Apa Hajatmu, Mohonkanlah di Bulan Ramadhan!

Mohonkanlah segala hajat di waktu-waktu tersebut. Makanya, sore hari lebih baik siapkan diri dengan banyak dzikir, tilawah dan berdoa. Bukan malah keluyuran dengan alasan ngabuburit

 

RAMADHAN tidak semata menyediakan banyak ampunan dan pahala, juga memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin mendapat pertolongan-Nya dengan segera berdoa kepada-Nya.

Ramadhan juga menjadi kesempatan emas setiap Muslim untuk lebih mengenal Allah, sehingga tidak perlu bertumpu, berharap, bersandar kepada selain Allah.

Dalam Fawaidul Fawaid, Ibn Qayyim Al-Jauziyah menuliskan, “Apabila seorang hamba mampu mengenal Allah beserta asma dan sifat-Nya, maka kehidupannya di dunia ini akan menjadi tenteram. Ia akan merasakan kenikmatan yang tidak dapat dibandingkan kecuali dengna kenikmatan surga di akhirat kelak. Sebab, ia selalu ridha kepada Rabbnya, sedngkan keridhaan merupakan surga duniawi di tempat peristirahatan bagi orang-orang yang mengenal Allah.”

Seperti jamak dipahami bukankah sudah cukup banyak dari umat ini yang mengerti bahwa Allah tidak akan tidak pernah mengabulkan permohonan (doa) hamba-hamba-Nya. Tetapi, kalau mau jujur sudahkah kita benar-benar ikhlas, yakin dan penuh kekhusyukan dalam setiap berdoa kepada-Nya?

Mari kita belajar dari Nabi Ayyub alayhissalam, kala beliau mendapatkan ujian dan tidak berdoa melaikan hanya kepada Allah Ta’ala.

وَأَيُّوبَإِذۡنَادَىٰرَبَّهُۥۤأَنِّىمَسَّنِىَٱلضُّرُّوَأَنتَأَرۡحَمُٱلرَّٲحِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa kepada Rabbnya. (‘Ya Rabbku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Rabb Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS. Al-Anbiya [21]: 83).

Menurut Ibn Qayyim Al-Jauziyah, doa Nabi Ayyub alayhissalam itu mengandung lima (5)  hal penting di hadapan Alalh, yakni, hakikat tauhid, ungkapan kefakiran dan kebutuhan seorang hamba kpeada Rabbnya, perasaan cinta hamba di balik sikap lembutnya kepada-Nya, pengakuan terhadap kasih sayang-Nya, serta bahwa Dialah yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.

Jadi, tidak perlu sedih, bingung, apalagi putus asa dalam menjalani kehidupan yang meskipun boleh jadi seperti diri dalam keadaan menderita, tersiksa dan tidak ada yang peduli. Kembalilah kepada Allah. Pertanyaannya kapan waktu yang tepat untuk berdoa selama Ramadhan?

Pertama, saat sahur.

يَنْزِلُرَبُّنَاتَبَارَكَوَتَعَالَىكُلَّلَيْلَةٍإِلَىالسَّمَاءِالدُّنْيَاحِينَيَبْقَىثُلُثُاللَّيْلِالآخِرُيَقُولُمَنْيَدْعُونِىفَأَسْتَجِيبَلَهُمَنْيَسْأَلُنِىفَأُعْطِيَهُمَنْيَسْتَغْفِرُنِىفَأَغْفِرَلَهُ

“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari).

Jadi, manfaatkanlah waktu tersebut untuk banyak berdoa. Jangan diisi dengan yang tidak berfaedah, apalagi sekedar dengan sahur sembari nonton banyolan di televisi yang kurang edukatif dan tidak simetris dengan makna, hakikat dan tujuan puasa.

Kedua, saat siang hari, selama berpuasa

ثَلاَثَةٌلاَتُرَدُّدَعْوَتُهُمُالصَّائِمُحَتَّىيُفْطِرَوَالإِمَامُالْعَادِلُوَدَعْوَةُالْمَظْلُومِ

“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizalimi.” (HR. Ahmad).

Ketiga, saat berbuka puasa

ثَلاَثَةٌلاَتُرَدُّدَعْوَتُهُمُالإِمَامُالْعَادِلُوَالصَّائِمُحِينَيُفْطِرُوَدَعْوَةُالْمَظْلُومِ

“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi).

Mohonkanlah segala hajat di waktu-waktu tersebut. Makanya, sore hari lebih baik siapkan diri dengan banyak dzikir, tilawah dan berdoa. Bukan malah keluyuran dengan alasan ngabuburit. Sebab, saat jelang berbuka dan saat berbuka adalah saat dimana doa dikabulkan. Jika fisik dan hati kita sibuk dari berbagai tempat, bisa dipastikan doa bisa dilantunkan, namun kesungguhan hati tidak akan bisa dihadirkan.

Tentu, masih ada waktu lain yang mustajab untuk berdoa, seperti kala sujud, dan waktu-waktu lain yang bisa dilakukan di luar Ramadhan. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang tidak meminta, memohon dan berharap, kecuali hanya kepada-Nya. Aamiin. Wallahu a’lam.*

 

HDAYATULLAH

Mengisi Ramadhan dengan ‘Imanan’ dan ‘Ihtisaban’

Sejatinya, self control berupa “imanan” dan “ihtisaban” sudah cukup untuk menjadikan seorang Muslim bersemangat dalam menjalani hari-hari yang diliputi keberkahan berlipat

 

DARI Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berkata,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari)

Disebutkan dalam kitab “Fathul Bari” kata “imanan” di atas bermakna meyakini puasa di bulan Ramadhan adalah perintah Allah yang wajib untuk ditunaikan.

Sedang kata “ihtisaban” tercatat dalam kitab penjelasan “Shahih al-Bukhari” tersebut masih satu timbangan (sewazan) dengan kata “iftitahan” artinya pembuka. Jadi ihtisaban bermakna perhitungan.

Untuk itu hendaknya semua yang dilakukan di bulan mulia tersebut sejatinya harus diniatkan dan selalu dalam perencanaan meraih ridha dan ampunan Allah. Sedang mengharap ridha-Nya berarti hanya mencari pahala dan balasan kebaikan dari Allah.

Diharapkan, setiap jenak yang berlalu, dari hitungan detik, menit, hari, dan pekan dalam bulan Ramadhan dipenuhi keberkahan dan kemuliaan serta tidak berlalu dengan sia sia.

Dengan pemahaman di atas, ternyata tak mudah merealisasikan harapan tersebut. Ada saja gangguan dan godaan dari nafsu, meski sebelumnya dinyatakan bahwa setan telah dibelenggu sepanjang bulan Ramadhan.

Tanpa sadar, tetap saja ada waktu yang berlalu tanpa makna. Mulai dari dikarenakan hal sepele hingga kesibukan dunia yang memang harus dijalani.

Tak jarang seorang Muslim menghabiskan waktu berjam-jam bersama kawannya hanya untuk obrolan tanpa juntrung yang jelas. Ada yang cuma nongkrong, ngabuburit, main game online, hingga chatting dan aktifitas media sosial lainnya.

Atau seorang remaja Muslimah yang asyik berdandan dan mengurusi pakaian. Melipat baju yang hanya 5 lembar, ternyata sampai menghabiskan waktu 1 jam, misalnya.

Belum lagi serbuan nafsu makan dengan jajanan kuliner yang begitu menggoda sepanjang jalan. Bisa dipastikan, jika nafsu makan tersebut tak mampu dikontrol dengan baik, maka semangat ibadah dengan sendirinya turun secara drastis.

Alih-alih bisa bangun di sepertiga malam melaksanakan shalat tahajjud, terkadang mata tersebut tak mampu kompromi untuk mengerjar taget tilawah al-Qur’an dalam sehari.

Dalam hal ini, Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam (Saw) mengingatkan dalam sabdanya.

رغم أنف رجل دخل عليه رمضان ثم انسلخ قبل أن يغفر له

“Celakalah bagi orang yang mendapati Ramadhan hingga bulan itu berlalu sedang ia belum mendapatkan (jaminan) ampunan dari Allah.”

Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata celaka artinya mendapatkan kesusahan, kesulitan dan kemalangan.

Secara logika sederhana, orang yag celaka di bulan Ramadhan akan sulit di Hari Akhirat jika tidak mendapat ampunan di bulan Ramadhan. Nasibnya jadi malang dan disulitkan melalui proses pengadilan di Hari Perhitungan kelak.

Terakhir, sejatinya, self control berupa “imanan” dan “ihtisaban” sudah cukup untuk menjadikan seorang Muslim bersemangat dalam menjalani hari-hari yang diliputi keberkahan berlipat tersebut.

Ia bahkan meyakini, setiap helaan nafas yang berbalut keimanan adalah zikir yang mengundang ridha Allah. Semoga kita semua diberi hidayah dan keistiqamahan menyelesaikam bulan Ramadhan dengan semangat “imanan” dan “ihtisaban”.*/Maftuha, pepegiat komunitas penulis PENA Malika, Balikpapan

 

HIDAYATULAH

Dua Mahar Terbaik di Bulan Ramadhan

Menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Perintah puasa adalah seruan bagi orang-orang yang beriman agar menuju taraf Taqwa

HINGGA saat ini umat Islam sedang merayakan hari-hari terbaiknya bersama bulan Ramadhan.

Sebuah bulan dalam penanggalan Hijriyah yang ditetapkan sebagai bulan penuh ampunan, sarat berkah dan pahala yang dilipatgandakan.

Dalam bulan Ramadhan juga terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Layaknya kado pernikahan, seorang beriman bisa memanfaatkan bulan Ramadhan untuk menyiapkan dua mahar terbaik sekaligus.

Yaitu menghiasi Ramadhan di siang hari dengan berpuasa dan amal shaleh lainnya serta menghidupkan malam dengan shalat malam (shalat Tahajud).

Disadari, meski Allah menjanjikan keutamaan dan derajat terpuji, rupanya tak semua kaum Muslimin punya kesadaran dan kesempatan untuk melaksanakan shalat malam tersebut.

Allah berfirman;

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً

Dan pada sebahagian malam, lakukanlah shalat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”. (QS. Al-Isra [17]: 79).

Disebutkan, tempat yang terpuji adalah suatu tempat yang prestisius. Tempat yang hanya bisa dicapai oleh orang yang senantiasa bangun shaat Tahajud atau shalat malam.

Di saat kebanyakan orang menikmati kenyamanan tidur, orang tersebut bangun atas kesadaran iman dan takwa.

Jika dijalani secara ikhlas, semata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) niscaya terjalin kemesraan antara hamba dengan Rabb-nya.

Dengan doa-doa yang dipanjatkan, luruh semua beban kesempitan dunia yang menghimpit dada manusia beriman selama ini.

Dengan untaian doa yang dilandasi kepasrahan dan harapan tersebut, menguatkan keyakinan, bahwa tanpa rahmat dan bantuan Allah, seluruh urusan hidup menjadi susah dijalani manusia.

Sebab kekuatan ruhani dan kelapangan jiwa manusia hanya bisa disadap melalui ibadah shalat malam atau tahajjud.

Terlebih ketika orang itu ingin memenangkan pertarungan ideologi dan benturan peradaban saat ini.

Untuk itu selayaknya seorang Muslim memanfaatkan secara maksimal waktu di malam hari sebagai upaya meraih mahar terbaik di bulan Ramadhan.

Kedua, menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Perintah puasa adalah seruan bagi orang-orang yang beriman agar menuju taraf Taqwa.

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Bagi orang beriman, esensi dari berpuasa adalah meraih nilai ketakwaan sebagaimana ibadah dan syariat lainnya.

Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim menyebutkan dalam kitabnya Shahih Fiqh Sunnah, setidaknya ada dua keutamaan berpuasa.

Pertama, puasa merupakan bentuk ketaatan yang terbesar untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Seorang mukmin memperoleh pahala yang tiada batasnya atas puasa yang dilakukannya.

Dengannya dosa-dosa yang lalu diampuni, Allah, tubuhnya dijauhkan dari api neraka, jaminan memasuki surga dari pintu Ar-Rayyan, khusus disiapkan bagi orang-orang berpuasa.

Serta kelapangan hati ketika berbuka puasa dan kegembiraan jiwa saat berjumpa dengan Rabb Sang Pencipta.

Kedua, puasa menjadi pusat pembinaan akhlak terbesar. Puasa juga menjadi jihad melawan hawa nafsu dan berbagai gangguan setan.

Dengannya manusia diantar senantiasa bersabar dari hal-hal yang diharamkan atasnya. Bersabar menghadapi kesulitan, mengajarkan disiplin dan menaati peraturan, serta menumbuhkan kasih sayang, empati, dan tolong menolong yang mempererat ukhuwah sesama kaum muslimin.

Semoga setiap orang beriman senantiasa diberi kekuatan untuk menyiapkan dan meraih dua mahar terbaik tersebut selama bulan Ramadhan.*/Sri Hartati, pegiat komunitas penulis PENA Balikpapan

 

HIDAYATULAH

Waspadalah! Iblis Punya Tujuh Jebakan Maut

Ibn Qayyim Al Jauziyyah adalah ulama besar. Beliau banyak menelurkan karya berharga bagi dunia Islam. Warisan ilmunya patut dipelajari oleh generasi masa kini.

Di antaranya, Ibnu Qayyim mendedah tujuh strategi Iblis dalam menjebak manusia. Setiap jebakan dilakukan bertahap, disesuaikan dengan jenis manusia yang dihadapinya.

Untuk manusia yang selangkah lagi menjadi kawannya, iblis bakal memggunakan strategi kasar dan tegas, katanya. Sedangkan jurus pamungkas digunakan bagi orang-orang berkadar iman tinggi. Suatu jurus lembut nan halus, namun mematikan lawan.

Berikut tujuh strategi Iblis versi Ibnu Qayyim:

Jebakan pertama. Iblis menawarkan kekufuran, mengajak orang untuk menolak keberadaan Tuhan, risalah para Rasul dan kebenaran kitab suci. Iblis bakal menggaungkan anggapan kalau agama adalah candu, dan hanya berupa sekumpulan aturan yang merusak kehidupan bebas manusia. Iblis menggambarkan, orang-orang tanpa agama mencapai kemajuan, sedangkan orang-orang beragama terbelakang.

Jebakan kedua. Jika tawaran kekufuran gagal, jebakan kedua berupa sajian bidah, yakni segala sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah. Iblis bakal menukar sunnah menjadi bidah dan sebaliknya.

Ajaran nabi menyebutkan jika terjadi silang pendapat soal sunnah, Muslim perlu mengedepankan rasa saling menghormati perbedaan. Bidahnya adalah memaksakan kehendak dan mengkafirkan orang berbeda sefaham. Manusia disibukkan dengan keinginan memaksakan keinginan dan menjauhkan diri dari saling menghormati.

Jebakan ketiga.Tawaran dosa-dosa besar. Iblis menawarkan perzinahan sebagai pergaulan masa kini, korupsi dengan dalih kepedulian untuk membantu orang-orang lemah.Zina dikenalkan secara perlahan. Mula-mula yang bukan muhrim disuguhi kenyamanan berduaan di tempat sepi. Kemudian sentuhan-sentuhan kecil dan seterusnya hingga berakhir penyesalan.

Jebakan keempat. Tawaran dosa-dosa kecil. Ketika dosa besar bisa dihindari, maka dosa kecillah yang ditawarkan.Umumnya manusia menganggap dosa adalah hal manusiawi, sesekali tak masalah. Toh Allah Maha Pengampun. Padahal, dalam hadis, dosa besar terjadi karena menganggap remeh dosa-dosa kecil.

Jebakan kelima. Menyibukkan manusia dengan hal-hal mubah dan melupakan hal yang wajib. Ini seperti ibu rumah tangga yang sibuk di luar dan melupakan kewajibannya di rumah. Kesibukannya diluar dipandang lebih penting dari pada mengurus keluarga.

Jebakan keenam. Tawaran sibuk dengan ibadah utama namun melupakan ibadah yang lebih utama. Inilah jebakan halus Iblis dalam menjerumuskan manusia.Manusia sibuk berzikir namun melupakan tetangga yang kelaparan. Manusia melupakan perbedaan kecil dalam ibadah, sedangkan persatuan dalam kehidupan sosial terlupakan.

Jebakan terakhir dan terhalus adalah jebakan khusus orang-orang bertakwa. Inilah jebakan tercanggih Iblis, sehingga Iblis mengerahkan semua bala tentaranya dari golongan jin dan manusia untuk menggoda orang yang bertakwa.

Orang saleh itu akan difitnah dan dicaci maki. Ajarannya dianggap dusta, pribadinya dianggap pembohong, layaknya para nabi kala berdakwah kepada umatnya.

Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu turuti langkah-langkah setan! Dan siapa yang menuruti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan kesalahan. Dan kalau tiada kemurahan Allah dan kasih sayang-Nya kepadamu, maka untuk selamanya tiada seorang pun diantara kamu yang bersih, tetapi Allah mensucikan orang-orang yang disukainya; dan Allah itu Maha Mendengar dan Mengetahui.” (QS An Nur: 21).[Islamindonesia]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2380302/waspadalah-iblis-punya-tujuh-jebakan-maut#sthash.WenTdq0y.dpuf

Ramadhan, Zakat dan Pengentasan Kemiskinan

SEBAGAI salah satu rukun Islam, zakat merupakan ibadah yang  pelaksanaannya memiliki syarat cukup rijid. Baik bagi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), harta yang wajib dizakati, maupun mustahik (yang berhak menerima).

Kendati kesadaran berzakat sebagai sebuah kewajiban terhadap harta yang telah ditentukan sudah mulai baik, ternyata masih banyak juga umat yang belum faham. Bahkan, tidak jarang yang dipahaminya hanya sebatas zakat fitrah. Sedangkan zakat lainnya (maal, perhiasan, perkebunan, peternakan, dll) termasuk infaq, shadaqah, wakaf dan hibah, masih banyak yang belum mafhum.

Hal ini bisa kita saksikan di lapangan, meskipun hampir semua jenis zakat itu bisa dibayarkan kapan saja, tidak terikat dengan waktu, kecuali zakat fitrah yang memang memiliki batas waktu sebelum pelaksanaan sholat Idul Fitri ditegakkan. Namun, dalam prakteknya, biasanya Ramadhan identik dengan bergeliatnya para muzakki dalam membayar zakatnya, termasuk lainnya itu. Sehingga di setiap Ramadhan menjadi semacam musim “panen”-nya Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Dengan potensi sebesar Rp. 217 triliun, sebagaimana hasil penelitian BAZNAS dan FEM (Fakultas Ekonomi dan Manajemen) IPB yang dilakukan pada tahun 2011, maka seharusnya zakat bisa memiliki multiplier effect bagi dinamika ekonomi ummat.

Angka tersebut, diasumsikan sebesar 3% dari PDB tahun 2010. Dengan pertumbuhan PDB yang terus meningkat setiap tahun, maka potensi zakatnyapun semestinya setiap tahun juga bergerak naik pula. Dan berdasar pengalaman LAZ yang terhimpun dalam Forum Zakat (FoZ), yang juga diamini oleh BAZNAS, maka sekitar 75% dari total pendapatan zakat, dihimpun saat bulan Ramadhan. Dan, yang 25% dibagi dalam 11 bulan.

Yang perlu digarisbawahi adalah, kesadaran filantropis di bulan Ramadhan, setiap tahun terus mengalami peningkatan, membersamai meningkatnya kuantitas peribadatan yang lainnya. Kendati demikian, dari potensi yang ada, itu ternyata pada tahun 2016 kemarin, yang mampu terhimpun baru sekitar 1 %, atau sebesar Rp. 2 triliun. Dan, pada tahun 2017 ini, diperkirakan mengalami peningkatan pendapatan secara agregat sebesar Rp. 3 sampai 4 triliun. Di sinilah tantangan nyata yang dihadapi oleh LAZ dan BAZNAS, yang tentu saja mesti menyiapkan perumusan yang baik.

Regulasi

Sebenarnya negara telah membuat regulasi yang mengatur tentang penghimpunan dan pengelolaan zakat ini, melalui UU No 23/2011. Di dalamnya mengamanatkan bahwa LAZ yang diperbolehkan untuk memungut atau menghimpun serta menyalurkan ZIS harus mendapatkan rekomendasi dari BAZNAS dan kemudian mendapatkan ijin dari Kementerian Agama.

Menurut keterangan dari Forum Zakat (FoZ), ada 235 anggota yang dihimpun. Namun, sampai Ramadhan tahun ini, secara resmi, selain BAZNAS, baru ada 17 LAZ sekala nasional, 7 LAZ sekala Propinsi dan 11 LAZ Kabupaten/Kota, dan masih ada beberapa LAZ yang telah mendapatkan rekomendasi dari Baznas, namun masih mengurus izin dari Kementerian Agama (www.detik.com1/06/2017). Selain UU juga diikuti dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan juga SK Baznas, yang mengatur segala hal ikhwal dari dunia perzakatan ini.

Logikanya, dengan diterapkannya UU 23/2011 dan sederet aturan yang menyertainya itu, hanya lembaga-lembaga tersebutlah yang berhak melakukan penhimpunan dana ZIS di masyarakat, namun faktanya muzakki masih banyak yang memilih untuk mendistribusikan langsung baik ke perorangan, masjid, madrasah, panti asuhan, pesantren dan lembaga keagamaan lainnya.

Kendati ada sanksi yang cukup berat bagi lembaga penerima ZIS yang belum atau tidak mendapat legalitas dari Kemenag, namun faktanya praktek model seperti ini masih saja berlangsung. Bisa jadi karena sosialisasi atas UU itu belum sampai ke mereka, atau memang ada sebagian yang merasa lebih nyaman dan afdhol jika langsung di-tasyarufkan kepada mustahik. Atau bisa juga bersebab faktor ketidakpercayaan kepada BAZ dan LAZ. Dan, jika yang terakhir ini penyebabnya, harus dijadikan bahan muhasabah bagi LAZ dan BAZNAS, sebab zakat adalah dana umat yang tentu saja dibutuhkan untuk membangun kehidupan umat.

Pemetaan Mustahik

Selain di sisi penghimpunan yang masih belum optimal, ternyata LAZ dan BAZNAS juga dihadapkan pada pendayagunaan yang harus tepat sasaran. Bahwa untuk pentasyarufan ZIS ini harus kepada 8 asnaf adalah qoth’i, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an Surat At-Taubah : 60. Dan, hal ini sudah mutlak, tidak perlu diperdebatkan lagi.

Pertanyaannya adalah, apakah kedelapan asnaf itu harus mendapatkan porsi yang sama? Dan dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Namun, jumhur ulama tidak mewajibkan masing-masing asnaf itu mendapatkan1/8 bagian atau 12,5% dari zakat yang diperoleh secara sama. Syaikh Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa Zakat itu harus ditasyarufkan terutama ke-ahlul balad (penduduk setempat) dimana zakat itu dihimpun, dan semua asnaf dibagi secara adil. Adil ini artinya tidak harus sama. Artinya ada skala prioritas pembagian di situ. Dan yang tidak bisa ditinggalkan adalah fuqara dan masakin. (Qaradhawi : 2001)

Artinya, dalam pendayagunaan zakat ini, ternyata juga terkait dengan permasalahan majamenen yang berbasis pada 8 asnaf itu. Olehnya, perlu pengelolaan yang profesional. Diperlukan pemetaan data mustahik. Agar terjadi pemerataan mustahik, yang mendapat pendayagunaan. Dan tidak tumpang tindih.

Misalnya, ada satu mustahik yang menerima dari beberapa LAZ dan ada mustahik yang seharusnya berhak menerima, tetapi tidak mendapat dari LAZ manapun juga. Pemetaan ini, juga akan memberikan gambaran, masing-masing LAZ itu disalah satu tempat untuk fokus “menggarap” di asnaf apa dan didaerah mana. Selain itu, semua LAZ dan BAZNAS, juga harus memiliki database mustahik-nya.

Akan lebih baik lagi, jika mendorong adanya open database. Sehingga bisa tukar-menukar data antar LAZ, dan tumpang tindih itu tidak terjadi. Dengan demikian maka, satu daerah, bisa digarap oleh berbagai LAZ, dengan spesifikasi masing-masing ke tiap-tiap asnaf. Dan setiap daerah akan berbeda skala prioritasnya, sesuai kondisi yang ada di daerahnya tersebut, sebagaimana pendapat Syaikh Qaradhawi tersebut.

Sinergitas sebagai kunci

Salah satu dari tujuan zakat adalah mengentaskan mustahik dari kondisi yang dialaminya. Artinya zakat, selain bersifat karitatif dan stimulus awal, seharusnya juga dibarengi dengan konsep pemberdayaan yang mengubah dari mustahik menjadi muzakki.

Semangat ini harus menjiwai dari pendayagunaan dana zakat tersebut. Olehnya, dengan pemetaan yang ada, maka akan tergambar secara geografis dan demografis, dari keberadaan mustahik itu. Di sini diperlukan kreatifitas dari LAZ untuk melakukannya.

Banyak contoh, yang telah dilakukan oleh beberapa LAZ, terkait dengan bagaimana kemandirian mustahik ini di garap. Kendati proyek dan program, dengan berbagai varians-nya sudah banyak diluncurkan. Namun, output dan outcome-nya masih belum memberikan dampak yang signifikan bagi pengentasan kemiskinan di negeri ini. Karena masing-masing LAZ masih berjalan sendiri-sendiri, dengan programnya masing-masing.

Dengan basis pemetaan dan database itu, akan lebih memudahkan bagi LAZ dan juga BAZNAS untuk melakukan proyek dan program ekonomi yang tepat sasaran kepada mustahik. Karena, dari sini akan diperoleh data secara valid potensi dari mustahik.

Di samping itu diperlukan pola sinergi program pemberdayaan dan kemandirian ekonomi antar LAZ. Dengan pola sinergi antar LAZ, Insya Allah akan meminimalisasi dari kegagalan. Sinergitas ini, sekaligus juga dapat dijadikan dasar dalam menentukan proyek di masing-masing daerah, disesuaikan dengan potensi daerah dan kapasitas mustahik. Demikian juga disesuaikna dengan kontribusi dari masing-masing LAZ. Olehnya, LAZ tidak bisa lagi ego dengan “jualan”programnya masing-masing. Program antar LAZ bisa saling melengkapi dan saling dukung.

Sehingga, dalam konteks pendayagunaan ZIS, maka kemandirian ekonomi harus menjadi salah satu fokus. Tahapan dan perencanaan teknis programnya, bisa disusun bersama. Namun dengan melihat fakta dan pengalaman di atas, maka dapat dikatakan bahwa sinergitas antar LAZ menjadi sebuah kunci. Kita sadar bahwa pengentasan kemiskinan ini sesungguhnya adalah tanggung jawab negara, namun LAZ juga memiliki tugas yang melekat dalam pedayagunaan dana zakat ini. Sehingga, mengantarkan mustahik menjadi muzakki menjadi terwujud. Wallahu A’lam bish Shawab.*

Oleh: Asih Subagyo,

Ketua Badan Pengawas LAZ Nasional Baitul Maal Hidayatullah

HIDAYATULLAH

Di Balik Lapar dan Haus, Ini Manfaat Luar Biasa Puasa

Hal yang lumrah kita merasakan lapar dan haus selama puasa. Apakah puasa menyiksa? Kalau dilakukan dengan tata cara yang benar, puasa justru akan memberi banyak manfaat positif.

Di balik rasa lapar dan haus, puasa bisa memberi berbagai manfaat luar biasa untuk tubuh. Bahkan tubuh bisa jauh lebih sehat dengan puasa. Dan mumpung sekarang sudah masuk bulan Ramadan, yuk maksimalkan puasa sebulan penuh agar manfaatnya pun bisa segera kamu dapat.

Puasa Bisa Menjaga Kesehatan Jantung
Dilansir dari meetdoctor.com, puasa adalah salah satu metode non-obat untuk mengurangi tekanan darah, sehingga menurunkan risiko aterosklerosis. Apa itu aterosklerosis? Ini adalah kondisi di mana terjadi penyempitan dan pengerasan di dalam pembuluh darah arteri akibat pengendapan kolesterol dan zat-zat lemak lainnya.

Nah, selama puasa hormon tubuh seperti adrenalin dan noradrenalin akan berkurang. Metabolisme pun bisa dijaga kestabilannya. Tekanan darah bisa ikut berkurang dan stabil. Kesehatan jantung pun akan ikut terjaga.

Puasa Dapat Meningkatkan Kemampuan Otak
Saat sedang berpuasa, tubuh kita akan memproduksi hormon neurotropik  lebih banyak. Efeknya, sel-sel otak akan lebih banyak diproduksi sehingga kinerja otak semakin baik. Tingkat stres pun bisa menurun karena adanya penurunan kadar hormon kortisol yang dihasilkan oleh tubuh.

Puasa Dapat Membuat Sistem Pencernaan Lebih Sehat
Niatkan puasa untuk ibadah, maka tubuh akan mengondisikan dirinya untuk tetap berfungsi dengan baik. Di balik rasa lapar dan haus yang kita rasa selama puasa, sistem pencernaan justru bisa lebih sehat dan efisien. Kenapa? Karena proses pemecahan makanan bisa lebih stabil dan pelepasan energi akan mengikuti pola yang seharusnya. Di sini, sistem pencernaan akan memperoleh waktu untuk merevitalisasi dan meningkatkan fungsinya dengan lebih baik.

Puasa Dapat Meningkatkan Sistem Imun Tubuh
Manfaat yang satu ini memang luar biasa sekali. Selama berpuasa, tubuh bakal lebih optimal meningkatkan produksi limfosit hingga 10 kali lipat. Hal ini akan sangat baik bagi tubuh sehingga dapat lebih kebal dari serangan virus dan terhindar dari berbagai penyakit.

Puasa Dapat Mengeluarkan Racun dari Dalam Tubuh
Puasa merupakan metode detoksifikasi alami yang mampu membersihkan racun dari dalam tubuh sehingga tubuh kita akan lebih sehat. Sehingga racun dari sisa metabolisme ataupun akibat dari penggunaan zat kimia pada produk tertentu bisa dikeluarkan dengan lebih optimal selama kita puasa.

Puasa Dapat Mengurangi Kadar Gula Darah
Saat berpuasa, tubuh akan meningkatkan pemecahan glukosa agar tubuh dapat memperoleh energi yang dibutuhkan. Selain itu, ketika cadangan glukosa sudah mulai menipis, maka tubuh akan memecah lemak untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan. Dengan pola makan yang lebih sehat dan teratur selama puasa, berat badan bisa lebih terkontrol.

Banyak sekali kan manfaat puasa? Yuk, lebih semangat lagi puasanya. Manfaatkan waktu sebulan penuh ini untuk memiliki pola hidup dan kebiasaan yang lebih sehat lagi.

Selamat berpuasa, Ladies. Semoga bulan Ramadan kali ini lebih banyak berkah yang bisa kita dapatkan.

 

VEMALE

Siapa Melihat Rasulullah tak Dibakar Api Neraka?

Auudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim. Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil alaamin. Allaahumma shalli wa sallim wa barik alaa Sayidina Muhammadin wa alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajmain. Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq.

Diriwatkan bahwa Abu Yazid dikenal sebagai seorang ahli sufi. Ia wafat dan dikubur di negeri Irak. Kuburnya tidak putus diziarahi setiap saat dan waktu. Pada suatu hari, seorang pejabat kenamaan datang melihat orang-orang yang berziarah ke kubur Abu Yazid. Di antara kerumunan orang banyak ia bertanya, “Apakah di antara kalian yang berziarah ini ada yang pernah hidup semasa dengan Abu Yazid?”

Lalu, ada seorang tua mengacungkan tangan dan menjawab, “Ya tuan, saya pernah hidup semasa dengan Abu Yazid dan selalu mengikuti majelis taklim beliau dan mendengarkan petuah-petuah dari beliau.”

Pejabat tadi bertanya lagi, “Apa yang pernah dikatakan Abu Yazid yang paling berkesan di hati anda?” Orangtua itu menjawab, “Ya, saya sangat terkesan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Yazid, bahwa Rasulullah saw bersabda, Barang siapa yang melihat aku, tidak akan dibakar oleh api neraka ”

Sang pejabat tadi terkejut keheranan, “Apa betul yang dikatakan Abu Yazid itu hadis Nabi saw? Ataukah Abu Yazid mengada-ada saja, karena sekian banyak orang yang melihat Rasulallah saw sewaktu beliau masih hidup, tetapi jelas akan dibakar oleh api neraka seperti Abu Lahab dan Abu Jahal umpamanya.”

Orangtua itu menjawab lagi, “Betul apa yang tuan katakan itu, banyak orang yang melihat Rasulullah pada waktu beliau masih hidup, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan kafir Quraisy lainnya, tetapi mereka tetap dibakar oleh api neraka, karena mereka hanya melihatnya sebagai Muhammad manusia biasa yang makan, minum, tidur dan istirahat. Mereka melihatnya sebagai anak yatim yang diasuh oleh Abu Thalib. Mereka melihatnya hanya sebagai pengembala kambing. Bahkan yang lebih jahat lagi mereka melihatnya sebagai musuh yang bisa merusak agama dan akidah mereka. Mereka tidak pernah melihat beliau sebagai Rasulullah saw.”

Demikian jawaban orangtua tadi.

Di sini kita tidak membicarakan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Yazid, tetapi sedikit memberikan komentar dari jawaban orangtua tadi bahwa Abu Jahal atau Abu Lahab dan kafir Quraish tidak pernah melihat Rasulullah saw. Yang ia lihat hanyalah Muhammad bin Abdillah manusia biasa, yang makan, minum dan tidur. Mereka melihatnya sebagai anak yatim yang diasuh oleh Abu Thalib. Bahkan mereka melihatnya sebagai musuh dan seterusnya.

Inilah seharusnya yang menjadi pemikiran seorang beriman, apakah memandang beliau sebagai sosok seorang Rasul? Ataukah memandang beliau hanya sebagai manusia biasa? Seorang muslim hendaknya memandang sosok Muhammad bin Abdillah adalah Rasulullah saw, utusan Allah, kekasih Allah, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, penegak agama Allah, pejuang yang gigih dan pembawa cahaya dan rahmat bagi alam semesta. Bukan hanya Muhammad bin Abdullah yang lahir di Makkah.

“Telah ada pada diri Rasul itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang mengharap rahmat dari Allah” (QS. Al-ahzab). Wallahualam

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah.. [*Sufimuda.net ]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2384682/siapa-melihat-rasulullah-tak-dibakar-api-neraka#sthash.O0ACURgr.dpuf

Rugi, Punya Mata Tapi tak Melihat Kebenaran

BETAPA meruginya orang yang memiliki mata, namun ia tak bisa melihat kebenaran. Betapa bangkrutnya orang yang memiliki telinga, namun ia tak bisa mendengarkan nasihat. Betapa celakanya orang yang memiliki hati, namun ia tak bisa lagi merasakan hidayah.

Tertutupnya hidayah adalah puncak musibah. Ketika nasehat tak lagi didengar. Ketika kebenaran ditentang dan dimusuhi. Ketika Alquran diremehkan. Ketika sunnah Nabi dicemooh dan dimaki.

Seorang Muslim, tak mungkin tertutup hidayah baginya secara tiba-tiba. Tetapi, ada proses yang ia lalui. Rasulullah menjelaskan proses itu dalam sabdanya:

“Jika seorang mukmin berbuat satu dosa, maka diberikan satu titik hitam dalam hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan dosa tersebut, dan memohon ampunan, maka hatinya kembali mengkilap. Namun apabila ia bertambah melakukan dosa, titik hitam itu juga bertambah, hingga akhirnya menutup hatinya. Inilah yang disebutkan Allah Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”(QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ibnu Majah; hasan)

Seorang Muslim sesungguhnya adalah seorang yang telah mendapatkan hidayah Islam. Namun jika dalam keislamannya ia melakukan dosa, dosa itu menghadirkan satu titik hitam di hatinya. Jika ia bermaksiat, maksiat itu menghadirkan satu titik hitam di hatinya. Dosa dan maksiat yang ditumpuk-tumpuk, yang dilakukan terus menerus, itulah yang lama-lama menghitamkan seluruh hatinya. Jika sudah hitam seluruhnya, ibarat cermin ia tak bisa lagi memantulkan cahaya. Demikian pula hati, ia tak lagi bisa menerima hidayah.

“Jika seorang hamba melakukan dosa, maka diberikan titik hitam di dalam hatinya,” kata Hudzaifah Ibnul Yaman, “sampai akhirnya seolah-olah ia sebagaimana seekor kambing hitam berbintik merah.”

Dikisahkan ada seorang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Ia terkenal dengan kebaikan dan ibadahnya. Suatu hari, seorang raja yang putrinya sakit datang kepadanya untuk meminta diobati dan didoakan kesembuhan.

Ia yang semula rajin ibadah, ternyata terperosok dalam dosa. Ketika putri raja itu ditinggalkan beberapa hari untuk diobati, ia yang berduaan lalu tertarik kepadanya. Inilah satu dosa pertama. Namun, dosa itu diteruskannya. Hingga terjadilah kemaksiatan besar antara pria dan wanita. Takut kehormatannya rusak, dibunuhlah putri raja tersebut. Dosanya semakin besar, hatinya makin menghitam.

Takut ketahuan membunuh, ia kubur gadis itu di belakang rumahnya dan ia mengatakan kepada raja bahwa gadis itu hilang entah ke mana. Rupanya, raja akhirnya tahu bahwa sang anak telah dibunuh dan dikubur di sana. Setelah membongkar makam itu, raja memutuskan hukuman berat; hukuman mati.

Saat hendak dihukum mati itulah syetan datang kepadanya menawarkan bantuan. Dengan satu syarat, ia harus mengakui bahwa syetanlah Yang Maha Kuasa. Ahli ibadah itu menolak. Namun syetan menawarkan hal yang lebih halus, cukuplah ahli ibadah itu menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan dan permintaan bantuan. Ahli ibadah akhirnya takluk dan menurutinya. Tertutup sudah hidayah.

Ia keluar dari tauhid tanpa sadar. Bukannya syetan melepaskannya sesuai janji, saat ahli ibadah itu menunduk, syetan justru menebas lehernya. Jadilah ia suul khatimah.

Mungkin fenomena tertutupnya hidayah tak selalu seekstrem kisah itu. Tetapi ketika dosa demi dosa membuat kita menolak kebenaran dan asyik dalam kedurhakaan, itu tanda hati kita telah menghitam.

Tercatat dalam sejarah, ada orang-orang yang secara formal beridentitas Islam, tetapi ia menentang kebenaran. Ia tak mau dinasehati. Bahkan ulama ia musuhi dan Islam ia bonsai. Secara identitas ia Islam, tetapi pada hakikatnya ia tertutup dari hidayah.

Maka, jika kita melakukan dosa jika kita melakukan kemaksiatan segeralah kembali kepadaNya. Bertaubat dan memohon ampunan. Menyesal dan berkomitmen takkan mengulang. Semoga Allah menghilangkan titik-titik hitam dari hati kita dan senantiasa membuka pintu hidayah bagi kita. [Bersamadakwah]

 

INILAH MOZAIK

Inilah Cara Tidur yang Dibenci Alllah

KETIKA orang (bersiap) tidur, banyak posisi yang bisa ia pilih. Ada yang terlentang, ada yang miring ke kanan, ada yang miring ke kiri, ada yang tengkurap.

Bagaimanakah posisi tidur yang paling buruk menurut Islam dan sains? Berikut ini penjelasannya.

Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam Zaadul Maad membuat salah satu sub bab berjudul Posisi Tidur yang Paling Buruk. Beliau menjelaskan bahwa posisi tidur yang paling buruk adalah tidur tengkurap.

Thokhfah Al Ghifariy pernah tidur tengkurap di Masjid Nabawi akibat begadang. Di waktu sahur, Rasulullah menggerak-gerakkannya dengan kaki beliau seraya bersabda:

“Sesungguhnya ini adalah cara tidur yang dibenci oleh Allah” (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud).

Sahabat yang lain juga pernah mengalami hal serupa. Ia tidur dengan posisi tengkurap. Rasulullah pun menggerak-gerakkan kaki beliau ke badannya seraya bersabda:

“Wahai Junaidib, tidur seperti itu seperti berbaringnya penduduk neraka.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam pendekatan sains, ketika seseorang tidur tengkurap, dada dan perut tertekan sehingga menghalangi pernafasan. Ketika seseorang tidur tengkurap, kepalanya kadang miring ke samping, kadang menghadap ke bawah. Kepala menghadap ke bawah membuat pernafasan terganggu.

Selain itu, tidur tengkurap juga membuat posisi jantung terhimpit sehingga aliran darah terganggu dan kinerja otak terganggu.

Dalam sebuah penelitian di Inggris pada tahun 1990 yang meneliti 72 kematian anak, 67 di antaranya meninggal bukan karena penyakit. Mereka meninggal dipicu oleh posisi tidur tengkurap, atau pakaian yang terlalu ketat dan peningkatan temperatur lingkungan.

Hasil penelitian dari University of Chicago Illinois menunjukkan bahwa risiko kematian tidur tengkurap lebih besar terjadi pada orang yang menderita epilepsi.

Masya Allah ternyata ilmu pengetahuan modern sangat mendukung apa yang disabdakan Rasulullah lebih dari 14 abad yang lalu. Padahal Muhammad sebelumnya tidak dikenal sebagai seorang tabib atau dokter. Beliau juga tidak diajari oleh guru di bidang kesehatan dan kedokteran. Namun banyak hadits beliau tentang kesehatan yang jika diteliti beberapa abad kemudian, ternyata terbukti ada penjelasan ilmiahnya.Wallahu alam bish shawab.

 

MOZAIK INILAH

Menyucikan Jiwa

Salah satu penyakit jiwa manusia yang kadang-kadang muncul dalam nuraninya, kata al-Ghazali, adalah merasa paling besar, sombong (takabur), merasa diri paling kuat, paling berkuasa, paling kaya, dan paling berilmu, sehingga melahirkan sikap terhadap orang yang berada di sekelilingnya semuanya dianggap kecil, rendah, tidak berharga, kecuali dirinya sendiri yang hebat, mahasegala-galanya (superman).

Dalam hadis qudsi, Allah SWT ber firman menantang kepada tipe manu sia yang memiliki karakter takabur itu. Pertama, lilqawiy (kepada orang yang merasa paling kuat). Katakan, Mu ham mad, kepada orang yang merasa paling kuat (lilqawiy), jangan engkau merasa takjub dengan kekuatanmu, jika engkau merasa takjub dengan kekuatanmu, merasa paling kuat, maka larang datang kematian (almaut) dari dirimu (an-nafsika).

Tentu seseorang sekuat apa pun fisiknya atau memiliki kekuasaan yang besar pasti tidak ada yang bisa menghalangi atau melarang kematian dari dirinya. Setiap jiwa pasti mati (QS 3: 185) Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendati pun kamu dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (QS 4: 78).

Kedua, lil’alim (kepada orang yang merasa paling berilmu). Katakan, Muhammad, kepada orang yang merasa paling berilmu, jangan engkau merasa takjub dengan kepintaranmu. Jika engkau merasa takjub dengan kepintaranmu maka coba terangkan kapan datang ajalmu. Tentu sepintar apa pun manusia, pasti tidak akan mampu menerangkan kapan akan datang kematian bagi dirinya.

Kematian adalah rahasia Allah SWT, kita tidak mengetahui kapan akan mati dan di mana tempat mati, dan semua manusia tidak bisa menghindar dari kematian di mana pun berada. Dan rahasia kematian itu rahasia Allah Yang Mahatahu. Ketiga, lilghaniyyi (kepada orang yang merasa paling kaya). Katakan, Muhammad, kepada orang yang me ra sa paling kaya. Jangan engkau takjub dengan harta kekayaanmu. Jika engkau merasa bangga (sombong) dengan harta yang engkau miliki, coba orang yang merasa paling kaya itu beri makan kepada semua makhluk Allah SWT yang ada di bumi ini untuk sehari saja. Tentu sekaya apa pun manusia tidak mungkin bisa memberi makan seluruh makhluk Allah SWT yang ber ada di bumi walaupun sehari saja. Se bab, sekaya apa pun, kekayaan ma nusia sangat terbatas dan Allahlah Yang Mahakaya.

Oleh karena itu, sangat tepat momentum bulan suci Ramadhan ini untuk dijadikan oleh kita semua kaum Muslimin sebagai madrasah muhasabah, mengevaluasi diri, menyucikan jiwa dari berbagai penyakit jiwa yang merusak sikap tauhidullah.

Karena itu, sewajarnya manusia bertakwa pasrah di waktu keheningan malam bulan Ramadhan dengan qiyamul lail, sambil meneteskan air mata, tawadhu, merendah di hadapan Allah SWT untuk memohon ampunan, maghfirah, taubat dari segala dosa takabur kepada Allah SWT, dan senantiasa beribadah kepada-Nya sehingga kita menghadap kepadanya ada dalam ridha-Nya. Amin. Wallahua’lam bishawab.

 

Oleh: Nanat Fatah Natsir

REPUBLIKA