Benarkah Alfatihah Bukan Surah Pertama yang Diturunkan?

Surah Alfatihah disebut sebagai pembuka bukan berarti bahwa surah tersebut turun pertama kali dalam Alquran. Banyak sekali hadis yang menyebutkan bahwa lima ayat dari surah Al ‘Alaq atau Iqra merupakan wahyu yang pertama diturunkan saat Rasulullah berada di Gua Hira. Karena itu, tidak wajar jika ada riwayat lain yang menggugurkannya.

Pakar tafsir Alquran M Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah menjelaskan, Surah Alfatihah turun di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Ini dibuktikan karena nama as-Sab ‘al-Matsani sudah disinggung dalam Surah Al Hijir (15) ayat 87: “Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu as-Sab al Matsani dan Alquran al Karim.”

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa as-Sab al Matsani merupakan satu dari tiga nama Alfatihah yang pernah dijelaskan Rasulullah SAW.

Sementara itu, Al Hijr juga disepakati oleh mayoritas ulama turun ketika Rasulullah SAW masih bermukim di Makkah. Ini diperkuat karena shalat telah diwajibkan di Makkah sedangkan Rasulullah bersabda bahwa shalat tidak sah tanpa membaca surah Alfatihah.

Tak hanya itu, Quraish Shihab menjelaskan ada indikator di dalam Alfatihah bahwa surah tersebut bukan merupakan wahyu pertama. Hal ini tampak pada ayat kelima: Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Artinya hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.

Kata kami (bentuk jamak) memberi isyarat bahwa ayat ini baru turun setelah adanya komunitas Muslim yang menyembah Allah secara berjamaah. Ini tentu tidak terjadi pada awal masa kenabian.

Di samping itu, kandungan surah ini berbeda dengan kandungan surah-surah pertama yang umumnya berisi tentang pengenalan terhadap Allah dan pendidikan untuk Nabi Muhammad saw. Sebagai contoh dalam Iqra, Al Muzammil dan Al Mudatsir.

 

Salah seorang ulama, Syekh Muhammad Abduh berpendapat bahwa Alfatihah merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum turunnya Iqra. Muhammad Abduh berpijak dari sebuah riwayat yang nilainya tidak shahih dari al-Baihaqi dan argumen logika.

Ada kebiasaan Allah menyangkut penciptaanmaupun penetapan hukum, yaitu memulainya secara umum dan global. Kemudian disusul dengan rincian secara bertahap.

Abduh berpendapat, surah Alfatihah sebagai wahyu pertama merupakan penerapan sunah tersebut. Alquran turun menguraikan persoalan tauhid, janji dan ancaman, ibadah yang menghidupkan tauhid, penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan cara mencapainya, kemudian pemberitaan atau kisah generasi terdahulu.

Kata Quraish, kelima pokok tersebut ada di dalam tujuh ayat surah Alfatihah. Quraish berpendapat, alasan Abduh tidak diterima mayoritas ulama. Uraian Abduh yang berdasarkan logika dapat diterima, tetapi bukan dalam konteks membuktikan turunnya Alfatihah mendahului Iqra.

 

 

sumber: Republika Online

Baca Bismillah di Surah al-Fatihah Ketika Shalat, Keras Atau Pelan?

Dari sekian persoalan khilafiyah atau diperselisihkan antara ulama, ialah seperti apakah membaca basmalah di shalat-shalat fardhu yang diharuskan mengeraskan bacaannya, antara lain Shalat Maghrib, Isya’, dan Shubuh. Apakah basmalah tersebut dibaca dengan keras pula atau cukup dibaca pelan sebagaimana Shalat Zhuhur dan Ashar?

Imam as-Shanani mengatakan, seperti dinukilkan dari kitab Subul as-Salam, topik ini telah banyak di kupas oleh para ulama klasik dengan berbagai corak, mulai dari fikih hingga hadis. Di antaranya kitab al-Basmalah karya Abu Syamah, al-Khatib al-Baghdadi mengarang kitabal-Jahr bi al-Basmalah yang lantas oleh Imam adz-Dzahabi dibuat ringkasannya (mukhtashar).

Ibn Abd al-Barr menulis kitab al-Inshaf sebagai bentuk konstribusi pemikiran terkait topik ini. Karena itu mestinya, umat saat ini, tak perlu saling menuding dan mengklaim paling benar.

Ada tiga pendapat utama terkait soalan ini. Pendapat yang pertama menyatakan, tidak ada tuntunan untuk membaca basmalah dengan keras di kategori shalat yang dimaksud. Basmalah cukup dibaca dengan pelan. Opsi ini merupakan  pendapat empat khalifah, yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Afan, dan Ali bin Abi Thalib. Ini juga pilihan Mazhab Ahmad dan Hanafi serta Ibnu Taimiyah.

Pendapat ini merujuk pada sejumlah dalil antaralain hadis dari Anas bin Malik riwayat Bukhari dan Muslim. Selaku, orang yang sering menemani Rasulullah SAW, Anas belum pernah mendengar Rasul membaca basmalah dengan keras selama shalat. Ini dikuatkan pula dengan riwayat Abdullah bin Mughaffil dari Nasai dan Tirmidzi.

Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan, hendaknya membaca basmalah di kategori shalat tersebut secara keras. Ini adalah pandangan Imam Syafi’i. Rujukan kelompok ini ialah hadis dari Na’im al-Mujammar. Dalam riwayat tersebut Na’im menuturkan, Abu Hurairah membaca basmalah sebelum al-Fatihah.

Imam an-Nawawi mengatakan, pembacaan basmalah secara keras adalah pendapat mayoritas ulama dari sahabat, tabiin, para ahli fikih dan para qari. Dari kalangan sahabat ada nama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ammar bin Yasir, Ubai bin Ka’ab, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Abbas.

Sementara, pihak yang ketiga mencoba menggabungkan kedua pendapat di atas. Seseorang leluasa memilih apakah harus mengeraskan bacaan basmalah atau hendak memelankannya. Akan sangat baik bila sesekali dibaca keras dan di lain waktu dibaca pelan. Ini adalah pendapat Ishaq bin Rahawaih dan Ibn Hazm. Senada dengan pihak ketiga yaitu, Qadi Abu at-Thayyib dan Ibn Abu Ya’la.

Menurut Ensklopedi Fatwa Kuwait (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah), selain ketiga pendapat di atas, masih terdapat pendapat yang lain. Mazhab Maliki misalnya. Mazhab yang berafiliasi pada Imam Malik bin Anas tersebut, menilai hukumnya makruh membaca basmalah ketika shalat secara mutlak.

Baik sebelum pembacaan surah al-Fatihah, atau surah berikutnya. Dan apapun cara pembacaannya, secara pelan atau keras, maka makruh. Hanya saja, Imam  Qarafi dari Mazhab Maliki lebih memilih membuat pernyataan yang berbeda dari kebanyakan imam di mazhabnya tersebut. Ia menyatakan, sebagai bentuk kehati-hatian dan keluar dari perbedaan, maka tetap membaca basmalah. Cukup pelan saja, tidak perlu keras.

 

 

sumber: Republika Online

Kerap Meninggalkan Shalat? Baca Fatwa ini

Shalat adalah tiang agama, dan menjadi salah satu identitas utama umat Islam. Shalat wajib bagi tiap Muslim yang telah balig. Kewajiban tersebut, telah ditentukan sesuai dengan waktu masing-masing.

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(QS an-Nisa’ ayat 103).

Kendati demikian, tak sedikit Muslim yang entah karena faktor sengaja, tertidur, lupa, atau mugkin ada halangan tertentu seperti sakit, mereka meninggalkan shalat. Pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan terhadap shalat lima waktu yang pernah kita tinggalkan?

Menarik menelisik kembali fatwa Lembaga Fatwa Mesir, yang dikeluarkan oleh salah satu muftinya, yaitu Syekh Ahmad Huraidi pada 16 Februari 1960. Ia menjelaskan, para ulama sepakat, mereka yang meninggalkan shalat lima waktu, entah karena lupa, atau sengaja, maka wajib menggantinya ketika itu juga.

Jika ia mendapatkan kesulitan jika harus mengganti langsung itu juga, karena saking banyaknya shalat yang ditinggalkan, atau sebab sakit, dan khawatir sakit, atau padatnya aktivitas maka, dalam kondisi seperti ini, ia tetap harus mengganti shalat yang ditinggalkan, ketika tiap shalat lima waktu sesuai kemampuannya.

Hingga ia benar-benar yakin, bahwa ia telah mengganti shalat yang ditinggalkan. Selama shalat tersebut tidak diganti, maka ia masih menanggung beban kewajiban.

Syekh Huraidi juga menyerukan agar mereka yang meninggalkan shalat karena sengaja, meminta ampunan dan bertaubat nashuha serta tidak mengulanginya kembali.

 

sumber: Republika Online

Kemenag Percepat Pengumuman Calhaj Berangkat 2016

Kementerian Agama mempercepat pengumuman nama calon jamaah haji yang akan berangkat pada musim haji tahun 2016. Ini dilakukan guna mengantisipasi adanya keterlambatan visa jamaah.

Direktur Urusan Haji dalam negeri Kementerian Agama, Ahda Barori mengatakan, rencananya pengumuman nama calon jamaah haji yang akan berangkat dilakukan Januari mendatang.

“Kita melakukan persiapan lebih awal. Terbukti dari evaluasi ini kita lakukan seminggu setelah kepulangan jamaah. Hasil dari evluasi ini akan membuat pedoman untuk bisa mempercepat persiapan haji yang akan datang. Termasuk penertiban passpor jamaah,” ujar Ahda Barori saat ditemui di acara rakernas evaluasi haji 2015 di hotel Mercure Ancol Jakarta, Rabu (4/11).

Ia menjelaskan, kementerian agama juga akan segera mengurus paket layanan yang harus dipenuhi dari pemerintah Arab Saudi untuk selanjutnya dilakukan proses passpor dan pemvisaan. Setelah itu baru akan merapihkan kloter calon jamaah.

Hal serupa disampailan oleh Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Abdul Djamil. Ia mengatakan setelah menyusun paket layanan dari pemerintah Arab Saudi, kementerian agama akan menyelesaikan proses pemvisaan seluruh jamaah.

Baru kemudian membagi kloter jamaah. Jangan sampai calon jamaah yang berangkat kloter awal tetapi visanya belum jadi. Atau justru calon jamaah yang berangkat kloter terakhir visanya sudah diurus.

“Kalau visa udah jadi semua kan urus kloter gampang. Tapu itu nanti akan kita follow up rumusan atau pembicaraan yang bersifat teknis dengan tim,” katanya.

 

sumber:Republika Online

Masalah Haji Ini Kompleks

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil menghadiri Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas pembukaan program studi atau fakultas haji dan umrah di IAIN Bengkulu, Jumat (8/4). Dalam FGD tersebut Djamil memberikan informasi terkait komponen-komponen yang dibahas dalam haji.

“Kami berharap dapat memberikan informasi mengenai haji agar gagasan untuk mengangkat persoalan haji dan umrah sebagai satu bidang kajian seperti yang diajukan Rektorat IAIN Bengkulu,” jelas dia di Kantor Rektorat IAIN Bengkulu, Jumat (8/4).

Djamil menyarankan agar haji ini tidak berada di bawah Fakultas Dakwah, karena haji tidak hanya membahas masalah fikih dan dakwah saja, tetapi di dalamnya terdapat manajemen, keuangan, dan banyak masalah lainnya. Beberapa kendala yang dapat dijadikan pembahasan dalam mata kuliah di antaranya kasus hukum mabit di Mina.

Beberapa tahun terakhir Mina tak lagi menampung seluruh jamaah haji dunia, maka ada jamaah beberapa negara yang ditempatkan di Mina Jadid, termasuk 20 ribu jamaah haji Indonesia. Aturan hukum fikih soal mabit di luar Mina ini dapat dibahas lebih jauh oleh kajian ilmiah untuk membantu menemukan solusi.

“Masalah haji ini sangat kompleks, berdasarkan perspektif akademik betapa luasnya problem masalah haji yang layak dijadikan objek studi,” jelas dia. Masalah lain adalah mengularnya masa tunggu haji.

Saat ini masa tunggu haji sudah mencapai 24 tahun seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan menyusul Kalimantan Selatan dengan masa tunggu 22 tahun. Ini berkaitan dengan usia pendaftar, yang saat ini tak ada batas maksimal usia pendaftaran.

Kemenag memberikan solusi bagi mereka yang lanjut usia diatas 75 tahun dapat didahulukan, asalkan mendaftar minimal 2 tahun sebelumnya. Namun, banyak yang mendaftar berada di usia 50 tahun keatas, karena logikanya mereka telah siap secara materil.

 

sumber:Republika Online

Menelusuri Jaringan Yahudi di Indonesia

Israel yang mendapat dukungan AS juga mempergunakan senjata-sernjata pemusnah massal yang dinyatakan terlarang oleh konvensi Jenewa. Amerika Serikat yang kini makin terus terang membela Israel, menolak gencatan senjata dan menghendaki penyerbuan sekutunya itu ke Lebanon tanpa menghiraukan berapapun korban jiwa. Sementara, pakar hukum dari sebuah universitas ternama di AS tidak menyebutkan serangan Israel itu sebagai kejahatan perang.

Itulah sikap negara imperialis yang mengklaim kampiun hak azasi manusia (HAM). HAM memang milik mereka, bukan milik kita.

PBB pun dibuat tak berkutik melihat kekejamaan di luar perikemanusiaan itu. Bung Karno pernah menyatakan PBB nyata-nyata menguntungkan Israel dan merugikan negara-negara Arab. Pernyataan itu dikemukakan saat Indonesia keluar dari organisasi dunia tersebut.

Konon, warga Yahudi sudah sejak kolonial Belanda banyak berdiam di Indonesia, khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jalan Juanda) dan Risjwijk (Jalan Veteran) —dua kawasan elite di Batavia kala itu— seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.

Mereka hanya sejumlah kecil dari pengusaha Yahudi yang pernah meraih sukses. Mereka adalah pedagang-pedagang tangguh yang menjual berlian, emas dan intan, perak, jam tangan, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya.

 

Keturunan Yahudi Sering Disangka Keturunan Arab

Sejumlah manula yang diwawancarai menyatakan, pada 1930-an dan 1940-an jumlah warga Yahudi di Jakarta cukup banyak. Jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Karena mereka pandai berbahasa Arab, mereka sering dikira keturunan Arab.

Abdullah Alatas mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu negara Israel belum terbentuk. Seperti keluarga Musri dan Meyer yang datang dari Irak.

Di masa kolonial, warga Yahudi ada yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan. Termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942). Sedangkan Ali Shatrie menyatakan kaum Yahudi di Indonesia memiliki persatuan yang kuat.

Setiap Sabat (hari suci umat Yahudi), mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya. Menurut majalah Sabili, dulu Surabaya merupakan kota yang menjadi basis komunitas Yahudi, lengkap dengan sinagognya yang hingga kini masih berdiri.

 

Keturunan Yahudi Tancapkan Kuku di Indonesia

Ali Shatrie berkata, mereka umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku warga Negeri Kincir Angin. Abdullah Alatas mengaku mengalami saat-saat hari Sabat dimana warga Yahudi sambil bernyanyi membaca kitab Talmut dan Zabur, dua kitab suci mereka.

Pada 1957, ketika hubungan antara RI-Belanda putus akibat kasus Irian Barat (Papua), tidak diketahui apakah seluruh warga Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu.

Yang pasti dalam catatan sejarah Yahudi dan jaringan gerakannya, mereka sudah lama menancapkan kukunya di Indonesia. Bahkan gerakan mereka disinyalir telah mempengaruhi sebagian tokoh pendiri negeri ini. Sebuah upaya menaklukkan bangsa Muslim terbesar di dunia (Sabili, 9/2-2006).

 

Bappenas Disebut Gedung Setan

Dalam buku Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan. Gedung Bappenas di kawasan elite Menteng, dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu.

Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah setan. Disebut rumah syetan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan setan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi.

Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara. Terutama lewat lembaga masyarakat dan pendidikan. Pada mulanya gerakan itu menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat.

Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, Presiden Sukarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia. Namun, pengaruh Zionis tidak pernah surut. Hubungan gelap ‘teman tapi mesra’ antara tokoh-tokoh bangsa dengan Israel masih terus berlangsung.

 

Oleh: Alwi Shahab
sumber: Republika Online

Amalan di Bulan Rajab

Sejak kemarin, Sabtu 9 April 2016, menurut penanggalan Islam, kita sudah memasuki Bulan Rajab 1437 H.

Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Adhim, kata Rajab berasal dari tarjib yang artinya menghormat. Dari namanya saja, Rajab adalah bulan yang layak dihormati dan dimuliakan.

Dalam agama Islam, bulan Rajab merupakan salah satu bulan dari empat bulan haram (arba’atun hurum). Oleh karena itu, bulan Rajab menjadi istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Seluruhnya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) itu terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” (QS. At Taubah : 36)

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan bahwa sanksi berbuat dosa di bulan-bulan haram jauh lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, amal shalih di bulan-bulan haram pahalanya juga lebih besar bila dibandingkan di bulan lainnya, kecuali Ramadhan.

“Sesungguhnya mengerjakan perbuatan zalim di bulan-bulan haram, maka dosa dan sanksi-nya jauh lebih besar dibandingkan melakukan perbuatan zalim di bulan-bulan lainnya,” kata Ibnu Abbas yang dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya.”

Nah, berikut ini adalah amalan yang bisa dibaca setelah sholat selama bulan rajab:

  • Sholat Subuh
    Setelah sholat subuh, silakan baca atau amalkan bacaan ini sebanyak 70 kali.

    رَبِّ غْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَتُبْ عَلَيَّ

    ROBBIGHFIRLII WARHAMNII WATUB ‘ALAYYA

 

  • Sholat Magrib
    Setelah sholat maghrib, silakan baca atau amalkan ini sebanyak 70 kali.

    رَبِّ غْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَتُبْ عَلَيَّ

    ROBBIGHFIRLII WARHAMNII WATUB ‘ALAYYA
    Kemudian dilanjutkan dengan membaca Al-Qur’an Surat Al-Ikhlas sebanyak 12 kali.

 

 

sumber: Alfalahku.com

Amalan Khusus Bulan Rajab

Assalamualaikum wr wb

Ustaz, adakah amalan-amalan khusus yang disunahkan pada Bulan Rajab? Dan, sebaiknya, ibadah apa yang kita lakukan pada Bulan Rajab ini? Mohon Penjelasannya.

Hamba Allah

 

Waalaikumussalam wr wb

Dengan hikmah-Nya, Allah SWT telah memuliakan sebagian bulan, yaitu bulan-bulan haram atas bulan-bulan yang lain.

Dia berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram …” (QS al-Taubah [9]: 36).

Dan, bulan-bulan haram itu kemudian dijelaskan Nabi saw dalam sabdanya, “Masa telah berputar seperti keadaannya ini dari semenjak Allah SWT menciptakan langit dan bumi, satu tahun itu 12 bulan. Di antaranya, empat bulan suci, tiga bulan berturut-turut Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan bulan Rajab mudhar yang terletak antara bulan Jumadil Akhir dan Sya’ban. (HR Bukhari dan Muslim).

Adapun sebab bulan-bulan ini disebut bulan haram adalah karena pada bulan-bulan itu diharamkan untuk melakukan peperangan kecuali jika diserang.

Dan juga karena melakukan perbuatan yang diharamkan pada bulan-bulan itu dosanya lebih besar dibandingkan bulan lainnya. Dan, Bulan Rajab termasuk bulan-bulan haram yang dimuliakan Allah SWT tersebut.

Namun, tidak ada dalil dari Alquran dan sunah Nabi saw yang menyebutkan tentang amalan-amalan khusus yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim pada Bulan Rajab ini.

Dan, jika pun ada hadis yang diriwayatkan tentang itu maka menurut para ulama hadis-hadis itu termasuk hadis yang sangat dhaif (lemah) dan hadis maudhu’(palsu) yang kita tidak boleh kita amalkan.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Tabyinul Uujub bi Ma Warada fi Fadhli Rajab menegaskan, “Tidak terdapat riwayat sahih yang bisa dijadikan dalil tentang keutamaan Bulan Rajab, baik dengan puasa sebulan penuh, puasa pada hari-hari tertentu pada Bulan Rajab, atau shalat qiyamul lail (tahajud) pada malam-malam tertentu. Telah ada orang yang mendahuluiku dalam memastikan hal itu, yaitu Imam Abu Ismail al-Harawi.”

Dia melanjutkan, “Adapun hadis yang menerangkan tentang keutamaan Rajab, atau keutamaan puasanya, atau puasa pada sebagian harinya secara jelas maka ada dua macam, yaitu dhaif dan maudhu’.

Ibnu Rajab menegaskan, adapun puasa sunah, maka tidak ada satu pun hadis sahih dari Nabi saw yang menjelaskan tentang keutamaan berpuasa pada Bulan Rajab ini. Dan, juga tidak ada atsar dari para sahabatnya.

Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa juga menjelaskan hadis berpuasa pada Bulan Rajab secara khusus adalah lemah, bahkan palsu. Sedikit pun tidak bisa dijadikan landasan oleh para ulama.

Terkait riwayat yang terdapat dalam Musnad dan (kitab hadis) lainnya dari Nabi saw bahwa beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan-bulan haram, yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, yang dimaksud adalah anjuran berpuasa pada empat bulan semuanya, bukan Rajab secara khusus.

Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah menyatakan, Rajab tidak ada keutamaan tambahan dibandingkan dengan (bulan-bulan) lainnya. Hanya saja ia termasuk bulan haram.

Tidak ada dalam sunah yang sahih, berpuasa pada Bulan Rajab mempunyai keutamaan khusus. Adapun (hadis) yang ada tentang hal itu, tidak dapat dijadikan hujjah (dalil).

Dan, Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Al-Manar al-Munif menyebutkan, semua hadis yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah kebohongan yang diada-adakan.

Berdasarkan hal itu maka mengkhususkan hari-hari tertentu untuk ibadah tertentu dalam Bulan Rajab, seperti puasa pada hari pertama dan kedua, dan meyakini itu merupakan suatu hal yang sunah dan mempunyai kelebihan dibanding puasa pada hari-hari lainnya, termasuk kepada perbuatan bid’ah yang dilarang dalam agama.

Begitu juga mengkhususkan malam-malam tertentu untuk melakukan shalat dan menganggapnya sebagai sunah seperti shalat pada malam Jumat pekan pertama bulan Rajab yang biasa dinamakan dengan shalat raghaib atau shalat pada malam pertengahan Bulan Rajab.

Juga mandi pada awal bulan Rajab ini. Kebanyakan amalan-amalan khusus yang dibuat-buatkan pada Bulan Rajab ini merupakan bid’ah yang dibuat oleh kaum Syiah yang memang paling berani membuat hal-hal baru dalam Islam.

Adapun memperbanyak puasa pada Bulan Rajab itu karena ia termasuk ke dalam bulan-bulan haram dalam Islam. Dan, tidak hanya mengkhususkan puasa itu pada Bulan Rajab saja, tetapi juga pada bulan-bulan haram lainnya.

Maka, itu dibolehkan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang menunjukkan dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan-bulan haram. “…  berpuasalah dari bulan-bulan haram dan juga tinggalkan!” Beliau berkata dengan jemarinya yang tiga kemudian mengumpulkan dan melepaskannya. (HR Abu Dawud).

Menurut Ibnu Hajar, meskipun ada perawi dalam sanad hadis ini yang tidak diketahui keadaannya, tapi hadis ini menunjukkan bahwa disunahkan memperbanyak puasa pada Bulan Rajab karena ia termasuk ke dalam bulan-bulan haram.

Dan, jika ingin memperbanyak ibadah dan amalan kita sepanjang tahun maka kita tidak perlu bersandarkan kepada hadis-hadis dhaif atau maudhu’ dalam menjalankannya.

Kita cukup menjalankan secara konsisten melakukan ibadah-ibadah yang disunahkan dan dianjurkan oleh Nabi saw dalam hadis-hadisnya yang sahih.

Di antaranya, puasa Senin dan Kamis, puasa tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulannya (ayyamul baidh) dan jika mau melakukan puasa Nabi Daud yang merupakan sebaik-baiknya puasa, dan melaksanakan qiyamul lail setiap malam serta ibadah-ibadah sunah lainnya.

Semoga kita dijauhkan dari perbuatan bid’ah dan beribadah tanpa ada dasar ilmu. Amin ya Rabbal Alamin. Wallahu a’lam bish shawwab.

 

Ustaz Bachtiar Nasir
sumber: Republika Online

4 Peristiwa Bersejarah di Bulan Rajab

Bulan Rajab menyimpan peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Secara khusus, terdapat empat peristiwa penting dalam sejarah Islam yang termasuk dalam kategori mengubah jalannya sejarah.

  • 1. Pada bulan Rajab tahun 10 kenabian (620 M) terjadinya peristiwa Isra Mi’raj. Peristiwa ini diperingati sebagai hari besar umat Islam karena merupakan momentum ketika Rasulullah SAW berangkat ke sidratul muntaha untuk menerima perintah shalat lima waktu.
  • 2.Bulan Rajab juga merupakan bulan kemenangan militer Rasulullah (saw) dalam pertempuran Tabuk, yang terjadi pada 9 H, dan menandai selesainya otoritas Islam atas seluruh Semenanjung Arab.

Meskipun menempuh perjalanan yang berat dari Madinah menuju Syam, 30.000 pasukan Muslim tetap melaluinya.  Tentara Romawi yang telah berada di Tabuk siap untuk menyerang umat Islam. Tetapi ketika mereka mendengar jumlah dan kekuatan tentara Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah mereka terkejut dan bergegas kembali ke Syam untuk menyelamatkan benteng-benteng mereka.

Hal ini menyebabkan penaklukan Tabuk menjadi sangat mudah dan dilakukan tanpa perlawanan. Rasulullah SAW menetap di tempat ini selama sebulan. Beliau mengirimkan surat kepada para pemimpin dan gubernur di bawah kendali Romawi untuk membuat perdamaian. Pemimpin daerah Romawi menyetujuinya dan membayar Jizyah.

  • 3. Peristiwa lainnya yaitu terjadinya perang pembebasan Yerussalem dari cengkaraman tentara Salib Eropa yang telah memerintah selama hampir satu abad. Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 1187 M yang dipimpin oleh Salahuddin al Ayyubi.  Penaklukan ini bukan hanya karena pentingnya asasi Yerusalem dalam Islam, tetapi juga karena peran tentara salib dalam upaya untuk menaklukkan negeri-negeri Muslim.
  • 4. Berabad-abad kemudian, tepatnya pada 1924 M, bulan Rajab kembali menuliskan sejarah bagi umat Islam. Namun kali ini, tidak seperti peristiwa sebelumnya. Sejarah yang terjadi Pada 28 Rajab ini merupakan runtuhnya khalifah ottoman di Turki yang dihapus oleh Mustafa Kemal Pasha. Khalifah ottoman merupakan khalifah terkahir umat Islam. Sejak saat itu, Mustafa Kemal mengubah Turki menjadi negara sekuler.

 

 

sumber: Republika Online

Tiga Keistimewaan Bulan Rajab

Hari ini kita sudah memasuki bulan Rajab tahun 1437 H. Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Adhim bahwa Rajab berasal dari tarjib yang artinya menghormat. Dari namanya saja, Rajab adalah bulan yang layak dihormati dan dimuliakan.

Bulan Haram

Bulan Rajab merupakan salah satu bulan dari empat bulan haram (arba’atun hurum). Oleh karena itu, bulan Rajab menjadi istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Seluruhnya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) itu terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” (QS. At Taubah : 36)

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan bahwa sanksi berbuat dosa di bulan-bulan haram jauh lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, amal shalih di bulan-bulan haram pahalanya lebih besar dibandingkan di bulan lainnya, kecuali Ramadhan.

“Sesungguhnya mengerjakan perbuatan zalim di bulan-bulan haram, maka dosa dan sanksi-nya jauh lebih besar dibandingkan melakukan perbuatan zalim di bulan-bulan lainnya,” kata Ibnu Abbas yang dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya.”

Meskipun diterangkan amal shalih di bulan Rajab lebih besar pahalanya, tidak ada amal khusus di bulan Rajab ini. Baik berupa mandi awal Rajab, shalat malam maupun puasa yang dikhususkan pada tanggal-tanggal tertentu.

 

Bulan yang Dekat dengan Ramadhan

Rajab adalah bulan yang dekat dengan bulan Ramadhan. Antara Rajab dan Ramadhan hanya dipisahkan dengan Sya’ban. Di antara kebiasaan para ulama, mereka menyiapkan diri menyambut bulan Ramadhan sejak bulan Rajab. Hal ini bisa dilihat dari doa yang sangat populer:

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan”

Doa itu juga tercantum dalam riwayat Al-Baihaqi dan Thabrani, tapi derajatnya dhaif menurut Syaikh Al Albani. Namun, ada juga doa sejenis dengan matan berbeda dalam riwayat Ahmad.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami dalam bulan Ramadhan” (HR. Ahmad)

Jika sebuah hadits diketahui dhaif, tidak boleh diyakini sebagai sabda Rasulullah. Namun, boleh saja berdoa dengan doa dalam berbagai bahasa. Dan banyak ulama yang membaca doa tersebut. Sebagai permohonan kepada Allah agar diberkahi di bulan Rajab, Sya’ban dan dipertemukan dengan bulan Ramadhan.

Bulan Isra’ Mi’raj

Kendati masih diperselisihkan oleh sejumlah ulama, termasuk Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury dalam Ar Rahiqul Makhtum, 27 Rajab diyakini sebagai tanggal terjadinya Isra’ Mi’raj, terutama oleh para ulama di Indonesia. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan luar biasa yang melalui peristiwa itu Rasulullah mendapatkan perintah shalat lima waktu. Jika perintah yang lain diturunkan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril, khusus untuk shalat lima waktu ini, Rasulullah ‘dipanggil’ langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka sepatutnya, di bulan Rajab ini kita memperbaiki kualitas shalat kita dan setelah itu kita memperbaiki kualitas jiwa dengan puasa wajib di bulan Ramadhan. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/bersamadakwah]

 

sumber: BersamaDakwah.net