Islam Ajarkan Umatnya Menjadi Kaya

Sebuah fenomena saat Ramadhan tiba dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk meminta-minta. Sekretaris Jenderal Majlis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas mengatakan, hadis Nabi menyebutkan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

Hal itu mengartikan orang yang memberi lebih baik daripada yang menerima. “Dalam Islam itu, kita disuruh menjadi kaya. Bagaimana bisa zakat kalau gak kaya,” ujar Anwar kepada republika, Senin (13/6).

Karena itu, Anwar yang juga pengurus PP Muhammadiyah mendorong umat Islam untuk menjadi kaya. Sehingga bisa ikut membantu umat lain yang miskin.

Meskipun menurut Anwar kemiskinan di dunia tidak dapat dihapuskan. Sebab, kata Anwar, Allah swt telah mengatakan agar manusia mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

“Oleh karena itu, tugas orang kaya untuk membantunya,” kata Anwar.

Namun, Anwar menyayangkan dengan banyaknya pengemis musiman setiap akan memasuki bulan Ramadhan. Anwar menilai hal tersebut merupakan mental yang tidak sehat.

“Kalau saya gak ngasih,” Anwar menambahkan. Rahmat Fajar

 

 

sumber: Republika Online

Berhijrah dengan Meninggalkan Keburukan

KETAHUILAH, bahwa agama Islam terdiri atas dua bagian, yaitu meninggalkan apa yang dilarang dan melakukan amal ketaatan. Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit karena melakukan amal ketaatan dapat dilakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan syahwat hanya bisa diwujudkan oleh mereka yang tergolong shiddiqqun.

Oleh karena itu Rasulullah bersabda, “Orang yang hijrah adalah orang yang mampu meninggalkan keburukan.” (HR Ahmad dan Baihaqi dari Fadhalah ibn `Ubaid).

Sesungguhnya, saat kita tak mampu menahan diri dan melakukan maksiat, sejatinya kita sedang melakukan maksiat dengan anggota tubuh kita sendiri, padahal kita tahu dan sadar bahwa seluruh organ tubuh kita ini adalah titipan dan amanah dari Allah yang perlu kita jaga.

Yakini dalam hati kita bahwa mempergunakan nikmat Allah swt dalam bermaksiat kepada-Nya merupakan puncak kekufuran. Sama saja kita berkhianat terhadap amanat yang dititipkan Allah kepada kita benar-benar merupakan hal yang melampui batas.

Sadarilah teman, bahwa anggota tubuh kita ini adalah rakyat atau gembalaan kita, maka sangat perlu memperhatikan mereka dengan baik berdasarkan perintah-Nya. Yakinlah, kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.

Ingatlah teman, semua anggota tubuh kita akan menjadi saksi kita, semua organ tubuh ini akan menjawab semua pertanyaan Illahi dengan lidah dan omongan yang fasih. Mereka akan mengungkapkan semua rahasia yang mungkin selama ini bisa kita tutupi dari pandangan orang-orang, tetapi saat diri tak berdaya di hari hisab, organ tubuh inilah yang akan menyingkap semuanya tanpa satu pun terlupakan.

Allah swt berfirman , “Pada hari di mana lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas perbuatan yang kalian lakukan.” (QS. An-Nur : 24)

Ketahuilah, Allah swt menangkap isi hati kita, mengawasi lahir dan batin kita, mengetahui semua lintasan pikiran kita, langkah-langkah kita, serta diam dan gerak kita. Saat bergaul dan menyendiri, kita sedang berada di hadapan-Nya. Tidak ada yang diam, dan tidak ada yang bergerak, melainkan semuanya diketahui oleh sang penguasa bumi dan langit, pemilik jiwa, dan pemilik rencana terbaik dari yang baik, Allah SWT. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2301834/berhijrah-dengan-meninggalkan-keburukan#sthash.e0aH0EtA.dpuf

Ustadz Dr Muinudinillah Basri: Ciri Aswaja Sesuai Karakter Sahabat Rasulullah

“Banyak yang mengklaim Ahlul Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) itu dirinya, tapi diluar kelompoknya bukan, ini masalah besar. Aswaja terbuka untuk semua orang “ ucap ustadz Dr Muinudinillah Basri MA pada malam Pencerahan di masjid Istiqlal, Sumber Krajan, Banjarsari, Solo, Jum’at (10/6/2016).

Ustadz Muin mengurai ciri Aswaja sebanyak sepuluh hal, dirinya tidak bisa menjelaskan secara rinci dikarenakan keterbatasan waktu kajian yang hanya satu jam. Untuk itu beliau berusaha menjelaskan secara ringkas dan jelas.

Ustadz Muin mengawali bahwa umat Nabi Muhammad akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan selamat. Menurut ustadz Muin satu itu yang berada diatas konsep Nabi mengikutu sunnah Nabi dan sunnah para sahabat.

“Semua orang bisa mengaku Aswaja tapi apakah ciri-cirinya sesuai dengan karakter sahabat, kita sebutkan satu, ciri Aswaja jauh dari sifat berlebih-lebiha, kalau kita jelaskan ini bisa 3 jam”ucapnya.

Ustadz Muin mencontohkan sifat aswaja tidak boleh mengkafirkan orang yang tidak ada dalilnya tapi juga jangan menganggap orang telah kafir sebagai orang Islam. Sifat Aswaja berada ditengah-tengah.

“Yang kedua Aswaja tidak mengkultuskan imam satupun, tidak mengambil ucapannya, perbuatannya, kecuali Rosulullah. Kalau sesuai dengan sunnah Nabi maka bisa diambil ataupun tidak. Jadi imam Aswaja tidak mau dikultuskan omongannya.” katanya.

Lebih lanjut ustadz Muin mengatakan  yang ketiga mencintai sunnah Nabi maka perlu mempelajari siroh Nabi dan yang keempat tidak mau berselisih pendapat, dan yang kelima menolak berdebat dalam aqidah. Ustadz Muin melanjutkan ciri keenam mereka menolak takwil dalam aqidah, pasrah dalam syari’at.

“Yang ketujuh mereka kalau melihat suatu masalah maka dikumpulkan dalil masalah tersebut, tidak mengambil satu ayat tapi menolak ayat yang lain. Yang kedelapan Aswaja itu teladan yang baik bagi orang-orang yang sholeh” tandasnya.

Ustadz Muin melanjutkan bahwa ciri kesembilan adalah mereka tidak mengunggulkan nama kelompoknya masing-masing. Namanya Islam sunnah dan jama’ah artinya mereka tidak memiliki identitas diri kecuali Islam.

“Yang nomor sepuluh mereka punya semangat untuk meningkatkan aqidah, dinnul Islam yang lurus. Mereka mengajarkan manusia petunjuk yang benar dan memperhatikan nasib kaum muslimin”pungkasnya. [SY]

 

sumber:Panji Mas

Ini 7 Cara Membuat Anda Bahagia

Tak sulit untuk merasa bahagia, yang bisa dicapai dengan beberapa panduan praktis di bawah ini. Anda bahkan bisa membantu keluarga dan kolega untuk turut merasakan kebahagiaan tersebut.

Pertama, berolahraga. Menggerakkan badan dan berolahraga sekira 10 menit per hari sudah cukup untuk merilis endorfin alias hormon kebahagiaan. Kebiasaan baik ini juga berguna menurunkan kortisol atau hormon stres dalam tubuh kita.

Kedua, banyak tertawa. Tertawa adalah penguat suasana hati yang paling instan. Tertawa girang selama 10 menit dapat memiliki efek yang sama dengan berolahraga beberapa waktu.

Ketiga, nikmati alam bebas. Udara segar memberikan dorongan energi dan kebahagiaan instan. Sinar matahari, khususnya, meningkatkan produksi vitamin D yang baik untuk kesehatan tulang dan produksi serotonin.

Keempat, cukup tidur. Kurang tidur dapat membuat Anda mudah lelah, lekas marah, dan kurang fokus. Kurang tidur juga berpotensi menyebabkan Anda cemas, depresi, serta lebih rentan terhadap obesitas, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Kelima, buat rencana. Membuat rencana memberi Anda peluang untuk melihat ke depan serta meningkatkan harapan dan optimisme. Menetapkan satu tujuan yang menantang kemudian berusaha mencapainya bisa meningkatkan tingkat dopamin, neurotransmitteryang mengendalikan kesenangan di otak.

Keenam, membantu orang lain. Membantu orang lain seperti melibatkan diri dalam aksi relawan, komunitas amal, dan sebagainya bisa membuat Anda merasa lebih baik. Selain rasa berkontribusi dan rasa memiliki, kegiatan itu juga dapat melepaskan oksitosin dan memunculkan emosi positif.

Ketujuh, bersyukur. Terapi khusus dengan menuliskan tiga hal positif per hari berpotensi meningkatkan kebahagiaan hingga beberapa bulan. Rasa syukur menggeser fokus Anda dari negatif ke positif karena otak hanya bisa aktif melihat sebagian kecil dari seluruh terpaan informasi yang ada.

 

sumber: Republika Online

Mempuasakan Anggota Badan

Suatu hari, seorang wanita membentak-bentak hamba sahayanya. Padahal, ketika itu adalah bulan Ramadhan. Rasulullah SAW menyaksikan kejadian itu. Lalu beliau mengambil sepotong roti dan memberikan kepada wanita itu seraya berkata, “Makanlah roti ini.”

Wanita itu pun terperangah kaget lalu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku sedang berpuasa, mana mungkin aku makan roti itu.” Dengan santun Rasulullah SAW bersabda, “Banyak orang yang berpuasa, tetapi hanya memperoleh lapar dan dahaga. Mereka hanya mendapatkan haus dan lapar karena dirinya tidak bisa mengendalikan jiwanya (nafsunya).

Kisah di atas memberikan pelajaran (ibrah) kepada kita kaum Muslimin bahwa puasa itu tidak sekadar menahan mulut dari makan dan minum, tapi juga harus mampu mengendalikan mulut dari perkataan yang kotor.

Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah puasa itu sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya dan perbuatan yang kotor serta merusak. Bahkan, jika seseorang memarahi Anda, katakan kepadanya bahwa Anda sedang berpuasa.” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim).

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang sedang berpuasa, tetapi tetap mengucapkan dan mengerjakan perbuatan yang kotor, keji, dan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah untuk memberikan pahala kepadanya, gara-gara ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Jamaah).

Agar ibadah puasa tidak menjadi sia-sia, selain menjaga mulut dari berbagai bentuk perkataan yang tidak bermanfaat, orang yang berpuasa juga harus mengikutsertakan seluruh anggota badannya untuk turut berpuasa. Mata berpuasa dari melihat sesuatu yang diharamkan, tidak menghabiskan waktu untuk melihat televisi secara berlebihan.

Telinga berpuasa dari mendengarkan sesuatu yang membawa kepada kemaksiatan, seperti mendengarkan lagu-lagu atau syair-syair yang mendatangkan kelalaian dari mengingat Allah. Tangan berpuasa dari melakukan sesuatu yang bukan haknya, seperti mengambil sesuatu yang bukan miliknya dan menandatangi sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Kaki berpuasa dari berjalan menuju tempat-tempat yang tidak diridhai Allah SWT. Demikian pula dengan anggota badan lainnya harus turut berpuasa. Agar dapat mempuasakan seluruh anggota badan, manfaatkan bulan Ramadhan dengan berbagai amalan kebajikan, seperti shalat tarawih, tadarus Alquran, bersedekah, beristighfar, memberi bukaan orang berpuasa, dan menyantuni anak yatim.

Semoga Allah SWT membimbing kita dalam menjalankan ibadah puasa dan mengisinya dengan amal-amal ibadah dengan penuh keimanan dan ihtisaban sehingga mengantarkan kepada ketakwaan dan ampunan. Amin.

 

 

Oleh: Imam Nur Suharno

sumber:Republika Online

Energi Cinta Berbagi

Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu membelanjakan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran [3]: 92)

Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seseorang tidak disebut mukmin selama belum mencintai sesamanya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” (HR al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzi, an-Nasa’i, dan Ibn Majah).

Ayat dan hadis tersebut menunjukkan urgensi energi cinta berbagisebagai spirit kebajikan dan keluhuran akhlak. Energi cinta berbagidalam diri manusia perlu dididik dan diaktualisasikan dalam bentuk kedermawanan sosial.

Etos filantropi untuk mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bersama memang harus dilandasi rasa cinta. Karena cinta menyemangati dan menggerakkan manusia untuk mewujudkan cita-cita mulia.

Kedermawanan sosial berbasis cinta (filantropi) merupakan akhlak mulia, karena etos cinta berbagi dan berderma dalam Islam intinya adalah memberi dan memberi (give more and more) rezeki Allah yang dikaruniakan kepada kita dengan semangat menyayangi dan memberdayakan sesama. Ingatlah bahwa “Tangan di atas (pemberi) itu lebih baik daripada tangan di bawah (peminta).” (HR Muslim).

Jadi, esensi cinta sejati, dalam segala hal, mulai dari cinta anak dan istri, cinta berbagi kepada sesama hingga cinta Ilahi, adalah memberi dan mendedikasikan diri. Pendidikan cinta berbagi telah dipelopori dan diteladankan Nabi Muhammad SAW dan istri beliau tercinta, Khadijah RA.

Sedemikian cintanya kepada Islam, Khadijah RA mendermakan hampir seluruh hartanya untuk kepentingan dakwah dan kejayaan Islam. Para sahabat juga selalu dididik oleh Nabi SAW untuk gemar berderma dengan menyisihkan sebagian rezeki sebagai bukti cinta terhadap Islam, sekaligus sebagai sikap peduli terhadap sesama.

Sejarah membuktikan, tradisi tersebut menjadi solusi jitu dalam mengatasi masalah umat, terutama kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Pendidikan cinta berbagi termasuk ajaran Islam yang paling dini diperkenalkan Nabi Muhammad SAW setelah pendidikan iman.

Pendidikan ini ditanamkan Nabi SAW dengan menjauhkan diri dari sikap pamrih, sebab pamrih hanya akan menghilangkan nilai sedekah sekaligus menyuburkan penyakit riya’. Oleh karena itu, pada masa awal kerasulannya, Allah SWT dengan tegas menyatakan, “Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” (QS al-Mudatstsir [74]: 6).

Larangan ini juga sekaligus mendidik Nabi SAW dan para sahabatnya untuk mandiri dalam membangun sistem ekonomi umat yang solid, kuat,dan menyejahterakan semua, sehingga tidak tergantung pada sistem ekonomi kapitalistik dan individualistik ala kafir Quraisy Makkah.

Keberhasilan pendidikan cinta berbagi yang ditanamkan Nabi SAW berdampak sangat positif bagi kemandirian ekonomi dan kewirausahaan umat, sehingga selama sepuluh tahun berada di Madinah tidak pernah ada krisis moneter, krisis pangan, kelaparan, gizi buruk, krisis sembako, dan sebagainya.

Zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah diatur dan diberdayagunakan sedemikian rupa, sehingga take and give, kebersamaan, kemitraan, dan keadilan sosial dapat terwujud dengan sangat indah. “Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu; dengarlah dan taatilah; dan dermakanlah derma yang baik untuk dirimu. Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS al-Taghabun [64]: 16).

Dengan demikian, pendidikan cinta berbagi merupakan solusi jitu untuk mengatasi kemiskinan, kemunduran, dan kebodohan. Gagasan pendirian Baitul Mal oleh Umar bin al-Khattab merupakan upaya institusionalisasi filantropi dengan menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan kekayaan dari, oleh, dan untuk kemaslahatan umat.

Baitul Hikmah dan Universitas al-Azhar di Mesir, misalnya, didirikan, dikembangkan, dan dibesarkan oleh donasi filantropi sebagai manifestasi pendidikan cinta berbagi.

Umat Islam sesungguhnya tidak akan pernah miskin jika energi cinta berbagi dalam rangka aktualisasi kedermawanan sosial umat dapat diidentifikasi, didata, dikelola, dikembangkan, dioptimalkan, dan dimanfaatkan dengan penuh amanah dan manajemen modern.

 

Oleh: Muhbib Abdul Wahab

sumber: Republika Online

Tangan Berbagi

Tamu agung nan mulia itu sudah benar-benar mengunjungi kita, Ramadhan Kariim. Bulan yang secara literal betul-betul menjadi bulan pembeda dengan bulan lain. Bulan yang memiliki kekhasan tersendiri.

Beberapa pembeda Ramadhan dengan bulan lain itu di antaranya; bulan diturunkannya Alquran (QS. Al Baqarah [2]: 185), bulan yang di dalamnya ada Lailatul Qadar (Malam Kemuliaan) (QS Al Qadr [97] : 1-30, bulan yang digunakan untuk menjalankan salah satu Rukun Islam (Puasa) (QS Al Baqarah [2]: 183).

Ramadhan juga bulan yang jika mengerjakan perbuatan-perbuatan baik di dalamnya seperti puasa dan salat tarawih, akan menghapuskan dosa-dosa (kecil) yang telah lalu (HR Bukhari).

Selain itu, Ramadhan juga bulan yang dibuka pintu surga, dibuka pinta rahmat, ditutup pintu neraka, dan setan dibelenggu (HR Muslim), bulan yang amalan sunah akan diganjar pahala layaknya amalan Wajib (HR Muslim), bulan yang berlipat pahala menjadi 70 kali bagi amalan wajib (HR Muslim).

Di antara yang sangat khas dengan Ramadhan adalah semangat berbagi yang mencolok. Semangat menjadikan tangan berbagi. Dari berbagai generasi. Seperti dalam rekam sejarah seorang sahabat bernama Abdullah Ibnu Umar RA.

Beliau memiliki kebiasaan berbuka puasa bersama anak yatim dan orang miskin. Bahkan terkadang putra tercinta sahabat mulia, Umar bin Khatab RA ini tidak berbuka meski sudah Maghrib ketika keluarganya belum menghadirkan para fakir miskin di rumahnya.

Datuk dari Khalifah terkemuka Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz ini termasuk pengusaha kaya, hartanya halal berlimpah, karena beliau seorang pedagang sukses yang amanah.

Beliau juga mendapat gaji dari Baitul Mal Negara. Namun saat Ramadhan, semua itu tidak beliau simpan sendiri, akan tetapi beliau bagikan kepada fakir miskin dan orang yang meminta-minta.

Ayub bin Wail Ar-Rasibi pernah menyaksikan kejadian menakjubkan tentang beliau. Suatu hari Ibnu Umar mendapat kiriman harta senilai 4.000 dirham (sekitar Rp 680 juta) dan satu baju yang ada bulunya. Keesokan harinya, Ayub bin Wail ini melihat Ibnu Umar di pasar membeli pakan kudanya dengan utang.

Ayub pun keheranan. Karena baru kemarin Ibnu Umar baru mendapat uang 4.000 dirham, tapi untuk membeli pakan kuda saja pakai utang. Karena penasaran, Ayub kemudian datang menemui keluarga Ibnu Umar, ingin tahu, apa gerangan yang terjadi.

Cerita keluarganya, “Uang itu belum sempat menginap semalam, namun sudah dibagikan semuanya kepada fakir miskin. Lalu beliau mengambil baju yang ada bulunya, beliau pakai keluar rumah, dan ketika pulang, baju itu sudah tidak ada. Ketika kami tanyakan, beliau sudah berikan baju itu kepada fakir miskin.”

Adakah sekarang di bulan mulia yang baru beberapa hari ini tergerak secara masif di antara kita menikmatinya dengan menjadikan tangan kita tangan berbagi, tangan Abdullah bin Umar. Insya Allah, semoga.

 

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

sumber: Republika Online

Suamiku, Izinkan Aku tak Menurutimu Satu Kali Saja

PERTENGKARAN demi pertengkaran selalu terjadi setiap hari dalam rumah tanggaku. Seakan menjadi makanan harianku dan suami. Selalu terjadi pertengkaran, sekalipun tidak bertengkar, suamiku tetap bersikap dingin, kaku, cuek bahkan mendiamiku.

Akalasia Esaphagus, inilah awal ujian itu datang. Adikku Dika, divonis mengidap penyakit langka yang belum diketahui pasti penyebabnya. Penyakit yang membuat penderitanya akan sangat sulit untuk menelan, hanya bisa minum atau membuat makanan menjadi benar-benar cair untuk bisa tetap memberi asupan ke tubuh.

Penyakit ini membuat tenggorokan adikku tidak berfungsi untuk menelan makanan, yang ada hanya rasa panas dan terbakar di tenggorokannya saat menelan. Jika tidak dalam bentuk cairan, makanan-makanan yang masuk akan keluar kembali. Aku tidak bisa menahan air mataku, setiap kali melihat kondisi Dika, adikku.

Orangtuaku bukanlah orang berada, memiliki lima orang anak dan aku adalah yang ketiga, sementara Dika adalah adik lelaki bungsuku. Dalam keluarga, bisa dibilang akulah satu-satunya yang memiliki kemampuan finansial yang lebih baik dari kakak dan adikku yang lain. Walaupun masing-masing kami telah berkeluarga, terkecuali Dika.

Inilah yang membuatku berjibaku mencari informasi pengobatan dan mengurus adikku yang sedang melawan penyakit Akalasia Esaphagus. Waktu, tenaga, dan tentunya biaya kubagi antara kehidupan rumah tanggaku dan juga pengobatan medis Dika. Allah, izinkan hamba membantu adik hamba, tanpa sedikitpun melupakan kewajiban hamba sebagai seorang istri dan ibu.

Hari demi hari berganti menjadi berbulan-bulan, entah sudah berapa bulan Dika sakit dan alhamdulillah aku tetap dipercaya Allah untuk mengurus Dika dari semua hal. Hingga pada akhirnya, suamiku meradang, ia marah. Alasan kemarahannya adalah aku terlalu fokus pada adikku, sampai tak mempedulikan dan mengurusi dirinya dan juga anakku.

Astaghfirullah, mengapa suamiku merasa demikian? Sedang ia melihat sendiri aku masih setia mengurusnya dan anak kami. Aku harus mengurangi waktuku mengurus Dika, dan yang tidak pernah kusangka adalah, ia melarangku membantu biaya pengobatan medis Dika.

Di sudut kamar Dika, aku duduk memperhatikan tubuh ringkihnya. Hatiku penuh tanya, mungkin ada berjuta tanya dalam hati. Bagaimana ini, aku berada di pilihan yang benar-benar sulit sepanjang hidupku. Satu sisi aku adalah istri yang harus menuruti perkataan dan perintah suami, sebagai imamku, sedang di satu sisi ada sosok lemah yang perlu aku bantu. Ya Allah, berikan jalan terbaik dari dua persimpangan ini.

Seorang teman, memberiku saran untuk salat istikharah dan mendirikan salat tahajud di setiap malamku. “Tanyakan pada-Nya dengan kesungguhanmu” begitu isi pesan terakhir teman ku. Setiap hari ku isi hari dengan salat istikharah dan tidak lupa dua rakaat di pertiga malamku.

Ada banyak cara Allah menjawab doa hamba-nya, dan mungkin inilah salah satunya. Tepat selesai tahajud, teman yang sama mengirim ku pesan.

“Assalammuallaikum Dewi, apakabar mu ? Maaf aku mengganggu tidurmu. Cuma ingin mengingatkan untuk tahajud. Wassalam”

“Walaikumsalam. Baik san, kamu sendiri gimana kabar? Alhamdulillah aku baru selesai tahajud” balasku.

“Alhamdulillah, begitupun dengan ku. Sudah mendapat jawaban atas kegalauan mu ?”

“Belum san, tapi keinginan untuk mengobati Dika selalu ada dalam pikiranku. Bahkan kian semangat. Tapi apalah daya san, istri harus menuruti suami bukan ?”

Lama kuterima balasan pesan dari Santi, temanku. Menjelang berakhirnya waktu subuh. Balasan pesan dari Santi seakan menjadi jawaban dari Allah dan memperkuat niatku membantu Dika.

“Dew, maaf sebelumnya. Bukan maksudku membuatmu menjadi istri durhaka dan tidak menuruti suamimu. Tapi, bisakah kau merasa ini seakan menjadi cara Allah membantumu membuat tabungan amal di Jannah-Nya melalui sakitnya Dika?. Dew, kita tidak tau kapan umur kita akan diambil, begitu juga dengan Dika. Mungkin dengan membantu pengobatan Dika, Allah juga sedang mempersiapkan atau mungkin menambah tabungan amal ibadahmu. Coba bicarakan lagi dengan suamimu. Kamu membantu orang sakit, bukan membantu orang melakukan kejahatan atau maksiat. Bismillah, yakinlah Allah bersama orang yang berniat baik.”

Siang itu juga, aku membicarakan kembali pada suami tentang niatku membantu biaya pengobatan Dika. Sungguh disayangkan, suamiku tetap pada keras hatinya, dengan alasan anak kami membutuhkan biaya sekolah. Aku meminta maaf pada suamiku, sungguh sangat memohon maaf. Aku tetap pada niatku, membantu Dika semampuku sampai Allah sendiri yang menghentikan kemampuanku.

Keesokan harinya, kubawa Dika ke salah satu rumah sakit terbaik di kotaku. Bermodal informasi dari temanku yang seorang dokter, bahwa RS tersebut sedang melakukan riset tentang Akalasia Esaphagus kubawa Dika ke sana. Muncul satu pertanyaan lagi di depanku, relakah aku menjadikan Dika kelinci percobaan riset mereka?

Bismillah, dengan yakin aku merelakan Dika dijadikan objek riset mereka. Allah, aku percaya atas kuasa dan rencana-Mu, berikan hasil terbaik untuk Dika. Aku percaya, apapun dariMu adalah yang terbaik untuk hamba-Mu.

Waktu berlalu, berkali-kali sudah Dika menjalani pengobatan di rumah sakit terbaik itu. Terlalu banyak teknik pengobatannya, sampai aku sendiri sulit mengingatnya. Tapi benar adanya, manusia hanya bisa berencana, dan serahkan hasil akhir pada sang pemilik rencana terbaik. Hari ini untuk pertama kalinya ku lihat Dika makan bubur bercampur potongan roti. Rasanya sudah lama tidak melihatnya makan senikmat itu. Walau belum sembuh total, setidaknya kondisi Dika sudah berkurang dan lebih baik dari sebelum ia dijadikan kelinci percobaan. Dan hubunganku dengan suamiku? alhamdulillah, Allah membuka pintu hati suami ku, ia sadar atas keegoisan dan ketakutannya selama ini. Alhamdulillah.. rasa syukur tiada henti ku panjatkan pada-Nya atas kondisi Dika. Dan rasa syukur yang khususku sampaikan pada pemilik hati atas hubunganku dengan suami yang semakin membaik mengikuti membaiknya kondisi Dika. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2301846/suamiku-izinkan-aku-tak-menurutimu-satu-kali-saja#sthash.tlMF5wlt.dpuf

Berpakaian Tapi Telanjang

KETIKA kita membuka lembaran surat kabar, tabloid, majalah wanita, atau saluran televisi, pemandangan yang satu ini akan kerap kita temukan. Fenomena wanita dengan pakaian seksi yang membentuk garis tubuh dan menggoda kaun Adam telah menjadi hal yang lazim.

Kini fenomena itu menjadi pemandangan bukan hanya di perkotaan, bahkan saat ini di daerah dan desa-desa terpencil sekalipun budaya membuka aurat telah menjadi pemandangan yang lumrah.

Rasulullah bersabda: “Ada dua macam penduduk neraka yang belum pernah kulihat, orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuki manusia dan wanita-wanita berpakaian tapi telanjang, yang bergoyang dan membuat orang lain bergoyang, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga dan tidak mencium baunya, padahal bau surga itu bisa dicium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” ( HR.Muslim)

Imam An-Nawawi memberikan penjelasan yang beragam tentang makna wanita-wanita berpakaian tapi telanjang, adalah:

Pertama: Mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian (menggunakan) nikmat Allah, namun telanjang (tidak menggunakan) dari berbuat syukur.

Kedua: Mereka adalah wanita yang berpakaian namun tidak berperilaku taat dan tidak memperhatikan urusan akhiratnya.

Ketiga: Mengenakan pakaian tetapi tampak sebagaian anggota badannya untuk menampakkan kecantikannya. Mereka itu berpakaian tetapi telanjang.

Keempat: Mengenakan pakaian tipis yang masih memperlihatkan warna kulitnya dan bentuk tubuhnya. Mereka ini berpakaian tetapi telanjang.

Ketahuilah wanita, tidak ada pakaian yang abadi dalam hidup kita. Semua hanya hiasan diri yang bila kita tidak bijak menggunakannya, pakaian-pakaian itulah yang akan mengantarkan kita ke neraka-Nya kelak. Ketahuilah, kafanlah pakaian terakhir kita, penutup seluruh tubuh kita yang telah membeku. Kita kembali dengan seluruh tubuh tertutup, sungguh tidak adil jika kita membukanya, membiarkan orang-orang lain menikmati tubuh kita. Jagalah sebaik mungkin segala titipan-Nya ini sampai kita kembali pada sang pemilik jiwa. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2301769/berpakaian-tapi-telanjang#sthash.4VB0osvC.dpuf

Waspada Selama Puasa Ramadhan!

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan, menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa merasa disaksikan dan diperhatikan Allah Swt. Tidak ada rezeki yang lebih berharga di dunia ini daripada hati yanghaqqul yaqinkepada Allah Swt. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Kita sudah berada di bulan Ramadhan. Bulan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan. Pertemuan kembali dengan bulan Ramadhan adalah karunia dari Allah yang wajib disyukuri. Karena betapa banyak orang yang berharap masih memiliki kesempatan usia untuk berjumpa lagi dengannya dan menikmati jamuan Allah Swt di bulan yang penuh keberkahan ini.

Selamat melaksanakan ibadah puasa bulan Ramadhan, semoga dimudahkan berpuasa yang berkualitas, penuh dengan lantunan al-Quran dan sholat malam serta sedekah. Waspadalah dengan hal-hal yang mengurangi kualitas puasa Anda sehingga berkurang pahalanya atau sirna. Karenanya :

1. Jauhi ghibah, karena ghibah akan menggugurkan pahala puasa Anda, bahkan menurut segelintir ulama membatalkan puasa. Ghibah dijadikan lezat oleh syaitan, karenanya di antara perkara yang sangat menarik adalah menonton atau membaca berita ghibah.

2. Tundukan pandangan, agar pahala puasa anda tidak terkikis dengan aurot wanita yang terpajang di FB apalagi Youtube.

3. Waktu untuk ngenet jangan sampai lebih banyak daripada membaca al-Quran, sungguh ini adalah jebakan syaithan.

4. Jauhi menghabiskan waktu dengan menonton sinetron yang isinya banyak memamerkan aurat wanita dan melalaikan dari akhirat. Demikian juga ngabisin waktu dengan main game dan semisalnya yang tidak bermanfaat.

5. Jauhi ngabuburit apalagi di jalanan sehingga pandangan tak bisa terjaga.

6. Kurangi ngobrol dengan makhluk, banyakan porsi untuk membaca perkataan Rabb mu. Kebanyakan ngobrol dengan makhluk akan mengeraskan hati, adapun membaca firman Kholiq akan melembutkan dan membahagiakan hati. Jangan sampai Anda menutup al-Quran karena bosan dengan firman Allah demi mendengar perkataan dan ngobrol dengan makhluk.

7. Perhatian terhadap dapur penting, tapi bukan yang terpenting, jangan sampai waktu terlalu banyak tersita untuk dapur sementara kehabisan waktu untuk ngaji al-Quran.

8. Semangat beribadah tatkala Ramadhan tapi hati-hati jangan sampai terjerumus dalam riya dan ujub karena menulis ibadah di status BBM, FB, atau WA. Contoh (alhamdulillah sudah khatam Quran 5 kali), atau (Sedang itikaf mohon jangan mengganggu), atau (alhamdulillah sempat menyantuni anak yatim di bulan mulia ini), dll. Meskipun menyiarkan ibadah tidaklah haram, tetapi menutup pintu-puntu riya dan ujub lebih baik, kecuali untuk memotivasi.

9. Itikaf adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan ajang untuk ngobrol ngalur ngidul. Jangan sampai warung kopi pindah ke dalam mesjid dengan dalih itikaf

10. Menjelang lebaran, di 10 malam terakhir jangan lupa mengejar lailatul qodar, jangan sampai waktu mencarinya kebanyakannya di mall atau di jalanan.

Semoga Allah memudahkan kita semua mendapatkan ampunanNya di bulan yang mulia ini. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*]

 

Oleh: KH Abdullah Gymnastiar

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2301748/waspada-selama-puasa-ramadhan#sthash.Xxysv7IA.dpuf