Demi masa. Demikian sumpah Allah SWT dalam surah al-Ashar ayat pertama. Ini pertanda jelas akan pentingnya waktu. Tak hanya disurah dengan nomor urut ke-103 itu, penegasan akan pentingnya waktu juga ditemukan di banyak surah. Surah ad-Dhuha, misalnya.
Maka, kata Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Prof Ahmad Satori Ismail, waktu bagi umat Muslim tidak hanya sebagai aksesoris saja. Waktu merupakan bagian dari akidah dan keyakinan. “Usia dan aktivitasnya akan dihisab kelak,” katanya.
Dalam konteks ini, maka tepat untuk merenungkan surat seorang tokoh sufi terkemuka, yakni Hasan al-Bashri pada Umar Bin Abdul Aziz. Sang sufi mengatakan, “Sesungguhnya dunia itu jika kamu memikirkannya, tidak lebih dari tiga hari.”
Seorang Muslim harus mengingat berharganya waktu, layaknya hari kemarin yang tak terulang. Hari ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan hari besok tidak ada yang tahu seorang Muslim masih hidup atau tidak. Dengan adanya waktu, seharusnya seseorang dapat mengingat kematiannya. Oleh karena itu, berbuat baiklah dan jangan tertipu oleh mimpi-mimpi sebelum ajal tiba.
Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, saking pentingnya menghargai waktu, Allah SWT pun selalu bersumpah atas nama waktu. Tidak hanya di satu waktu saja, tetapi juga dari waktu subuh bahkan hingga tengah malam.
Kata tersebut di Alquran diulang sebanyak 206 kali. Bahkan, Dia bersumpah baik di waktu subuh, dhuha, siang, ashar, dan malam. Sumpah Allah SWT tersebut dapat diartikan sebagai sebuah nikmat yang tidak dapat tergantikan. “Satu detik saja yang telah berlalu tidak dapat dikembalikan,” ujarnya.
Berbeda dengan umat Islam, tradisi Barat hanya mengartikan waktu sebatas uang. Waktu tidak hanya berhubungan dengan kehidupan duniawi yang matrealistis. Memang, setiap orang yang bekerja dihitung berdasarkan jam kerja mereka. Produksi yang dihasilkan makin banyak dan cepat akan semakin menguntungkan dan menghasilkan uang yang banyak.
Tetapi, sebagai Muslim, waktu justru ibarat pedang sehingga mereka sebenarnya tidak boleh bermain-main dengan waktu. Bermain dengan waktu sama saja mempermainkan kehidupan mereka sendiri. Sebab, kehidupan seseorang merupakan kumpulan untaian waktu, hari, jam, menit, bahkan detik. Tiap waktu yang dilalui, berarti berkuranglah usia manusia.
Maka, ungkap Satori, cara untuk menghargai waktu pun telah diteladankan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Rasul semasa hidupnya tidak terlepas dari beribadah. Rasul selalu mengisi waktu kosongnya dengan berzikir dan tidak membuang waktu hanya untuk berbicara omong kosong. Waktu tidur yang digunakannya pun terbatas karena sepertiga malam terakhirnya digunakan untuk qiyamul lail. Lihat pula Umar bin Khatab yang tidak pernah tidur sepanjang hidupnya karena khawatir akan terlambat shalat Subuh berjamaah. Waktu tidurnya digunakan untuk membaca Alquran.
Ketua Yayasan Dinamika Umat Ustaz Hasan Basri Tanjung mengatakan, kehidupan seorang Muslim tidak terlepas dari waktu. Sumpah Allah ditujukan untuk waktu dhuha, fajar, dan malam. Karena itu, seseorang yang mengabaikan waktu berarti abai juga terhadap kehidupannya. Karena mereka yang tidak menghargai waktu termasuk golongan yang merugi. Selain itu, setiap kegiatan manusia baik dari subuh hingga subuh kembali tidak terlepas dari waktu. “Waktu juga merupakan tanda dari kematian seseorang,” katanya.
Imam al-Ghazali pernah berkomentar soal waktu. Hal yang paling jauh adalah masa lalu dan yang paling dekat adalah kematian. Pepatah Barat yang menyebutkan waktu adalah uang hanya sebatas harta duniawi saja. Sedangkan, makna waktu bagi Islam lebih banyak dari itu. Waktu tidak hanya terkait kehidupan manusia di dunia, tetapi juga di akhirat. Seluruh umat manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai macam perbedaan.
Tetapi, mereka diberikan waktu yang sama, satu hari satu malam selama 24 jam. Sehingga, ketika seseorang kehilangan waktu satu menit saja mereka akan sangat merugi. Sebab itulah, waktu adalah anugerah yang paling berharga. Pentingnya waktu merupakan sebuah isyarat yang patut direnungkan.
Waktu menjadi sebuah pengingat untuk seorang Muslim menghadap Allah SWT. Mereka diingatkan agar setiap waktu dapat bersyukur terhadap nikmat yang selalu diberikan. Rasulullah pun mengingatkan umatnya agar menggunakan lima perkara sebelum datangnya lima perkara. Di dalamnya disebutkan salah satunya untuk mendahulukan waktu luang sebelum datangnya waktu sempit.
Waktu luang tersebut seharusnya dapat digunakan untuk memperbanyak ibadah dan amal kebaikan. Begitu juga Umar bin Khatab yang tidak pernah tertidur karena selalu menggunakan waktu luangnya untuk bekerja dan beribadah. “Dia tidak akan tidur nyenyak sebelum umatnya tidak lagi kelaparan,” ujarnya.