Al-Hamdi mengutip pidato Ali bin Abi Talib Radhiallahu Anhu di saat meninggalnya Khalifah Umar Bin Khatab;

“Allah merahmatimu wahai Abu Bakar. Engkau adalah orang pertama yang memeluk Islam. Orang yang paling ikhlas dalam beriman. Orang yang paling kuat keyakinan. Orang berada yang paling mulia dan orang yang paling melindungi Rasul Allah. Orang yang dekat dengan Rasul Allah akhlaknya,  kemuliaannya,  petunjuknya dan karakternya. Semoga Allah memberimu pahala kebaikan atas Islam,  Rasul Allah dan kaum muslimin. Engkau membenarkan Rasul Allah saat orang-orang mengingkari. Engkau mendarmakan hartamu saat orang-orang lain kikir. Engkau berdiri bersamanya saat orang-orang lain diam. Allah menamakanmu Shiddiqan (yaitu yang datang dgn membawa kebenaran dan dia membenarkan. Mereka adalah orang-orang yangmuttaqun). Orang-orang menginginkan Muhammad dan Muhammad menginginkanmu. Demi Allah engkau adalah benteng Islam dan siksaan bagi kaum kafirin. Hujjah-mu tidak menurun dan nalarmu tidak melemah. Dirimu tidak pernah takut. Engkau bagaikan gunung yang tidak goyah oleh hembusan badai. Engkau seperti halnya sabda Rasul : “Badanmu lemah namun kukuh dalam perintah Allah. Engkau adalah orang yang rendah hati namun mulia dihadapan Allah. Mulia di muka bumi dan besar di hadapan kaum muslimin. Tidak seorangpun di hadapanmu berambisi dan tidak seorangpun meremehkan. Orang yang kuat di hadapanmu lemah sampai engkau mengembalikan hak orang lain dari padanya. Orang yang lemah di hadapanmu kuat sampai engkau mengembalikan haknya. Semoga Allah tidak menjauhkan pahalamu atas kami dan tidak pula Allah menyesatkan kami setelah kepergianmu..”

Semoga Allah meridhoi Amirul Mukminin,  Ali bin Abi Thalib r.a. dan Amirul Mukminin,  Abu Bakar Shiddiq r.a. (Dikutip dari buku ‘Mawaddah Ahlu Al-Bait ‘inda Ahli Al-Sunnah’ oleh Dr. ‘Aidh Al-Qarni dan Dr. Muhammad Al-Hasyimi Al-Hamdi).*

 

sumber: Hidayatulah

Mengapa Syiah Sangat Membenci Umar bin Khathab?

Pertanyaan itu terus terngiang di benak hati kaum Muslimin.

Umar bin Khathab dan para sahabat senior berhasil menaklukkan Imperium Majusi dan memadamkan api suci buatan iblis sesembahan bangsa Persia, dan kebencian mereka kepada Umar dijadikan menjadi bagian dari ajaran sekte syiah, seperti kata penulis buku “Sejarah Peradaban Iran”.

Kebencian Iran dan rakyat Iran terhadap Umar bin Khathab bukanlah disebabkan karena Umar merampok kekuasaan yang diklaim Syiah harusnya menjadi hak Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, melainkan karena Umar telah menaklukkan Iran dan memangkas habis imperium dinasti Sasaniah

Dalam catatan sejarah, Umar juga terbukti sangat dicintai oleh keluarga baginda nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ali sendiri menikahkan putri tercintanya kepada Umar dan bahkan Ali memberi nama salah seorang putranya dengan nama Umar dan memberi nama putranya hang lain dengan nama Abu Bakar.

Sudah menjadi pengetahuan umum, betapa besarnya unsur Yahudi di dalam sekte Syiah. Syiah adalah sekte buatan Yahudi dan Abdullah bin Saba’ serta para sekutunya.

Syiah amat benci kepada Umar karena Umar mengusir Yahudi dari semenanjung Arab, dan saking bencinya mereka dengan Umar maka mereka menggelar pembunuh Umar dengan gelar kebesaran yaitu “Baba Syuja’uddin” yang artinya “Bapak Agama Yang Pemberani” dan mereka juga membuatkan monumen khusus untuk sang pembunuh di Iran sana.

Dan itu juga lah mengapa orang Syiah sangat suka dengan nama “Piruz” atau “Fairuz” lengkapnya “Piruz Nahavandi” mama asli dari Abu Lu’lu’ Si Hamba Persia penyembah api yang membunuh Umar. Sebagaimana mereka juga enggan melewati  pintu Masjidil Haram yang bernama “Pintu Umar”.

Untuk diketahui juga, Syiah diciptakan bertugas menjalankan misi untuk mem-bully dan mengutuk para khalifah pengganti rasulullah, sahabat-sahabat nabi, dan istri-istri rasulullah sebagai sumber utama penukilan ajaran Islam ini, dan juga untuk mengutuk berbagai penaklukan  yang dilakukan oleh para pemimpinan Islam pada masa lalu.

Sudah menjadi maklumat umum bahwa Yahudi sangat benci dengan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh ummat Islam dan bangsa Arab, yang mana pada masa lalu bangsa Arab bukanlah bangsa yang dianggap oleh Imperium Persia yang maha gagah itu. Sebagaimana Syiah juga tidak pernah punya wilayah taklukkan sepanjang sejarahnya.

 

Catatan Penting

Jika setiap Yahudi, apapun kewarganegaraannya, pasti pro Israel dan support Israel dan menjadi bagian dari negara Israel; maka demikian juga halnya dengan penganut Syiah seluruh dunia pasti menginduk ke Iran (Negara Faqih) apapun paspornya. Mereka pasti akan berusaha keras untuk mempelajari bahasa Persia. Ini adalah bukti bahwa darah Persia pagan/Majusi begitu melekat dalam daging mereka.

Hikmahnya, Umar dan para sahabat lainnya sukses menghapus imperium persia penyembah api dan memadamkan api suci milik iblis yang berabad-abad pernah mereka tuhankan, sehingga api itu tidak akan pernah bisa menyala lagi sampai hari kiamat kelak; maka  iblis pun menyalakan api dendam di dalam dada setiap penganut sekte Syiah, dendam kesumat kepada Allah, Rasulullah, para Sahabat Nabi, Islam, dan kaum Muslimin sampai kiamat tiba.

 

Oleh: Ustadz Syafruddin Ramly, Lc.

sumber: Fimadani

Sepuluh Kriteria Aliran Sesat

Gerakan aliran sesat diduga kembali menyeruak di Tanah Air. Salah satu organisasi masyarakat (ormas). Hilangnya beberapa pegawai negeri sipil (PNS) di beberapa daerah disebut karena yang bersangkutan bergabung dengan salah satu ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengkaji apakah Gafatar termasuk dalam kriteria aliran sesat atau tidak. MUI pernah menetapkan sepuluh kriteria sebuah aliran keagamaan dianggap menyimpang pada rapat kerja nasional (Rakernas) 2007. Bila salah satunya dilanggar, bisa dikatakan aliran itu menyimpang.

1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam.

2. Meyakini dan mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i .

3. Meyakini turunnya wahyu sesudah Alquran.

4. Mengingkari kebenaran Alquran.

5. Menafsirkan Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir.

6. Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam.

7. Menghina, melecehkan, atau merendahkan nabi dan rasul.

8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai utusan terakhir.

9. Mengubah, menambah, dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan secara syar’i.

10. Mengafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.

 

Sementara, RI sudah menerapkan dasar hukum penodaan agama lewat Undang-undang  No 1/PNPS/ Tahun 1965 tentang Pencegahan dan atau Penodaan Agama. Beleid tersebut berisi yakni:

Pasal 1

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang  menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Pasal 2

(1) Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 3

Apabila setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama menteri/Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri atau oleh Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 4

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 156a: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa.”

 

 

MUI Kaji Ideologi Aliran Gafatar

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang mengkaji keterkaitan ideologi organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dengan hilangnya sejumlah orang di berbagai daerah. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis mengatakan hingga kini MUI masih melakukan kajian mendalam terkait gerakan dan ideologi Gafatar.

“Masih kita kaji aliran ideologinya,” kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (10/1).

Berkaitan dengan orang hilang, Cholil mengakui memang ada beberapa organisasi dengan ideologi dan aliran tertentu yang menjurus pada penghilangan orang atau kabur dari rumah tinggalnya. “Aliran seperti ini memang sedang tumbuh subur di Indonesia,” katanya.

Hal ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa hal penyebab. Pertama tingginya semangat keagamaan tapi tidak dibarengi pemahaman agama yang baik. Kedua orang dengan semangat keagamaan yang tinggi tidak terbiasa mencari guru agama yang terbaik.

“Ketiga, fenomena sosial dan kekecewaan terhadap kelompok agama dominan dan keempat minimnya wawasan dan referensi keagamaan,” kata dia.

Namun, Kiai Cholil menyebut, bagaimana pun kasus orang yang hilang dari rumahnya bisa menjadi tindak pidana yang sangat mungin diusut pihak kepolisian.

Saat ini masyarakat sedang diresahkan dengan hilang atau kaburnya beberapa orang dari kediamannya. Sebelumnya dokter asal Lampung, Rica Tri Handayani bersama anaknya dikabarkan hilang di Jogja pada 30 Desember lalu. Selain Rica, Diah Ayu Yulianingsih juga dikabarkan hilang bersama utrinya pada 11 Desember lalu.

Beberapa pihak mengkaitkan kejadian hilang atau kaburnya beberapa orang ini dengan merebaknya organisasi dengan paham aliran agama menyimpang atau jaringan terorisme. Sebagian lain menyebutkan keterlibatan organisasi Gafatar ini terkait kelompok aliran Al-qiyadah Al Islamiyah yang disebarkan Ahmad Musadeq, yang sempat mengakui diri sebagai nabi terakhir atau mesiah.

 

sumber: Republika Online

Benarkah Gafatar Sempalan Gerakan Ahmad Musadeq?

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) diduga merupakan kelanjutan dari sebuah aliran kepercayaan yang dipimpin Ahmad Musaddeq. Pada akhir 2006, Musaddeq membawa gerakan Al-Qiyadah al-Islamiyah yang akhirnya diputuskan oleh MUI sebagai aliran sesat karena karena menyimpang dari ajaran Islam dan melakukan sinkretisme agama.

Pembicara kajian Islam tadabbur Alquran Masjid Attin, Jakarta, Parwis L Palembani kepada Republika.co.id, Senin (11/1), mengungkapkan, aliran tersebut melakukan sinkretisme ajaran dari Alquran, Injil dan Yahudi.

(Baca: Sepuluh Kriteria Aliran Sesat).

Meski pernah menyatakan diri bertobat Musaddeq hingga kini dianggap masih menyebarkan ajarannya dengan menggunakan nama lain diantaranya Milah Abraham dan Gafatar yang masih aktif di beberapa wilayah Indonesia.

“Walau ada yang menampik tidak ada arah ke sana. Tapi yang namanya aliran menyimpang selalu bilang murni sosial,” ujarnya. Orang-orang yang tergabung dalam Gafatar, kata dia, banyak terdapat di Jakarta dan Jawa Barat. Namun saat ditanyakan apakah Gafatar ada kaitannya dengan sejumlah orang yang hilang belakangan ini, Parwis menyebut hal itu masih butuh penelitian lebih lanjut.

 

sumber:Republika Online

Gafatar Sama Sesatnya dengan Al-Qiyadah Buatan Nabi Palsu Moshaddeq

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ternyata merupakan wajah lain dari sebuah sekte sesat Al Qiyadah Al Islamiyah yang dulu dipimpin Nabi Palsu Ahmad Mushoddeq. Pantas saja umat Islam di beberapa daerah resah dan mendesak pembubaran Gafatar.

Sekte ini sebelumnya pernah berganti nama menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar) dan sekarang untuk menutupi kesesatannya mereka menggunakan topeng ormas Gafatar yang kegiatannya seolah hanya berkhidmat pada urusan sosial, budaya atau pendidikan agar bisa diterima masyarakat.

Wakil Ketua Komite Dakwah Khusus MUI Pusat Ustadz Abu Deedat Syihab, MH menyatakan bahwa Gafatar merupakan penjelmaan aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah yang sebelumnya bernama Al Qiyadah Al Islamiyah lalu menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar) pimpinan Ahmad Mushoddeq, hal ini terlihat dari para deklaratornya yang merupakan penganut sekte sesat tersebut.

Gafatar itu komunitas millah abaraham. Mereka itu mengubah nama, dulu Al Qiyadah Al Islamiyah (Pimpinan Nabi Palsu Ahmad Mushoddeq), diganti jadi Komar (Komunitas Millah Abraham)

“Gafatar itu komunitas millah abaraham. Mereka itu mengubah nama, dulu Al Qiyadah Al Islamiyah (Pimpinan Nabi Palsu Ahmad Mushoddeq), diganti jadi Komar (Komunitas Millah Abraham), bulan Januari 2012 lalu mereka mendeklarasikan dengan nama ormas namanya Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara), tapi jauh sebelum itu saya sudah mendapat kabar dari salah seorang pengikut Mushoddeq yang sudah taubat bahwa mereka akan berganti nama menjadi GFN atau Gafatar, akhirnya deklarator-deklaratornya semua orang-orang komunitas millah Abraham,” tuturnya kepada voa-islam.com, Senin (9/4/2012).

Menurutnya Gafatar tetap menganut ‘aqidah sesat yang dikembangkan Mushoddeq lalu mencoba melegalkan diri dalam bentuk ormas sebagai strateginya.

“Aqidah mereka tidak berubah, jadi supaya legal strateginya diganti dengan model ormas. Bahkan sudah banyak pengikutnya di daerah Bekasi Utara dan sudah banyak korban-korbannya yang melapor kepada kita,” ungkap peneliti aliran sesat tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, DPP Gafatar mengakui jika Ketua Umumnya Mahful Muis Tumanurung pernah terlibat aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah pimpinan Nabi Palsu Ahmad Mushoddeq. Mahful dengan nama baiat Imam Hawary pernah ditangkap dan diadili sebagai pimpinan Al Qiyadah Al Islamiyah wilayah Sulawesi Selatan.

Selain itu Abu Deedat juga mengingatkan umat Islam harus waspada sebab ormas Gafatar dengan berkedok kegiatan sosial telah mendompleng Palang Merah Indonesia (PMI) untuk masuk ke tengah masyarakat.

“Di beberapa daerah termasuk di Jakarta mereka banyak mendompleng dengan kegiatan PMI, donor darah, aksi sosial sehingga banyak orang yang tidak paham,” tandasnya. [Ahmed Widad]

 

 

sumber: VOA Islam

Gafatar Disebut Preteli Ajaran Islam

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menulai polemik karena disebut menjadi organisasi masyarakat (ormas) tempat menampung beberapa pegawai negeri sipil (PNS) yang hilang di daerah.

Pembicara kajian Islam tadabbur Alquran Masjid At Tin, Jakarta,  Parwis L Palembani mengungkapkan, Gafatar sudah mempreteli ajaran Islam. Padahal, dia menjelaskan, umat Islam mempunyai hal baku dalam berkeyakinan yang ditunjukkan dengan adanya rukun iman dan hal baku dalam beribadah yang ditunjukkan oleh rukun Islam.

Parwis mengatakan banyak aliran menyimpang yang ditemui, mempreteli kedua hal tersebut, misalnya mengajarkan pengikutnya untuk tidak melakukan shalat lima waktu. “Makanya kalau rukun tersebut sudah diutak-atik, maka tidak usah dipertanyakan lagi. Berarti sudah di luar Islam,” kata Parwis. Ini juga dapat menjadi indikator untu menilai apakah suatu aliran menyimpang atau tidak dari ajaran Islam.

Dia mengungkapkan, Gafatar menjual nilai sosial untuk menarik anak muda menjadi anggotanya. Ormas ini menunjukkan sisi humanis terhadap sesama seperti berbagi kepada anak yatim ataupun warga kurang mampu. Dari sisi sosial, tidak ada yang salah dengan hal tersebut. “Namun bukan berarti ini menjadi indikator bahwa aliran tersebut bukan aliran menyimpang,” ujarnya.

 

sumber: Republika Online

Ormas Ini Dituding Menyimpang dari Ajaran Islam

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengimbau masyarakat untuk mewaspadai aliran sesat dan paham radikal. Ini menyusul munculnya kelompok masyarakat yang menamakan diri Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di sejumlah kabupaten dan kota di provinsi itu. Ormas ini dinilai telah menyebarkan ajaran yang menyimpang dari akidah Islam.

Kepala Kantor Kementerian Agama Wilayah Sulawesi Tenggara Muhammad Ali Irfan saat ditemui di kantornya mengatakan, dari hasil kajian, Gafatar telah menyebarkan paham menyimpang. Antara lain, mereka tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir.

Mereka juga tidak wajib menunaikan ibadah haji dan melaksanakan salat Jumat berjemaah di masjid. “Kami pernah menggelar diskusi, dan memang Gafatar tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir,” kata Ali Irfan.

Menurut Ali, Gafatar mengakui generasi setelah Nabi Muhammad adalah Ahmad Musadek. “Ia diakui datang ke dunia sebagai utusan Tuhan,” kata Ali Irfan.

Dalam menyebarkan ajarannya, Ali Irfan menuding Gafatar berkedok sebagai organisasi kemasyarakatan. Kelompok ini kerap mengadakan berbagai kegiatan sosial, seperti donor darah, sunat massal, aksi bersih lingkungan, hingga memberikan modal usaha dan pupuk untuk pertanian.

“Ini ajaran sesat yang dibungkus dengan kegiatan sosial. Pengikutnya disuruh menandatangani surat pernyataan yang berisi anggota Gafatar harus meninggalkan segala kegiatan yang bernuansa syariah,” kata Ali Irfan.

Atas penemuan itu, menurut Ali Irfan, pihaknya sudah menggelar rapat terpadu dua hari lalu dengan melibatkan unsur pemerintah, kepolisian, Majelis Ulama Indonesia, dan Muhammadiyah. Forum itu menginstruksikan kepada wali kota dan bupati untuk tidak memberikan izin sekaligus melarang kegiatan Gafatar di seluruh wilayah Sulawesi Tenggara.

 

sumber: TEMPO

Curhat Perempuan Melarat kepada Imam Hambali

Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani (Imam Hambali) suatu ketika dihampiri perempuan muda yang hendak mencurahkan isi hatinya. Perempuan ini sedang dihantui perasaan bersalah atas sikapnya beberapa waktu yang lalu.

Mula-mula ia menceritakan kondisi serba kekurangan bersama ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Keadaan ini terpaksa ia hadapi karena sang suami yang menjadi tulang punggung keluarga telah lama meninggal dunia.

Untuk bertahan hidup, perempuan itu mengandalkan profesinya sebagai pemintal benang. Malam ia memintal, siang ia menjualnya. Fasilitas yang amat terbatas membuatnya tetap melarat dengan pekerjaan ini.

“Karena tidak memiliki lampu di dalam rumah, untuk memulai memintal benang, saya terpaksa menunggu cahaya bulan purnama,” tutur perempuan malang ini.

Namun suatu malam, tempat tinggal keluarganya tidak segelap biasanya. Bukan sebab sinar purnama telah tiba, melainkan serombongan kafilah kebetulan bermalam di dekat rumah perempuan ini. Lampu-lampu yang mereka bawa secara tidak sengaja turut menerangi area dan gubuk di sekelilingnya.

Di hadapan Imam Hambali, perempuan ini mengaku telah memanfaatkan kesempatan bersama cahaya lampu para kafilah tersebut untuk memintal. Yang membuatnya gundah adalah kealpaannya meminta izin kepada rombongan kafilah.

“Apakah hasil penjualan benang yang saya pintal di bawah cahaya lampu kafilah itu halal untuk saya gunakan?” tanya perempuan itu kepada sang imam.

Imam Hambali menatap kosong. Sesaat kemudian air matanya mengalir. Pendiri mazhab fiqih Hambali ini heran, di tengah mayoritas orang dilanda keserakahan terhadap dunia, ada seorang perempuan miskin yang masih memikirkan kesucian harta.

Imam Bukhari dalam riwayatnya menceritakan prediksi Rasulullah bahwa “Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram”. (Mahbib Khoiron)

 

sumber: NU