Amalan Bulan Rajab

Bagi umat Islam, tahun Hijriah dihiasi dengan bulan-bulan mulia yang penuh berkah. Salah satunya adalah bulan Rajab, yang jatuh pada urutan ketujuh dalam kalender Islam. Bulan ini kerap disebut sebagai “bulannya Allah” karena kemuliaan dan keistimewaan yang dimilikinya. Nah berikut amalan bulan Rajab untuk mendekatkan diri pada Allah.

Mengapa Bulan Rajab Disebut Mulia?

Ada beberapa alasan mengapa bulan Rajab dianggap sebagai bulan yang mulia. Pertama, Bulan Haram. Rajab termasuk salah satu dari empat bulan haram dalam Islam, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab sendiri. Pada bulan-bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan menghindari perbuatan maksiat, karena pahala kebaikan dilipatgandakan dan dosa dilipatgandakan pula.

Kedua, Peristiwa Isra Mikraj: Di bulan Rajab, tepatnya pada malam 27 Rajab, terjadi peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu Isra Mikraj. Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan spiritual dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dan kemudian dilanjutkan ke Sidratul Muntaha untuk bertemu Allah SWT. Peristiwa ini menandai pentingnya shalat lima waktu yang menjadi kewajiban bagi umat Islam.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT;

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ۝١

Artinya; Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [Q.S Al-Isra’ ayat 1]

Ketiga, bulan penaburan rahmat. Bulan Rajab dikaitkan dengan sifat Allah SWT yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Di bulan ini, Allah SWT melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dan bertaubat.

Amalan yang Dianjurkan di Bulan Rajab

Pertama, puasa sunnah Rajab. Dalam hadis Rasulullah disebutkan bahwa sunnah hukumnya melaksanakan puasa di bulan haram. Rajab termasuk dari salah satu empat bulan haram [asyhurul hurum], Muharam, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Alasan sunnah puasa Rajab, karena di bulan ini terdapat kemuliaan yang digandakan pahala amal kebajikan.

صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ

Artinya: “Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah!” (HR Abu Dawud dan yang lainnya).

Kedua, saat malam bulan Rajab, seseorang disunnahkan untuk membaca doa bulan Rajab. Ini termasuk dalam dari bagian amalan bulan Rajab yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Adapun doa yang bisa dibaca adalah yang bersumber dari sahabat Ali bin Abi Thalib berikut ini:

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَلِهِ مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ, وَمَوَالِي النِّعْمَةِ, وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ وَاعْصِمْنِي بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ, وَلَا تَأْخُذْنِي عَلَى غِرَّةٍ, وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ, وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً, وَارْضَ عَنِّي, فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ, وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ, وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ, فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ, الْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ, فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ وَالتَّقْوَى وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ وَعَلَى أَوْلِيَائِكَ, وَأَعْطِنِى الْيُسْرَ, وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ, وَاعْمُمْ بِذَلِكَ أَهْلِي وَوَلَدِي وَإِخْوَانِي فِيْكَ, وَمَنْ وَلَدَنِي مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Allāhumma shalli alā Muhammadin wa ālihi maṣābiḥil-ḥikmati, wa mawālī al-nimati, wa maādinil-ismati wa aṣimnī bihim min kulli suin, wa lā takhudhnīalā ghirratin, wa lā alā ghaflatin, wa lā tajal awāqiba amrī hasratan wa nadāmatan, wa ardhiannī, fa inna maghfirataka lil-ẓālimīna, wa anā minal-ẓālimīna.

Allāhumma ighfirlī mā lā yaḍurruka, wa aṭinī mā lā yanfauka, fa innaka al-wāsiata raḥmatuhū, al-badīata ḥikmatuhu, fa aṭinī al-siwāa wa al-dawata wa al-amni wa al-ṣiḥḥata wa al-syukra wa al-muāfāti wa al-taqwā wa afriqi al-ṣabr wa al-ṣidq alayya waalā auliyāika, wa aṭinī al-yusra, wa lā tajal maahu al-usra, waummu bi ḏālika ahli wa waladī wa ikhwānī fīka, wa man waladanī minal-muslimīna wal-muslimāti, wal-muminīna wal-mumināti.

Artinya; Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya, pelita-pelita hikmah, pemilik nikmat, dan sumber-sumber keutamaan. Lindungi aku dengan mereka dari segala keburukan. Jangan siksa aku dalam keadaan lengah dan lalai. Jangan jadikan akhir urusanku penyesalan dan penyesalan. Dan ridhoi aku, karena sesungguhnya ampunan-Mu adalah untuk orang-orang yang zalim, dan aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.

Ya Allah, ampunilah aku atas dosa-dosaku yang tidak merugikan-Mu. Dan berilah aku apa yang tidak bermanfaat bagi-Mu. Karena sesungguhnya Engkau Maha Luas rahmat-Nya, Maha Indah hikmat-Nya. Maka berilah aku kelapangan, kemudahan, keamanan, kesehatan, syukur, ampunan, dan ketakwaan.

Turunkan kesabaran dan kejujuran kepadaku dan kepada para wali-Mu. Dan berilah aku kemudahan, dan jangan jadikan bersamanya kesulitan. Dan umumkan dengan itu keluargaku, anak-anakku, saudara-saudaraku di dalam-Mu, dan orang yang melahirkanku dari kalangan orang-orang muslim dan muslimah, dan orang-orang mukmin dan mukminat.

Ketiga, bersedekah. Bulan Rajab adalah salah satu bulan haram yang memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri. Bulan ini dimuliakan oleh Allah SWT dan dilipatgandakan pahala bagi orang-orang yang melakukan amalan-amalan kebaikan di dalamnya.

Bersedekah di bulan Rajab, mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Pada hadis Ibnu Majah menyebutkan bahwa pahala sedekah di bulan Rajab dilipatgandakan hingga seribu dinar. Din, pada masa Rasulullah SAW, nilainya setara dengan emas seberat 4,25 gram. Bayangkan betapa besar ganjaran yang menanti bagi yang gemar bersedekah di bulan ini.

Di sisi lain, ada hadis lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menyatakan, “Siapa yang bersedekah di bulan Rajab, Allah akan menjauhkannya dari api neraka sejauh jarak tempuh burung gagak yang terbang bebas dari sarangnya hingga mati.” Ini merupakan gambaran betapa besarnya rahmat Allah bagi orang yang gemar bersedekah di bulan Rajab.

Demikian amalan bulan Rajab. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Selama Bulan Rajab, Amalan Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Bulan Rajab, salah satu bulan suci dalam kalender hijiriyah.  Dilansir dari laman About Islam pada Ahad (6/2), berikut enam amalan yang bisa dilakukan selama bulan Rajab:

1. Langkah pertama pikirkan niat. Anda dapat menerapkannya dengan niat untuk mempersiapkan mental dan fisik menyambut Ramadhan. 

2. Cari Pengampunan, dan Maafkan Tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Semua manusia berdosa. Berusahalah untuk melakukan taubat nasuha dengan tulus. Mohon ampun kepada Allah, agar bisa mengawali Ramadhan dengan hati yang terasa ringan dan cukup kuat untuk beribadah dengan baik. Selain itu juga, cobalah untuk memaafkan orang lain, sehingga hati Anda tidak akan dendam atau sakit hati. Makan Anda akan bebas untuk menikmati ibadah di bulan Ramadhan. 

3. Berpuasa Tidak ada riwayat otentik dari Nabi maupun para sahabat yang menyatakan bahwa ada keutamaan khusus dalam puasa di bulan Rajab. Puasa yang sama disyariatkan seperti pada bulan-bulan lainnya, misalnya Senin dan Kamis dan tiga hari pertengahan bulan islam atau puasa berselang-seling. Tidak ada cara yang lebih baik untuk mempersiapkan mental dan fisik selain berpuasa beberapa hari ekstra.  Jadi, jika Anda belum pernah berpuasa pada hari Senin atau Kamis, mulailah setidaknya satu hari dalam sepekan!  

4. Menahan hawa nafsu

Mulailah melatih diri untuk melawan hawa nafsu. Misalnya, makan malam sederhana selama akhir pekan, atau hindari biskuit dan permen sebagai gantinya. Ini akan mengatur irama bagi Anda untuk mengontrol nafsu di bulan Ramadhan. 

5. Beramal Di bulan ini lakukanlah amal shaleh dengan sadar dan niat untuk mencari ridha Allah. Pikirkan tentang perbuatan baik yang dapat Anda lakukan. Bantu seseorang, masak untuk seseorang, berikan pujian, buat ibumu tersenyum, dan bahkan berusaha menjauhi kebiasaan buruk seperti terlalu banyak menonton televisi. 

6. Berdoa Mohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan semoga kaum muslimin bisa sampai ke bulan Ramadhan. 

IHRAM

13 Amalan yang Biasa Dilakukan di Bulan Rajab

Amalan yang bisa dilakukan di bulan rajab.

Bulan Rajab termasuk bulan-bulan yang dihormati, atau dalam Alqur’an disebut sebagai Asyhurul Hurum. Pada tahun ini, tanggal 1 Rajab 1442 Hijriyah jatuh pada Sabtu 13 Februari 2021, sehingga umat Islam banyak yang mengerjakan amalan-amalan. 

Dalam buku “Masuk Neraka Gara-Gara Puasa Rajab?“, pendiri Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan, sudah menjadi kebiasaan sejak lama di tengah sebagian umat Islam untuk menghormati bulan 

Rajab ini dengan berbagai jenis peribadatan dan ritual, seperti shalat, puasa dan lainnya. Dia pun mengungkapkan 13 amalan yang biasa dilakukan umat Islam di bulan Rajab, yaitu:

1. Mengadakan shalat khusus pada malam pertama bulan Rajab.

2. Mengadakan shalat khusus pada malam Jum’at minggu pertama bulan.

3. Shalat khusus pada malam Nisfu Rajab (pertengahan atau tanggal 15 Rajab).

4. Shalat khusus pada malam 27 Rajab (malam Isra’ dan Mi’raj).

5. Puasa khusus pada tanggal 1 Rajab.

6. Puasa khusus hari Kamis minggu pertama bulan Rajab.

7. Puasa khusus pada hari Nisfu Rajab.

8. Puasa khusus pada tanggal 27 Rajab.

9. Puasa pada awal, pertengahan dan akhir bulan Rajab.

10. Berpuasa khusus sekurang-kurang-nya sehari pada bulan Rajab.

11. Mengeluarkan zakat khusus pada bulan Rajab.

12. Umrah khusus di bulan Rajab.

13. Memperbanyakkan Istighfar khusus pada bulan Rajab.

Namun, menurut Ustaz Sarwat, tidak ada satu pun ulama yang berpendapat untuk mewajibkan semua amalan tersebut. Maka, diskusinya hanya sebatas apakah mengamalkan amalan-amalan ini punya landasan secara langsung dari praktik Rasulullah SAW atau pun para shahabat? 

Dan kalau tidak ada contoh atau perintah secara khusus dari Rasulullah, apakah jatuhnya jadi bid’ah yang diharamkan, ataukah tetap diperbolehkan atau malah tetap disunnahkan?. Dalam hal ini, Ustadz Sarwat menemukan bahwa ternyata para ulama tidak pernah sampai pada kata sepakat akan masalah ini.

Menurut dia, ada ulama yang cukup berpendapat bahwa hal ini tidak diperintahkan, tapi ada juga yang sampai membid’ahkannya. Lalu ada juga yang memakruhkan. Namun, ternyata sebagian ulama yang lain ada yang justru malah menyunnahkannya. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Amalan di Bulan Rajab

Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta’ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.

Rajab di Antara Bulan Haram

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.

Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Di Balik Bulan Haram

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna.

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?

Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).

Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab

Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.” (Lathoif Al Ma’arif, 210)

Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ‘atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ‘atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ‘atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ

“Tidak ada lagi faro’ dan  ‘atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976). Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Tidak ada lagi ‘atiiroh dalam Islam. ‘Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ‘atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ‘ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ‘Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ‘ied.

‘Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ‘ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ‘ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ‘ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah riwayat,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ‘Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ‘Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ‘ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ‘ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ‘ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)

Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.

Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab

Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.

Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama  bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.

Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).

Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang  yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)

Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,

لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ

“Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan.” (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Adapun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 25/291)

Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if Ma’arif, 215)

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:

  1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
  2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
  3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al Hawadits wal Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 235-236)

Perayaan Isro’ Mi’roj

Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?

Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)

Ibnu Rajab mengatakan, “Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”

Abu Syamah mengatakan, “Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)

Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)

Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang tidak mengerti agama dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)

Ibnul Haaj mengatakan, “Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)

Catatan penting:

Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan,

“Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan]”.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah hadits yang lemah (hadits dho’if) karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah munkarul hadits (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Imam Ahmad.

Demikian pembahasan kami mengenai amalan-amalan di bulan Rajab dan beberapa amalan yang keliru yang dilakukan di bulan tersebut. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah kepada kaum muslimin. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan kebenaran.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumma sholli ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallim.

Selesai disusun di Wisma MTI, 5 Rajab 1430 H

***
Penulis: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc.

MUSLIMorid

Ini Keutamaan dan Hukum Puasa Rajab Serta 4 Amalan Bulan Rajab

Rajab termasuk bulan Haram.1 Rajab1439 H jatuh pada Senin, 19 Maret 2018.

Allah SWT berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya :
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah : 36)

Di antara dua belas bulan tersebut terdapat bulan-bulan istimewa menurut Allah yang disebut sebagai bulan-bulan haram. Bulan istimewa tersebut berjumlah empat, dan nama-namanya telah dijelaskan di dalam sabda Nabi berikut:

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

 

Hadits tentang puasa Rajab

Dilansir rumaysho.com, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 213). Ibnu Rajab menjelaskan pula, “Sebagian salaf berpuasa pada bulan haram seluruhnya (bukan hanya pada bulan Rajab saja, pen). Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Ibnu ‘Umar, Al Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Sabi’iy. Ats Tsauri berkata, “Bulan haram sangat kusuka berpuasa di dalamnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 214).

Ibnu Rajab kembali berkata, “Tidak dimakruhkan jika seseorang berpuasa Rajab namun disertai dengan puasa sunnah pada bulan lainnya. Demikian pendapat sebagian ulama Hambali. Seperti misalnya ia berpuasa Rajab disertai pula dengan puasa pada bulan haram lainnya. Atau bisa pula dia berpuasa Rajab disertai dengan puasa pada bulan Sya’ban. Sebagaimana telah disebutkan bahwa Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya berpuasa pada bulan haram (bukan hanya bulan Rajab saja). Ditegaskan pula oleh Imam Ahmad bahwa siapa yang berpuasa penuh pada bulan Rajab, maka saja ia telah melakukan puasa dahr yang terlarang (yaitu berpuasa setahun penuh).” (Latho’if Al Ma’arif, hal. 215).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam (seperti shalat setelah Maghrib pada malam-malam pertama bulan Rajab, pen), itu berdasarkan hadits dusta.” (Al Manar Al Munif, hal. 49).

Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram yang lain. Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus. Jika pun ada, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).

Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1: 401), Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab atau menjelaskan puasa tertentu di bulan tersebut. Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam secara khusus pada bulan Rajab. Artinya, tidak ada dalil shahih yang bisa jadi pendukung.”

Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Adapun mengkhususkan puasa pada bulan Rajab, maka tidak ada hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya atau menunjukkan anjuran puasa saat bulan Rajab. Yang dikerjakan oleh sebagian orang dengan mengkhususkan sebagian hari di bulan Rajab untuk puasa dengan keyakinan bahwa puasa saat itu memiliki keutamaan dari yang lainnya, maka tidak ada dalil yang mendukung hal tersebut.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 75394)

 

Puasa Hari Tertentu dari Bulan Rajab

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya, “Diketahui bahwa di bulan Rajab dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Apakah puasa tersebut dilakukan di awal, di tengah ataukah di akhir.”

Jawaban dari para ulama yang duduk di komisi tersebut, “Yang tepat, tidaklah ada hadits yang membicarakan puasa khusus di bulan Rajab selain hadits yang dikeluarkan oleh An Nasa-i dan Abu Daud, hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Usamah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah pernah melihatmu berpuasa yang lebih bersemangat dari bulan Sya’ban.”

Beliau bersabda, “Bulan Sya’ban adalah waktu saat manusia itu lalai, bulan tersebut terletak antara Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban adalah saat amalan diangkat pada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karenanya, aku suka amalanku diangkat sedangkan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ahmad 5: 201, An Nasai dalam Al Mujtaba 4: 201, Ibnu Abi Syaibah (3: 103), Abu Ya’la, Ibnu Zanjawaih, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Barudi, Sa’id bin Manshur sebagaimana disebutkan dalam Kanzul ‘Amal 8: 655).

Yang ada hanyalah hadits yang sifatnya umum yang memotivasi untuk melakukan puasa tiga setiap bulannya dan juga dorongan untuk melakukan puasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14, 15 dari bulan hijriyah. Juga dalil yang ada sifatnya umum yang berisi motivasi untuk melakukan puasa pada bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab).

Begitu pula ada anjuran puasa pada hari Senin dan Kamis. Puasa Rajab masuk dalam keumuman anjuran puasa tadi. Jika ingin melakukan puasa di bulan Rajab, maka pilihlah hari-hari ayyamul bidh atau puasa Senin-Kamis.

Tidak ada amalan khusus di bulan Rajab yang termasuk bulan haram ini, namun ibadah yang rutin dilakukan bisa lebih baik lagi, antara lain:

1. Shalat Fardhu.

Usahakan shalat fardhu berjamaah terus di masjid. Jika sebelumnya sudah terjaga dengan baik, maka usahakan bisa berada di shaf pertama. Jika sudah terbiasa di shaf pertama, maka usahakan bisa mendapatkan takbiratul ihram dari imam. Demikian semakin meningkat dan meningkat.

2. Shalat Sunnah.

Usahakan menjaga shalat tahajud dengan witirnya di malam hari. Jika sudah terjaga, rutinkan shalat sunnah rawatib baik qobliyah maupun ba’diyahnya. Jika sudah terjaga, maka tambahi dengan shalat dhuha. Demikian seeterusnya.

3. Bacaan Al Quran.

Al Quran adalah sarana mendulang pahala yang mudah. Perbanyaklah membaca Al Quran di bulan haram ini melebihi bacaan Al Quran di bulan sebelumnya. Ingat hadits, bahwa kedudukan kita di surga adalah di ayat terakhir yang kita baca. Semakin banyak ayat yang kita baca, semikin tinggi kedudukan kita di surga dan semakin jauh kita dari jurang api neraka.

4.Sadaqah.

Selain amalan yang berkaitan hubungan kita dengan Allah, ada amalan yang berkaitan dengan hubungan kita kepada sesama. Dan justru jika mau menghitung dengan seksama, malah amalan yang berhubungan dengan sesama itu mendominasi ajaran Islam kita.

Keseharian kita jika diperhatikan sangat banyak berinteraksi dengan sesama. Maka peluang beramal shalih yang berkaitan dengan hablun minannas (hubungan dengan sesama) lebih banyak. Sadaqah adalah amal shalih yang hendaknya bisa ditingkatkan di bulan haram ini. Tambahi kuantitasnya dan kualitasnya. Sadaqah hendaknya menjadi budaya kita sebagai bekal akhirat .

Ingatlah penyesalan orang fasik di akhiratnya, yaitu mereka minta dikembalikan ke dunia supaya bisa bersadaqah. Mereka melihat betapa agung pahala sadaqah.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, “Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh.” [al-Munâfiqûn/63:10]

TRIBUN NEWS

Subhanallah, ini Keistimewaan Bulan Rajab Menurut Ustadz Abdul Somad dan Ustadz Khalid Basalamah

Sebentar lagi umat Islam bakal memasuki bulan Rajab, tepatnya pada Senin (19/3/2018). Dalam kalender Hijriyah (kalender Islami), bulan ini termasuk satu dari empat bulan mulia.

Menurut Ustadz Abdul Somad dalam sebuah video ceramahnya, tak ada ketentuan khusus disebutkan dalam Alquran atau hadis Nabi Muhammad tentang amalan di bulan ini.

“Hadis Rasulullah tentang keutamaan bulan Rajab sahih, tetapi tak ada disebutkan tentang amalan khususnya. Cuma disebutkan secara umum yaitu berpuasalah di bulan-bulan haram. Haram di sini berarti mulia, berasal dari kata Bahasa Arab, yaitu hurum, berarti kehormatan, mulia. Jadi bulan-bulan haram itu artinya adalah bulan-bulan mulia,” jelasnya.

Bulan haram dalan Islam ada empat, yaitu Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.

“Sesuai hadis tersebut, disebutkan anjuran agar kita berpuasa di bulan-bulan ini. Jadi, khusus Rajab tak ada dijelaskan apa saja amalan khususnya karena di hadis ini penjelasannya secara umum tak mengkhususkan ke Rajab,” tambahnya.

 

Selama Rajab, selain berpuasa, kita bisa menghiasinya dengan amalan-amalan baik lainnya jika mau. Misalnya, berzikir, membaca Alquran, bersedekah dan sebagainya.

Selain itu, ada lagi keistimewaan lainnya dari Rajab menurut Ustadz Khalid Basalamah.

Di sebuah video ceramahnya, dia menjelaskan tentang tafsir Surah Attaubah ayat 36 yang menjelaskan tentang larangan Allah berbuat maksiat di bulan-bulan haram ini.

“Artinya, itulah ajaran agama yang lurus, janganlah kalian menzalimi diri kalian di bulan-bulan mulia ini,” ujarnya menyitir terjemahan ayat tersebut.

Imam Qurtubi dalam sebuah tafsirnya tentang ayat ini menjelaskan bahwa siapa pun yang berbuat maksiat atau menzalimi dirinya di empat bulan mulia ini akan mendapatkan dosa yang berlipat ganda.

Demikian pula jika kita berbuat baik, maka akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda pula.

“Dan ini disepakati pula oleh ulama-ulama tafsir lainnya,” tambahnya.

Di antara empat bulan istimewa ini hanya Zulhijjah dan Muharram yang ada amalan khususnya, yaitu di Zulhijjah ada puasa Arafah tanggal sembilan, tanggal sepuluhnya ada Hari Raya Iduladha dan tanggal 11,12 dan 13-nya ada hari Tasyrik.

Kemudian di Muharram ada puasa Tasua dan Asyura pada tanggal sembilan dan sepuluhnya. Nah, kalau bulan Rajab tak ada ini, hanya disuruh banyak-banyak berbuat baik dan ganjarannya akan dilipatgandakan,” jelasnya. (banjarmasinpost.co.id/yayu fathilal)

TRIBUN NEWS

 

Keutamaan Bulan Rajab dan Amalan Para Ulama

Rajab berasal dari kata tarjib yang artinya menghormat, demikian penjelasan Ibnu Katsir rahimahullan dalam tafsirnya. Dari namanya saja dapat diketahui bahwa Rajab adalah bulan yang layak dihormati dan dimuliakan.

Mengapa Rajab menjadi bulan yang terhormat? Setidaknya ada tiga keutamaan bulan tersebut.

Rajab Bulan Haram

Rajab merupakan salah satu bulan dari empat bulan haram (arba’atun hurum). Oleh karena itu, Rajab menjadi salah satu bulan istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai keutamaan bulan haram ini:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Seluruhnya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) itu terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” (QS. At Taubah : 36)

Ketika menjelaskan tafsir Surat At Taubah ayat 36 ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa sanksi berbuat dosa di bulan-bulan haram jauh lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, amal shalih di bulan-bulan haram pahalanya lebih besar dibandingkan di bulan lainnya, kecuali Ramadhan.

“Sesungguhnya mengerjakan perbuatan zalim di bulan-bulan haram, maka dosa dan sanksinya jauh lebih besar dibandingkan melakukan perbuatan zalim di bulan-bulan lainnya,” kata Ibnu Abbas yang dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya.”

Ketika menjelaskan ayat ini dalam Tafsir Al Azhar, Buya Hamka menegaskan bahwa bulan Rajab adalah bulan yang dihormati.

“Enam bulan selepas haji itu, yaitu pada bulan Rajab dijadikan lagi bulan yang dihormati, hentikan berperang, hilangkan dendam kesumat, supaya dapat pula mengerjakan umrah di bulan suci itu,” terang Buya Hamka. “Sampai ke zaman kita sekarang ini buat seluruh Tanah Arab, dipandang bahwa bulan Rajab adalah bulan ziarah besar, mengerjakan umrah, dan penduduk Makkah sendiri mengadakan ziarah besar ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah.

Bulan yang Dekat dengan Ramadhan

Rajab merupakan bulan yang dekat dengan Ramadhan. Antara Rajab dan Ramadhan hanya dipisahkan dengan Sya’ban. Masuknya bulan Rajab, oleh sebagian ulama dijadikan momentum untuk menyambut bulan Ramadhan dengan segenap persiapan terutama ruhiyah.

Banyak ulama terdahulu yang mempersiapkan diri menyambut Ramadhan sejak bulan Rajab. Karenanya mereka berdoa:

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan”

Doa itu juga tercantum dalam riwayat Al-Baihaqi dan Thabrani, tapi derajatnya dhaif menurut Syaikh Al Albani. Namun, ada juga doa sejenis dengan matan berbeda dalam riwayat Ahmad.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami dalam bulan Ramadhan” (HR. Ahmad)

Jika sebuah hadits diketahui dhaif, tidak boleh diyakini sebagai sabda Rasulullah. Namun, boleh saja berdoa dengan doa dalam berbagai bahasa. Dan banyak ulama yang membaca doa tersebut. Sebagai permohonan kepada Allah agar diberkahi di bulan Rajab, Sya’ban dan dipertemukan dengan bulan Ramadhan.

Bulan Isra’ Mi’raj

Banyak ulama yang menyakini bahwa isra’ mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab. Khususnya para ulama di Indonesia sehingga 27 Rajab ditetapkan sebagai hari libur isra’ mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Isra’ Mi’raj adalah perjalanan luar biasa yang dialami Rasulullah hanya semalam, bahkan kurang, dengan menempuh perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu naik ke Sidratul Muntaha.

Melalui isra’ mi’raj, Rasulullah mendapatkan perintah shalat lima waktu. Jika perintah yang lain diturunkan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril, khusus untuk shalat lima waktu ini, Rasulullah ‘dipanggil’ langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lalu apa saja amalan para ulama di bulan Rajab?

Doa Menyambut Ramadhan

Seperti telah dijelaskan di atas, banyak ulama yang mengamalkan doa memohon dipertemukan bulan Ramadhan. Doa ini dipanjatkan mulai Rajab hingga akhir Sya’ban.

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan” (HR. Baihaqi dan Thabrani)

Derajat hadits tersebut dhaif menurut Syaikh Al Albani. Namun, ada juga doa sejenis dengan matan berbeda dalam riwayat Ahmad.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِى رَمَضَانَ

“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta berkahilah kami dalam bulan Ramadhan” (HR. Ahmad)

Amalan Umum di Bulan Rajab

Amalan-amalan umum yang hukumnya sunnah tetaplah sunnah di bulan Rajab. Sehingga shalat sunnah mulai shalat sunnah rawatib, sholat tahajud, sholat witir, sholat dhuha dan lain-lain tetap sunnah di bulan Rajab. Demikian pula puasa sunnah seperti puasa Senin Kamis, ayamul bidh maupun puasa Daud. Bahkan, amalan-amalan sunnah itu pahalanya lebih besar di bulan Rajab yang merupakan bulan haram.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya,” kata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu seperti dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Amalan Khusus di Bulan Rajab

Ada pun amalan khusus di bulan Rajab, mulai dari mandi awal bulan rajab, puasa rajab, dan umrah rajab, tidak ada dalil yang kuat.

1. Mandi Awal Bulan Rajab

Menjelang bulan Rajab, sering beredar pesan WhatsApp bahwa barangsiapa mandi keramas menyambut bulan Rajab dan berpuasa di dalamnya, maka hatinya tidak akan mati dan dibersihkan hatinya bagaikan bayi serta dapat mengangkat 70 orang yang berdosa di akhir zaman.

Mandi awal bulan Rajab ini tidak ada dalilnya sama sekali. Bahkan hadits dhaif sekalipun, tidak ada. Dan mengenai keutamaannya yang disebut bisa mengangkat 70 orang yang berdosa di akhir zaman, hal itu sangat aneh. Bagaimana jika setelah mandi awal rajab lalu ia meninggal, apakah ia akan bangkit kembali untuk mengangkat 70 orang yang berdosa di akhir zaman?

2. Puasa Rajab

Seperti dijelaskan di atas, puasa sunnah (puasa Senin Kamis, ayyamul bidh, maupun puasa Daud) tetaplah sunnah di bulan Rajab. Bahkan pahalanya semakin banyak, seperti kata Ibnu Abbas. Namun, puasa khusus di bulan Rajab, tidak ada tuntunannya.

Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan, “tidak ada riwayat shahih yang bisa dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa sebulan penuh atau puasa di tanggal tertentu bulan Rajab atau shalat tahajjud di malam tertentu.” Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Amalan di Bulan Rajab

Sejak kemarin, Sabtu 9 April 2016, menurut penanggalan Islam, kita sudah memasuki Bulan Rajab 1437 H.

Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Adhim, kata Rajab berasal dari tarjib yang artinya menghormat. Dari namanya saja, Rajab adalah bulan yang layak dihormati dan dimuliakan.

Dalam agama Islam, bulan Rajab merupakan salah satu bulan dari empat bulan haram (arba’atun hurum). Oleh karena itu, bulan Rajab menjadi istimewa dibandingkan bulan-bulan lainnya.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah itu ada 12 bulan. Seluruhnya dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara (12 bulan) itu terdapat empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu…” (QS. At Taubah : 36)

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan bahwa sanksi berbuat dosa di bulan-bulan haram jauh lebih berat dibandingkan bulan-bulan lainnya, selain bulan suci Ramadhan. Sebaliknya, amal shalih di bulan-bulan haram pahalanya juga lebih besar bila dibandingkan di bulan lainnya, kecuali Ramadhan.

“Sesungguhnya mengerjakan perbuatan zalim di bulan-bulan haram, maka dosa dan sanksi-nya jauh lebih besar dibandingkan melakukan perbuatan zalim di bulan-bulan lainnya,” kata Ibnu Abbas yang dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

“Amal shalih di bulan haram pahalanya lebih besar, dan kezaliman di bulan ini dosanya juga lebih besar dibanding di bulan-bulan lainnya, kendati kezaliman di setiap keadaan tetap besar dosanya.”

Nah, berikut ini adalah amalan yang bisa dibaca setelah sholat selama bulan rajab:

  • Sholat Subuh
    Setelah sholat subuh, silakan baca atau amalkan bacaan ini sebanyak 70 kali.

    رَبِّ غْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَتُبْ عَلَيَّ

    ROBBIGHFIRLII WARHAMNII WATUB ‘ALAYYA

 

  • Sholat Magrib
    Setelah sholat maghrib, silakan baca atau amalkan ini sebanyak 70 kali.

    رَبِّ غْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَتُبْ عَلَيَّ

    ROBBIGHFIRLII WARHAMNII WATUB ‘ALAYYA
    Kemudian dilanjutkan dengan membaca Al-Qur’an Surat Al-Ikhlas sebanyak 12 kali.

 

 

sumber: Alfalahku.com